Anda di halaman 1dari 14

Manajemen Kesehatan dan Penyakit pada Ternak Babi

IDA BAGUS KOMANG ARDANA,


Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Email: ardana.idabagus@gmail.com HP 08155951708

Latar Belakang
Hasil penelitian di lapangan beberapa tahun terakhir, menunjukkan bahwa peternak
babi pembibitan di Bali sering mengeluh karena tingginya angka kematian anak babi yang
baru lahir. Kematian tertinggi dikeluhkan terjadi pada hari ke tiga pasca kelahiran
(prevalensi 25%), kemudian disusul terjadi pada hari-hari berikutnya (prevalensi 10%).
Peternak bingung atas kejadian tersebut, pada hal mereka merasa telah berbuat maksimal
untuk menyelamatkan anak babi yang baru lahir. Bila kejadian ini berlangsung terus akan
menyebabkan kerugian yang sangat besar. Oleh karena itu, penyebab kematian harus
diketahui sekaligus cara penanganannya.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa ada banyak penyebab kematian anak babi,
baik di dalam rahim induk, pra sapih, maupun pasca sapih. Namun, yang paling umum
sebagai penyebab adalah akibat: 1) air susu induk macet pasca melahirkan, 2) diare karena
Colibacillosis dan Iso spora suis pada anak babi pra sapih, 3) diare anak babi pasca sapih,
4) radang otak oleh streptokokosis, 5) ngorok karena pasteurelosis, 6) radang paru-paru
karena Actinobacilus pleuropneumina, 7) mikoplasmosis, dan 8) porcine reproductive and
rrespiratory syndrome (PRRS). Berikut akan dibahas beberapa penyakit yang dianggap
penting dan berakibat fatal (mematikan).

Permasalahan Terkait Dengan Topik


Kejadian penyakit pada induk dan anak babi di Bali sering diakibatkan karena para
peternak belum mengenal prosedur pencegahan penyakit yang benar. Oleh karena
pengetahuan tentang perjalanan penyakit belum diketahui dengan baik, sering kali agen
penyakit dengan leluasa menginfeksi induk maupun anak babi, baik yang masih ada dalam
kandungan maupun setelah lahir, sehingga dapat menimbulkan kematian.
Dari wawancara dengan beberapa peternak terkait pencegahan penyakit, sebagian
besar menyatakan mereka sudah berupaya maksimal, bahkan dengan biaya tinggi, tetapi
kematian masih sering terjadi, terutama pada musim penghujan. Peternak sangat
mengharapkan prosedur pencegahan penyakit yang tepat agar anak babi yang lahir hidup
sampai disapih, sehingga dapat dijual kepada peternak penggemukan yang pada dilirannya
mendapatkan keuntungan dari usaha peternak babi pembibitan.

Tujuan
Menerapkan program pencegahan penyakit yang mengacu kepada tindakan medis
veteriner, yaitu:
 bioskuriti (segala tindakan untuk mencegah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh
babi),
 vaksinasi (tidakan menyiapan zat kebal dalam tubuh babi terhadap penyakit penyakit
tertentu), dan
 medikasi (melakukan tindakan membunuh bibit benyakit yang terlanjur masuk ke
dalam tubuh babi yang secara fisik babi masih sehat).
Dengan menerapkan program pencegahan yang benar dan tertatur kejadian penyakit yang
mematikan dapat diatasi.

Hasil-Hasil Penelitian/ Kajian Terkait Topik


Hasil-hasil penelitian/kajian berkenaan dengan pencegahan penyakit pada induk dan
anak babi yang telah dilakukan yang melibatkan mahasiswa, peternak dengan membuat
percobaan lapangan, dan dengan pihak farmasi, memberi hasil yang menjanjikan. Hasil-hasil
terkait usaha pencegahan penyakit tersebut diuraikan secara ringkas berikut ini.

1. Air susu induk macet pasca melahirkan


Prevalensi air susu induk macet pasca melahirkan cukup tinggi. Kejadian ini sangat
merugikan, karena menimbulkan puting susu induk membengkak, induk demam, napsu
makan menurun, sedangkan anak babi menjadi kurus sering diakhiri oleh kematian. Kejadian
ini sebetulnya bermula dari infeksi bakteri pada rahim (uterus) induk bunting. Secara teoritis
kuman akan berlomba untuk hidup pada uterus yang sedang mengandung fetus. Hal ini
terjadi karena pada uterus yang mengandung fetus mendapat asupan nutrisi seperti protein
atau asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang berlebih untuk
perkembangan dan pertumbuhan fetus dalam kandungan.
Dengan kata lain, nutrisi yang diperlukan adalah nutrisi untuk hidup dan perkembangan
fetus/eat for. Oleh karena itu, bila induk sedang bunting maka formula pakan yang diberikan
harus lebih. Nutrisi yang dimakan oleh induk akan membentuk suatu zat yang sangat penting
yang diberi nama Acetyl CoA. Zat inilah yang menjadi sumber untuk berbagai zat yang
dibutuhkan oleh fetus untuk perkemangan dan pertumbuhannya. Kondisi ini pula yang
dimanfaatkan oleh kuman untuk berkembang biak. Bila infeksinya ganas maka dapat
menimbulkan kematian fetus (Gamabr 1).

Gambar 1. Petus Babi di Uterus.

Kuman dalam uterus selama induk bunting bersaing satu sama lain untuk mendapatkan
nutrisi. Kejadian ini dapat dianalogikan seperti pasar yang menjual berbagai jenis makanan,
sehingga banyak juga orang pergi ke pasar untuk mendapat makanan. Jadi, pasar menjadi
ramai untuk memperoleh makanan untuk hidup. Sama halnya dengan kuman akan berlomba
datang untuk dapat makanan untuk hidup dan berkembang biak di uterus yang berisi fetus.
Selanjutnya, ketika induk melahirkan maka kegiatan dalam uterus hampir tidak ada. Pasokan
makanan yang berlebih tidak terjadi lagi, hanya sebagian kecil makanan dikirim ke uterus
untuk maintenance saja. Namun, aktivitas yang tinggi terjadi pada ambing untuk membentuk
susu. Ambing induk babi setelah melahirkan menjadi sangat aktif membentuk air susu untuk
anaknya. Untuk mendukung aktivitas itu, tubuh mengerim nutrisi yang berlebih ke ambing.
Agar nutrisi selalu terjamin untuk membentuk air susu, maka formula pakan harus yang
berkualitas tinggi. Kondisi ambing yang seperti itu akan dimanfaatkan oleh kuman untuk
hidup dan berkembang biak.
Setelah melahirkan, bakteri yang ada pada uterus akan pindah menuju ambing melalui
pembuluh darah untuk mendapatkan nutrisi untuk hidupnya. Adanya bakteri dalam ambing
dapat menimbulkan infeksi yang menimbulkan peradangan yang disebut mastitis. Kondisi
mastitis sangat mengganggu aktivitas ambing, karena sering menimbulkan air susu tidak bisa
keluar alias macet.
Dampak air susu macet
Ambing membengkak, induk akan mengalami kesakitan dan sering menimbulkan
komplikasi yang ditandai oleh induk tidak mau makan, demam dan gelisah serta tidak dapat
memberikan air susu bagi anaknya. Anak babi yang induknya menderita mastitis akan
menjadi kurus, diare dan sering mengalami kematian. Dampak yang paling serius dari air
susu macet adalah kerugian ekonomi. Kerugian ini disebabkan oleh: 1) performa anak yang
jelek sampai terjadi kematian; 2) biaya induk bunting sangat tinggi, seperti biaya pakan
selama bunting, biaya pemelihara kesehatan, serta biaya untuk bunga bank yang akan
menambah besar kerugian yang ditimbulkan; 3) induk yang mengalami mastitis sering tidak
dapat digunakan sebagai induk yang baik, karena puting susu mengalami radang dan
salurannya buntu, akibat pertumbuhan jaringan ikat yang berlebih.
Pencegahan air susu macet
Kalau diikuti teori terjadinya air susu macet, maka pencegahan yang paling tepat adalah
membunuh bakteri penyebab mastitis sebelum mencapai ambing. Strategi yang bisa
dilakukan menyemprot kandang dengan DES HP tiap 3 hari dosis 4cc/liter, melakukan
vaksinasi induk sebelum bunting secara teratur. Vaksin yang diberikan seperti Tabel 1 dan
program medikasi seperti Tabel 2.

Tabel 1. Program Vaksinasi pada Ternak Babi

Umur Babi Jenis Vaksin Cara Pemakaian

3 minggu Vaksin Mycoplasma Injeksi (kill vaksin) IM


4 minggu Vaksin Hog Cholera Injeksi (live vaksin) IM
5 minggu Vaksin Mycoplasma Injeksi (kill vaksin) IM
12 minggu Vaksin SE Injeksi (kill vaksin) SC
6 bulan (induk,pejantan) Vaksin Hog Cholera Injeksi (live vaksin) IM
12 bulan (induk,pejantan) Vaksin Hog Cholera Injeksi (live vaksin) IM
Induk masa kering Vaksin SE Injeksi (Kill vaksin)
SC

Tabel 2.Program Medikasi untuk Induk Bunting

Bunting Obat/Vitamin & Keterangan


Minggu Ke- Dosis
0 Kawin
1 Tyloxacin: 600-1000 g/ton Campur pakan
2 idem Campur pakan
3 idem Campur pakan
4 idem Campur pakan
5 idem Campur pakan
6 idem Campur pakan
7 idem Campur pakan
8 Idem Campur pakan
9 Enrofloxacin 10% 1 ml/20 Kg BB atau selama 3 hari, bila ada
tiamulin 10% 1 ml/10 Kg BB kasus Mycoplasmosis
10 Amoxillin : 250 – 300 ppm Campur pakan
11 idem Campur pakan
12 idem Campur pakan
13 idem Campur pakan
14 idem Campur pakan
15 Hemisol : 1 gr/10 Kg BB Satu kali pemberian,
campur pakan
16 Enrofloxacin 10 %: Waktu Melahirkan
1 ml/20 kg BB (1 hari sebelum dan 1 hari
sesudah melahirkan)
17 Bio ATP Plus dan ADE masing -masing Injeksi saat melahirkan
@ 10 ml / ekor induk
Keterangan : lakukan tes sensitivitas kuman terhadap obat yang digunakan

2. Diare karena Colibacillosis dan Iso spora suis pada anak babi pra sapih
Penyebab diare pada anak babi sebelum disapih antara lain kedinginan, kelaparan,
tertindih dan infeksi penyakit (Ardana dan Harya Putra, 2008). Jenis infeksi yang terjadi
meliputi bakteri ETEC dengan nama penyakit: (1) New born diarrhea terjadi umur 1-7 hari
ditandai oleh diare, lesu dan kedinginan; (2) Young pig diare umur 14-28 hari yang ditandai
oleh diare dan lesu; (3) Hemorrhagic gastro enteritis (1-8 minggu) yang ditandai diare
berdarah.
Ilustrasi bakteri E. coli yang masuk ke dalam tubuh babi bersama makanan dan tahapan
E. coli menimbulkan infeksi dapat dilihat pada Gambar 2. Adapun gejala klinik yang muncul
pada anak babi yang terinfeksi E. coli pada saluran usus, antara lain napsu makan menurun,
diare, lemah, lesu, dehidrasi, shock yang diakhiri kematian seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Tahapan bakteri E.coli menginfeksi anak babi
(Sumber http://ts1.mm.bing.net/th.id=H).

Gambar 3. Gejala diare dan gambar PA dan HP usus babi yang terinfeksi E. coli

Di samping karena E. coli, diare juga dapat diakibatkan oleh Iso spora suis pada anak
babi sebelum disapih. Kejadiannya sering namun diabaikan oleh peternak. Gejala diare pada
anak babi setelah umur 5 hari dapat disebabkan oleh penyakit koksidiosis akibat infeksi Iso
spora suis. Penyakit ini menyerang anak babi umur 6-42 hari yang ditandai diare berwarna
kekuningan sampai abu-abu secara terus menerus. Anak babi kurus, napsu makan menurun
sehingga pertumbuhannya jelek, bahkan sering diikuti oleh kematian.

