Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“Project Citizen: Penyalahgunaan Wewenang Aparat Desa dalam


Pembuatan Kartu Indonesia Pintar (KIS)”
Dosen Pengampu : Aizun Najih

hhh

Disusun oleh:

Surya Agustin (7220009)

PRODI D-III KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
izin-Nya penyusun dapat menyusun makalah berjudul “Project Citizen: Penyalahgunaan
Wewenang Aparat Desa dalam Pembuatan Kartu Indonesia Pintar (KIP)”. Shalawat dan
salam tetap penyusun haturkan kepada penutup para nabi, Rasulullah SAW yang telah
membimbing manusia dari jalan yang salah menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Dalam makalah ini, penyusun akan mencoba memaparkan permasalahan yang berkaitan
dengan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam pembuatan KIP. Penyusun menyadari
dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan, untuk itu segala bentuk saran dan perbaikan,
dengan ikhlas hati penyusun terima untuk dapat menambah dan menyempurnakan isi dari
makalah kami.

Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan dan Anti Korupsi yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk dapat berlatih dalam menyusun suatu karya tulis, yang tentunya akan sangat
bermanfaat bagi penyusun.

Akhirnya, mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang
membacanya, terutama untuk mahasiswa Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang.

Jombang, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


I. 2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
I. 3. Tujuan .......................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Wewenang ................................................................................................................... 2


II. 2. Aparat Desa ................................................................................................................. 2
II. 3. Kartu Indonesia Pintar (KIP)
II.3.1. Pengertian ........................................................................................................ 2
II.3.2. Syarat ............................................................................................................... 3
II.3.3. Prosedur Pengajuan ......................................................................................... 3
II. 4. Penyalahgunaan Wewenang Aparat Desa dalam Proses Pembuatan KIP
II.4.1. Bentuk Penyalahgunaan Wewenang ............................................................. 3
II.4.2. Pencegahan .................................................................................................... 4
II.4.3. Cara Mengatasi .............................................................................................. 4

BAB III PENUTUP

III. 1. Kesimpulan .................................................................................................................. 5


III. 2. Saran ............................................................................................................................ 5

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Esensi dari pembangunan nasional adalah pembangunan berkelanjutan, pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan umtuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini
tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan mereka. Dari generasi ke generasi, tentu terjadi perubahan kebutuhan yang
menuntut pemenuhan yang beragam, salah satunya adalah kebutuhan menempuh
pendidikan.
Pendidikan merupakan aspek penting dalam menunjang kemajuan negara. Di
Indonesia, sebagian besar penduduknya memiliki ijazah SMA dan S1. Hal ini
menunjukkan bahwa pandangan rakyat Indonesia mengenai pentingnya pendidikan masih
kurang. Faktor lainnya yaitu tingkat ekonomi penduduk Indonesia yang masih berada di
garis kemiskinan, dimana pemenuhan kebutuhan masih mengalami kesulitan sehingga
pendidikan dikesampingkan.
Menyikapi hal itu, pemerintah berupaya memberikan bantuan kepada penduduk usia
sekolah melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dengan adanya program ini
diharapkan penduduk usia sekolah yang ekonominya kurang mampu mendapatkan
keringanan dalam biaya pendidikan sehingga dapat menempuh pendidikan tanpa
terkendala biaya.
Namun regulasi KIP pada beberapa wilayah tidak berjalan semestinya. Pada beberapa
daerah banyak ditemukan ketidaksesuaian kondisi ekonomi dengan status sebagai
penerima KIP. Hal ini terjadi karena kurang maksimalnya kinerja para stakeholder KIP
sehingga program KIP tidak sesuai sasaran.
I.2. Rumusan Masalah
I.2.1. Apa pengertian dari wewenang?
I.2.2. Apa yang dimaksud dengan aparat desa?
I.2.3. Apa yang dimaksud dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP)?
I.2.4. Bagaimana prosedur pembuatan KIP?
I.2.5. Apa saja bentuk penyalahgunaan wewenang aparat desa dalam proses pembuatan
KIP?
I.2.6. Bagaimana cara mencegah dan mengatasi penyalahgunaan wewenang aparat desa
dalam proses pembuatan KIP?
I.3. Tujuan
I.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari wewenang.
I.3.2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan aparat desa.
I.3.3. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Kartu Indonesia
Pintar (KIP).
I.3.4. Untuk mengetahui dan memahami prosedur pembuatan KIP.
I.3.5. Untuk mengetahui dan memahami apa saja bentuk penyalahgunaan wewenang
aparat desa dalam proses pembuatan KIP.
I.3.6. Untuk mengetahui dan memahami cara mencegah dan mengatasi penyalahgunaan
wewenang aparat desa dalam proses pembuatan KIP.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Wewenang
Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum public, lingkup wewenang
pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestuur),
tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang
serta distrubi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Wewenang merupakan “onderdeel” dari kewenangan. Secara yuridis, pengertian
wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum.
Dari sudut bahasa hukum wewenang berbeda halnya dengan kekuasaan, kekuasaan
hanya menggambarkan hak bertindak/berbuat atau tidak berbuat, sedangkan wewenang
secara yuridis, pada hakikatnya hak dan kewajiban (rechten en plichten). Terkait dengan
otonomi daerah hak mengandung arti kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan
mengelola sendiri (zelfbestuuren).
II.2. Aparat Desa
Aparat sering diartikan sebagai pegawai negeri atau pegawai Negara
atau seperangkat sistem yang digunakan oleh penguasa/pemerintah untuk mengelola
kekuasaannya atau semua perangkat yang digunakan oleh pemerintah untuk menerapkan
kekuasaan pada masyarakat. Dalam Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dinyatakan bahwa pemerintah desa
terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa,
kepala dusun, rukun tetangga dan rukun warga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
aparat desa meliputi semua orang yang terlibat dalam urusan pemerintahan desa.
Peran aparatur pemerintah desa merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa
jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana
target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Peran aparatur pemerintah desa sangat
diharapkan dalam rangka mewujudkan peran pemerintahan sesuai dengan yang diharapkan
oleh pemerintah dalam UU No. 32 tahun 2004, yakni pemerintah desa diberikan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing demi kesejahteraan
rakyat yang berimbas kepada terwujudnya pembangunan nasional.
Pemerintah desa dikatakan sebagai ujung tombak karena desa berhadapan langsung
dengan masyarakat, oleh karena itu aparat desa harus mampu menjadi tempat bagi
masyarakat untuk diselesaikan atau meneruskan aspirasi dan keinginan tersebut kepada
pihak yang berkompeten untuk ditindak lanjuti. Disamping itu peran desa di atas
menjembatani program-program pemerintah untuk di sosialisasikan kepada masyarakat
sehingga dapat dipahami dan didukung oleh masyarakat.
II.3. Kartu Indonesia Pintar (KIP)
II.3.1. Pengertian
Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan transformasi dari program bantuan
siswa miskin (BSM). Program Kartu Indonesia Pintar bertujuan menghilangkan
hambatan ekonomi siswa untuk bersekolah sehingga mereka memperoleh akses
pelayanan pendidikan yang layak, di tingkat dasar dan menengah.
Kartu Indonesia Pintar diberikan kepada seluruh anak usia sekolah, yaitu 7
hingga 18 tahun dari keluarga kurang mampu, baik yang terdaftar maupun yang
belum terdaftar di sekolah maupun madrasah. Pada tahap lanjutan, KIP mencakup
pula anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah seperti anak jalanan, pekerja
anak, di panti asuhan, dan difabel.

