Anda di halaman 1dari 11

TOR

(Term Of Reference)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK (Curcuma


xanthorrhiza Roxb) DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI
RANSUM, PERTAMBAHAN BOBOT BADAN, KONVERSI
RANSUM DAN KONSUMSI PROTEIN KASAR
TERNAK BABI

OLEH

ALEXIUS DUSANDRO
NIM : 1405030197

PENDAHULUAN

Latar belakang

Ternak babi merupakan salah satu ternak yang berpotensi besar


untuk dikembangkan karena mempunyai keunggulan yakni lebih efisien
mengubah makanan menjadi daging, dan laju pertumbuhan cepat
(Sihombing, 2006). Kegiatan memelihara dan menggunakan ternak babi
telah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang umumnya dilakukan secara tradisional pada skala rumah tangga dari
generasi kegenerasi (Ly et al, 2009). Salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam pemeliharaan ternak babi adalah masalah pakan. Pakan
adalah segala bahan yang dapat disiapkan untuk diberikan, dan dapat
dikonsumsi oleh ternak serta berguna bagi tubuhnya yang memiliki
persentase terbesar yaitu 60−80% (Aritonang, 2010).
Salah satu faktor yang mendukung produktifitas ternak babi adalah
pakan yang berkualitas, sehat, efisien serta memiliki kandungan nutrisi yang
baik bagi pertumbuhan ternak sehingga dapat menjamin keseimbangan dari
kebutuhan ternak. Jenis bahan pakan yang cukup potensial untuk
ditambahkan kedalam pakan ternak yaitu temulawak. Dilihat dari potensi
ketersediaannya, tanaman temulawak banyak terdapat di Daerah NTT
khususnya di Pulau Flores, dan hampir semua petani menanam tanaman
temulawak di kebunnya.
Temulawak merupakan bahan aditif yang berpengaruh positif terhadap
kecernaan bahan pakan. Fungsi feed additive adalah untuk menambah
vitamin – vitamin, mineral, dan antibiotik dalam ransum, menjaga dan
mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit dan pengaruh
stress, merangsang pertumbuhan badan dan meningkatkan nafsu makan
(Widodo 2003). Tepung temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb)
merupakan salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai bahan
pakan tambahan atau feed addtive dalam ransum ternak ayam pedaging
memiliki kandungan minyak atsiri, kurkumin dan xanthorizol yang dapat
menekan jamur, meningkatkan nafsu makan dan performas ternak. Menurut
Liang et al (1985) dalam Rahayu (2008) menyatakan bahwa kandungan
minyak atsiri temulawak sekitar 4,6-11%.
Penggunaan tepung temulawak dalam ransum yang mengandung
minyak atsiri berkhasiat sebagai kolagoga yaitu meningkatkan produksi
sekresi empedu, menurunkan kadar kolestrol, dan mengaktifkan enzim
pemecah lemak. Temulawak mengandung curcumin yang mampu
meningkatkan pencernaan, memperbaiki metabolisme lemak, mencegah
penyakit (Yasni et al. 1993) dan meningkatkan nafsu makan (Darwis et
al,1991). Menurut Wijayakusuma (2003), temulawak berpengaruh pada
pankreas dan dapat mempercepat pengosongan lambung, dengan demikian
akan timbul rasa lapar dan merangsang nafsu makan. Menurut hasil analisis
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Cimanggu Bogor (2009)
kandungan BK 94,14%, Minyak Atsiri 5,97%, Pati 53,00%, Lemak 9,04%,
Protein 9,88%, Serat 2,26%, Kurkumin 2,00, Xanthorizol 1,58%.
Beberapa penelitian menunjukan batas penggunaan temulawak menurut
Widodo dan Wahyu (2002) bahwa penggunaan rimpang temulawak
optimalnya 2% dalam ransum masih dapat meningkatkan bobot badan
ayam. Penggunaanya tidak boleh melebihi karena adanya kandungan
minyak atsiri. Hal disebabkan karena minyak atsiri mempunyai rasa yang
tajam dan bau yang khas sehingga bila digunakan dalam ransum unggas
harus dibatasi (Afifah, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Jayaprakasha et al (2002), menunjukan bahwa level penggunann tepung
temulawak dalam ransum ternak ayam broiler adalah 0,25%, 0,50%, 0,75%,
dan 1,00% dapat berpengaruh terhadap konsumsi ransum, pertambahan
bobot badan dan konversi ransum ayam broiler.
Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan suatu penelitian dengan
judul “Pengaruh Penambahan Tepung Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum,
Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Konsumsi Protein
Kasar Ternak Babi”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan


sebagai berikut: Apakah ada pengaruh penambahan tepung temulawak
dalam ransum terhadap performans ternak babi?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh


penambahan tepung temulawak dalam ransum terhadap performans ternak
babi

Manfaat

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai


berikut :

1. Sebagai sumber informasi ilmiah untuk lembaga pendidikan dalam


melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang peternakan khususnya pakan ternak.
2. Sumber informasi kepada masyarakat tentang penambahan tepung
temulawak dalam ransum terhadap performan ternak babi.
3. Sebagai informasi bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan
kebijakan bagi pengembangan ternak babi di NTT.
Hipotesis

H0: H0=H1, artinya perlakuan relatif sama dengan H0 atau perlakuan


berpengaruh tidak nyata.

H1: H0≠H1, artinya minimal terdapat salah satu perlakuan yang


berpengaruh nyata.
MATERI DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Desa Baumata Timur, Kecamatan
Taebenu, Kabupaten Kupang menggunakan kandang babi milik Bapak I
Made S. Aryanta. Waktu penelitian ini berlangsung selama 8 minggu yang
terdiri dari 2 minggu masa penyesuaian dan 6 minggu pengambilan data.
Materi Penelitian
Ternak dan Kandang Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan 12 ekor ternak babi peranakan
landrace fase grower. Kandang yang digunakan adalah kandang individu,
beratap seng enternit, berlantai dan berdinding semen sebanyak 12 petak
dengan ukuran masing-masing petak 2 m x 1,8 m dengan kemiringan lantai
20 dilengkapi tempat pakan dan minum.
Ransum Penelitian
Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah jagung
kuning, pollard, konsentrat KGP 709, dan tepung temulawak.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Ransum Penelitian
Kandungan Nutrisi
Bahan Pakan (%)
PK SK BK LK CA P EM(kkal/kg)
a
Jagung kuning 9,4 2,5 89 3,8 0,03 0,28 3420
b
Pollard 17,01 8,41 88,52 4,41 0,15 0,72 4282,71
c
Konsentrat KGP 709 36 7 90 3 4 1,6 2700
Tepung temulawakd 9,88 2,26 94,4 9,04 0,18 0,26 1480
Sumber: a. NRC (1998), b. Ly, (2014), c. Label pada karung Pakan
konsentrat KGP 709, d. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik Cimanggu Bogor (2009).

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian


Zat-zat makanan Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Protein Kasar (%) 18,53 18,18 18,07 17,79
Serat Kasar (%) 6,36 6,41 5,88 5,73
Energi (kkal/gr) 3771 3787 3796 3806
Keterangan : kandungan nutrisi dihitung berdasarkan tabel 1
Tabel. 3 Komposisi dan Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan

Bahan Pakan T0 T1 T2 T3
Jagung kuning 30 32 31 30
Pollard 50 49 51 53
Konsentrat KGP 709 20 19 18 17
Temulawak 0 0,5 0,75 1
Jumlah 100 100,5 100,75 100,1
Kandungan Nutrisi Hasil Perhitungan
Protein Kasar (%) 18,53 18,18 18,07 17,96
Energi Metabolisme
(kkal/kg) 3707 3706 3730 3755
Serat Kasar(%) 6,36 6,41 6,39 6,40
Calsium(%) 0,884 1,157342 0,80715 0,7703
Keterangan : komposisi dan kandungan nutrisi dihitung berdasarkan tabel 1