Program pencegahan
Program pencegahan diare pada anak babi sebelum disapih karena bakteri E. coli dan Iso
spora suis dilakukan dengan cara meningkatkan tindakan bioskuriti. Tindakan itu dilakukan
secara ketat dengan membersihkan lantai tiap hari, menjaga lantai tetap kering, membuat
ruangan untuk anak hangat, dan melakukan penyemprotan desinfektan seperti
Benzalchonium clorida (DES HP), serta memberikan vaksinasi seperti Tabel 1 dan program
medikasi seperti Tabel 3.

Tabel 3. Program Medikasi Anak Menyusu dan Induknya (Colibacillosis, Isospora spp)

Umur Babi Obat/Vitamin dan Dosis Tujuan


(hari)
1 ADE : 0,3 ml / ekor Meningkatkan Ig.A
3 Fe (100 mg/ml)+B12 : 1-2 ml Mencegah anemia
4, 5 dan 6 Tolrasuril 5 %; 20 mg/kg BB Membunuh Isospora sp dengan
cengkok gejala nampak umur 7-14 hari
Selama Menyusui Tyloxcin 1kg/ton Mencegah MMA dan
(Induk) Collibacillosis pada anak.
21 /28 /35/42 Enrofloxacin10% : 0,2 ml/ekor Membunuh kuman
(Sapih)
Keterangan : Lakukan tes sensitivitas kuman terhadap obat yang digunakan

3. Diare anak babi pasca sapih


Diare pada anak babi pasca sapih disebabkan oleh gangguan pada saluran pencernaan,
anak babi sering berkerumun dan menumpuk kedinginan (Gambar 4). Sebagai penyebab
awal adalah meningkatnya asam lambung akibat berhenti mendapat air susu induk. Secara
fisiologi pencernaan makanan khususnya protein dalam lambung sangat tergantung dari pH
lambung. Kondisi pH lambung yang bersifat asam (pH 2-3,5) akan meningkatkan konversi
enzim pepsinogen menjadi pepsin yang berfungsi untuk memecah protein menjadi proteasa,
pepton dan peptida, yang selanjutnya akan dipecah menjadi asam asam amino dan diserap
dalam usus (Gambar 5). Pada anak babi yang baru disapih tidak lagi memproleh air susu dari
induknya, sehingga tidak mendapat asam laktat yang biasa diperoleh oleh anak babi selama
menyusu. Hal ini akan menyebabkan pH lambung meningkat melebihi pH 3,5 seperti
Gambar 6.
Gambar 4. Gambar Anak Babi Kedinginan

PENCERNAAN PROTEIN
PROTEIN Pepsin pH 2-3,5
Proteasa,Pepton,Polipeptida
Tripsin,
khemptripsin, Usus
Karboksipolipeptidase halus
(Enzim pankreas)

Peptidase

ASAM Polipeptida kecil+


AMINO Asam amino

GUYTON 2002

Gambar 5. Pencernaan Protein (Guyton, 2002).

Gastric acid (pH) vs Digestive Enzyme

4
pH

3
pH optimum activitas
2 pepsinogen
1 weaning

0
10 20 30 40 50 60
日齡

Gambar 6. Asam Lambung dan Aktifitas Enzim Pencernaan (Hoo,2012)


Pada Gambar 6, dengan pH lambung melebihi 3,5 menyebabkan konversi pepsinogen
menjadi pepsin tidak sempurna, sehingga pepsin tidak dapat mengkatabolisme protein
(dicerna) secara sempurna, sehingga protein masuk kedalam usus dan menjadi makanan
bakteria pathogen seperti bakteri E. coli untuk berkembang biak dan menimbulkan infeksi
pada usus. Gejala yang ditimbulkan berupa diare. Telah dilaporkan bahwa kejadian diare
pada anak babi yang baru disapih sangat tinggi. Mekanisme diare secara mudah
diilustrasikan seperti Gambar 7. Pada Gambar 7 tersebut tampak bahwa pH lambung
melebihi 4, pepsin rendah, dan bila diberikan pakan starter anak babi lepas sapih akan
mengalami diare dan pertumbuhan menurun sehingga terjadi kerugian.

pH Affects Piglet Digestibility


Intestinal pH increases  pH >4 = non-milk proteins not fully
proliferation of pathogenic be digested
E.coli

diarrhea Pre-starter
feed
growth
performance
reduce

Gambar 7. Mekanisme diare saat anak babi di sapih (Hoo, 2012).

Pencegahan diare pasca disapih


Program pencegahan penyakit pada anak babi pasca disapih dilakukan tindakan
bioskuriti antara lain disemprot dengan DES HP, vaksinasi seperti Tabel 1 dan medikasi
seperti Tabel 4 dibawah ini. Perlakuan itu belum cukup, sehingga perlu tindakan lainnya agar
tidak terjadi diare. Tindakan tambahan yang dapat dilakukan dengan pemberian asam
organik dan anorganik sebagai acidifier.

Tabel 4. Program Medikasi untuk Babi Sapih Sampai Finisher (Mycoplasma, Colibacillosis,
Infeksi Streptococcal, Penyakit Glasser‟s , Swine Dycentry, dll)
Umur Babi Obat/Vitamin dan Dosis Tujuan

Saat Sapih 21 hari / Bio-ATP Plus : 0,3 ml , Stamina, membunuh kuman dan
28 hari / 35 hari /42 Bivermectin 1%: 0,2 ml/ekor ektoparasit
hari dan Enrofloxacin 10%: 0,2
ml/ekor
Saat sapih s/d 14 Lincomycin 40 -100 gr/ton Untuk pertumbuhan,
hari post sapih Membunuh Mycoplasma sp
(selama 14 hari) Swine Disentry
15 hari post sapih s/d Tyloxacin 600 gr/ton Membunuh Mycoplasma sp
45 hari post sapih Swine Dysentry
(selama 30 hari)
4 minggu setelah Hemisol : 1 gr/10kg BB Membunuh Ascaris suum
sapih campur pakan
46 setelah sapih Dalam pakan berikan obat Menjaga villa usus tetap normal
sampai panen obatan (Tyloxacin dosis: 500- (growth promotor) dan
600 gr/ton mencegah Mycoplasma
Berat 60 kg s/d Super Pig Membuat babi montok
panen
Keterangan: lakukan tes sensitivitas kuman terhadap obat yang digunakan

Telah diteliti penggunaan asam organik dan anorganik (nama dagang „Orgacid‟
produksi PT Sunzen, Malaysia). „Orgacid‟ mengandung asam formiat, asam malat, asam
tartrat , asam sitrat, asam laktat, dan asam fosfat yang merupakan antibacterial acidifier.
Pada dasarnya penggunaan asam organik sebagai acidifier ditujukan untuk menjaga
integritas atau kesehatan saluran pencernaan ayam dan babi. Adapun cara kerja asam organik
meliputi: 1) menurunkan pH saluran pencernaan dengan cepat; 2) membunuh bakteri tidak
berguna di dalam pakan dan di dalam saluran pencernaan serta meningkatkan bakteri yang
berguna seperti bakteri Laktobasilus. Pada Gambar 8 juga menunjukkan bahwa RCOO -
menyetop transcipsi DNA, selanjutnya mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri.
R-COOH (Orgacids)

RCOO- H+
Bacteria
Bakteri pH
DNA
Prevent bacteria Energy
proliferation
Energi
Mencegah
perkembangbiakan
bakteri

Gambar. 8. Cara asam organic membunuh bakteri (Hoo,2012)

Asam organik („Orgacid‟) dapat digunakan untuk membunuh bakteri yang ada di
dalam pakan sehingga pakan tersebut bebas dari kontaminasi bakteria yang pada gilirannya
akan aman bila dikonsumsi babi. Selanjutnya bila bakteri tidak berguna (patogen) berhasil
masuk ke dalam usus babi, maka asam organik („Orgacid‟) dalam pakan tersebut akan
membunuh bakteri di dalam saluran pencernaan.
Dengan demikian peran asam organik sangat strategis dalam mengontrol kesehatan
anak babi, karena asam organik bila ada dalam pakan dapat bertindak sebagai pengawet (feed
preservation). Dalam saluran pencernaan anak babi asam organik dapat bertindak sebagai
penurun pH saluran pencernaan (acidifier), sehingga saluran pencernaan anak babi menjadi
sehat dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dengan demikian alas kandang akan
menjadi kering, dapat mengurangi bau dan jumlah lalat, jumlah pakan yang dimakan (feed
intake) menjadi efisien, performance anak babi baik, pertumbuhan seragam (uniformity),
penampakan bulu halus, serta morbiditas dan mortalitas rendah.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa pemberian „Orgacid‟ dapat meningkatkan
pertumbuhan secara bervariasi tergantung umur pemberiannya. Makin muda umur babi
diberi asam organik peningkatan pertumbuhan makin tinggi. Pemberian „Orgacid‟ yang
dicampurkan dalam pakan babi dosis 2-3 gram/kg pakan mulai 7 hari sebelum dan 7 hari
sesudah disapih (samapai umur 45 hari), dapat menghasilkan kotoran menjadi kering, tidak
diare, pertumbuhan meningkat, pakan lebih efisien dan lalat di dalam kandang anak babi
berkurang.

Kesimpulan
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Prinsip ini sangat tepat digunakan untuk
mengatasi kebingungan para peternak babi pembibitan akibat kematian anak babi dari
serangan penyakit. Program pencegahan penyakit dengan mengedepankan bioskuriti,
vaksinasi, dan medikasi secara teratur, serta perlakuan khusus menjadi pilihan agar anak babi
bisa hidup terhindar dari serangan penyakit.

Saran
Para peternak babi pembibitan disarankan untuk melakukan tindakan medis veteriner
secara teratur, terutama tindakan pencegahan penyakit dengan model seperti yang telah
diuraikan dalam isi artikel ini.

Daftar Pustaka

Ardana I.B.K., Harya Putra, D.K. 2008. Ternak Babi. Manajemen Reproduksi, Produksi dan
penyakit. Udayana University Press, Denpasar. Bali

Bindseil, E. 1972. On the Development of Interstitial Hepatitis (“Milk Spots“) in Pigs


Following Infection with Ascaris suum. Nord.Vet. Med. (23) : 191- 195.

Brander, G. C., Pugh, D. M., and Baywater, R. J. 1980. The Veterinary Applied
PharmacologyTherapeutics, 4th Ed. Bailliere Tindall London.

Close, W.H. 2001. Feeding and management strategies to improve sow productivity. Asian
Pork Magazine.

Hastasi Wuryastuti. 2002. The Importance of Colostrum / Milk in Swine. International


Seminar On Pig Farming “Awkening the Sleeping Giant” Benoa, Denpasar Bali.
Indonesia.

Johnstone, C. 2001. Parasites and Parasitic Diseases of Domestic Animals.(Parastes of


Swine).University of Pennylvania.

Leman. A.D., B.E. Straw, W.L. Mengeling, S. D”Allaire and D.J. Taylor.(1996) Disease of
Swine. 7th Ed.Iowa State University Press / Ames, Iowa U.S.A.

NRC. (1979). Nutrient Requirements of Swine. Eight revised edition, 1979. National
Academy of Sciences Washington, DC.

Sanit Yuennan dan Phaithoonna. 2007. Standar Pekerjaan Kandang Anak Sapih-Panen. PT.
Prospek Satwa, Denpasar.

SCA, (1987). Feeding Standards for Australian Livestock. Pigs. CSIRO Printing Centre.
Collingwood, Victoria.

Sihombing. D.T.H.(1997) Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gajah Mada University Press.
Swenson M.J. 1970 . Duke”s Physiology of Domestic Animals. Edisi ke – 8 . Cornell
University Press, Ithaca, New York.

Anda mungkin juga menyukai