Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian Difteri
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008). Difteri
adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphteria (FK Unair, 1996). Difteri adalah suatu infeksi akut
yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun Corynebacterium diphteriae
(Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae.
Ciri Dari Bakteri Corynebacterium Diphteria adalah
1. Basil gram positif yang tidak membentuk spora
2. Mempunyai kemampuan positif memproduksi eksotoksin, baik
invitro/invivo maupun dalam media telurit membentuk tipe koloni
mitis, intermedius, gravis.
3. Mempunyai kemampuan membentuk toksin yang dipengaruhi oleh
bakteriofagus yang mengandung “gene tox” (Rekawati, 2013).
Menurut bagian ilmu kesehatan FKUI Dr. Rampengan , penyakit ini
juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien yaitu :
1. Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak
pilek, kemudian secret yang keluar tercampur darah sedikit yang
berasal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat
mencapai faring dan laring.
2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial )
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa
mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Paling sering
dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan
pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas
pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang
tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi,
pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan
yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada
pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck).
Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.
3. Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil,
daripada yang primer. Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan
stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul sesak nafas hebat,
sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s
neck, laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan
permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan
payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan
pertama.
4. Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina
dengan pembentukan membrane diatasnya. Namun tidak seperti
sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi justru tidak
terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah konjungtiva dan
umbilikus.
5. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat
membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria
pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan
membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis
eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
B. Patofisiologi Difteri
Masuknya kumam ke tubuh manusia umumnya masuk lewat mukosa
hidung/mulut kemudian melekat dan berbiak pada permukaan mukosa saluran
nafas bagian atas. Kemudian mulai memproduksi toksin yang meresap ke
sekelilingnya untuk selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh melalui
pembuluh limfe dan darah.
Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah menghambat pembentukan
protein dalam sel. Toksin difteri mula-mula menempel pada membran sel
dengan bantuan fragmen B (fragment carboxy terminal) dan selanjutnya
fragmen A (fragment amnio terminal) akan masuk dan menyebabkan
inaktivasi enzim translokasi, sehingga akan terbentuk rangkain polipeptida
yang diperkirakan sebagai penyebab matinya sel.
Respons tubuh terhadap infeksi C, diphteria adalah terjadinya inflamasi
lokal yang bersama dengan jaringan nefrotik membentuk bercak aksudat. Bila
produksi urin makin banyak, eksudat febrin makin luas dan makin dalam
sehingga terbentuk membran yang melekat erat. Membran jaringan yang
edema ini makin lama makin meluas mulai dari daerah oronasofaring sampai
ke daerah trakea, laring, bronkus/cabang bronkus sehingga menimbulkan
sumbatan jalan nafas. Jika sumbatan jalan nafas terjadi di bagian atas, maka
tindakan trakheostomi dapat membantu, tapi bila membran sampai di daerah
bronkus ke bawah, operasi ini tak banyak mengubah keadaan.
Toksin yang beredar dalam darah dapat menimbulkan kerusakan sel pada
semua organ terutama pada jantung, saraf, dan ginjal. Antitoksin difteria
hanya berpengaruh pada toksin yang masih belum masuk dan bekerja di dalam
sel. Toksin yang telah masuk ke dalam sel membutuhkan waktu untuk
menimbulkan gejala klinik. Timbulnya muokordisis perlu waktu rata-rata 7-
10 hari, manifestasi saraf pada minggu ke- 3-6 dan seterusnya (Maharani,
1997).
C. Asuhan pada Anak denagn Difteri

Pengkajian

1. Difteri dapat terjadi pada semua golongan umur, tapi sering dijumpai pada
anak (1 – 10 tahun).
2. Keluhan utama klien biasanya klien datang dengan keluhan kesulitan
bernafas ketika tidur, nyeri pada waktu makan, dan bengkak pada
tenggorokkan /leher.
3. Riwayat kontak dengan keluarga perlu dikaji.
4. Pemeriksaan fisik.
a) Pada difteri tonsil-faring terdapat malaise, suhu tubuh < 38,9º C,
terdapat pseudomembran pada tonsil dan dinding faring, bullneck.
b) Pada difteri laring terdapat stridor, suara parau, batuk kering. Pada
obstruksi laring yang besar terdapat retraksi supra strenal, subkostal, dan
supra klavikulur.
c) Pada difteri hidung terdapat pilek ringan, sekret hidung yang serosa
sanguinus sampai mukopurulen, membrane putih pada septum nasi.
5. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan diagnosis pasti perlu pemeriksaan sediaan langsung
dengan kultur dan pemeriksaan toksigenesitas.

Masalah
Masalah yang sering terjadi pada anakdengan difteri yaitu (Ngastiyah,
2005) :
1. Sesak nafas,
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi,
3. Risiko terjadi komplikasi (obstruksi jalan napas, miokarditis).

Perencanaan / intervensi

Bila menumpai anak dengan data – data yang mengarah penyakit difteri,
maka anak perlu segera dirujuk ke dokter atau rumah sakit agar
mendapatkan diagnosis yang pasti dan penanganan yang benar. Untuk anak
yang dirawat di rumah sakit, perencanaan yang bisa dilaksanakan sesuai
dengan masalahnya adalah sebagai berikut.

1. Sesak napas, tindakan yang diperlukan adalah :


a) Monitor pola napas yang meliputi irama pernapasan, penggunaan
otot – otot bantu napas, suara napas, frekuensi;
b) Monitor tanda – tanda vital lainnya ( suhu, nadi, tekanan darah,
kesadaran);
c) Berikan oksigen sesuai advis ( 2 – 4 lt/menit ), bila bayi atur kepala
dengan posisi ekstensi
d) Atur posisi tidur pasien (kepala lebih tinggi)
e) Jaga kelembaban udara dengan dengan menggunakan rebulizer bila
perlu.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
a) Beri diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) sesuai dengan kondisi
pasien.
b) Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat.
c) Libatkan orang tua dalam pemberian makanan.
d) Atur posisi makanan sedikit tapi sering.
e) Timbang berat badan setiap hari.
3. Risik terjadi komplikasi
a) Observasi tanda – tanda infeksi dan tanda – tanda obstruksi jalan
napas tiap dua jam atau sesuai kebutuhan.
b) Anjurkan istirahat mutlak selama 10 – 14 hari.
c) Lakukan pemeriksaan EKG/elektrokardiografi (sesuai kebutuhan)
d) Kolaborasi pemberian ADS (anti diphtheria serum) sedikit mungkin.
e) Kolaborasi pemberian terapi antibiotic.
DAFTAR PUSTAKA

Susilaningrum R, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta Selatan
: Salemba Medika.
Ambarwati R, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Cakrawala Ilmu.
Nursalam, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta Selatan :
Salemba Medika.
Rampengan H. 2005. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Ed. 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai