Dibuat Oleh :
Megawati 2019000116
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling banyak diderita di Indonesia. Penyakit ini
terjadi karena adanya peningkatan tekanan darah. Apabila tidak ditangani dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh lainnya seperti stroke (terjadi pada otak dan menyebabkan kematian yang
cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pembuluh darah jantung), dan
hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot jantung). Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit
gagal ginjal, penyakit pembuluh lain dan penyakit lainnya (1).
Hipertensi adalah penyakit yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah secara
menetap (2). Umumnya, seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darah berada di
atas 140/90 mmHg. Hipertensi dibedakan menjadi dua macam, yakni hipertensi primer (esensial)
dan hipertensi sekunder. Hipertensi dipicu oleh beberapa faktor risiko, seperti faktor genetik,
obesitas, kelebihan asupan natrium, dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik, dan defisiensi vitamin
D (3). Prevalensi hipertensi yang terdiagnosis dokter di Indonesia mencapai 25,8%. Tingkat
prevalensi hipertensi diketahui meningkat seiring dengan peningkatan usia dan prevalensi
tersebut cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah atau
masyarakat yang tidak bekerja (4).
Munculnya masalah kesehatan tidak hanya disebabkan oleh kelalaian individu, namun dapat
pula disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat sebagai akibat dari kurangnya informasi yang
benar mengenai suatu penyakit (5). Rendahnya pengetahuan tenaga kesehatan, pasien, dan
masyarakat tentang hipertensi merupakan penyebab utama tidak terkontrolnya tekanan darah,
terutama pada pasien hipertensi di Asia (6). Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai upaya
perbaikan kesehatan bukan sekadar memperbaiki kerusakan atau kelainan fisik, tetapi melibatkan
kompleksitas kebutuhan, motivasi, dan prioritas individu yang dapat dilakukan melalui
komunikasi intrapersonal yang melibatkan jiwa, kemauan, kesadaran, dan pikiran (7). Masih
kurangnya informasi mengenai perbaikan pola makan bagi penderita hipertensi juga membuat
pengetahuan masyarakat tentang perbaikan pola makan masih rendah.
Komunikasi serta pemberian informasi merupakan pengalihan suatu pesan/informasi dari
sumber ke penerima yang disampaikan dengan sebaik-baiknya agar dapat dipahami dengan baik.
Komunikasi dan informasi kesehatan diperlukan, terutama untuk menyampaikan pesan dan
pengambilan keputusan yang dapat berpengaruh pada pengelolaan kesehatan dengan cara
memberikan informasi, menciptakan kesadaran, mengubah sikap, dan memberikan motivasi
kepada masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat. Pemberian informasi kesehatan
diharapkan dapat mencegah dan mengurangi angka kejadian suatu penyakit dan sebagai sarana
promosi kesehatan (5).
Dibuatnya makalah ini dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait obat-obat hipertensi
serta mekanisme kerjanya agar dapat dipahami serta diharapkan dapat mengurangi prevalensi
penyakit hipertensi karena mengetahui obat-obat yang dibutuhkan beserta dengan golongannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi (7)
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri secara persisten.
Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan berulang. JNC 8
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa sebagai berikut
B. Patofisiologi (7)
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang
spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui
penyebabnya (hipertensi primer atau esensial). Hipertensi sekunder bernilai kurang dari
10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal
kronik atau renovaskuler. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder
antara lain feokromasitoma, sindrom Cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron
primer, kehamilan, destruktif sleep apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang
dapat meningkatkan tekanan darah adalah kortikosteroid, estrogen, AINS (Anti Inflamasi
Non Steroid), amfetamin, sibutramin, siklosporin, takrolimus, eritropoietin, dan
venlafaksin.
Multifaktor yang dapat menimbulkan hipertensi primer:
1. Ketidaknormalan humoral meliputi sistem renin-angiotensin-aldosteron, hormon
natriuretik atau hiperinsulinemia.
2. Masalah patologi pada sistem syaraf pusat, serabut syaraf otonom, volume plasma, dan
konstriksi arteriol.
3. Defisiensi senyawa sintesis lokal vasodilator pada endotelium vaskuler, misalnya
prostasiklin, bradikinin, dan nitrit oksida atau terjadinya peningkatan produksi
senyawa vasokonstriktor seperti angiotensin II dan endotelin I.
4. Asupan natrium tinggi dan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik yang menghambat
transpor intraseluler, menghasilkan peningkatan reaktivitas vaskuler dan tekanan
darah.
5. Peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler, memicu perubahan vaskuler, fungsi otot
halus dan peningkatan resistensi vaskuler perifer.
