Anda di halaman 1dari 15

PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN

PENYIAPAN LAHAN TEBU (Saccharum officinarum L.) PADA LAHAN


KERING DI MADUKISMO

Disusun Oleh :

1. Fajar Dwi Prasojo


2. Haris Anggita Setiawan
3. Cindy Novita Sari
4. Nintia Nasta Putri S
5. Dea Paramita

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
HASIL OBSERVASI

Pada 19 November 2019 pukul 16.30 WIB, di belakang pabrik tebu


Madukismo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Terlihat seorang
petani Mbah Sumadi sedang memandangi keadaan lahan tebunya yang tanahnya
nampak kering dan keras dengan warna keabu-abuan. Mbah Sumadi bercerita
bahwa beliau telah menanam tebu dilahan tersebut selama 10 tahun. Persiapan
lahan penanaman dilakukan dengan bantuan mesin tractor untuk mempercepat dan
mempermudah proses penggemburan tanah, gulma atau rerumputan yang terdapat
dilahan juga langsung di tractor tanpa adanya proses penyiangan terlebih dahulu.
Dalam penanaman tebu dilahannya, mbah Sumadi tidak melakukan pemupukan
dasar untuk menambah bahan organik dalam tanah, sehingga langsung dilakukan
penanaman setelah proses penggemburan tanah. Bahan tanam yang digunakan
mbah sumadi berasal dari pembibitan tebu sebelumnya, bibit tebu ditanam dengan
jarak tanam 30x30 cm per tanamannya. Setelah beberapa minggu dilakukan
pembubunan di sekitar tanaman yang bertujuan untuk memperkuat berdirinya
tanaman agar tidak roboh, hal ini terus dilakukan saat keadaan tanah disektar
tanaman mulai datar. Pada umur 2 bulan setelah penanaman tanaman, dilakukan
pemupukan dengan menggunakan pupuk jenis Ponska dan Za dengan perandingan
1:1 dengan dosis 1 ton/hektar. Kedua pupuk tersebut dicampurkan secara merata di
atas terpal kemudian pupuk diaplikasika dengan cara disebar di sekitar tanaman
tebu.

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana menyiapkan lahan tanaman tebu yang selama 10 tahun terakhir


ditanami tebu secara terus-menerus?
2. Bagaimana degredasi tanah di lahan tebu yang selama 10 tahun terakhir
ditanami tebu secara terus-menerus
TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu

Berikut merupakan klasifikasi botani tanaman tebu (Plantamor, 2012):

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poles
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Bagian utama tanaman tebu adalah akar, batang, daun dan bunga. Tanaman
tebu berakar serabut yang memiliki fungsi melekatkan tanaman, menyerap air
dan garam mineral serta sebagai organ penyimpan (Hidayat, 1995). Batang
tebu terdiri dari beberapa ruas yang disekat oleh buku-buku. Panjang satu ruas
berkisar 15-25 cm. Ruas yang terbentuk pada awal pertumbuhan pendek,
semakin dewasa ruasnya semakin panjang, selanjutnya semakin mendekati
pucuk panjang ruasnya semakin berkurang. Potensi bobot batang tebu 2-3 kg
dengan tinggi batang 3-5 meter (Soeprapto, 1989).
Daun tebu mempunyai struktur yang tipis dan mudah robek. Posisi daun
tebu melekat pada batang dan tumbuh pada pangkal node. Setiap daun terdiri
dari bagian yang melekat dan bagian yang tidak melekat. Bagian yang melekat
berbentuk seperti pipa yang menyelimuti batang dengan panjang dari bawah
sampai atas batang. Ketika tebu sudah mulai memasuki masa panen, daun tebu
tumbuh sebagai lamina dengan panjang daun berdasarkan pengukuran di
lapangan berkisar 120 – 160 cm dan lebar daun 3.5 – 6 cm. Bunga tebu berupa
bunga majemuk yang berbentuk malai. Pembungaan terjadi pada perubahan
dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Bunga tebu tumbuh di ujung batang
tebu dengan pajang 70-90 cm (James, 2004).

B. Syarat Tumbuh Tanaman Tebu


Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah
tropik dan subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara
35ºLS dan 39º LU. Unsur – unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan
tanaman tebu adalah tanah, curah hujan, sinar matahari, angin dan suhu.
Syarat tumbuh tanaman tebu menurut Indrawanto et al. (2010) adalah
sebagai berikut :
1. Tanah
Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah yang
gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna.
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6–
7.5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8.5 atau tidak
lebih rendah dari 4.5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi
terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan
Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur
(CaCO3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi.
2. Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah
hujan berkisar antara 1 000 – 1 300 mm pertahun dengan sekurang-
kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk
pertanaman tebu adalah pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan
curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5-6 bulan. Periode
selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4-5 bulan
dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode
kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generatif dan
pemasakan tebu.
3. Suhu
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrisa pada
tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24ºC–
34ºC dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10ºC.
Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih
optimal pada suhu 30ºC. Sukrosa yang terbentuk akan disimpan pada
batang dimulai dari ruas paling bawah. Proses penyimpanan ini paling
efektif dan optimal pada suhu 15ºC.
4. Sinar matahari
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12–14 jam setiap harinya.
Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman
memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh sehingga cuaca
yang berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran
dan berakibat pada menurunnya proses fotosintesa sehingga pertumbuhan
terhambat.
5. Angin
Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur keseimbangan
kelembaban udara dan kadar CO2 di sekitar tajuk yang mempengaruhi
proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam di
siang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin
dengan kecepatan melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan
tanaman tebu bahkan tanaman tebu dapat patah dan roboh.
C. Budidaya Tebu Lahan Kering
Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha
pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya
mengharapkan suplai dari curah hujan (Setiawan, 2009). Beda pokok lahan
kering dan lahan basah adalah cara penyediaan air untuk pertumbuhan
tanaman. Pada lahan pertanian basah kebutuhan air tersedia kurang lebih
tetap secara alamiah, dapat dicukupi dari air permukaan, misalnya rawa,
mata air dan sungai. Sementara pada pertanian lahan kering tanaman hanya
memperoleh air dari air hujan (tadah hujan). Penanaman tebu di lahan
kering memerlukan perhatian yang lebih seksama. Kondisi krisis yang
sering dijumpai di lahan kering, seperti miskin hara, jumlah air terbatas,
rawan erosi, gulma dan hama. Tanpa unsur hara/makanan dan air yang
cukup tebu tidak mungkin tumbuh normal (Susilowati, 2008).
Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam upaya
meningkatkan produksi gula adalah areal tebu lahan basah yang semakin
sempit. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi perindustrian gula selain
berupaya mengelola dan meningkatkan produktivitas tebu di lahan kering
(Ismail, et. al, 1990). Budidaya tebu lahan kering merupakan pilihan yang
sangat menjanjikan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas,
kualitas dan kontinuitas produksi gula menuju kemandirian gula nasional.
Produktivitas tebu lahan kering tidak kalah dengan tebu lahan sawah jika
masalah bibit dan penyediaan air menurut ruang dan waktu dapat dilakukan
dengan baik. Titik kritis dari pengelolaan tebu lahan kering yaitu kondisi
kekeringan yang kelak akan berdampak terhadap penurunan produksi tebu
per hektar, terutama pada fase pembentukan gula maupun fase pematangan
(Irianto, 2003).
D. Penyiapan Lahan Tanaman Tebu
Pemupukan
Menurut Garsoni (2006) pupuk adalah semua bahan yang
ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan
hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.
Sri Setyati (1996) menyatakan untuk pertumbuhannya tanaman
memerlukan nutrisi atau hara mineral yang berasal dari media tumbuh dan
dari pupuk. Menurut Hakim dan Djakasutami (2009) pemupukan adalah
salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah. Pemupukan yang efektif dan
efisien akan tercapai apabila diketahui terlebih dulu kondisi kesuburan lahan
dan jenis tanaman, kemudian dibuatkan susunan hara berdasarkan
kepentingan spesifik lokasi kebun tertentu. Pemupukan sebagai salah satu
usaha peningkatan kesuburan tanah pada jumlah dan kombinasi tertentu
dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Rekomendasi pemberian jenis
pupuk harus didasarkan pada kebutuhan optimum dan terjadinya unsur hara
dalam tanah disertai dengan pelaksanaan pemupukan yang efisien yaitu
waktu dan cara pemberian. Kombinasi jenis dan jumlah pupuk yang
digunakan berkaitan erat dengan rendemen tebu dan tingkat produktivitas.
Produktivitas tanaman tebu tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai
faktor tipe lahan (sawah/tegalan) tetapi juga penggunaan sarana produksi
dan teknik budidayanya. Pemupukan akan sangat besar perannnya terhadap
hasil panen (produktivitas) bila dilaksanakan dengan tepat cara, tepat dosis
dan tepat harga (Djojosoewardho, 1988). Pemupukan pada tanaman tebu
sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan rendemen.
Pemupukan dilakukan (2–3) kali/periode panen, baik untuk pertanaman
baru atau tebu keprasan. Hingga saat ini penggunaan pupuk organik masih
jarang dilakukan akibatnya kualitas lahan menurun dan rendemen rendah.
Penggunaan pupuk organik secara terus menerus tanpa dibantu oleh
pemberian pupuk buatan mempunyai kecenderungan produktivitasnya
menjadi rendah juga. Namun penggunaan keduanya akan menghasilkan
sinergi positif yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Hakim dan
Djakasutami, 2009). Terdapat kelebihan pupuk organik dan anorganik
diantaranya yaitu menambah kandungan hara tanah, menyediakan semua
unsur hara dalam jumlah yang seimbang. Pupuk organik dapat
meningkatkan KTK tanah dan dapat meningkatkan unsurhara sehingga
kehilangan hara dapat dicegah (Susanto, 2002). Unsur hara yang dibutuhkan
tanaman pada dasarnya telah tersedia dalam tanah. Seiring pertumbuhan
tanaman, ketersediaan unsur hara tersebut akan berkurang karena terserap
oleh tanaman. Oleh karena itu pemupukan yang teratur diperlukan agar
tanaman memperoleh hara dari tanah dalam jumlah lengkap dan cukup.
Nitrogen, posfor dan kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah banyak. Akan tetapi kecenderungan pemupukan
yang berlebihan terutama nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan
vegetatif yang berlebihan. Oleh sebab itu, dalam pertumbuhan dan
perkembangannya tanaman memerlukan keseimbangan hara yang tepat
(Poerwanto, 2003). Nitrogen merupakan unsur penting yang dapat
disediakan oleh manusia melalui pemupukan. Nitrogen diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun,
batang dan akar. Unsur ini berperan penting dalam hal pembentukan hijau
daun yang berguna sekali dalam proses fotosintesis (Leiwakabessy et al.,
2004). Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting
dalam pertumbuhan tanaman. Fosfor memiliki pengaruh yang sangat
menguntungkan bagi tanaman, diantaranya yaitu tanaman tahan terhadap
penyakit, berperan dalam pembentukan bunga, buah dan biji, berperan
dalam perkembangan akar halus dan akar rambut serta berperan dalam
pembelahan sel (Soepardi, 1983). Kalium merupakan unsur hara esensial
yang digunakan hampir pada semua proses untuk menunjang hidup
tanaman. Secara umum fungsi kalium bagi tanaman antara lain membentuk
dan mengangkut karbohidrat, mengatur kegiatan berbagai unsur mineral,
mengatur pergerakan stomata dan memperkuat tegaknya batang sehingga
tanaman tidak mudah roboh (Leiwakabessy,etal.,2004).

