Anda di halaman 1dari 8

TEORI DASAR

2.1. Parameter Farmakokinetik

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara


matematis dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh atau
metabolitnya dalam darah, urin atau cairan hayati lainnya. Adapun fungsi dari
penetapan parameter farmakokinetika suatu obat adalah untuk memperoleh
gambaran yang dapat dipergunakan untuk mengkaji kinetika absorpsi, distribusi
dan eliminasi didalam tubuh (Shargel & Yu, 2005).

Pada prinsipnya ada tiga jenis parameter farmakokinetika yaitu parameter


primer, sekunder dan turunan. Parameter primer adalah parameter
farmakokinetika yang harganya di pengaruhi oleh adanya perubahan salah satu
atau lebih perubahan fisiologi. Yang termasuk dalam parameter tersebut ialah Ka
(konstanta kecepatan absorpsi), Fa (fraksi obat terabsorpsi), Vd (volume
distribusi), ClT (clirens hepatic). Parameter sekunder adalah parameter
farmakokinetika yang harganya tergantung pada harga parameter primer.
Perubahan harga parameter sekunder disebabkan oleh berubahnya harga
parameter farmakokinetika primer tertentu sebagai cerminan adalah pergeseran
nilai suatu ubahan fisiologi. Yang termasuk parameter faramakokinetika sekunder
adalah t1/2 (waktu paruh eliminasi), ke (konstanta kecepatan eliminasi) dan Fe
(fraksi obat yang terekskresi). Sedangkan parameter turunan adalah parameter
yang harganya semata-mata tidak tergantung dari harga parameter
farmakokinetika primer tetapi tergantung dari pemberian dosis atau kecepatan
pemberian obat terkait (Rowland dan Tozer, 1994).

Bioavailabilitas obat ialah jumlah relatif obat atau zat aktif suatu produk
obat yang diabsorpsi, serta kecepatan obat itu masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Obat dinyatakan “available” bila setelah diabsorpsi obat tersebut tersedia untuk
bekerja pada organ/jaringan/sel yang dituju dan memberikan efek farmakologis
setelah sampai pada reseptor sel/jaringan/organ tersebut. Evaluasi jumlah obat dan
kecepatan bioavailabilitas obat dilakukan dari pemberian dosis tunggal, atau dosis
ganda yang mengikuti dosis tunggal. Tiga parameter yang menetukan
bioavailabilitas obat, yaitu waktu yang diperlukan sampai tercapai kadar puncak
(tmaks), kadar puncak / tertinggi dalam darah yang sesungguhnya (Cpmaks), dan
area di bawah kurva (AUC) (Joenoes, 1998).

2.2. Sistem Ekresi

Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia, meliputi
ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dari zat-
zat yang tidak diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan oleh kedua ginjal kiri
dan kanan setiap menitnya dan dalam 2 jam dihasilkan sekitar 120 cc urin yang
akan mengisi kandung kemih. Saat kandung kemih sudah terisi urin sebanyak itu
mulai terjadi rangsangan pada kandung kemih sehingga yang bersangkutan dapat
merasakannya. Keinginan mengeluarkan mulai muncul, tetapi biasanya masih bisa
ditahan jika volumenya masih berkisar dibawah 150 cc. (Sheerwood, 2011)
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam
urin terkandung bermacam – macam zat, antara lain (1) zat sisa pembongkaran
protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang
memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4) zat –
zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat – obatan
serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya
hormone. (Ethel, 2003)
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air (
96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal,
disimpan sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.
(Rustiani, 2011)

2.3. Proses Pembentukan Urin

Proses pembentukan urin, yaitu : (Sheerwood, 2011)

1. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah

dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul
besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin

primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-

garam.

2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat

dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat

tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

3. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah

menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion

Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus

kolektifus ke pelvis renalis

Semua obat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi berjalan

melewati membran. Disposisi dari obat ditentukan oleh mekanisme obat terhadap

membran dan sifat fisikokimia dari molekul dapat mempengaruhi pemindahan

obat ke jaringan. Pergerakan obat dan availability obat tergantung pada ukuran

dan bentuk molekul, derajat ionisasi, kelarutan relative lipid dari bentuk ionik dan

nonionik dan yang mengikat protein serum dan jaringan. (Brunton, 2006)

2.4. HPLC

High performance liquid chromatography (HPLC) atau yang sering disebut


kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang
penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah untuk pemisahan dan
pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam
sediaan farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk identifikasi
kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat
standar serta senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012).
Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel
yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian
akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan
perbedaan afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh
detector (spektrofotometer UV, fluorometer atau indeks bias) pada panjang
gelombang tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat
oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau
menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC
tersebut (Gandjar dan Rohman, 2012).

