Anda di halaman 1dari 5

A.

Klasifikasi
Berdasarkan gambaran patologi dan postulat tentang mekanisme perkembangan
syringomyelia, maka syringomyelia dapat diklasifikasikan sebagai berikut.1,2,3
a. Tipe I. Syringomyelia dengan obstruksi foramen magnum dan dilatasi kanal sentralis,
dapat disertai dengan malformasi Chiari tipe I, atau disertai dengan lesi obstrukstif
foramen magnum yang lain.
b. Tipe II. Syringomyelia tanpa obstruksi foramen magnum (idiopatik).
c. Tipe III. Syringomyelia dengan penyakit medula spinalis yang lain (tumor medula
spinalis, mielopati traumatik, arakhnoiditis spinal dan pakimeningitis, myelomalasia
sekunder).
d. Tipe IV. Hidromyelia murni dengan atau tanpa hidrosefalus.

B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis syringomyelia beragam terkait dengan empat jenis klasifikasi
syringomyelia. Perbedaannya tidak hanya karena letak dan perluasan syrinx, tapi juga berkaitan
dengan perubahan patologik yang berhubungan dengannya, seperti misalnya malformasi
Chiari.2

Gambar 2.7 Manifestasi Klinis Syringomyelia4


Secara umum kelainan ini menyebabkan gejala-gejala neurologis progresif, biasanya
amyotrofi brakhial dan kelumpuhan sensorik segmental, sesuai bagian yang terkena.1,2,4,5
Gejala-gejalanya biasanya muncul pada umur 35 – 45 tahun, tapi bisa juga muncul pada masa
akil balik atau remaja.1,2,3,4,5 Gejala yang pertama kali muncul dapat berupa nyeri dan rasa tebal
pada tangan, kekakuan pada kaki, skoliosis, vertigo, osilopsia, diplopia, disfonia, disfagia,
stridor laringeal, gangguan pada kelenjar keringat, tortikolis, dan artropati neurogenik.5
Manifestasi klinis syringomyelia yang dapat digunakan sebagai petunjuk diagnosis adalah: a)
kelemahan otot segmental dan antrofi otot-otot tangan dan lengan; b) hilangnya sebagian atau
seluruh refleks tendon, terutama pada lengan; dan c) hipo atau anestesia segmental secara
disosiatik.1,2,3,4
Kelemahan dan atrofi otot
Akibat dari rusaknya kornua anterius dan kornu laterale berikut serabut-serabut spinotalamik
maka terjadi kelumpuhan LMN (akibat runtuhnya motoneuron), adanya disosiasi sensibilitas
(akibat hancurnya serabut-serabut spinotalamik di komisura alba ventralis), dan hilangnya
reaksi neurovegetatif (akibat musnahnya neuron-neuron di kornu laterale) pada bagian tubuh
yang merupakan kawasan sensorik dan motorik segmen-segmen yang diduduki syringomyelia.
Oleh karena sering berlokasi di intumesensia servikalis, maka daerah tubuh yang terkena
adalah kedua lengan. Dalam hal ini ditemukan kelumpuhan LMN yang melanda otot-otot tenar,
hipotenar, dan interosea. Kulit yang menutupi otot-otot tersebut menunjukkan disosiasi
sensibilitas/ sensorik dan gangguan neurovegetatif. Sebagai tanda perluasan lubang patologik
itu dapat ditemukan fasikulasi di otot-otot bahu, lengan bawah dan lengan atas. Gambaran
penyakit tersebut dikenal sebagai sindroma syringomyelia.1,2,3,4,5 Kemudian, kelemahan
anggota gerak bawah dapat terjadi berkaitan dengan kompresi jaras kortikospinal,
menyebabkan paraparesis spastik.1,2,3,4,5
Perubahan refleks
Hilang refleks dapat terjadi pada anggota gerak atas karena gangguan pada busur refleks pada
segmen yang terlibat.1,5 Pada kaki dapat terjadi peningkatan tonus otot dan refleks halus
(kekakuan tungkai merupakan gejala yang sering ditemukan) jika jaras kortikospinal lateral
tertekan, menyebabkan paraparesis spastik atau kuadriparesis, di bawah tingkat segmen.1,2,3
Disfungsi sensorik segmental
 Hilang rasa nyeri dan sensasi suhu terdapat pada satu atau dua dermatom pada lengan
atas bilateral, sering dengan distribusi melintasi punggung dan bahu (pola
selendang).1,2,3,4 Hal ini terjadi berhubungan dengan perluasan kavitas ke arah anterior
(dan lebih dari satu atau dua segmen) setinggi daerah dermatom, dan juga menekan
serat nyeri dan temperatur yang menyilang.1,2,3,4,5 Jika syrinx meluas secara lateral, hal
ini dapat menyebabkan nyeri dan hilang sensasi suhu kontralateral di bawah tingkat
lesi. Akibatnya, pasien sering terluka karena terbakar dan mengalami cedera sendi
karena tidak bisa merasakan nyeri.1,2,3,4
 Rasa raba dan posisi masih ada (disosiasi sensorik), tapi gangguan proprioseptif
selanjutnya juga terjadi pada anggota gerak karena kompresi pada kolumna
posterior.1,2,3,4
 Nyeri dapat juga ditemukan.2 Biasanya nyeri didapatkan pada syringomyelia tipe I dan
II.1 Nyeri biasanya pada satu sisi tubuh atau lebih nyata pada satu sisi leher, bahu, dan
lengan. Nyeri ini bersifat membakar, terutama pada daerah perbatasan dengan daerah
yang mengalami gangguan sensorik.2,3,4