2
Selain berlaku di sekolah/madrasah, KIP berlaku juga di pesantren, pusat
kegiatan belajar masyarakat dan Balai Latihan Kerja (BLK). KIP kedepannya
mendorong mengikutsertakan anak usia sekolah yang belum terdaftar di satuan
pendidikan untuk kembali bersekolah.
II.3.2. Syarat
1. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
2. Kartu Keluarga (KK)
3. Akta Kelahiran
4. Rapor hasil belajar siswa
5. Surat pemberitahuan penerima BSM dari Kepala Sekolah atau Kepala Madrasah
II.3.3. Prosedur Pengajuan
1. Pastikan bahwa siswa tersebut telah terdata dalam basis data terpadu (BDT)
yang merupakan data pokok program penanggulangan kemiskinan kementerian
sosial. Hal ini penting karena merupakan syarat mutlak penerbitan KIP. Apalah
artinya melampirkan surat keterangan tidak mampu dari desa/kelurahan bila
faktanya siswa tersebut tidak masuk dalam BDT. Jadi sekali lagi kuncinya
adalah terdata dalam BDT. Masyarakat dapat menanyakan hal ini ke kantor
desa/kelurahan.
2. Siswa mendaftar dengan membawa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) milik
orangtua ke lembaga pendidikan terdekat (dinas pendidikan atau departemen
agama setempat untuk MTs/MA) atau lebih mudahnya bisa juga melapor ke
sekolah tempat siswa tersebut sekolah.
3. Jika tidak memiliki Kartu KKS, orangtuanya dapat meminta Surat Keterangan
Tidak Mampu (SKTM) dari RT/RW dan Kelurahan/Desa terlebih dahulu agar
dapat melengkapi syarat pendaftaran (sebaiknya dari kelurahan/desa langsung
saja).
4. Sekolah akan mendata dan mengusulkan pendaftar KIP ke Dinas
Pendidikan/Kementerian Agama kabupaten/kota setempat.
5. Dinas pendidikan atau Kementerian Agama kabupaten/kota mengirim
data/rekapitulasi pengajuan calon penerima KIP ke Kemendikbud/Kemenag.
6. Nantinya, sekolah akan mendaftarkan calon peserta KIP ke aplikasi Data Pokok
Pendidikan (Dapodik). Sekolah yang berada dalam naungan Kemendikbud
wajib memasukan data calon penerima KIP dalam dapodik.
7. Kemendikbud/Kemenag akan mengirimkan KIP kepada calon penerima KIP
yang lolos seleksi.
II.4. Penyalahgunaan Wewenang Aparat Desa dalam Proses Pembuatan KIP
II.4.1. Bentuk Penyalahgunaan Wewenang
1. Aparat desa memberikan SKTM pada warga yang mampu.
2. Pemberian KKS hanya ditujukan pada orang-orang yang dekat dengan aparat
desa atau bisa disebut tim sukses pemilihan Kepala Desa.
3. Perolehan KKS didasarkan pada hubungan baik dengan aparat desa, dengan
mengesampingkan fakta bahwa orang tersebut perekonomiannya lebih baik
daripada yang lain atau tergolong mampu.
4. Penyebaran pemegang KIP terfokus pada satu keluarga saja. Satu KK bisa
mempunyai 2-3 KIP.
5. Aparat dalam menentukan kelayakan menerima KIP tidak obyektif, dibuktikan
dengan banyaknya penduduk kurang mampu yang tidak diajukan sebagai
penerima KIP, justru penduduk yang berkecukupan yang dekat dengan aparat
yang diajukan sebagai penerima KIP.