Alat:
Peralatan yang digunakan saat penelitian adalah: timbangan merek
three goats berkapasitas 50 kilogram dengan kepekaan 0,5 kilogram untuk
menimbang ternak babi, timbangan merek lion star berkapasitas 2 kilogram
dengan kepekaan 10 gram untuk menimbang ransum, termometer untuk
mengukur suhu kandang dan juga peralatan lainnya seperti, mesin
penggiling, ember, skop, gayung dan sapu lidi.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan
atau metode eksperimental. Selanjutnya rancangan percobaan yang
digunakan adalah metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri
dari 4 perlakuan dan 3 ulangan sehingga terdapat 12 unit percobaan.
Ransum Perlakuan yang diuji adalah sebagai berikut:
T0: 100% ransum tanpa tepung temulawak (kontrol)
T1: Ransum dengan 0,50% tepung temulawak
T2: Ransum dengan 0,75% tepung temulawak
T3: Ransum dengan 1,00% tepung temulawak
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur Pembuatan Tepung Temulawak
2. Temulawak segar hasil panen dipisahkan dari serabut akar
3. Temulawak yang sudah dipisahakan dari serabut akar kemudian
diiris tipis - tipis lalu dijemur selama beberapa hari sampai kering
4. Temulawak kering digiling sampai halus
5. Hasil gilingan diayak sampai mendapatkan tepung.
Prosedur Pencampuran Ransum
Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum masing-masing
dihaluskan dengan cara penggilingan hingga menjadi tepung. Bahan pakan
tersebut ditimbang sesuai takaran yang tertera pada Tabel 2. Setelah selesai
penimbangan, maka bahan pakan dicampur mulai dari komposisi terbanyak
sampai komposisi sedikit sehingga ransum tercampur merata. Penambahan
tepung temulawak sebanyak 0,50%, 0,75%, 1,00% pada ransum perlakuan
T1, T2, dan T3 dicampur bersamaan dengan bahan penyusun ransum yang
jumlahnya sedikit.
Pengacakan Ternak terhadap Ransum Penelitian
Sebelum pengacakan dimulai, terlebih dahulu penimbangan ternak babi
untuk mendapatkan variasi berat badan awal kemudian dilakukan pemberian
nomor pada kandang (nomor 1−12). Selanjutnya pengelompokan ternak
babi menurut berat badan terendah sampai yang tertinggi dan dibagi dalam 3
kelompok terdiri atas 4 ekor ternak dan masing-masing ternak dalam satu
kelompok akan mendapat satu dari 4 macam ransum penelitian.
Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum ditimbang terlebih dahulu berdasarkan kebutuhan perhari yakni
5% dari bobot badan dan ransum tersebut diberikan dua kali dalam sehari
yaitu pada pagi hari dan pada sore hari sedangkan air minum diberikan ad
libitum dan apabila air minum telah habis atau kotor diganti atau
ditambahkan dengan air yang bersih. Pembersihan kandang dan
memandikan ternak dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore
hari.
Variabel Penelitian
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah:
1. Konsumsi Ransum
Jumlah konsumsi ransum diperoleh dengan cara jumlah pemberian
dikurangi dengan jumlah sisa pada keesokan harinya untuk setiap
ekor ternak babi.
2. Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung dengan jalan mengurangi bobot
badan pada penimbangan akhir dengan bobot awal setiap minggu
selama periode penelitian (kg/ekor/minggu). Angka pertambahan
bobot badan setiap minggu dibagi dengan jumlah hari dalam
seminggu, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan harian
(g/ekor/hari).
3. Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dari jumlah konsumsi pakan dibagi
pertambahan bobot badan (F/G). Konsumsi ransum mingguan
dihitung dari jumlah ransum dikonsumsi tiap minggu dibagi
tambahan bobot badan tiap minggu. Angka konversi perhari
diperoleh dengan membagi rataan konsumsi ransum harian dengan
rataan pertambahan bobot badan harian.
4. Konsumsi protein kasar
Konsumsi protein kasar adalah jumlah ransum yang dikonsumsi
dikalikan dengan % bahan kering ransum dan dikalikan % protein
kasar ransum.
Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan prosedur Analysis Of
Variance (ANOVA) Rancangan Acak Kelompok 4 perlakuan dan 3
kelompok, sementara untuk menguji perbedaan antara perlakuan digunakan
uji jarak berganda Duncan menurut petunjuk Gaspersz (1991). Adapun
model linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah :
Yij = µ + βj + τi + ∑ij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan kelompok ke- j yang mendapatkan perlakuan n ke- i
µ = Nilai rata-rata sebenarnya atau nilai tenggah umum
βj = Pengaruh kelompok ke – j
τi = Pengaruh perlakuan ke – i
∑ij = Pengaruh acak pada peta ke – j dari perlakuan ke – i atau galat
percobaan pada perlakuan ke – i kelompok ke – j
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E., dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak
Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Analisis Proksimat, 2009. Kandungan Nutrisi Tepung Temulawak (Curcuma


Xanthorrhiza Roxb). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Cimanggu Bogor.

Aritonang. 2010. Beternak Babi “Perencanaan dan Pengelolaan Usaha”.


Edisi Revisi. Penebar Swadaya . Jakarta.

Darwis, S. N., A. B. D. Modjo Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tanaman Obat


Familia Zingiberaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Industri. Bogor.

Jayaprakasha GK, Rao LJM, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method
for determination of curcumin, demethoxycurcumin, and
bisdemethoxycurcumin. J. Agric. Food Chem, 50:3668-3672.

Liang OB, Widjaja Y, Puspa S. 1985. Beberapa Aspek Isolasi, Identifikasi,


dan Penggunaan Komponen Curcuma xanthorriza ROXB dan
Curcuma domestika Val. Di dalam: Symposium Nasional Temulawak.
Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadaran.

Ly.J., L.C. Toha, Y.R.M. Simarmata and N.Kalau. 2009. A brief review on
pig managements among pig holders in NTT. Case study in 4
Kabupatens, Selves Funded Project.

Ly, 2014. Analisis Kandungan Nutrisi Pollard. Lab. Kimia Fapet UB


Malang, 2014

Rahayu. 2008. Pemanfaatan Tanaman Tradisional Sebagai Feed Additive


dalam Upaya Menciptakan Budidaya Ayam Lokal Ramah
Lingkungan.Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
Ayam Lokal.
Sierad Produce Tbk. 2017. Kandungan Nutrisi Konsentrat Sierad. Surabaya

Sihombing, D.T.H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press
Yogyakarta. Hal. 151-152, 401-404, 438-446, 499, 511-512, 557-558.

Widodo, Wahyu. 2002. Nutrisi Unggas Kontekstual. Jakarta : Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi: 7, 35, 74-75, 89,98-99, 133

Wijayakusuma H. 2003. Penyembuhan dengan temulawak. Milenia Populer,


Jakarta
Yasni, S., K. Yoshile, and H. Oda. 1993. Dietary curcuma xanthorrhiza
roxb. Increases Mitogenic Responses of Splenic Lymphocytes in Rats,
and Alters Populations of The Lymphocytes in Mice. J. Nutr. Sci.
Vitaminol., 39. p. 345-354.

Anda mungkin juga menyukai