Gambar 2.8 Manifestasi Syringomyelia

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu menegakkan
diagnosa syringomyelia.3,5 Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk dilakukan
karena resiko terjadinya herniasi sangat besar. Seringkali terjadi peningkatan tekanan
intrakranial akibat adanya blokade total dari rongga subarakhnoid. Bisa didapatkan
peningkatan ringan dari jumlah protein. Pada kasus blokade total rongga subarakhnoid bisa
didapatkan jumlah protein sekitar 100 mg/dl.1
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk saat ini oleh para klinikus adalah
pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging).1,2,3,5 Alat ini dapat mengambil gambaran
dari struktur tubuh seperti otak dan medula spinalis dengan terperinci. Dalam pemeriksaan akan
didapatkan gambaran kista didalam medula spinalis dengan kondisi yang sama baik seperti
pada gambaran adanya tumor. Pemeriksaan ini juga aman, kurang invasif, serta memberikan
informasi yang sangat mendukung diagnosis syringomyelia.1
Gambar 2.9 MRI Syringomyelia yang menyertai Malformasi Chiari I
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah1,2,3 :
 X-ray Photo
 CT-scan
 Myelography
 CT-myelography
 MRA (Magnetic Resonance Angiography)
 USG
References
1. Graeme J. Hankey, Joanna M. Wardlaw. 2002. Syringomyelia. dalam Clinical
Neurology. pp: 541 – 533. Manson Publishing
2. Allan H. Ropper, Robert H. Brown. 2005. Diseases of the Spinal Cord. dalam
Adams and Victor’s Principles of Neurology, Eight Edition. pp 1084 – 1087.
McGraw-Hill Publishing
3. Galhom, Ayman Ali. 2015. Syringomyelia. http://www.emedicine.medscape..com
4. Mark Mumenthaler & Heinrich Mattle. 2006. Diseases of the Spinal Cord. dalam
Fundamentals of Neurology. pp 141 – 155. New York: Georg Thieme Verlag
5. Alireza Minagar, J. Steven Alexander. 2003. Arnold-Chiari Malformation and
Syringomyelia. dalam Randolph W. Evans. Saunder’s Mannual of Clinical Practice.
pp 903 – 909. WB Saunders

Anda mungkin juga menyukai