D. Diagnosis (9)
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan yang
harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritme
diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program. The Canadian
Recommendation for The Management of Hypertension 2014
E. Tatalaksana Hipertensi
Non Farmakologis (10)
Menjalani pola hidup sehat terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan dapat
menurunkan risiko pemasalah kardiovaskular. Pasien hipertensi derajat 1 tanpa resiko
kardiovaskular, strategi hidup sehat merupakan tatalaksana awal dan dilakukan
setidaknya 4-6 bulan. Bila selama waktu tekanan darah tujuan tidak tercapai maka
dilanjutkan terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
1. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat penurunan tekanan
darah.
2. Mengurangi asupan garam. Diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi
dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan
garam tidak melebihi 2 gr/ hari.
3. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat membantu dalam penurunan tekanan darah. Terhadap
pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus
tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
4. Mengurangi konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam
penurunan tekanan darah.
5. Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung
dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko
utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti
merokok.
Terapi farmakologi (10)
Terapi hipertensi dimulai bila pasien hipertensi derajat 1 tidak mengalami penurunan
tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien hipertensi
derajat ≥ 3. Beberapa prinsip dasar terapi farmokologi yang perlu diperhatikan untuk
menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping yaitu:
1. Bila memungkinkan berikan obat dosis tunggal
2. Beri obat generic bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
3. Pasien usia lanjut harus memperhatikan faktor komorbid
4. Jangan kombinasikan ACEI dan ARB
5. Berikan edukasi secara menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur
3) Antagonis Aldosteron
Mekanisme kerja: menghambat secara kompetitif kerja aldosteron yang
menginduksi reabsorbsi ion natrium dan sekresi ion kalium pada tubulus distal
ginjal.
Kontra indikasi: pasien dengan penyakit ginjal kronis (klirens kreatinin <30
ml/min), ibu hamil dan menyusui, hiponatremia, hyperkalemia, anuria.
Efek samping: hyperkalemia, ginekomastia, diare, lethargy.
Nama obat Dosis (mg/hari) Frekuensi perhari
Eplerenone 50-100 1 atau 2
Spironolakton 25-50 1
Spironolakton/HCT 25-50/25-50 1
d. Beta Bloker(8)
1) Mekanisme kerja: menghambat reseptor beta-1 yang menyebabkan
penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokardium sehingga
menurunkan curah jantung, hambatan sekresi renin di sel-sel
jukstaglomerular ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II,
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas syaraf simpatis, perubahana pada
sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenegrik perifer dan
peningkatan biosintesis prostasiklin
2) Kontra indikasi: penderita asma (ß-blocker nonselektif), pasien pasca infark
miokard (ß-blocker dengan aktifitas simpatomimetik intrinsic), pasien
dengan AV-block dan bradikardia (ß-blocker kardioselektif).
3) Efek samping: bronkospasme, gangguan fungsi seksual, dapat menutupi
gejala hipoglikemia, bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA,
menurunkan kekuatan kontraksi miokardium.
4) Interaksi obat: kombinasi antara beta blocker dan diuretik dapat
menghasilkan efek adisi dibandingkan monoterapi dengan menggunakan
salah satu saja. Beta blocker menghambat peningkatan kadar renin dalam
plasma yang disebabkan oleh diuretik dan diuretik mengurangi retensi
natrium dan air yang disebabkan oleh beta blocker
Nama obat Dosis (mg/hari) Frekuensi perhari
Kardioselektif
Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol tartrate 100-400 2
Metoprolol succinate
50-200 1
extended-release
Nonselektif
Nadolol 40-120 1
Propranolol 160-480 2
Propanolol long-acting 80-320 1
Timolol 10-40 1
Aktivitas simpatomimetik intrinsik
Acebutolol 200-800 2
Carteolol 2,5-10 1
Penbutolol 10-40 1
Pindolol 10-60 2
Campuran α dan ß-blocker
Carvedilol 12,5-50 2
Carvedilol phosphate 20-80 1
Labetolol 200-800 2
Kardioselektif dan vasodilator
Nebivolol 5-20 1
d) Vasodilator
1) Mekanisme kerja: menyebabkan relaksasi otot polos arteriol, aktivasi refleks
baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari pusat vasomotorik,
meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan renin
2) Efek samping: hidralazin menyebabkan mual, hipotensi, takikardia, palpitasi,
dermatitis, demam, neuropati perifer, hepatitis, sakit kepala vaskuler,
minoksidil menyebabkan retensi air dan natrium dapat menyebabkan gagal
jantung kongestif, hipertrikosis reversibel pada wajah, tangan, punggung,
dada, efusi perikardial, perubahan nonspesifik gelombang T pada EKG
Nama obat Dosis (mg/hari) Frekuensi perhari
Minoxidil 10-40 1 atau 2
Hidralazin 20-100 2 atau 4
Database pasien harus dinilai untuk melihat adanya masalah yang berkaitan dengan
obat seperti :
a. Menentukan tujuan dari terapi untuk penyakit hipertensi tujuan dari terapi adalah:
1) Mencegah atau memperlambat komplikasi dari hipertensi dengan membantu
pasien mematuhi regimen obatnya untuk memelihara tekanan darah < 140/90
mmHg atau < 130/80 mmHg untuk pasien hipertensi dengan diabetes dan
gangguan ginjal.
2) Pasien mengerti pentingnya adherence dengan terapi obatnya
b. Mengidentifikasi kondisi medis yang memerlukan terapi obat
c. Memecahkan masalah terapi obat : tujuan, alternatif, dan intervensi
d. Mencegah masalah terapi obat
3. MONITORING (11)
a. Tekanan darah
Monitoring tekanan darah. Memonitor tekanan darah di klinik tetap merupakan
standar untuk pengobatan hipertensi. Respon terhadap tekanan darah harus di
evaluasi 2 sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan
terapi. Kebanyakan pasien target tekanan darah < 140/90 mmHg, dan pada pasien
diabetes dan pasien dengan gagal ginjal kronik < 130/80 mmHg.
b. Monitoring kerusakan target organ
Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak Pasien hipertensi
harus di monitor secara berkala untuk melihat tanda-tanda dan gejala adanya
penyakit target organ yang berlanjut. Sejarah sakit dada (atau tightness), palpitasi,
pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala, penglihatan tiba-tiba berubah, lemah
sebelah, bicara terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan
seksama untuk menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan
serebrovaskular.
Monitor obat antihipertensi sesuai kelasnya
Dapat disimpulkan bahwa terapi pada pasien hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu terapi non-
farmakologi dan farmakologi. Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan memodifikasi
gaya hidup seperti penurunan berat badan, adopsi pola makan DASH, diet rendah sodium,
olahraga teratur, dan berhenti merokok. Terapi farmakologi terbagi menjadi dua, yaitu lini
pertama yang terdiri dari diuretik, angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI), angiotensin
receptor blocker (ARB), calcium channel blocker (CCB), dan ß-blocker serta lini kedua yang
terdiri dari α1-blocker, α2 agonist central, inhibitor adrenergic, dan vasodilator.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudarsono EKR, et al. Peningkatan Pengetahuan Tentang Hipertensi Guna Perbaikan Tekanan
Darah pada Anak Muda di Dusun Japanan, Margodadim Sayegan, Sleman, Yogyakarta. dalam
Jurnal Pengabdian Masyarakat. Vol 3 (1). 2017
2. Dipiro, J., dkk. 2011. Pharmacotherapy: Pathophysiologic Approach.
3. Dharmeizar. 2012. “Hipertensi” dalam Medicinus. Volume 25
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar
5. Rahmadiana, M. 2012. “ Komunikasi Kesehata: Sebuah Tinjauan” dalam Jurnal Psikogenesis
Volume 1 (1). Hlm. 88-94
6. Park, J.B., Kario, K., dan Wang, J.G. 2015. “Systolic Hypertension: an Increasing Clinical
Challenge in Asia” dalam Hypertension Research. Volume 38 (4). Hlm. 227–236. Diakses
melalui https://doi.org/10.1038/hr.2014.169.
7. Arianto. 2013. “Komunikasi Kesehatan” dalam Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 3 (2). Hlm. 1–
13.
8. Sukandar EY, Andrajati R, Sigit JI, Adnyana IK, Setiadi AAP, Kusnandar. ISO
Farmakoterapi Buku I. 2013. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. h. 113-125.
9. The Canadian Recommendation for The Management of Hypertension 2014
10. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular. Pedoman tatalaksana hipertendi pada penyakit
kardiovaskular. Edisi Pertama. Jakarta :2015
11. Farmalkes.kemkes.go.id pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi. Diakses Kamis 24
September 2019 pukul 10.49
12. Badan Pengawas Obat dan Makanan. IONI Informatorium Obat Nasional Indonesia. 2014.
Jakarta
13. Ikatan Apoteker Indonesia. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 51. 2017. Jakarta :
ISFI Penerbitan
14. MIMS Drug Reference Concise Prescribing Information edisi 131. 2015. Jakarta : PT Medidata
Indonesia.