Anda di halaman 1dari 2

Dualisme adalah ajaran atau faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakikat yaitu

hakikat materi dan hakikat ruhani, Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas berdiri sendiri
samadengan asasi dan abadi, perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam
alam, contoh yang paling jelas tentang adanya kerjasama kedua hakikat ini adalah terdapat dalam diri
manusia, tokoh-tokoh aliran ini antara lain adalah Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM),
Descartes (1596-1650 M), Fechner (1802-1887 M), Arnold Gealinex, Leukippos, Anaxagoras, Hc.
Daugall dan A. Schopenhauer (1788-1860 M

Dalam filsafat, Pythagoras adalah dualis. Segala sesuatu diciptakan saling berlawanan: satu dan banyak,
terbatas tak terbatas, berhenti-gerak, baik-buruk dsb. Empedocles setuju dengan Pythagoras, baginya
dunia ini dikuasai oleh dua hal cinta dan kebencian. Plato dalam dialog-dialognya memisahkan jiwa dari
raga, inteligible dari sensible.

Tapi apakah dualisme itu benar-benar realitas? Atau sekedar persepsi yang menyimpang? Sebab nilai-
nilai monistis (kesatuan) dalam realitas juga ada dan riel. Heraclitus dan Parmenides mengkritik dualisme
Pythagoras. Banyak itu itupun berasal dari yang satu yang abadi. Yang dianggap saling berlawanan itu
sebenarnya membentuk kesatuan dan tidak bisa dipisahkan. Aristotle ikut-ikutan. Dualisme Plato juga
tidak benar. Jika jiwa diartikan bentuk (form) dari raga alami yang berpotensi hidup maka jiwa adalah
pasangan raga. Jadi jiwa dan raga adalah suatu kesatuan. Tapi Aristotle ternyata masih dualis juga. Ia
memisahkan akal dari jiwa.

Dalam kepercayaan kuno pun unsur monisme juga wujud. Marduk ternyata turunan dari Tiamat. Zeus
dan Titan berasal dari moyang yang sama. Leviathan ternyata diciptakan Tuhan. Pemberontak
Mahabharata adalah dari keluarga yang sama. Dalam agama Zoaraster, kebaikan selalu dinisbatkan
kepada Ahura Mazda atau Ohrmazd sedangkan kejahatan disifatkan kepada Ahra Mainyu atau Ahriman.
Tapi dalam kitab Gathas, kebaikan dan kejahatan adalah saudara kembar dan memilih salah satu karena
kehendak.

Para pemikir Kristen mulanya memilih ikut Plato, tapi mulai abad ke 13 mereka pindah ikut Aristotle
dengan beberapa modifikasi. Di zaman Renaissance dualisme Plato kembali menjadi pilihan. Tapi pada
abad ke 17 Descartes memodifikasinya. Baginya yang riel itu adalah akal sebagai substansi yang berfikir
(substance that think) dan materi sebagai substansi yang menempati ruang (extended substance). Teori
ini dikenal dengan Cartesian dualism. Tujuannya agar fakta-fakta didunia materi (fisika) dapat dijelaskan
secara matematis geometris dan mekanis. Kant dalam The Critique of Pure Reason mengkritik Descartes,
tapi dia punya doktrin dualismenya sendiri. Pendek kata Neo-Platonisme, Cartesianisme dan Kantianisme
adalah filsafat yang mencoba merenovasi doktrin dualisme. Tapi terjebak pada dualisme yang lain.
Perang antara monisme dan dualisme, sejatinya adalah pencarian konsep ke-esaan-an (tawhid).
Peperangan itu digambarkan dengan jelas oleh Lovejoy dalam bukunya The Revolt Against Dualism.
Fichte dan Hegel, misalnya juga mencoba menyodorkan doktrin monisme, tapi bagaimana bentuk
kesatuan kehendak jiwa dan raga, tidak jelas. Nampaknya, karena arogansi akal yang tanpa wahyu
(unaided reason) maka monisme tersingkir dan dualisme berkibar. Jiwa dan raga dianggap dua intitas.

Seorang dualis melihat fakta secara mendua. Akal dan materi adalah dua substansi yang secara ontologis
terpisah. Jiwa-raga (mind-body) tidak saling terkait satu sama lain, karena beda komposisi. Akal bisa
jahat dan materi bersifat suci. Atau sebaliknya, jiwa selalu dianggap baik dan raga pasti jahat. Padahal
dari jiwalah kehendak berbuat jahat itu timbul. Dalam Islam kerja raga adalah suruhan jiwa (innama al-
a’mal bi al-niyyat). Karena itu ketulusan dan kebersihan jiwa membawa kesehatan raga.

Dualis dikalangan antropolog pasti memandang manusia dari dua sisi: akal dan nafsu, jiwa dan raga,
kebebasan dan taqdir (qadariyyah & jabariyyah). Dalam filsafat ilmu, dualisme pasti merujuk kepada
dichotomi subyek-obyek, realitas subyektif dan obyektif. Kebenaran pun menjadi dua kebenaran obyektif
dan subyektif. Bahkan di zaman postmo kebenaran ada dua absolut dan relatif. Dalam Islam konsep
tawhid inherent dalam semua konsep, tentunya asalkan sang subyek berfikir tawhidi.

Anda mungkin juga menyukai