PROJECT CITIZEN
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
NPM. 19024010146
FAKULTAS PERTANIAN
JAWA TIMUR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Project Citizens yang berjudul “Rendahnya Nilai
Investasi Infrastruktur Indonesia di Tingkat Global”.Terima kasih saya ucapkan kepada Prof. Dr.
Ir. H Imam Syarif Hidayat, MM. yang telah membantu saya baik secara moral maupun materi.
Saya menyadari, bahwa laporan yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya.Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Semoga makalah
ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan
peningkatan ilmu pengetahuan.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………….ii
ii
4.4.3 Penyerapan Tenaga Kerja Sedikit .............................................................................13
BAB V PENTUTUP...................................................................................................................14
5.1 Kesimpulan......................................................................................................................14
5.2 Saran...............................................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-
agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik,
pembangunan limbah, transportasi dan pelayananpelayanan similar untuk menfasilitasi tujuan-
tujuan sosial dan ekonomi (Kodoatie, R.J., 2005). Infrastruktur memegang peranan penting
sebagai salah satu roda penggerak pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.Keberadaan
infrastruktur yang memadai sangat diperlukan dan menjadi bagian yang sangat penting dalam
sistem pelayanan masyarakat.Berbagai fasilitas fisik merupakan hal yang vital guna mendukung
berbagai kegiatan pemerintahan, perekonomian, industri dan kegiatan sosial di masyarakat dan
pemerintahan (Soemardi dan Reini D, 2009).
Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk
mempercepat proses pembangunan nasional maupun regional. Infrastruktur juga memegang
peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.Laju pertumbuhan
ekonomi dan investasi suatu negara maupun daerah tidak dapat dipisahkan dari ketersedian
infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi.Inilah yang menyebabkan
pembangunan infrastruktur menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan.Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah diharapkan
memacu pertumbuhan ekonomi (Suratno. 2010).
Salah satu tantangan utama pembangunan Indonesia saat ini adalah mengatasi persoalan
ketimpangan yang tidak hanya terjadi dalam dimensi individu atau rumah tangga tetapi juga
wilayah.Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selama lebih dari tiga dekade terakhir,
rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi, namun pada saat yang bersamaan
tingkat kesenjangan pendapatan juga tinggi. Data kemiskinan selama 1970–2017 menunjukkan
bahwa rata-rata tingkat kemiskinan di kawasan perkotaan adalah 13,9 persen, sedangkan di
kawasan perdesaan mencapai 19,0 persen (BPS, 2018).
Investasi merupakan atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada
saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang
(Tandelilin:2000). Atau dapat juga didefinisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk
digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu dengan harapan dapat
memberikan pendapatan atau keuntungan (Hartono:2000).
2
Pengertian Keputusan Investasi menurut Purnamasari, dkk dalam Fenandar, (2009:27)
adalah “Keputusan investasi merupakan keputusan yang menyangkut pengalokasian dana
yang berasal dari dalam maupun dana yang berasal dari luar perusahaan pada berbagai bentuk
investasi”.Keputusan Investasi menurut Wijaya dan Wibawa (2010) adalah “Keputusan investasi
keputusan sebagai komposisi antara aset yang dimiliki dan pilihan investasi dimasa yang akan
datang”.Keputusan Investasi menurut Sutrisno (2003) adalah “Keputusan investasi merupakan
keseluruhan proses perencanaan dan pengembalian keputusan berbagai bentuk investasi yang
jangka waktu kembalinya modal lebih dari satu tahun”
Pengertian Keputusan Pendanaan menurut Wijaya dan Wibawa dalam Afzal (2012:4)
adalah : “Keputusan pendanaan adalah keputusan yang menyangkut komposisi pendanaan
yang dipilih oleh perusahaan”.Keputusan pendanaan menurut Fenandar (2012:15), adalah
“Keputusan pendanaan adalah keputusan yang menyangkut struktur keuangan perusahaan”.
Keputusan Pendanaan menurut Noerirawan (2012:13) adalah “ suatu keputusan yang sangat
penting bagi perusahaan, karena menyangkut perolehan sumber dana untuk kegiatan
operasional perusahaan”.
3
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Surabaya dan dilakukan dalam waktu 2 bulan untuk
pengumpulan data dan informasi sedangkan untuk waktu penyusunan makalahnya kurang lebih
1 minggu. Dilakukan dengan pengumpulan data sekunder maupun data primer.
Metode pengambilan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.Penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-
orang yang diamati. Penelitian kualitatif merupakan penelitian empiris dimana data adalah
bentuk sesuatu yang dapat dihitung atau angka.metode penelitian kuantitatif memiliki ciri khas
yang berhubungan dengan data numerik atau bersifat objektif.