Gambar 2.4. Komponen Alat HPLC


1. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom.
Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure)
dan pemindahan konstan (constant displacement) (Putra, 2004).
2. Injektor (Injector)
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan:
a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir,
sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan
karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.
b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang
digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada
kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan
semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang
terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi
volume lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis
(dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil
dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi
kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel
akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).
3. Kolom (Column)
Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung
pada jenis material pengisi kolom.
b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar
dan panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).
4. Detektor
Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:
1) Detektor spektrofotometri UV-Vis
2) Detektor Indeks Bias
3) Detektor Elektrokimia
4) Detektor Photodiode-Array (PDA) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kelebihan dan kekurangan HPLC, meliputi :
a. kelebihan dari alat HPLC antara lain:
- Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran dengan daya
memisah yang tinggi.
- Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan analisis.
- Dapat digunakan bermacan-macam detektor dengan kepekaan yang tinggi.
- Kolom dapat digunakan kembali.
- Waktu analisa cukup singkat.
- HPLC dapat digunakan untuk isolasi zat yang tidak mudah menguap dan
zat yang tidak stabil.
- Dapat menganalisis sampel yang kecil kuantitasnya.
- Teknik HPLC dapat dilakukan pada suhu kamar.
b. Kelemahan dari alat HPLC antara lain:
- Harga sebuah alat HPLC cukup mahal
- Sering ada larutan standar yang tertinggal diinjektor.
- Pada kolom dengan diameter rata-rata partikel fase diam dengan ukuran 5
dan 3 mikrometer sela-sela partikel lebih mudah tertutup oleh kotoran, jadi
harus seringkali dicuci dan kemurnian larutan harus dijaga.
(Putra, 2004)

2.5. Siprofloksasin

Ciprofloxasin (ISO, 2019)

Gambar 2.5 struktur ciprofloxasin

Komposisi : Tiap tablet salut mengandung, Ciprofloksasin 250 mg, 500 mg.

Indikasi : ISK, infeksi saluran nafas, kecuali pneumonia oleh stafilokokus,


infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran cerna.

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap ciprofloxasin dan derivat kinolon yang


lain, wanita hamil dan menyusui, anak dan remaja sebelum akhir fase
pertumbuhan.
Farmakologi : Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-
piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik
derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase
bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif
maupun gram negatif. ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui
saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat
pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh.
metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.
Dosis :Infeksi ringan (saluran kemih) : sehari 2x250 mg

Infeksi berat (saluran kemih) : sehari 2x500 mg


Infeksi ringan (saluran nafas) : sehari 2x250 mg

Infeksi berat (saluran nafas) : sehari 2x750 mg

Infeksi saluran pencernaan : sehari 2x500 mg

Gonore akut : 250 mg dosis tunggal

Efek samping : Kadang-kadang terjadi keluhan saluran pencernaan seperti mual,


diare, muntah, dispepsia, sakit perut, dan meteorisme.
DAFTAR PUSTAKA

Brunton, Laurence L.(2006). Goodman And Gilman's The


Pharmacological Basis Of Therapeutics, 11/e”. Mcg Graw-Hill : New York.

Ethel, S.(2003). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit


Buku Kedokteran. Jakarta.

Gandjar, I. G. & Rohman, A. (2012). Analisis Obat secara Spektroskopi


dan Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Ikatan Apotek Indonesia. (2019). Informasi Spesialite Obat Indonesia,


volume 52 – Tahun 2019. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan

Joenoes, Z.N.,(1998). Resep yang Rasional, Edisi I. Airlangga University


Press, Surabaya.

Putra, E.D.L. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang


Farmasi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Rowland, M., dan Tozer, T.N.,(1994). Clinical Pharmacokinetics Concept


and Application, Third Ed., A Wolter Kluver Company, Philadelpia USA.

Rustiani, E., Rokhmah, NN., Fatmi, M., (2011). “Penuntun Praktikum


Farmakokinetik”. Universitas Pakuan:Jakarta.

Shargel, L., Yu, A.,and Wu, S.,(2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan, Edisi kedua. Airlangga University Press, Surabaya.

Sherwood Lauralee, (2011). Fisiologi manusia, Edisi 6. Buku kedokteran :


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai