FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
2020
KATA PENGATAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami Panjatkan puja dan puji syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Proyek Infrastuktur Sebagai Ladang
Koruptor.
Dalam hal ini Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam
pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
1.3 Tujuan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................
BAB I
PENDAHULUAN
3
Lihat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 12 B.
3. Membantu dalam mengetahui dan memahami bahwa korupsi selalu
membawa konsekuensi.
BAB II
PEMBAHASAN
4
Grigg, N. 1988, Infrastructure Engineering and Management, John Wiley & Sons.
5
Kodoatie, Robert J. 2005."Pengantar manajemen infrastruktur”.
belanja pemerintah pada sektor infrastruktur. Pelaksanaan program ini perlu
mendapat perhatian dari berbagai kalangan agar berhasil dan tidak terjadi
penyimpangan.6
Presiden SBY dalam pidatonya pada Peringatan Hari Anti-Korupsi
sedunia menyatakan bahwa setidaknya ada lima alasan pentingnya
memerangi korupsi :7 Pertama, hilangnya aset dan pendapatan negara akibat
praktek korupsi, padahal aset dan pendapatan tersebut dapat digunakan
untuk membangun negara (yang kuat baik ekonomi, politik, dan militer).
Kedua, berkurangnya pendapatan potensial ekonomi dari sumber daya alam
Indonesia. Ketiga, kerugian dalam pendapatan negara dari aktivitas ekonomi
dan bisnis. Keempat, praktek korupsi di Indonesia menyebabkan adanya
ketidakpercayaan dan kecurigaan satu sama lain. Terakhir, korupsi membuat
citra Indonesia terlihat buruk di mata dunia internasional. Hal ini akan
menyebabkan Indonesia kehilangan legitimasi dan kepercayaan dari dunia
internasional.
2.2. Proyek Infrastruktur sebagai Lahan Koruptor.
Korupsi proyek infrastruktur yang meluas ini jadi sinyal elemen
mengkhawatirkan di tengah keseriusan pemerintah Presiden Joko Widodo
yang getol menggalakkan proyek infrastruktur. Apalagi persoalan yang
muncul dari proyek infrastruktur tak hanya soal korupsi, melainkan problem
yang melibatkan urusan pembebasan lahan, yang memicu kekerasan dan
konflik agraria. Problem lain adalah banyak proyek mangkrak lantaran dana
keburu habis dikorupsi.
Misalnya, untuk menggenjot sejumlah proyek infrastruktur,
pemerintah membutuhkan dana tak kurang dari Rp5.000 triliun. Dana
sebesar ini tentu tak dapat mengandalkan APBN sehingga pemerintah
6
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. “Korupsi Menggerus Belanja
Infrastruktur di Daerah”. Diskusi Publik. 2012.
7
“Presiden SBY: Lima Alasan Kenapa Korupsi Harus Diberantas”, Detiknews, 9 Desember
2011, dalam http://us.detiknews.com/read/2008/12/09/163443/1050578/10/lima-
alasan-kenapa-korupsi-harus-diberantas, diunduh pada 27 Desember 2011. Dalam
“PEMBERANTASAN KORUPSI DAN KEMAUAN POLITIK DI INDONESIA”
melibatkan pihak swasta nasional dan asing.8 Lebih dari 30 persen korupsi
berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa. Infrastruktur menjadi
obyek paling rawan, karena alokasi anggarannya yang besar. Namun
pengawasannya lemah.
Dalam hal ini lah Suap menjadi landasan adanya tindak pidana
korupsi lahan pembangunan proyek infrastruktur, Saiful Ilah bukan satu-
satunya pejabat pemerintahan Kabupaten Sidoarjo yang terseret kasus ini.
Tiga pejabat lain yang ikut terkena OTT sudah ditetapkan juga sebagai
tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan
Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Sunarti Setyaningsih (SST); Pejabat
Pembuat Komitmen pada Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber
Daya Air Kabupaten Sidoarjo, Judi Tetrahastoto (JTE); dan Kepala Bagian
Unit Layanan Pengadaan, Sanadjihitu Sangadji (SSA). Mereka berempat
diduga menjadi penerima uang suap.
Menurut KPK perbuatan para tersangka penerima suap sejalan
dengan rumusan 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
Sementara perbuatan pihak pemberi dianggap memenuhi unsur
Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.9
BAB III
8
Abdul Aziz. 2017. “Membongkar Korupsi Proyek Infrastruktur”.
https://tirto.id/membongkar-korupsi-proyek-infrastruktur-cfke. Dilihat pada
tanggal 7 Oktober 2020.
9
Aji Prasetyo. 2020. dalam “Suap Bupati Sidoarjo Terkait Proyek Infrastruktur” .
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e16a26750337/suap-bupati-
sidoarjo-terkait-proyek-infrastruktur/ . Diakses pada tanggal 8 oktober 2020
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kasus suap adalah salah satu tindak pidana korupsi yang
sudah lumrah di kalangan masyarakat indonesia. Penyuapan terhadap
pejabat publik di negara berkembang dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan alokasi pemanfaatan sumber daya, dan
menimbulkan kompetisi tidak sehat di antara investor asing. Pada
ranah yang lebih luas, penyuapan terhadap pejabat publik akan
berakibat pada menurunya kualitas hidup, mengancam demokrasi,
melemahnya institusi publik, dan menggerus supremasi hukum di
negara tujuan investasi.
Pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan
sanksinya juga berbeda. Tampak bahwa suap dapat berupa janji,
sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan
bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam
suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada
intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam
kebijakan maupun keputusannya. Sedangkan untuk gratifikasi,
diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap
sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia
memang masih belum terlalu jelas pemisahan antara perbuatan
pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi karena perbuatan
gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika diberikan terkait dengan
jabatan dari pejabat negara yang menerima hadiah tersebut.
Kasus Korupsi di indonesia tidak dapat diselesaikan dengan
pendekatan dengan analisis hukum pidana semata-mata, melainkan
juga diperlukan analisis hukum administrasi negara dan keuangan
negara. Demikian juga dengan masalah kejahatan korporasi yang
tidak hanya dapat dianalisis dari sudut hukum pasar modal dan
hukum perdata atau hukum bisnis, melainkan juga dapat dianalisis
dari sudut hukum pidana internasional dan hukum perdata
internasional