E. Degradasi tanah pada lahan tebu

Degradasi tanah atau penurunan kualitas tanah saat ini merupakan


masalah utama yang dihadapi di Indonesia termasuk wilayah sumatra. Salah
satu faktor yang menyebabkan penurunan kualitas tanah ini adalah
pengelolaan tanah yang berlebihan (intensif) dalam jangka panjang dapat
menjadikan suatu lahan terdegradasi yang berpengaruh juga terhadap sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Manik et al. (1998) melaporkan bahwa
penerapan sistem olah tanah intensif dapat menyebabkan kepadatan tanah
yang tinggi, terutama pada lapisan bawah bajak (kedalaman 30 cm),
menurunkan jumlah pori makro dan pori aerasi, serta lapisan atas
(permukaan tanah) sangat peka terhadap erosi. Sistem olah tanah seperti ini
akan mempercepat degradasi tanah, tingkat kesuburan tanah akan menurun
akibat pencucian hara dan erosi, yang selanjutnya dapat menurunkan
produktivitas lahan (Hanolo et al., 1996). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pengelolaan tanah intensif dapat mengubah kelimpahan dan
komposisi (keanekaragaman) organisme tanah. Umar (2004)
mengungkapkan bahwa beberapa dampak buruk dari pengeloaan tanah
intensif jangka panjang dapat mengurangi kandungan bahan organik tanah,
infiltrasi, meningkatkan erosi, memadatkan tanah, dan mengurangi biota
tanah.