3
6. Aparat desa tidak bersedia memperbarui Basis Data Terpadu (BDT) atau Data
Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan sebagai acuan proses
seleksi KIP, sehingga penerima KIP tetap sama dengan data beberapa tahun
silam, dan bukan merupakan data terbaru sesuai fakta di lapangan.
II.4.2. Pencegahan
1. Dalam memilih aparat desa, masyarakat desa harus lebih selektif sehingga
ketika menjabat, aparat akan bertanggung jawab dan melayani kebutuhan
penduduk.
2. Meningkatkan pengetahuan mengenai KIP dan seluk beluknya sehingga jika
terjadi penyalahgunaan wewenang, masyarakat dapat segera mengetahui dan
mengatasinya.
3. Masyarakat dapat mengajukan BDT melalui bantuan Dinas Sosial
Kabupaten/Kota.
4. Memperkuat jiwa keadilan dan tenggang rasa, saling mengalah antar penduduk
agar tidak terjadi kesenjangan antara satu dengan lainnya.
5. Menerapkan kebiasaan bertanggung jawab sesuai kewajiban dan tugas agar
ketika diberi kewajiban dan tugas dapat dijalankan dengan patuh.
6. Menciptakan aturan perundang-undangan yang menindak tegas segala bentuk
penyalahgunaan wewenang.
II.4.3. Cara Mengatasi
1. Mengajukan pengaduan mengenai pengajuan KIP melalui call center pelayanan
KIP.
2. Jika pemerintah desa tidak mampu memproses pengajuan KIP, pelamar KIP
dapat mengajukan melalui lembaga pendidikan dimana dia bersekolah.
3. Menegakkan supremasi hukum, agar segala bentuk penyalahgunaan wewenang
yang merugikan dapat ditindaklanjuti dengan adil.
4. Mengajukan pencabutan jabatan aparat bila penyalahgunaan yang dilakukan
dinilai sangat merugikan masyarakat.

4
BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Wewenang yang dimiliki pegawai pemerintah seharusnya digunakan untuk
menjalankan tanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dampak
dari penyalahgunaan wewenang dapat merugikan pelaku, rakyat, dan juga merugikan
negara. Sehingga masyarakat perlu melakukan upaya pencegahan agar penyalahgunaan
wewenang dapat diminimalisir.
III.2. Saran
Sebagai warga negara yang cinta tanah air Indonesia, seharusnya dalam memilih
aparat untuk mengelola pemerintahan harus dengan obyektif. Agar ketika menjabat dalam
pemerintahan, aparat adalah orang yang benar-benar dapat dipercaya untuk mengayomi
masyarakat. Supremasi hukum pun patut ditegakkan lebih kuat lagi agar penyalahgunaan
wewenang tidak terus berlanjut.

5
DAFTAR PUSTAKA

http://belajarpendidikanpkn.blogspot.com/2017/07/pengertian-aparat-desa.html diakses
pada 25 Desember 2020 pukul 07.14 WIB

Mahmudi. Kartu Sakti. Hal. 6

Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah ,
Makalah pada Seminar Nasional Pengembangan Wilayah dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam di Kawasan Pesisir dalam Rangka Penataan Ruang, Fak. Hukum Unpad
Bandung, 2000, hal. 2
https://disdikpora.bulelengkab.go.id/artikel/syarat-pengajuan-kip-kartu-indonesia-pintar-38
diakses pada 26 Desember 2020 pukul 21.18 WIB

Anda mungkin juga menyukai