4
BAB IV
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil penelitian Anggaran Belanja Negara (APBN) untuk sektor Infrastruktur
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yakni sebanyak 409 Triliun pada 2018, 415 triliun
pada 2019 dan 419,2 Triliun. Nilai itu masih tergolong rendah jika dibandingkan untuk anggaran
pendidikan sebanyak 508,1 Triliun.Anggaran infrastruktur tersebut juga masih tertinggal oleh
Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, total Rp 4.796 triliun diperlukan untuk memenuhi
target pembangunan infrastruktur (yang ditetapkan pemerintah) pada tahun 2019. Namun,
pemerintah pusat dan daerah hanya bisa memberikan kontribusi 41 persen untuk pembiayaan,
sementara perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) hanya dapat memberikan kontribusi
hingga 22 persen. Ini berarti bahwa 37 persen dari dana yang dibutuhkan (sekitar Rp 1.752
triliun) harus berasal dari sektor swasta.
Namun, masalahnya yaitu sektor swasta secara umum tidak terlalu antusias untuk
mengambil komitmen pada proyek yang berjangka panjang dan padat modal.Apalagi kalau iklim
investasi tidak optimal di negara tujuannya. Seperti dijelaskan di atas, di Indonesia proyek
infrastruktur dapat ditunda selama berbagai tahun (atau dibatalkan sama sekali) karena
masalah pembebasan lahan atau rintangan birokrasi lainnya. Maka, bisa saja sebelum
groundbreaking proyeknya terjadinya pergantian pemerintahan dengan presiden baru yang
tidak memprioritaskan proyek infrastruktur tersebut. Mengingat kepastian hukum dan peraturan
cukup lemah di Indonesia, sektor swasta cenderung sangat berhati-hati dengan berinvestasi di
proyek-proyek jangka panjang dan padat modal
4.2 Pembahasan
5
ketidakadilan sosial misalnya juga bisa menjadi salah satunya. Pastinya sulit bagi sebagian
penduduk untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan ataupun susahnya anak-anak pergi ke
sekolah karena perjalanannya terlalu susah dan terbilang cukup mahal.
Sejak pemerintah Orde Baru yang otoriter di bawah kepemimpinan Suharto diganti dengan
era reformasi pada akhir 1990-an, pengembangan infrastruktur di Indonesia tidak sejalan
dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi yang kuat yang terjadi setelah pemulihan dari krisis
keuangan Asia di tengah commodities boom yang sangat menguntungkan Indonesia pada
tahun 2000-an. Akibat kurangnya infrastruktur, pertumbuhan ekonomi Indonesia gagal
mencapai potensi penuh.
6
Dari indikator-indikator penilaian kemudahan berbisnis yang ada, yang paling buruk adalah
soal enforcing contract.Pemutusan kontrak secara sepihak.(Turun dari) nomor 145 paling buruk
peringkatnya dan turun lagi jadi 146.Selain itu yang memburuk juga adalah protecting minority
investors.Perlindungan pemegang saham minoritas dimana saham kecil kurang diperhatikan
daripada pemegang saham besar.
Hal tersebut menjadikan Indonesia masih memiliki kekurangan yang menjadi sorotan di
antara negara dengan ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah di Asia Timur dan Pasifik,
Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan peraturan ketenagakerjaan paling kaku,
terutama terkait perekrutan tenaga kerja. Untuk di tingkat Asia Tenggara Indonesia berada di
posisi ke 6 dengan skor 69,8 masih perlu upaya yang lebih dari berbagai pihak untuk bisa
memperbaiki posisi kemudaha dalam berbisnis Indonesia
Dalam Global Competitiveness Index (GCI) 2019 yang dirilis World Economic Forum, skor
daya saing Indonesia berada di level 67,7 poin dari skala 0-100. Capaian tersebut membuat
Indonesia berada di peringkat 72 dari 141 negara yang di survei dan urutan kelima di kawasan
ASEAN.Hal itu membuktikan bahwa daya saing Indonesia masih sangat jauh dibandingkan
negara lainnya dan itupun membuat pihak luar yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia
berpikir dua kali sebab tidak mau mengambil risiko yang besar.
7
Walaupun daya saing infrastruktur Indonesia masih rendah daripada Negara Asia Tenggara
tetapi jika dilihat dari jalur nya sudah sesuai dengan rencana yang dibangun oleh Pemerintah
atau sesuai dengan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Beberapa
Indikator yang menyebabkan daya saing infrastruktur Indonesia yang masih rendah yakni : 1)
Air bersih belum menjangkau semua wilayah, 2) Konektivitas Jalan masih rendah, 3) Rel kereta
sangat minim tetapi ada beberapa Indikator yang menyebabkan daya saing infrastruktur
Indonesia sedikit meningkat diantaranya 1) Konektivitas Kapal Barang, 2) Akses listrik
meningkat, 3) Konektivitas bandara bagus.
Dari data diatas bisa dilihat, walaupun posisi daya saing Indonesia berada di posisi kelima
Asia Tenggara tetapi menunjukkan hasil positif terbukti adanya peningkatan pada aspek
pembangunan jalan pada 2019 yang rasionya 4,1 dan pembangunan rel kereta api yang
rasionya 4,3. Disisi lain pembangunan transportasi laut mengalami stagnan dengan nilai rasio
4,0 sedangkan transportasi udara mengalami sedikit kemunduran yang mulanya 4,3 pada 2018
menjadi 4,2 pada 2019.
Berbicara daya saing, banyak aspek yang seyogianya menjadi perhatian.Perlu penataan
dalam peningkatan daya saing nasional, seperti produktivitas, nilai tambah, dan logistik.Terkait
produktivitas, hal utama yang perlu ditata adalah kualitas sumber daya manusia.Nilai tambah
industri pun masih rendah, demikian juga logistik dalam negeri yang harganya lebih mahal
dibandingkan luar negeri.
8
Gambar 4.3.3 Sumber : Badan Pusat Statistik Nasional (BPS)
Data hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2019 menunjukkan
penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang bekerja lebih dari separuhnya berpendidikan
SMP ke bawah (58,27%). Sebagian besar mereka (42,74%) terserap pada lapangan usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sebarannya hampir merata antara perkotaan dan
perdesaan. Hal ini sejalan dengan rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia yang baru
mencapai 8,17 tahun (setara kelas 8 SMP). Rendahnya tingkat pendidikan pekerja tentunya
akan berimbas pada rendahnya produktivitas usaha dan tingkat upah yang diterima.
9
Gambar 4.3.3 Sumber : World Economic Forum
Data Bank Dunia terkait Human Capital Index, Indonesia termasuk low middle income dan
tertinggal dibanding Singapura, Korea, dan Jepang. Posisi daya saing Indonesia saat ini berada
di tingkat 50, turun 5 angka dibandingkan tahun 2018 lalu yang berada di posisi ke-45.Untuk
peringkat di kawasan Asia Tenggara Indonesia menempati posisi keempat Di peringkat pertama
ada Singapura, kemudian disusul Malaysia dan Thailand.Penilaian ini mencakup efektivitas
tahun pendidikan, tingkat pelatihan staf, kualitas pelatihan vokasi, dan skillset lulusan. Selain itu
meliputi keterampilan digital, kemudahan menemukan karyawan terampil, ekspektasi periode
pendidikan, berpikir kritis dalam proses pembelajaran, hingga rasio murid-guru pada pendidikan
dasar.
Dalam Laporan dari WEF dengan judul Global Competitiveness Report 4.0 menunjukkan ada
98 indikator yang diasumsikan menjadi faktor penggerak dan faktor efisiensi iklim usaha
ekonomi suatu negara. Sebanyak 98 indikator itu dirangkum dalam 12 pilar: institusi,
infrastruktur, adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), stabilitas makroekonomi,
kesehatan, kemampuan, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem finansial, ukuran pasar,
dinamisme bisnis, dan kapabilitas inovasi. Indonesia memiliki keunggulan dalam stabilitas
makroekonomi, ukuran pasar, dan kesehatan. Namun masih banyak indikator lain yang perlu
dibenahi.
10
Gambar4.3.3 Sumber : Wikipedia
Dalam laporan bertajuk Infrastructure Sector Assessment Program yang dirilis pada Juni
2018, Bank Dunia menjelaskan proyek infrastruktur Indonesia tidak diprioritaskan berdasarkan
kriteria atau seleksi yang jelas.Selain itu, pilihan metode pengadaan diputuskan terlalu dini
sebelum analisis mendalam.Misalnya melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (KPBU), business to business (B2B), atau lewat pembiayaan publik.
Padahal, negara lain mendahulukan proses studi dan analisis bertahap, sebelum akhirnya
mengambil keputusan terkait skema pengadaan dan pembiayaan yang tepat .Sejumlah negara
juga menyelesaikan Kajian Akhir Prastudi Kelayakan atau Final Business Case (FBC) untuk
memberikan pemahaman penuh terkait proyek, sebelum memutuskan skema pengadaan dan
pembiayaan. Di Indonesia, keputusan untuk menggunakan skema KPBU dibuat sebelum Kajian
Awal Prastudi Kelayakan atau Outline Business Case (OBC).
11
dipetakan di sini, mulai dari isu livelihood untuk warga, sikap tidak kooperatif masyarakat yang
asal tolak pembangunan, hingga provokasi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM, non-
government organization/NGO) yang menggunakan sudut pandang terlalu sempit bahkan
terkesan reduksionistis masalah per masalah tanpa melihat rencana besar untuk bangsa.
Sampai pada titik ini, dengan keluhan tentang sulitnya proses pembebasan lahan, kita perlu
mencari jalan keluar. Tidak dapat dibayangkan bahwa seluruh agenda pembangunan
infrastruktur harus batal karena negara tidak mampu menyediakan lahan yang
dibutuhkan.Tentu sebuah solusi yang memungkinkan tanpa saling merasa dirugikan, bahkan
diusahakan sebuah pilihan yang saling menguntungkan (win-win solution). Pada prinsipnya,
karena pembangunan infrastruktur adalah untuk kemaslahatan hidup orang banyak, maka
peran negara dibutuhkan hingga pada level maksimal. Bahkan dalam pembangunannya,
pemerintah menyerahkan kepada BUMN dan perusahaan swasta yang berkompeten, itu adalah
hal yang bisa dipahami dalam kondisi doing business.Negara diharapkan melahirkan regulasi
yang mendukung tujuan besar bangsa yang telah ditetapkan.
Infrastruktur yang kurang memadai juga mempengaruhi daya tarik iklim investasi di
Indonesia.Investor asing penuh kekhawatiran untuk berinvestasi di, misalnya, fasilitas
manufaktur di Indonesia kalau pasokan listrik tidak pasti atau biaya transportasi sangat
tinggi.Kenyataannya, Indonesia sering diganggu pemadaman listrik, meskipun negeri ini
dinyatakan berkelimpahan sumber daya energi. Kasus pemadaman listrik cukup lumrah terjadi
di daerah-daerah selain Jawa dan Bali .
12
Menurut data yang diterbitkan oleh Kamar Dagang Indonesia dan Industri (Kadin Indonesia),
dari total pengeluaran perusahaan di Indonesia, sekitar 17 persen diserap oleh biaya logistik.
Padahal dalam ekonomi negara-negara tetangga, angka ini hanya di bawah sepuluh persen.
Hal-hal demikian jelas membuat para investor berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk
berinvestasi di Indonesia.Sementara itu, masalah logistik yang tidak efisien (yang mencakup
bidang transportasi, pergudangan, konsolidasi kargo, clearance perbatasan, distribusi dan
sistem pembayaran) menghambat peluang para pengusaha untuk memperluas bisnis mereka.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Afzal, 2012, Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan dan Kebijakan Dividen
Terhadap Nilai Perusahaan, Jurnal Vol 1, Nomor 2, Hal 09.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin
dan Garis Kemiskinan, 1970-2017. Badan Pusat Statistik. Retrieved from
https://www.bps.go.id/statictable/2014/01/30/1494/jumlah-penduduk-miskin--
persentasependuduk-miskin-dan-garis-kemiskinan--1970-2017.html.
Fenandar, Gany Ibrahim. 2012. Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan dan
Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi.Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas Diponegoro:Semarang.
Hartono, Jogiyanto. 2010, Teori Portofolio dan Analisis Investasi.Yogyakarta : BPFE UGM.
J. Kodoatie, Robert. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur Edisi Revisi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Noerirawan, Moch. Roni dan Abdul Muid. 2012. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal
Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan, Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010. Skripsi
Universitas Diponegoro: Semarang.
Soemardi ,Biemo W., Muhamad Abduh, Reini D., Wirahadikusumah dan Nuruddin Pujoartanto.
”Konsep Earned Value untuk Pengelolaan ProyekKonstruksi” Institut Teknologi
Bandung.
Suratno, Putro. 2010. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (study kasus
kab/kota di provinsi Jawa tengah).Sustainable Development.Vol. 4 No. 3.Juni
2013.
Sutrisno. 2003. Manajemen Keuangan: Teori. Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia.
15
Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Edisi
pertama.Yogyakarta : Kanisius
Wijaya, P. R. L., Bandi., dan A. Wibawa. 2010. “ Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan
Pendanaan da Kebijkan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan “. Simposium
Nasional Akuntansi XIII. Hal 1-21.
https://www.kemenkeu.go.id/
https://mikrodata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/SAKERNAS
http://www3.weforum.org/docs/WEF_TheGlobalCompetitivenessReport2019.pdf
16