Anda di halaman 1dari 2

Luki Ardhianto

15116018

KASUS KEGAGALAN PEMBORAN PT. LAPINDO BERANTAS

Semburan lumpur panas di lokasi pengeboran milik PT Lapindo Brantas yang muncul sejak
29 Mei 2006, memorak-porandakan kehidupan tenang ribuan warga sejumlah desa di
Sidoarjo, Jawa Timur. Kian deras semburan, menggiring mereka melanjutkan hidup di
pengungsian atau menyingkir ke tempat lain. Sebanyak 20 orang dilaporkan meninggal dunia
akibat musibah yang dipicu oleh kegiatan pengeboran PT Lapindo Brantas itu. Sementara
kerugian material ditaksir mencapai Rp 45 triliun lebih. Tak kurang dari 10.426
unit rumah warga dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Ratusan hektare lahan
pertanian milik warga lenyap dalam sekejap, termasuk juga ribuan ekor hewan ternak.
Puluhan pabrik berhenti beroperasi dan membuat ribuan warga kehilangan pekerjaan.
Lumpur juga menenggelamkan kantor-kantor pemerintahan, sekolah-sekolah, dan fasilitas
publik lain. Memutus jalan raya, tol, jalur kereta, jaringan listrik, telepon, dan air bersih.
Areal seluas 15 desa di kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon, Sidoarjo, lumpuh total.

Dampak kerugian yang begitu besar lantaran semburan lumpur panas berpusat di Kecamatan
Porong, yang merupakan permukiman padat penduduk serta salah satu kawasan industri
utama di Jawa Timur. Penyebab semburan pun masih menjadi perdebatan. Pihak Lapindo
mengemukakan dua teori, yakni pertama, semburan terjadi akibat kesalahan prosedur saat
pengeboran. Kedua, lumpur panas menyembur secara kebetulan saat pengeboran, tapi
penyebabnya belum diketahui. Selain dua teori itu, dugaan penyebab semburan lumpur panas
adalah akibat proses panas bumi atau dipicu gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter di
kawasan Yogyakarta dan sekitarnya, yang terjadi dua hari sebelum semburan muncul, yakni
pada 27 Mei 2006. Lapindo akhirnya sepakat membayar ganti rugi sebesar Rp 3,8 triliun.
Hingga kini, perusahaan milik Bakrie Group itu dilaporkan telah mengeluarkan dana
sebanyak Rp 3,03 triliun. Sisanya kemudian ditalangi pemerintah, dengan kucuran dana
sebesar Rp 827 miliar.
Namun faktanya, urusan ganti rugi tak kunjung tuntas sepenuhnya. Nasib sejumlah korban
lumpur panas Lapindo masih terkatung-katung, kendati selama 13 tahun ke belakang telah
berkali-kali mengadu dan menuntut pemerintah memberikan talangan pembayaran ganti rugi
melalui APBN. Di lain pihak, PT Minarak Lapindo Jaya dan PT Lapindo Brantas justru
tengah tersengal-sengal ditagih hutang oleh pemerintah. Pembayaran hutang, bunga dan
denda dana talangan senilai Rp 1,763 triliun baru dibayar Rp 5 miliar, meski telah melewati
tanggal jatuh tempo 10 Juli 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya bakal terus melakukan
penagihan kepada perusahaan yang memiliki kaitan dengan Bakrie Group itu mengenai
kewajibannya. Dia juga mengaku, pihaknya telah menerima surat dari pihak Lapindo yang
menyatakan komitmen untuk melunasi.

Anda mungkin juga menyukai