Selain pengolahan tanah, pemberian mulsa sebagai penutup tanah


juga akan mempengaruhi iklim mikro tanah. Menurut Suwardjo (1981),
perlakuan pemberian mulsa dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme
tanah, tetapi pengolahan tanah secara teratur tidak banyak meningkatkan
aktivitas mikroorganisme tanah, meskipun diberi mulsa. Dengan adanya
peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah maka respirasi tanah akan
mengalami peningkatan juga.

Seperti yang dilihat pada Gambar 1, pengolahan tanah yang berlebihan


(intensif) dalam jangka panjang dapat menjadikan suatu lahan terdegradasi
yang berpengaruh juga terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Kegiatan ini juga berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme tanah
yang dicirikan oleh respirasi tanah.

Pengolahan tanah secara intensif tanpa adanya suatu usaha untuk


memperbaikkan kondisi suatu tanah dapat menjadikan tanah tersebut
terdegradasi. Menurut Suwardjo (1981), perlakuan tanpa olah tanah dapat
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Aktivitas mikroorganisme
yang tinggi akan menunjukkan tingkat respirasi yang tinggi. Salah satu
upaya yang dapat diterapkan dalam meningkatkan produksi tebu yaitu
dengan merubah sistem olah tanah dan dapat memanfaatkan limbah padat
pabrik gula yaitu bagas, blotong dan abu (BBA). Perubahan sistem olah
tanah menjadi tanpa olah tanah dan ditambah dengan pengaplikasian limbah
padat pabrik gula berupa BBA di lahan pertanaman tebu diharapkan dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang selanjutnya dapat
meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang dicirikan oleh respirasi tanah.
ANALISIS MASALAH

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, kami menemukan beberapa


permasalahan dalam lahan kering tebu milik mbah Sumadi yaitu kondisi
lahan yang memiliki tekstur yang kering, keras dan berwarna keabu-abuan
dapat disebabkan oleh adanya degredasi tanah yang menyebabkan
minimnya ketersediaan unsur hara yang ada dalam tanah. Hal ini dapat
disebabkan karena pola tanam monokultur tebu yang digunakan dalam 10
tahun terakhir secara berturut-turut sehingga serapan hara yang ada dalam
tanah mengalami pengurangan, selain itu penggunaan pupuk kimia seperti
ponska dan Za yang dilakukan secara terus menuerus selama 10 tahun
terakhir menyebabkan kekerasan tekstur tanah akibat banyak nya zat
pembawa dari pupuk tersebut banyak tetimbun dalam tanah, tidak adanya
pemupukan dasar yang dilakukan menyebabkan tanah tidak mampu untuk
menghasilkan unsur hara sehingga kondisi tanah yang ada di lahan milik
pak Sumadi mengalami degredasi.

kenapa hasil obeservasi bermasalah? Kondisi lahan yang ditanami tebu


terus mengakibatkan ketersediaan hara/tekstur keras)

PENYELESAIAN MASALAH

1. Penyiapan Lahan Tebu


Adapun tahapan kegiatan pengolahan tanah secara umum adalah sebagai
berikut :
a. Pembajakan
Pembajakan atau pengolahan tanah dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap
kegiatan, yaitu ;
 Pembajakan I
Tahap pembajakan I bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa
– sisa kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan yang digunakan
adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yang ditarik dengan
Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari sisi petak paling kiri,
kedalaman olah mencapai 25 – 30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha
sehingga untuk satu petak kebun (±10ha) dibutuhkan waktu 8 jam kerja (mesin
operasi). Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman
diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan menyilang terhadap barisan tanaman
tebu.
 Pembajakan II
Dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I dengan arah
memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal 25 cm.
Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inchi dan traktor
80 – 90 HP.
b. Penggaruan
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan – bongkahan tanah
dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh
areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan
bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan tunggul
maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan dan
menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah traktor 120 HP dan
alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
c. Pembuatan Alur Tanam
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat
bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan dengan kedalaman lebih dari
30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor
berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau melengkung
mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang dengan kemiringan
tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi
tebu. Pada daerah miring, arah kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan
petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5%
dibuat teras bangku (Contour Bank).
d. Pembumbunan dan penggemburan

Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang


sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan
sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan
pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan
yang merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma,
menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya
tanaman tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran. Apabila drainase
tanahnya jelek pemberian tanah untuk tebu lahan kering hanya dilakukan dua kali
yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan dan pada umur 2,5-3 bulan,
atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan.
Penggemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk
mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator.
Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum
pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu
musim tanam.
Untuk tanaman tebu ini diperlukan alat yang bisa membantu
menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali
dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra
Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II.
Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller
kedalaman minimal 40 cm.
Pada saat pemupukan dapat menggunakan pupuk organik, Pemberian pupuk
organik ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan menjaga ekosistem,
yang ada didalam tanah memperbaiki kualitas tanah sehingga kelangsungan dan
keberlajutan lahan dapat terjaga dalam jangka waktu yang panjang.
2. Penanganan Apabila Terjadi Degradasi Pada Lahan Tebu
Gambar 1. Bagan Solusi Perbaikan Tanah Terdegradasi
Seperti yang terlihat pada Gambar 2, perubahan sistem olah tanah menjadi
tanpa olah tanah dan ditambah dengan pengaplikasian limbah padat pabrik gula
berupa bagas, blotong dan abu (BBA) di lahan pertanaman tebu diharapkan dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dam biologi tanah yang selanjutnya dapat
meningkatkan produksi gula. Kegiatan ini diharapkan juga dapat meningkatkan
respirasi tanah yang dapat dijadikan indikator kesuburan tanah.
Pada lahan TOT permukaan tanah kurang terganggu akibat adanya residu
tanaman yang menutupi permukaan, dan sedikitnya 30% sisa tanaman sebelumnya
masih berada dipermukaan tanah. Dengan adanya penutupan mulsa ini kandungan
bahan organik tanah (BOT) dapat meningkat yang disebabkan karena adanya
dekomposisi mulsa yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah (Utomo, 2006).
Menurut Utami (2004), semakin tinggi kandungan bahan dan masukan bahan
organik ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan C-organik tanah yang akan
diikuti oleh peningkatan aktivitas mikrooganisme tanah.
Bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah
di PT MADUKISMO adalah limbah padat pabrik gula yang dihasilkan selama
produksi di PT MADUKISMO tersebut. Produksi limbah padat pabrik gula berupa
bagas, blotong, dan abu (BBA) dengan perbandingan 5:3:1 berpotensi digunakan
sebagai bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas tanah
di PT MADUKISMO. Hasil penelitian Arioen (2009) menunjukkan bahwa
formulasi bagas : blotong : abu dengan perbandingan 5:3:1 setelah dikomposkan
selama 40 hari menghasilkan C/N akhir terkecil yaitu 36, dibandingkan dengan
formulasi 5:1:1 dan 6:1:1 masing-masing menghasilkan C/N ratio 39% dan 41%.
Dosis aplikasi BBA yang telah digunakan di PT MADUKISMO yaitu 80 t
ha-1 BBA segar, sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 t ha-1. Aplikasi BBA
dilakukan setelah olah tanah pertama. Pemberian bahan organik berbasis tebu
diharapkan mampu untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui
ketersediaan unsur hara yang cukup bagi tanaman dan meningkatkan populasi
mikroorganisme tanah. Selain itu, aplikasi BBA diharapkan juga mampu
meningkatkan respirasi tanah, karena respirasi mikroorganisme tanah
mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.

Kesimpulan
Penyiapan lahan tanam dapat disiapkan dengan melalui proses
pembajakan I, Pembajakan II, penggaruan, pembuatan alur tanam dan
Penggemburan atau pembumbunan, yang bertujuan untuk memperbaiki
sturuktur tanah pada lahan sehingga dapat berkelanjutan dan menghasilkan
produktifitas yang maksimal
Dapus

Anda mungkin juga menyukai