File PDF
File PDF
ERVINAWATI MALAU
0806323233
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
ERVINAWATI MALAU
0806323233
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
i Universitas Indonesia
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkat sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners
(KIA-N) ini. Penulisan KIA-N ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk meraih gelar perawat (Ners) pada Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa dalam penulisan KIA-N ini tidak
lepas dari dorongan, bimbingan, bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pembimbing, Ns. Dwi Cahya Rahmadiyah, S.Kep. atas segala pengarahan
dan bimbingannya yang telah diberikan selama proses pembuatan KIA-N ini.
Penulis juga berterima kasih kepada keluarga dan teman-teman peminatan anak
Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati yang telah memberi dukungan dan membantu
dalam menyelesaikan KIA-N ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga KIA-N ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iv
Putus sekolah merupakan penghambat masa depan anak. Tingginya faktor risiko
putus sekolah yang terdapat di perkotaan menjadikan putus sekolah menjadi
masalah kesehatan di perkotaan. Karya ilmiah ini ditulis untuk melaporkan
asuhan keperawatan kepada anak dengan putus sekolah di Kelurahan Cisalak
Pasar dan mengidentifikasi pengaruh tindakan keperawatan pembuatan
“perencanaan aktivitas harian”. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan pembuatan
aktivitas harian pada anak J sebagai kasus kelolaan utama penulis yaitu anak J
mampu menyusun kegiatan positif dalam mengisi waktu luangnya.
ABSTRACT
Dropping out of school is child’s future blockers. High dropout risk factors found
in urban areas drop out of school to be making health problem in urban areas.
Scholarly work is written for reporting nursing care to children with dropouts in
villages and market Cisalak identify nursing actions influence manufacturing
“planning daily activity”. The result shows that child J as the main case of the
writer can make positive activity in his spare time after making arrangements with
writer.
v Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Ervinawati Malau, FIK UI, 2013
Asuhan keperawatan ..., Ervinawati Malau, FIK UI, 2013
DAFTAR ISI
vi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Ervinawati Malau, FIK UI, 2013
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ............................................. 24
3.1 Pengkajian Kasus ............................................................................................ 24
3.2 Masalah Keperawatan ..................................................................................... 25
3.3 Intervensi keperawatan ................................................................................... 25
3.4 Intervensi inovasi ............................................................................................ 30
3.5 implementasi inovasi dan evaluasi.................................................................. 31
vi Universitas Indonesia
Asuhan keperawatan ..., Ervinawati Malau, FIK UI, 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki karakteristik
yang berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya, hal ini karena pada
tahap ini seseorang mengalami peralihan dari masa anak-anak ke dewasa (Wong, 2008).
Masa remaja adalah masa dimana terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri.
Karakteristik psikososial remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini
sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Transisi dari masa anak-anak dimana
selain meningkatnya kesadaran diri (self consciousness) terjadi juga perubahan secara
fisik, psikis maupun sosial pada remaja sehingga remaja cenderung mengalami perubahan
emosi ke arah yang negatif menjadi mudah marah, tersinggung bahkan agresif.
Perubahan-perubahan karakteristik pada masa remaja tersebut, ditambah dengan faktor
faktor eksternal seperti kemiskinan, pola asuh yang tidak efektif dan gangguan mental
pada orang tua diprediksi sebagai penyebab timbulnya masalah-masalah remaja (Pianta,
2005 dalam Santrock, 2007).
Saat ini remaja merupakan jumlah populasi terbesar di dunia, globalisasi telah membawa
pengaruh dalam transisi demografi dunia berupa perubahan dalam struktur penduduk
yaitu kelompok usia remaja menempati persentase besar dan diikuti dengan perubahan
penuaan penduduk yang menetap (Wibowo, 2006). Menurut data dari UNFPA (United
Nations Population Fund) tahun 2005 menyatakan hampir separuh dari jumlah penduduk
dunia atau sekitar 3 milyar penduduk di bawah umur 25 tahun dan 85 % dari jumlah
tersebut terdapat di negara – negara berkembang. Besarnya jumlah remaja tidak terlepas
dari kenyataan bahwa remaja adalah generasi penerus dunia sehingga harus dipersiapkan
secara baik dimana pada tahap perkembangan ini seseorang mengalami suatu masa
transisi yang penuh dengan energi. Pada masa remaja, pikiran terbuka untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan belajar dan menyerap nilai – nilai baik positif maupun negatif
dari lingkungannya sehingga nantinya akan membentuk sikap dan perilaku mereka. Sikap
dan perilaku remaja tidak terlepas dari peran keluarga dalam mendidik dan mengasuh
remaja. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan primer bagi remaja.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki karakteristik
yang berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya, hal ini karena pada
tahap ini seseorang mengalami peralihan dari masa anak-anak ke dewasa (Wong, 2008).
Masa remaja adalah masa dimana terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri.
Karakteristik psikososial remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini
sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Transisi dari masa anak-anak dimana
selain meningkatnya kesadaran diri (self consciousness) terjadi juga perubahan secara
fisik, psikis maupun sosial pada remaja sehingga remaja cenderung mengalami perubahan
emosi ke arah yang negatif menjadi mudah marah, tersinggung bahkan agresif.
Perubahan-perubahan karakteristik pada masa remaja tersebut, ditambah dengan faktor-
faktor eksternal seperti kemiskinan, pola asuh yang tidak efektif dan gangguan mental
pada orang tua diprediksi sebagai penyebab timbulnya masalah-masalah remaja (Pianta,
2005 dalam Santrock, 2007).
Saat ini remaja merupakan jumlah populasi terbesar di dunia, globalisasi telah membawa
pengaruh dalam transisi demografi dunia berupa perubahan dalam struktur penduduk
yaitu kelompok usia remaja menempati persentase besar dan diikuti dengan perubahan
penuaan penduduk yang menetap (Wibowo, 2006). Menurut data dari UNFPA (United
Nations Population Fund) tahun 2005 menyatakan hampir separuh dari jumlah penduduk
dunia atau sekitar 3 milyar penduduk di bawah umur 25 tahun dan 85 % dari jumlah
tersebut terdapat di negara – negara berkembang. Besarnya jumlah remaja tidak terlepas
dari kenyataan bahwa remaja adalah generasi penerus dunia sehingga harus dipersiapkan
secara baik dimana pada tahap perkembangan ini seseorang mengalami suatu masa
transisi yang penuh dengan energi. Pada masa remaja, pikiran terbuka untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan belajar dan menyerap nilai – nilai baik positif maupun negatif
dari lingkungannya sehingga nantinya akan membentuk sikap dan perilaku mereka.
Sikap dan perilaku remaja tidak terlepas dari peran keluarga dalam mendidik dan
mengasuh remaja. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan primer bagi remaja.
Universitas Indonesia
Perilaku-perilaku negatif remaja seperti perilaku agresif dapat disebabkan oleh faktor
keluarga, karena sikap dan perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga
merupakan tempat dimana sebagian besar remaja menghabiskan waktunya untuk
bertumbuh dan berkembang. Keluarga juga merupakan lingkungan yang paling pertama
dan utama bagi remaja dalam menyerap nilai-nilai, norma dan sikap sebelum remaja
mengenal lingkungan yang lebih luas. Keluarga, khususnya orangtua menjadi
pembimbing bagi remaja pada masa krisis pembentukan identitas diri (Sarwono, 2008)
Keluarga senantiasa harus melakukan kontrol dan mempertahankan aturan yang telah
disepakati secara konsisten (Allender & Spradley, 2005). Keluarga seringkali tidak
konsisten dalam menjalankan aturan yang telah disepakati atau keadaan sebaliknya dalam
mengasuh anak penuh dengan aturan yang ketat dan disiplin, hal tersebut justru dapat
memicu masalah dalam perkembangan remaja seperti perilaku agresif, tidak patuh, ingin
bebas melakukan apa saja termasuk penyalahgunaan NAPZA (Dariyo, 2005;
Hockenberry, 2005). Mengatasi hal ini, tugas perkembangan keluarga dengan remaja
harus dipenuhi dengan baik sehingga keluarga dapat menjadi model bagi remaja dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai remaja.
Tugas perkembangan keluarga dengan remaja antara lain yaitu memberi kebebasan
bertanggung jawab pada remaja, mempertahankan hubungan intim yang memuaskan
sesama anggota keluarga, komunikasi terbuka, menyesuaikan diri dengan perubahan serta
menjadi model untuk ditiru dalam keluarga (Friedman, 2003). Tidak terpenuhinya tugas
perkembangan keluarga ini akan menimbulkan beberapa masalah pada remaja. Masalah
yang terjadi pada remaja akibat tidak terpenuhinya tugas perkembangan pada tahap
remaja akan mengakibatkan anak remaja mengalami pergaulan bebas, putus sekolah,
bahkan menjadi anak jalanan.
Universitas Indonesia
masih banyak. Saat ini lebih dari 8.000 anak yang tidak bersekolah karena ketiadaan
biaya (BPS Depok, 2012).
Data diatas menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah masih sangat tinggi. Hal ini
menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi tolak ukur rendahnya tingkat pendidikan di
Indonesia. Tingginya angka putus sekolah salah satunya disebabkan karena rendahnya
minat anak bahkan orangtua untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Rendahnya tingkat dan kesadaran akan pentingnya pendidikan di Indonesia
merupakan pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi pemerintah guna memajukan
peradaban dan tingkat kehidupan yang lebih baik dan mandiri (Syafaruddin, 2004).
Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia mendorong timbulnya berbagai permasalahan
sosial yang kian hari semakin meresahkan bangsa indonesia. Masalah tersebut menjadi
satu hal pokok yang dapat dijadikan alasan betapa rendahnya tingkat pendidikan di
Indonesia yang memang bila ditelaah lebih mendalam bukan hanya pemerintah saja yang
perlu berpikir jauh, namun masyarakat dan tentunya para orangtua harus memahami
benar betapa pentingnya pendidikan untuk bekal hidup maupun sebagai anggota dalam
sistem tatanan masyarakat yang berbangsa dan bernegara.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan itu dimulai dari
keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang tua untuk membentuk
karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan yang paling
pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih dalam kandungan.
Hal ini karena pendidikan di keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk
karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak di masa-
masa selanjutnya.
Menanggulangi masalah anak yang mengalami putus sekolah ini, sangat penting untuk
membuat suatu perencanaan. Perencanaan adalah persiapan menyusun suatu keputusan
berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan
Universitas Indonesia
yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Bidang pendidikan berarti persiapan
menyusun keputusan tentang masalah atau pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh
sejumlah orang dalam rangka membantu orang lain (terutama anak didik) untuk mencapai
tujuan pendidikannya (Sutomo, 2010).
Cisalak Pasar merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimanggis,
Depok. Cisalak pasar merupakan salah satu daerah perkotaan yang padat penduduk. Luas
wilayah Cisalak Pasar adalah 1,71 km2. Jumlah penduduk kelurahan Cisalak Pasar
adalah 17869 jiwa (BPS Depok, 2012). Sasaran mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatann kepada masyarakat di keluarahan Cisalak Pasar yaitu keluarga dengan
anak remaja khususnya di RW 02. Dari hasil pengkajian yang dilakukan mahasiswa
diperoleh data bahwa anak remaja di RW 02 Kelurahan Cisalak Pasar mempunyai remaja
berjumlah 364 orang.
Berdasarkan teori masyarakat perkotaan terdapat beberapa masalah yang sering timbul,
seperti kejahatan kriminal, banyaknya anak jalanan, pekerja anak-anak, pemulung,
gelandangan, dan juga pengemis. Masalah-masalah ini timbul akibat tingginya
urbanisasi, adanya daerah padat penduduk, banyaknya daerah yang masih kumuh (Wu,
2009). Masalah ekonomi juga terjadi di masyarakat perkotaan, karena sedikitnya
lapangan pekerjaan tetapi makin banyaknya orang yang ingin bekerja. Masalah ekonomi
dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan ini juga menjadi salah satu
penyebab tingginya angka putus sekolah pada anak (Sulistyowati, 2003). Kota Depok
sendiri diperoleh data bahwa lebih dari 8000 anak yang tidak bersekolah karena
ketiadaan biaya (BPS Depok, 2012). Berdasarkan penelitian Lusiana (2010) yang
berjudul “Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap motivasi anak”
menyatakan bahwa anak tidak mengeluarkan upaya dan daya untuk bersekolah. Hal ini
disebabkan karena pola pikir anak dengan status sosial ekonomi rendah menganggap
bahwa pendidikan tidak berpengaruh untuk masa depan mereka. Sesuai dengan teori
yang dikemukan oleh Anggraini (2000) menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan
orangtua menjadi pengaruh antusias anak terhadap pendidikan.
Universitas Indonesia
Hasil observasi yang dilakukan kelompok mahasiswa didapatkan data bahwa terdapat
tempat yang sering dijadikan nongkrong para remaja di malam hari. Kehamilan Tidak
Diinginkan juga sering terjadi di RW ini dimana ada 10 kasus KTD dalam satu tahun.
Delapan belas remaja di RW 2 diambil untuk dibina. Data yang diperoleh bahwa dari 7
orang remaja lelaki yang diambil 6 diantaranya pernah mencoba untuk merokok.
Sedangkan 50% dari 18 remaja mengaku sudah pernah berpacaran. Masalah putus
sekolah juga terdapat di RW 02, namun tidak diketahui data berapa banyak anak yang
mengalami putus sekolah. Dari hasil wawancara dengan para kader mengatakan bahwa
sulit untuk mengetahui data anak yang putus sekolah, sehingga tidak diketahui
jumlahnya. Masalah putus sekolah yang terjadi pada remaja di RW 02 merupakan kasus
utama kelolaan mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan terutama dalam
memberikan intervensi inovasi terkait masalah putus sekolah yang di alami anak remaja
pada Keluarga Bapak S khususnya pada Anak J.
Asuhan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada kasus
remaja terutama kelolaan utama mahasiswa dilakukan sesuai dengan lima tugas
kesehatan keluarga yang meliputi, yaitu: Mengenal masalah kesehatan keluarga,
Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat untuk keluarga, Merawat keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan, Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin
kesehatan keluarga, Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga (Friedman, Bowden dan Jones, 2003). Lima tugas keluarga ini sudah tercapai
oleh keluarga yang terlihat dari proses pengkajian hingga sampai evaluasi dari
implementasi yang dilakukan kepada keluarga. Hasil pengkajian yang diperoleh dari
keluarga bapak S khususnya Anak J, masalah putus sekolah yang terjadi pada Anak J (14
tahun) dikarenakan faktor ekonomi keluarga. Anak J mengatakan putus sekolah sejak
pertengahan semester kelas 1 SMP karena malu sering menunda pembayaran uang
sekolah. Kegiatan yang dilakukan Anak J semenjak putus sekolah yaitu nongkrong
dengan teman-temannya, dan terkadang diajak bekerja di bengkel oleh temannya.
Keluarga mengatakan akan mengusahakan kembali Anak J untuk bersekolah kembali
jika Anak J bersedia untuk bersekolah. Keluarga mengatakan akan mengusakan biaya
sekolah anak J agar anak J bisa menyelesaiakan sekolahnya nantinya.
Universitas Indonesia
Mengatasi masalah putus sekolah yang terjadi pada anak J dilakukan pembuatan
perencanaan aktivitas untuk mengisi waktu luang anak J. Perencanaan aktivitas ini
sebagai intervensi inovasi yang dilakukan pada anak J. Intervensi dilakukan dengan cara:
Menjelaskan kepada Anak J bahwa penyusunan rencana aktivitas tersebut dapat
dituliskan ke dalam kertas karton berukuran A4 yang sudah dipersiapkan mahasiswa. Isi
dari kertas karton tersebut terdiri atas kegiatan-kegiatan harian yang akan dilakukan anak
J. Perencanaan aktivitas ini dilakukan agar anak tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
negatif seperti nongkrong, bermain hingga pagi hari, dan sebagainya. Melalui
perencanaan aktivitas ini anak dapat mengerjakan kegiatan-kegiatan yang positif dan
bermanfaat.
Dari kegiatan pembuatan perencanaan aktivitas yang dilakukan pada Anak J selama tiga
kali kunjungan terhadap keluarga Bapak S khususnya Anak J, sudah mampu memahami
tujuan dilakukannya pembuatan aktivitas harian. Anak J juga sudah mampu
mendemonstrasikan cara pembuatan perencanaan aktivitas tersebut yang dituliskan ke
dalam kertas karton. Pembuatan perencanaan aktivitas ini diharapkan membantu Anak J
dalam menyusun kegiatan yang ingin dilakukan, namun Anak J masih belum rutin
menyusun kegiatan perencanaan yang ingin dilakukan . Hasil pengkajian dengan Anak J
bahwa hal ini dipengaruhi dengan kegiatan Anak J yang saat ini bekerja di tempat usaha
temannya. Mengatasi hal ini mahasiswa dan keluarga terus memotivasi dan
mengingatkan Anak J untuk menyusun rencana pendidikan yang ingin dilakukan.
Mahasiswa juga meminta keluarga agar menyediakan waktu berdiskusi dengan Anak J
terkait masalah pendidikannya.
Universitas Indonesia
Masalah putus sekolah pada anak juga dipengaruhi oleh bagaimana keluarga menjadi
model dalam hal pendidikan. Hal ini karena pendidikan di keluarga yang mencerahkan
dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting bagi
kesuksesan anak di masa – masa selanjutnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah
putus sekolah yang masih terjadi hingga saat ini diperlukan bimbingan dari orangtua
dalam membuat perencanaan aktivitas harian. Perencanaan aktivitas harian ini dilakukan
agar anak tidak melakukan hal-hal negatif dalam mengisi waktu luangnya.
Perencanaan aktivitas ini juga dilakukan kepada keluarga Bapak S khususnya dengan
Anak J yang mengalami putus sekolah. Perencanaan aktivitas ini disusun dalam sebuah
kertas karton. Anak J diharapkan dapat menyusun rencana yang ingin dilakukan terutama
untuk aktivitas harian. Perencanaan aktivitas harian yang sudah disusun ini diharapkan
menjadi panduan Anak J dalam melakukan aktivitas harian yang positif dan bermanfaat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor penarik terjadinya urbanisasi diantaranya adalah: Kehidupan kota yang lebih
modern dan mewah; Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap; Banyak lapangan
pekerjaan di kota; Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan
berkualitas; Lahan pertanian yang semakin sempit; Merasa tidak cocok dengan
budaya tempat asalnya; Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di
desa; Terbatasnya sarana dan prasarana di desa; Diusir dari desa asal; Memiliki
impian kuat menjadi orang kaya
Universitas Indonesia
kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pencemaran seperti
polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2 Remaja
Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada pada masa
atau usia antara anak-anak dan dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai
dengan sosial budaya setempat. WHO (2006) mendefinisikan remaja adalah mereka
dengan rentang usia 10-19 tahun. Berdasarkan program pelayanan, definisi remaja
yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai
19 tahun dan belum kawin. Menurut Santrock (2007) membagi masa remaja menjadi
masa remaja awal (10 – 14 tahun), masa remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa
remaja akhir (17-19 tahun). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-
anak ke masa dewasa, seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai
kanak-kanak namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa
(Wong, 2008). Remaja pada masa ini relatif belum mencapai tahap kematangan
mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan
sosial yang saling bertentangan. Banyak perubahan-perubahan dalam pertumbuhan
dan perkembangan yang dialami remaja, mencakup fisik, mental, emosi dan perilaku
sosial. Oleh karena itu, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah-masalah
psikologis dan fisiologis. Masalah tersebut yang akan berakibat pada masalah
kesehatan pada remaja.
Masalah-masalah yang terjadi pada remaja tidak dapat terlepas dari pengaruh
interaksi dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial terhadap berkembangnya
masalah-masalah remaja dan orang-orang yang berasal dari berbagai usia lainnya.
Menurut pendekatan biologis, masalah yang terjadi pada remaja dapat berkaitan
dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Sedangkan faktor – faktor psikologis
yang dianggap sebagai sebab timbulnya masalah remaja adalah gangguan berpikir,
gejolak emosional, proses belajar yang keliru, dan relasi yang bermasalah.
Selanjutnya faktor sosial yang melatarbelakangi timbulnya masalah pada remaja
yaitu berasal dari latar belakang budaya, sosial-ekonomi, latar belakang keluarga,
dan lingkungan (Santrock, 2007). Memahami remaja dan permasalahannya, kita
harus terlebih dahulu memahami karakteristik psikososial yang dialami oleh remaja.
Menurut Depkes RI (2001) dalam Sumiati (2009) dijelaskan bahwa perkembangan
Universitas Indonesia
Masa remaja awal merupakan masa transisi dari masa anak-anak yang biasanya
tidak menyenangkan, dimana dengan meningkatnya kesadaran diri (self
consciousness) terjadi juga perubahan secara fisik, psikis maupun sosial pada remaja
sehingga remaja mengalami perubahan emosi ke arah yang negatif menjadi mudah
marah, tersinggung bahkan agresif. Selain hal tersebut, remaja juga menjadi sulit
bertoleransi dan berkompromi dengan lingkungan sekitar sehingga cenderung
memberontak dan terjadi konflik. Remaja pada masa ini juga senang bereksperimen
dalam pakaian, gaya yang dianggap tidak ketinggalan zaman dan senang membentuk
kelompok sebaya yang sesuai dengan mereka. Rasa keterikatan dengan
kelompoknya ini sangat penting bagi remaja, sehingga cenderung mengikuti apa
yang dipakai oleh kelompoknya karena keinginan untuk tampak sama dan dianggap
dalam kelompok pergaulan. Konsumsi obat (narkoba) juga dapat berkaitan dengan
alasan sosial, yang membantu remaja merasa lebih nyaman dan menikmati
kebersamaan dengan orang lain (Ksir, Hart, & Ray dalam Santrock, 2007).
Remaja pertengahan terjadi pada usia 15-16 tahun, pada tahap ini biasanya remaja
lebih mudah untuk diajak bekerjasama karena mampu berkompromi, tenang, sabar,
lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain. Saat ini remaja lebih belajar
untuk berfikir independen dan menolak campur tangan orang lain termasuk orang
tua. Remaja juga mulai terfokus pada diri sendiri, mudah bersosialisasi, tidak lagi
pemalu dan mulai membutuhkan lebih banyak teman bersifat solidaritas bahkan
mulai membina hubungan dengan lawan jenis sehingga lebih memilih untuk
menghabiskan waktu dengan teman-teman dibandingkan keluarga.
Remaja mulai memiliki minat yang besar dalam seni, olah raga, organisasi, dan
sebagainya seiring dengan berkembangnya intelektualitas mereka. Remaja pada
masa ini mampu berfikir abstrak, berhipotesa dan peduli untuk mendiskusikan atau
berdebat terhadap permasalahannya sehingga remaja sering bereksperimen untuk
Universitas Indonesia
mendapatkan citra diri yang dirasakan nyaman bagi mereka walaupun berisiko.
Beberapa remaja menyalahgunakan narkoba karena tertarik dengan keterangan yang
diberikan oleh media mengenai sensasi yang dihasilkan, mereka bertanya-tanya
seandainya obat yang dideskripsikan dapat memberikan pengalaman yang sangat
unik (Santrock, 2007).
Remaja pada masa ini lebih berkembang dalam intelektualitasnya sehingga mulai
menggeluti masalah sosial, politik, agama. Remaja yang tumbuh dengan baik dan
tanpa masalah akan mulai belajar mandiri baik secara finansial maupun emosional
dengan lebih baik mengatasi stress sehingga pada tahap ini remaja ingin diakui
sudah menjadi seseorang yang dewasa dan dapat menentukan keputusan hidupnya
sendiri. Remaja juga mulai memberikan banyak peraturan karena mereka sudah
ingin dianggap dewasa. menjalin hubungan yang serius dengan teman-temannya,
khususnya lawan jenis sehingga semakin sulit untuk diajak dalam acara keluarga.
Keluarga diharapkan terus memantau perkembangan remaja di tahap ini tanpa
Wong (2008) mengatakan pada saat remaja terjadi beberapa perkembangan, dimana
perkembangan tersebut meliputi perkembangan biologis atau fisik, perkembangan
psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan moral, perkembangan spiritual,
dan perkembangan sosial.
Wong (2008) menjelaskan perkembangan biologis yang terjadi pada remaja terdiri
dari perubahan hormonal saat pubertas, kematangan seksual, prtumbuhan fisik dan
perubahan fisiologis. Perubahan hormonal secara kualitatif dan kuantitatif
mengakibatkan pertumbuhan yang cepat dari berat dan panjang badan, perubahan
dalam komposisi tubuh dan jaringan tubuh serta timbulnya ciri-ciri seks primer dan
sekunder yang menghasilkan perkembangan dari seorang anak laki-laki dan
perempuan menjadi seorang pria danwanita dewasa. Kematangan seksual pada
remaja dicapai secara berurutan. Kematangan seksual pada anak perempuan dapat
dilihat dari tumbuhnya payudara, pertumbuhan rambut pubis, serta munculnya
menstruasi. Sedangkan kematangan seksual pada anak laki-laki dapat dilihat dari
Universitas Indonesia
pembesaran pada alat reproduksi (penis dan testis), pertumbuhan rambut pubis,
sampai ejakulasi pertama terjadi.
Akibat langsung perkembangan fisik dan hormonal adalah perubahan dalam aspek
emosionalitas. Selain menyebabkan perubahan pada seksual, perubahan hormonal
juga menimbulkan dorongan-dorongan serta perasaan-perasaan baru dalam diri
remaja. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-
hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasan secara kognitif untuk
mengolah perubahan baru tersebut sering membawa remaja dalam fluktuasi emosi
tertentu, sehingga dapat dikatakan tingkat kematangan emosi remaja masih belum
stabil. Perubahan ini akan dikontrol oleh perubahan kognitif.
Universitas Indonesia
apa yang dilakukan oleh teman-teman mereka. Remaja yang tidak dapat
menyesuaikan diri akan terlibat konflik inti dan menyebabkan terjadinya kebingungan
peran. Tidak hanya identitas individu ang berupa kesadaran akan perubahan tubuh dan
penilaian oranglain terhadap dirinya serta identitas kelompok yang berupa
penyesuaian remaja terhadap nilai dan konsep yang dianut kelompok menjadi fokus
remaja, tetapi juga identitas peran seksual seperti hubungan heteroseksual dengan
teman sebayanya serta emosionalitas remaja yang masih terombang-ambing dan tidak
stabil merupakan hal yang juga diperhatikan oleh remaja dalam pengembangan
identitas dirinya.
Setiap individu memiliki tugas perkembangan yang muncul selama periode tertentu
dalam hidup. Tugas perkembangan dilihat dari bagaimana seorang individu bekerja
dengan caranya dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya
dengan memecahkan berbagai macam permasalahan yang ditemui setiap tahapnya
(Agustiani, 2006). Remaja memiliki tugas perkembangan yang harus diselesaikan
selama masa remaja. Tugas-tugas dimaksud terkait dengan perkembangan remaja dan
tuntutan remaja dan tuntutan masyarakat selama masa remaja. Berdasarkan hal tersebut,
Havighurst (1953 dalam Dariyo, 2004), membagi lima tugas perkembangan remaja
yaitu penyesuaian diri secara psikofisiologis, belajar bersosialisasi, memperoleh
kemandirian secara emosional dan psikologis dari orangtua dan orang dewasa lain,
menjadi warga yang beranggung jawab, memperoleh kemandirian dan kepastian secara
ekonomis.
2.3 Keluarga
Universitas Indonesia
batasan seperti norma dan nilai yang dianut dalam keluarga, serta tempat dimana
individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya, tempat pendidikan
utama bagi individu, untuk belajar dan mengembangkan nilai, sikap, keyakinan dan
perilaku yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan anggota keluarga
(Hamid, 2003). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga
merupakan pengaruh penting bagi pembentukan perilaku remaja, keluarga merupakan
tempat belajar untuk anak. Hal-hal tersebut membuat keluarga mempunyai tanggung
jawab atau tugas mengenai pembinaan perilaku remaja.
2.3.2 Tugas perkembangan keluarga dengan remaja
2.3.2.1 Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
semakin mandiri
Orangtua harus mengubah bentuk hubungannya dengan remaja, dari suatu hubungan
yang dependen kearah hubungan yang semakin mandiri, dimana orangtua harus
mengubah sistem yang ada pada keluarga dengan mengubah norma-norma serta tugas
baru untu kehidupan remaja, dan membebaskan remaja agar semakin mandiri dan
bertanggung jawab.
Terdapat gap atau kesenjangan antara umur remaja dengan orangtua yang dapat
menyebabkan perbedaan pola piker serta nilai-nilai yang dianut remaja dan orangtua,
serta dapat menimbulkan konflik antara orangtua denga remaja. Komunikasi yang
terbuka antar orangtua dan remaja merupakan suatu hal yang penting untuk
menghindari konflik tersebut.
Universitas Indonesia
Menurut (Friedman, Bowden dan Jones, 2003) menyebutkan bahwa fungsi keluarga
antara lain:
1) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga dalam mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga untuk perkembangan individu dan psikososial
anggota keluarga.
2) ungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan anak untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain.
3) Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
4) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan dapat mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan
penghasilan.
5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3.6.4 Implementasi
Implementasi merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan
rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Implementasi ini dapat terdiri dari
tindakan keperawatan, observasi keperawatan, dan pendidikan kesehatan. Contohnya
seperti rencana keperawatan yang telah dibuat adalah berencana untuk mengedukasi
tentang dampak putus sekolah, kemudian hal tersebut dilakukan setelah itu dievaluasi
terkait edukasi yang telah diberikan
2.3.6.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi berguna untuk
mengetahui apakah tindakan yang telah dilakukan oleh perawat tercapai atau tidak.
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap
dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak. Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 bahwa anak
terlantar yakni anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan
fisik, mental, spiritual maupun sosial. Menurut Departemen Pendidikan di Amerika
Serikat (MC Millen Kaufman, Whitener, 2000) mendefinisikan bahwa anak putus
sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum
waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya.
Universitas Indonesia
Penyebab anak putus sekolah adalah dari faktor geografis, sosial budaya, dan ekonomi.
Faktor sosial budaya antara lain motivasi rendah, menjaga adik, malu, tidak naik kelas,
nikah muda. Faktor geografis antara lain daerah perbukitan dan jarak sekolah yang jauh
dari rumah. Faktor ekonomi antara lain tidak ada biaya, bekerja, membantu orangtua.
Selain itu, penyebab anak putus sekolah digolongkan dalam dua kategori (Sondang,
2004) yaitu:
1. Faktor internal
a. Tidak ada motivasi diri
“Motivasi adalah daya dorong yang mengakibatkan seorang mau dan rela untuk
mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga,
dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya.
b. Malas untuk pergi sekolah karena minder
Sifat malas ini muncul karena perasaan minder yang dialami oleh si anak.
Minder tidak bisa menyesuaikan dengan kemampuan siswa yang lain dan
minder karena ejekan
c. Tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya
Pada saat anak bersekolah akan selalu berinteraksi dengan siswa lain, menjalin
komunikasi, berteman, bercanda bersama.
2. Faktor eksternal
a. Keadaan ekonomi keluarga
Ekonomi keluarga yang kurang mendukung cenderung timbul berbagai masalah
yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga anak sering dilibatkan
bekerja untuk membantu ekonomi keluarga.
b. Hubungan orangtua kurang harmonis
Hubungan keluarga tidak harmonis berupa perceraian orangtua, hubungan antar
keluarga tidak saling peduli, keadaan ini merupakan dasar anak mengalami
permasalahan yang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga
mengakibatkan anak mengalami putus sekolah
c. Perhatian orangtua yang kurang peduli pada anak
Kurangnya perhatian orangtua cenderung akan menimbulkan berbagai masalah.
Makin besar anak perhatian orangtua makin diperlukan, dengan cara dan variasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN KASUS
3.1 Pengkajian
Keluarga Bpk. S merupakan tipe keluarga extended family dimana dalam satu rumah bapak S
terdiri dari Bpk S (51 tahun) sebagai kepala keluarga, Ibu L (49 tahun) sebagai istri, Tn. A (24
tahun) sebagai anak, An. J (14 tahun) sebagi anak, dan satu orang cucunya yaitu An. A (5
tahun). Anak J merupakan kelolaan utama mahasiswa untuk dilakukan asuhan keperawatan
keluarga dengan anak remaja. Masalah yang terjadi pada keluarga Bapak S khususnnya
dengan Anak J yaitu putus sekolah. Keluarga mengatakan Anak J mengalami putus sekolah
dikarenakan masalah biaya. Keluarga mengatakan Anak J sering melakukan penundaan
pembayaran uang sekolah sehingga hal tersebut menyebabkan Anak J malu dan memutuskan
untuk putus sekolah.
Pengkajian yang dilakukan dengan keluarga Bapak S, didapatkan data bahwa saat ini hanya
Bapak S yang bekerja yaitu sebagai supir pribadi. Ibu L saat ini sudah tidak bekerja karena
kondisi kaki kirinya yang pincang. Ibu L hanya melakukan pekerjaan rumah tangga saja. Ibu
L mengatakan penghasilan Bapak S tidak seberapa namaun cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Ibu L mengatakan sedih karena anak-anaknya tidak ada yang lulus
hingga sampai SMA. Anak pertamanya hanya sampai kelas 2 SMA karena tidak mau
melanjutkan sekolah lagi. I
bu L mengatakan Anak J yang merupakan anak paling bungsu diharapkan dapat memiliki
pendidikan yang bagus sehingga nantinya dapat memiliki pekerjaan bagus dan dapat
membantu kebutuhan hidup keluarga mereka. Ibu L mengatakan akan meminta bantuan biaya
dari keluarga jika Anak J masih ingin bersekolah. Ibu L mengatakan masalah putus sekolah
yang terjadi pada Anak J merupakan stressor jangka pendek yang dialami oleh keluarga. Ibu
L mengatakan setiap masalah yang terjadi di dalam keluarga yaitu dengan membicarakan
masalah yang dihadapi dan saling mengerti.
Ibu L mengatakan dirinya mencoba lebih bersabar dan berusaha untuk memotivasi Anak J
agar mau bersekolah lagi. Ibu L mengatakan akan menyempatkan waktu untuk
berkomunikasi dengan Anak J untuk membicarakan kelanjutan sekolahnya. Ibu L
mengatakan tidak pernah memaksakan kehendak Anak J. Ibu L mengatakan selalu
Universitas Indonesia
mengarahkan Anak J untuk melakukan hal-hal yang positif meskipun saat ini tidak
bersekolah lagi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Anak J diperoleh data bahwa Anak J masih ingin
melanjutkan sekolah lagi, namun kadang-kadang Anak J merasa malu karena pertambahan
usia dan juga postur tubuhnya yang cukup tinggi. Anak J mengatakan malu kalau nantinya
ada teman yang mengolok-olok karena harus mengulang kembali ke kelas 1 SMP. Anak J
mengatakan keinginan sekolahnya juga terhalang karena kegiatan yang dilakukan saat ini
yaitu bekerja dengan temannya dengan membuka usaha nasi goreng. Anak J mengatakan
lebih baik bekerja langsung menghasilkan uang. Anak J juga mengatakan akan giat bekerja
untuk melancarkan usaha nasi goreng dengan temannya. Hasil perbincangan dengan Anak J
bahwa Anak J masih tampak bingung untuk memutuskan melanjutkan sekolah lagi.
TUK 1 :
Keluarga bapak S khususnya Anak J diharapkan mampu mengenal peran remaja dan
perubahan yang terjadi pada remaja dengan menyebutkan pengertian remaja masa
peralihan dari tahapan anak-anak menuju dewasa. Perubahan fisik yang terjadi
khususnya pada laki-laki yaitu Otot dada, dagu melebar dan jakun, Perubahan suara,
Universitas Indonesia
TUK 2:
TUK 3:
TUK 4:
Universitas Indonesia
TUK 5:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada keluarga Bapak S, perilaku berisiko tidak
terjadi. Setelah dilakukan pertemuan sebanyak 12 kali kunjungan, perilaku berisiko
khususnya merokok tidak terjadi pada Anak J serta keluarga dan Anak J diharapkan
mampu meningkatkan pengetahuan tentang rokok serta mampu melakukan pecegahan
dengan modifikasi lingkungan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Rencana
implementasi yaitu melakukan TUK 1-3 tentang merokok, serta TUK 4-5. Selama
intervensi 2x50 menit, keluarga bapak S dan Anak J mampu:
TUK 1:
TUK 2:
Universitas Indonesia
TUK 3:
TUK 4:
TUK 5:
3.3.3 Kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi pada
anak J Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada keluarga bapak S, pengetahuan
keluarga khususnya anak J tentang kesehatan reproduksi meningkat. Tujuan dari
intervensi tersebut diharapkan setelah dilakukan pertemuan sebanyak 12 kali
kunjungan, keluarga bapak S terutama anak J diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi. Rencana implementasi yang akan
dilakukan yaitu TUK 1-3 tentang kesehatan reproduksi serta TUK 4-5. Selain itu
selama diberikan intervensi 2 x 50 menit, keluarga mampu:
Universitas Indonesia
TUK 1 :
TUK 2 :
TUK 3 :
Keluarga bapak S terutama anak J mampu merawat anggota keluarga dengan masalah
kesehatan reproduksi dengan menjelaskan cara merawat organ reproduksi yaitu 1)
Membersihkan daerah kelamin sebelum dan sesudah BAK atau BAB, 2) Memilih
pakaian dalam (celana dalam) yang terbuat dari bahan alami (katun);
Mendemontrasikan cara merawat organ reproduksi
Universitas Indonesia
TUK 4 :
TUK 5:
Beberapa implementasi yang sudah dilakukan pada keluarga Bapak S khususnya nak J,
yang menjadi intervensi inovasi yang dilakukan pada Anak J dengan masalah putus
sekolah yaitu demonstrasi dalam membuat perencanaan aktivitas harian. Sutomo (2010)
menyebutkan perencanaan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan
selama waktu tertentu (sesuai dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggaraan
kegiatan menjadi lebih afektif dan efisien. Untuk itu perencanaan aktivitas ini sebagai
suatu cara untuk mengantisipasi anak dalam melakukan kegiatan-kegiatan negatif.
Melalui pembuatan jadwal aktivitas harian ini anak dapat melakukan kegiatan-kegiatan
positif dalam mengisi waktu luangnya.
Universitas Indonesia
Selama dilakukan 3 kali kunjungan keluarga dan mengevaluasi kegiatan yang dilakukan
kepada keluarga Bapak S khususnya anak J terkait pembuatan perencanaan aktivitas
harian pada anak J yaitu anak J sudah mampu menyusun serta memilih hal-hal yang
positif untuk dikerjakan. Anak J dan keluarga juga sudah memahami materi terkait
tumbuh kembang remaja serta mampu mendemonstrasikan pembuatan perencanaan
aktivitas harian. Pada tanggal 22 Mei 2013 jam 13.00 WIB, pertemuan ke enam, perawat
memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga Bp. S tentang umbuh kembang
remaja.
Membantu keluarga Bp. S untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah yang
terjadi pada anak remaja yaitu dengan anak J terkait masalah putus sekolah.
Implementasi yang dilakukan antara lain 1) Mendiskusikan bersama keluarga apa yang
diketahui keluarga mengenai akibat masalah putus sekolah dalam keluarga khususnya
pada anak J bila tidak diatasi; 2) Mendiskusikan bersama keluarga apa yang diketahui
keluarga mengenai penanganan untuk masalah yang terjadi pada anak J; 3) Memberikan
pujian kepada keluarga tentang pemahaman keluarga yang benar; 4) Memberikan
informasi kepada keluarga mengenai masalah putus sekolah bila tidak diatasi,
penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah putus sekolah yang terjadi
pada anak J dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet; 6) Memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk bertanya tentang materi yang disampaikan; 7)
Memberikan penjelasan ulang terhadap materi yang belum dimengerti; 8) Memotivasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keluarga terlihat antusias dalam mendengarkan materi tentang tumbuh kembang remaja
serta materi perencanaan aktivitas.
Implementasi yang dilakukan antara lain 1) Mendiskusikan bersama keluarga apa yang
diketahui keluarga mengenai faktor-faktor dalam diri remaja untuk mendukung anak
melakukan perencanaan aktivitas harian; 2) Mendiskusikan bersama keluarga apa yang
diketahui keluarga mengenai faktor-faktor lingkungan untuk mendukung anak
termotivasi menyusun rencana aktivitas harian 3) Memberikan pujian kepada keluarga
tentang pemahaman keluarga yang benar; 4) Memberikan informasi kepada keluarga
mengenai faktor-faktor dalam diri remaja, dan lingkungan untuk mendukung anak
melakukan rencana aktivitas harian; 5) Memotivasi keluarga untuk mendukung anak
melakukan kegiatan perencanaan aktivitas harian; 6) Memberikan kesempatan kepada
keluarga untuk bertanya tentang materi yang disampaikan; 7) Memberikan penjelasan
ulang terhadap materi yang belum dimengerti; 8) Memotivasi keluarga untuk mengulang
materi yang telah dijelaskan; 9) Memberikan reinforcement positif atas usaha keluarga.
Universitas Indonesia
Evaluasi untuk TUK 4 dan 5 yaitu keluarga mengatakan faktor-faktor dalam diri remaja
untuk mendukung dalam pembuatan rencana pendidikan yaitu mendiskusikan hal yang
disenangi atau cita-cita yang ingin dicapai anak; keluarga mengatakan faktor-faktor
lingkungan untuk mendukung anak membuat perencanaan pendidikan yaitu di ruangan
yang kondusif, tenang, dan privacy remaja terjaga; keluarga mengatakan fasilitas yang
dapat dikunjungi, yaitu: Puskesmas (Program Kesehatan Peduli Remaja), rumah sakit,
klinik dokter, psikolog; keluarga mengatakan akan mengunjungi pelayanan kesehatan
untuk konsultasi masalah komunikasi remaja.
Keluarga tampak memahami materi yang disampaikan terlihat dari kemampuan keluarga
dalam menjawab pertanyaan dengan baik dan fokus mendengarkan selama penyampaian
materi berlangsung. Keluarga terlihat antusias dalam mendengarkan materi tentangan
komunikasi efektif, khususnya mengenai modifikasi lingkungan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan untuk memfasilitasi komunikasi efektif dalam keluarga antara orang
tua dan remaja. TUK 4 dan 5 tercapai ditandai dengan keluarga telah mampu
memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk memfasilitasi
anak melakukan pembuatan perencanaan aktivitas harian pada ank putus sekolah.
Rencana untuk pertemuan selanjutnya adalah evaluasi TUK 1 – 5
Ibu. L juga mengatakan dengan adanya pembuatan aktivitas harian pada anak J,
meningkatkan kemampuan anak menyusun kegiatan-kegiatan yang positif dan
bermanfaat. Melalui pembuatan aktivitas harian ini juga membantu anak agar tidak
memilih kegiatan yang negatif yang berdampak buruk bagi dirinya. Ibu L mengatakan
akan tetap memotivasi anak J menyusun aktivitas harian ini serta tetap memotivasi anak
untuk sekolah lagi.
Universitas Indonesia
Ibu L mengatakan anak J antusias untuk mengikuti sekolah bola sehingga mahasiswa
menganjurkan kepada keluarga agar orangtua mendukung anak J untuk setiap hal yang
ingin dilakukan selama kegiatan itu bermanfaat untuk anak. Dukungan yang diberikan
keluarga membatu anak J lebih termotivasi lagi melakukan kegiatan ataupun hal-hal yang
positif dan bermanfaat bagi dirinya.
Mahasiswa juga menganjurkan kepada orangtua untuk menjelaskan bahwa cita-cita anak
J ikut sekolah bola akan lebih mudah jika anak melanjutkan sekolah lagi dengan aktif
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Ibu L mengatakan terkadang bingung dengan anak J
karena anak J sangat mudah untuk mengubah pikiran. Ibu L mengatakan tetap
mengusahakan dan memotivasi anak J agar ikut melanjutkan sekolah lagi.
Dari hasil pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi yang dilakukan selama
sepuluh minggu, keluarga dapat bekerjasama dengan mahasiswa dalam mengatasi
masalah kesehatan yang ditemukan. Selama melakukan pembinaan dan kunjungan rutin
di keluarga, mahasiswa banyak memperoleh informasi dari keluarga mengenai masalah
kesehatan yang dialami keluarga. Selama tujuh minggu mahasiswa melakukan
pembinaan dan kunjungan rutin ke keluarga dan menemukan dua masalah kesehatan dan
dapat disimpulkan bahwa keluarga termasuk dalam “Keluarga mandiri tingkat IV”
dengan alasan: 1) Keluarga menerima petugas perawatan kesehatan masyarakat; 2)
Keluarga mengungkapkan masalah kesehatan yang dialami secara benar; 3) Keluarga
menerima pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan; 4)
Keluarga melakukan tindakan pencegahan; 5) Keluarga melakukan promosi kesehatan
secara aktif.
Universitas Indonesia
Kelurahan Cisalak Pasar berada di pinggir jalan raya bogor. Kelurahan ini
memiliki 8 RW yang tiap RW memiliki paling sedikit 4 RT. Kelurahan ini
mencakup pasar Cisalak sampai dengan auri. Kelurahan ini memiliki
Puskesmas rujukan yaitu pada Puskesmas Cimanggis. Cisalak Pasar
merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimanggis,
Depok. Luas wilayah Cisalak Pasar adalah 1,71 km2. Jumlah penduduk
kelurahan Cisalak Pasar adalah 17869 jiwa (BPS Depok, 2012). RW 02
Kelurahan Cisalak Pasar mempunyai remaja yang berjumlah 364 orang. Hasil
observasi yang dilakukan penulis dan kelompok didapatkan data bahwa
terdapat tempat yang sering dijadikan nongkrong para remaja di malam hari.
Kehamilan Tidak Diinginkan juga sering terjadi di RW ini dimana ada 10
kasus KTD dalam satu tahun. Delapan belas remaja di RW 2 diambil untuk
dibina. Data yang diperoleh bahwa dari 7 orang remaja lelaki yang diambil 6
diantaranya pernah mencoba untuk merokok. Sedangkan 50% dari 18 remaja
Asuhan keperawatan ..., Ervinawati Malau, FIK UI, 2013
36
4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep
kasus terkait
Hasil pengkajian didapatkan pada keluarga Bapak S khususnya pada anak
remajanya yaitu Anak J yaitu masalah putus sekolah. Data badan penelitian
dan pengembangan (Balitbang, 2001) Departemen Pendidikan Nasional
menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah di Indonesia terus meningkat
setiap tahunnya. Anak yang putus tahun 2006 jumlahnya 899.786 anak.
Setahun kemudian bertambah sekitar 20% menjadi 899.986 anak. Jumlah anak
yang bersekolah yaitu 55,318,077 anak. Data tersebut menunjukkan bahwa
masih tinggi jumlah anak di indonesia yang putus sekolah.
Masalah ekonomi dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan ini
juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah pada anak
(Sulistyowati, 2003). Kota Depok sendiri diperoleh data bahwa lebih dari
8000 anak yang tidak bersekolah karena ketiadaan biaya (BPS Depok, 2012).
Berdasarkan penelitian Lusiana (2010) yang berjudul “Faktor-faktor sosial
ekonomi yang berpengaruh terhadap motivasi anak” menyatakan bahwa anak
tidak mengeluarkan upaya dan daya untuk bersekolah. Hal ini disebabkan
karena pola pikir anak dengan status sosial ekonomi rendah menganggap
bahwa pendidikan tidak berpengaruh untuk masa depan mereka. Sesuai
dengan teori yang dikemukan oleh Anggraini (2000) menyatakan bahwa
pendidikan dan pekerjaan orangtua menjadi pengaruh antusias anak terhadap
pendidikan.
Universitas Indonesia
anak yang soleh dan kreatif. Hal ini sebagai modal penting bagi kesuksesan
anak di masa-masa selanjutnya. Menurut Latief (2009) menyatakan bahwa
pendidikan anak merupakan salah satu bagian dari tujuan mencerdaskan
bangsa. Melalui pendidikan ini, anak-anak diasah melalui seperangkat
pengetahuan untuk memiliki kesadaran dan kemauan yang positif dalam
menemukan tujuan untuk dirinya di masa yang akan datang.
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Pengetahuan seorang remaja tentang pentingnya pendidikan menjadi motivasi
anak untuk menyelesaikan sekolahnya. Pendidikan itu dimulai dari keluarga.
Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang tua untuk membentuk
karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan yang
paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih
dalam kandungan. Hal ini karena pendidikan di keluarga yang mencerahkan
dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal
penting bagi kesuksesan anak di masa-masa selanjutnya (Syarifuddin, 2004).
Universitas Indonesia
4.4.2 Kader
Pembentukan kader sebaya melalui kerjasama dengan puskesmas
khususnya program PKPR untuk membentuk kader sebaya di
wilayahnya. Kader sebaya yang sudah dibentuk menjadi media informasi
tentang kesehatan bagi remaja yang tinggal di wilayah tersebut. Melalui
kader sebaya ini juga dapat membentuk PKBM (Program Kegiatan
Belajar Mengajar) khususnya bagi anak yang putus sekolah. PKBM ini
dibentuk agar remaja yang putus sekolah bisa memperoleh pendidikan
yang dapat dimanfatkan sebagai bekal masa depan anak.
4.4.3 Anak J
Memotivasi anak J untuk melakukan pembuatan perencanaan aktivitas
harian dalam mengisi kegiatan waktu luangnya. Perencanaan aktivitas
ini akan membantu anak dalam memilih kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat dan positif untuk dilakukan anak J selama anak J masih
putus sekolah. Perencanaan pembuatan aktivitas harian ini juga
mengantisipasi anak melakukan kegiatan yang negatif ayang nantinya
dapat berdampak buruk bagi anak J.
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki karakteristik
yang berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya, hal ini karena pada
tahap ini seseorang mengalami peralihan dari masa anak-anak ke dewasa (Wong, 2008).
Pada masa remaja, mereka juga harus menghadapi realitas tantangan kehidupan dan
permasalahan seperti kemiskinan, eksploitasi, pelecehan, pengangguran, kenakalan
remaja, penyalahgunaan zat (NAPZA), HIV-AIDS, dan akses terbatas terhadap
pendidikan.
Masalah putus sekolah yang terjadi pada keluarga Bapak S khususnya pada Anak J juga
dikarenakan faktor biaya. Keluarga mengatakan Anak J sering menunda pembayaran
uang sekolah sehingga anak malu dan memutuskan untuk putus sekolah. Saat ini belum
ada penanganan yang dilakukan keluarga terkait masalah putus sekolah yang dialami
oleh Anak J. Hal ini menyebabkan anak hanya menghabiskan waktu dengan berkumpul
dengan temannya, nonton bola bersama hingga sampai pagi.
Mengatasi masalah putus sekolah yang terjadi pada keluarga Bapak S khususnya pada
Anak J maka diperlukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk mengatasi masalah putus
sekolah pada Anak J. Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi putus
sekolah ini adalah dengan mengenali pentingnya pendidikan itu sendiri dan manfaat
kedepannya untu Anak J itu sendiri, kemudian mengajarkan Anak J membuat suatu
perencanaan aktivitas harian dalam mengisi waktu luang selama anak J putus sekolah.
Perencanaan aktivitas harian ini di demonstrasikan ke dalam kertas karton terkait hal-hal
ataupun kegiatan yang dilakukan oleh anak J. Hasil yang didapatkan bahwa Anak J
Universitas Indonesia
mampu menyusun aktivitas harian yang akan dikerjakan, namun yang menjadi kendala
yaitu anak J masih belum rutin menjalankan setiap aktivitas harian yang disusun karena
anak J ikut bekerja dengan temannya.
5.2 Saran
5.2.1.1 Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sumber informasi bagi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan remaja
khususnya yang mengalami putus sekolah.
5.2.1.2 Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi petunjuk dasar untuk menyusun
promosi kesehatan dan proteksi kesehatan bagi masyarakat agar angka putus
sekolah di Indonesia semakin menurun.
Universitas Indonesia
WHO. (2006). Buku saku: Perkembangan remaja. Alih bahasa tim adaptasi
Indonesia. Jakarta: WHO 2008
1 Pengkajian Keluarga
1.1 Data Umum
1. Namakeluarga (KK) : BpkS
2. Usia : 51 tahun
3. Agama : Islam
4. Pendidikan : SD
5. Pekerjaan : Supir
6. Suku/ bangsa : Betawi
7. Alamat : RT 5 RW 2, KelurahanCisalak Pasar
8. Komposisikeluarga
No Nama JenisKelamin Hubungandenga TTL/Umur Pendidikan
n KK
1. Ibu L Perempuan Isteri 49 tahun SD
2. Tn. A Laki-laki Anak 24tahun SMP
3. An. J Laki-laki Anak 14 tahun SD
4. An. R Laki-laki Cucu 5 tahun -
Genogram
Hipertensi
7. Tipe keluarga:
Keluarga Bpk. S merupakan tipe keluarga extended family dimana dalam satu rumah
bapak Sterdiri dari Bpk S (51 tahun) sebagai kepala keluarga, Ibu L (49 tahun)
sebagai istri, 2 orang anaknya yaitu Tn. A (24 tahun), An. J (14 tahun), dan 1 orang
cucunya yaitu An. R (5 tahun) .
Dapur
Kamar
mandi Keterangan:
Lemari
R. Tamu
Kmr tidur
Teras depan
D. Struktur Keluarga
21. Pola komunikasi keluarga
Pola komunikasi yang dimiliki keluarga Bpk S adalah komunikasi terbuka. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan kadang-kadang menggunakan bahasa
E. Fungsi Keluarga
25. Fungsi afektif
Ibu L mengatakan bahwa sebenarnya keluarganya saling menyayangi satu sama lain.
Hanya saja, karena berbeda cara dan pendekatan, anak-anak keluarga Bpk S kurang
dekat dengan Bpk. S Bukti bahwa anggota keluarga saling menyayangi adalah saling
memperhatikan dan kepedulian terhadap keadaan masing-masing. Ibu L mengatakan
terkadang ketidaksesuaian antara anak-anaknya muncul tetapi Ibu L mengatakan hal
tersebut wajar terjadi antara saudara apalagi karena perbedaan usia yang cukup jauh.
Ibu mengatakan sehat, tidak ada keluhan kesehatan. Tetapi kadang-kadang pusing
kepala sebelah atau migren jika ada suatu masalah jika ibu L kurang tidur. Jika
migren, IbuL akan segera tidur. Apabila bangun dan masih merasakan pusing kepala,
IbuL akan membeli obat warung. Sewaktu kecil IbuL pernah jatuh sehingga
mengakibatkan kaki Ibu L sebelah kiri tampak lebih kecil dari sebelah kanan. Hal ini
mengakibatkan ibu berjalan sedikit pincang. Ibu L mengatakan kondisinya yang
seperti ini yang membuat dirinya tidak bekerja lagi, namun untuk mengerjakan tugas
ibu rumah tangga sehari-hari tidak menggangu. IbuL makan sehari 2-3 kali dengan
porsi sedang. BB 42 kg, TB 146 cm. IbuL jarang makan makanan pedas ataupun
asam. IbuL mengatakan juga jarang minum air putih, seringnya minum teh manis
terutama pagi hari. IbuL jarang ngemil makanan. Sehari-hari IbuL tidur dari jam
22.00-06.00 WIB. IbuL sangat jarang melakukan olahraga karena kondisi kakinya.
BAB dan BAK Ibu N lancar.BAB setiaphari, sedangkan BAK lebihdari3 x sehari.
AnJ mengatakan sehat, tidak ada keluhan kesehatan. Tidak ada riwayat kesehatan
untuk An J. Biasanya hanya sedikit pusing saja jika kurang tidur dan juga karena
kebiasaan tidur pagi hari. AnJ makan sehari 2-3 kali dengan porsi sedang. AnJ jarang
makan makanan pedas ataupun asam karena tidak terlalu menyukainya. BB 51 kg, TB
158 cm.AnJ jarang minum air putih karena lebih banyak menghabiskan waktu di luar
dengan temannya. Apabila sakit, misalnya sakit kepala karena begadang maka An
Jakansegeratidur. An J mengatakan jika cukup tidur sakit kepala langsung sembuh.
BAB dan BAK AnJ lancar. BAB setiap hari, sedangkan BAK lebih dari3 x sehari.
Data Diagnosa
DS:
- Anak J mengatakan saat ini sudah tidak sekolah lagi Ketidakefektifan koping
- Anak J mengatakan putus sekolah di pertengahan
semester kelas 1 SMP
- Anak J mengatakan masih ingin sekolah lagi namun malu
karena usia dan postur tubuh
- Anak J mengatakan belum ada persiapan atau
perencanaan untuk sekolah lagi
- Anak J mengatakan saat ini kegiatan yang dilakukan yaitu
nongkrong dengan teman-teman, namun kadang-kadang
diajak teman kerja di bengkel
- Anak J mengatakan suka pulang pagi jika nongkrong
dengan teman-temannya
- Anak J mengatakan masih ingin sekolah namun masih
bimbang karena saat ini sudah senang ikutan bekerja
dengan temannya
DO:
- Anak J tampak belum terbuka terkait alasan putus sekolah
- Anak berusia 14 tahun (12-15) remaja awal
- Klien belum pernah mendapatkan informasi tentang
tumbuh kembang remaja
- Klien masih tampak ragu untuk memutuskan sekolah lagi
atau memilih untuk bekerja saja
- Defisiensi pengetahuan tentang tumbuh kembang remaja
dan tanggung jawab sebagai remaja
DO:
- Anak J tampak tidak bersemangat selama pengkajian
- Anak J lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah
nongkrong dengan teman-temannya
DO:
- Anak J belum memahami secara keseluruhan mengenai
kesehatan reproduksi khususnya pada anak laki-laki
b. Prioritas Masalah
1. Ketidakefektifan koping individu
2. Kesiapan meningkatkan pengetahuan pada anak J tentang kesehatan
reproduksi.
3. Perilaku cenderung berisiko pada keluarga Bapak S khususnya pada
anak J.
2. Setelah 1 x 15 menit
pertemuan, keluarga
mampu mengambil
keputusan yang tepat
untuk mengasuh anak
remaja, dengan
mampu:
2.1 Menyebutkan Respon Keluarga mampu 2.1.1 Diskusikan bersama
permasalahan verbal menyebutkan minimal 2 keluarga apa yang
akibat perubahan dari 4 permasalahan diketahui keluarga
fisik pada remaja. akibat perubahan fisik tentang akibat
pada remaja, yaitu: perubahan fisik pada
1. Jerawat remaja.
2. Kegemukan 2.1.2 Berikan pujian kepada
3. Anemia keluarga tentang
4. Infeksi karena pemahaman yang
kekebalan tubuh benar.
mulai menurun 2.1.3 Berikan informasi
kepada keluarga
mengenai akibat
perubahan fisik pada
remaja dengan
menggunakan media
lembar balik dan leaflet.
2.1.4 Berikan kesempatan
kepada keluarga untuk
bertanya tentang materi
yang disampaikan.
2.1.5 Berikan penjelasan
ulang terhadap materi
3. Setelah 1 x 15 menit
pertemuan, keluarga
mampu mengasuh anak
remaja, dengan
mampu:
3.1 Menyebutkan Respon Keluarga mampu 3.1.1 Dorong keluarga untuk
sikap orang tua verbal menyebutkan minimal 3 menceritakan sikap
dalam mengasuh dari 4 sikap orang tua orang tua dalam
anak remaja. dalam mengasuh anak mengasuh anak remaja.
remaja, yaitu: 3.1.2 Informasikan kepada
1. Mengenal anak keluarga tentang sikap
2. Sering melakukan orang tua dalam
percakapan dengan mengasuh anak remaja
anak dengan menggunakan
3. Mendampingi dan media lembar balik dan
Menyebutkan penyebab Respon Keluarga mampu a. Diskusikan bersama keluarga apa yang diketahui
timbulnya masalah verbal menyebutkan 2 dari 3 keluarga mengenai penyebab timbulnya masalah
rokok penyebab merokok, yaitu: penyakit maag
a. Pola hidup yang b. Berikan pujian kepada keluarga tentang
2. Mampu mengambil
keputusan dalam
merawat anggota
keluarga jika ada yang
merokok:
a. Diskusikan bersama keluarga apa yang diketahui
Menyebutkan akibat keluarga mengenai penyakit maag.
merokok b. Berikan pujian kepada keluarga tentang
pemahaman akibat yang benar.
Respon Anggota keluarga mampu c. Berikan informasi kepada keluarga mengenai
verbal menyebutkan minimal 4 akibat penyakit maag dengan menggunakan media
dari 7 akibat merokok, leaflet
yaitu: d. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk
a. Melemahkan pemikiran bertanya tentang materi yang disampaikan
b. Gelisah e. Berikan penjelasan ulang terhadap materi yang
c. Perdarahan dan belum dimengerti
kerusakan gusi f. Motivasi keluarga untuk mengulang materi yang
d. Nafas berbau telah dijelaskan
e. Merusak sel paru g. Berikan reinforcement positif atas usaha keluarga
f. Ketagihan
Mengambil keputusan a. Bantu keluarga untuk menngenal dan menyadari
untuk mengatasi anggota akan adanya masalah sesuai dengan materi yang
keluarga yang merokok telah diberikan
Keluarga mengatakan b. Bantu keluarga untuk memutuskan merawat
Respon akan mengatasi masalah anggota keluarga yang sakit
afektif merokok pada anggota c. Berikan reinforcement atas keputusan yang telah
keluarga diambil
3. Mampu merawat
anggota keluarga dengan
Respon
afektif
Mengunjungi fasilitas
pelayanan kesehatan
untuk memeriksa
anggota keluarga yang
merokok.
Planning:
Evaluasi TUK 1 – 5 untuk diagnosa
pertama (ketidakefektifan performa
peran pada anak J)
17 Mei 2013 1. Mengevaluasi TUK 1 – 5 Subjektif :
jam 10.00- Keluarga (Ibu. L) mampu
10.45 WIB menyebutkan kembali pengertian putus
sekolah
Ibu. L mampu menyebutkan kembali
pengertian putus sekolah
Ibu. L mampu menyebutkan kembali
penyebab putus sekolah.
Ibu. L mampu menyebutkan kembali
risiko akibat masalah putus sekolah
dalam keluarga bila tidak diatasi
Ibu. L mampu mengambil keputusan
untuk mengikuti pembuatan
perencanaan pendidikan
Ibu. L mampu menyebutkan kembali
hambatan dalam menangani putus
sekolah.
Ibu. L mampu menyebutkan kembali
jenis-jenis pelayanan kesehatan yang
dapat dikunjungi keluarga untuk
berkonsultasi masalah putus sekolah
pada anak J
Analisis:
TUK 1 – 5 tercapai ditandai dengan
keluarga telah mampu mengenal
masalah putus sekolah, mengambil
keputusan menangani putus sekolah
pada anak J, mendemonstrasikan cara
pembuatan perencanan pendidikan,
memodifikasi lingkungan dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan
untuk memfasilitasi masalah putus
sekolah pada anak J
Planning:
TUK 1 – 3 untuk diagnosa ke dua
(ketidakefektifan performa peran
remaja pada keluarga Bp. S khususnya
An. J)
Analisis:
TUK 1, 2 dan 3 tercapai ditandai
dengan keluarga telah mampu
mengenal masalah tumbuh kembang
remaja, mengambil keputusan yang
tepat untuk masalah anak remaja dan
mendemonstrasikan pembuatan
perencanaan pendidikan pada anak J
TUK 4 dan 5 tercapai ditandai dengan
keluarga telah mampu memodifikasi
lingkungan dan memanfaatkan
pelayanan kesehatan untuk
memfasilitasi dalam menerapkan peran
dan tanggung jawab remaja.
Planning:
Evaluasi TUK 1 – 5 untuk diagnosa ke
dua (ketidakefektifan performa peran
pada keluarga Bp. S khususnya An. J)
2 9 Juni 2013 1. Mengevaluasi TUK 1 – 5 Subjektif :
jam 10.00 Keluarga (Ibu. L) mampu
WIB menyebutkan kembali pengertian
tumbuh kembang.
Ibu. L dan anak J mampu menyebutkan
kembali pengertian remaja
Ibu. L dan anak J mampu menyebutkan
kembali definisi tumbuh kembang
Objektif:
Anak J dapat mendemonstrasikan
kembali pembuatan perencanaan
Analisis:
TUK 1 – 5 tercapai ditandai dengan
keluarga telah mampu mengenal
masalah tumbuh kembang remaja,
mengambil keputusan yang tepat untuk
mengasuh anak remaja,
mendemonstrasikan perencanaan
pendidikan, memodifikasi lingkungan
dan memanfaatkan pelayanan
kesehatan untuk memfasilitasi
memfasilitasi dalam menerapkan peran
dan tanggung jawab remaja.
Planning:
Evaluasi sumatif untuk diagnosa
keperawatan ketidakefektifan performa
peran
Diagnosa:
Diagnosa:
Ketidakefektifan koping individu pada keluarga Bapak S khususnya pada anak J
1. Jerawat
2. Kegemukan
3. Anemia
4. Infeksi karena kekebalan tubuh mulai menurun
KESIMPULAN:
Dari hasil pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi yang dilakukan selama
sepuluh minggu, keluarga dapat bekerjasama dengan mahasiswa dalam mengatasi masalah
kesehatan yang ditemukan. Selama melakukan pembinaan dan kunjungan rutin di keluarga,
mahasiswa banyak memperoleh informasi dari keluarga mengenai masalah yang dialami
keluarga khususnya pada anak J. Selama tujuh minggu mahasiswa melakukan pembinaan dan
kunjungan rutin ke keluarga dan menemukan 3 masalah pada keluarga bapak S khususnya
pada anak remaja yaitu anak J dan dapat disimpulkan bahwa keluarga termasuk ke dalam
“Keluarga mandiri tingkat IV” dengan alasan:
Kriteria Ya Tidak Pembenaran
Keluarga √ Selama praktek dan melakukan kunjungan rumah,
menerima petugas keluarga selalu menerima kehadiran perawat dengan
perawatan sikap ramah dan terbuka sesuai dengan kontrak yang
kesehatan telah disepakati bersama. Keluarga dan mahasiswa
masyarakat hampir selalu menyepakati kontrak yang telah
ditentukan. Apabila keluarga ada acara dan kegiatan
pada saat kontrak yang telah disepakati, keluarga
memberitahukan kepada mahasiswa terlebih dahulu.
Keluarga √ Saat proses pengkajian, keluarga menjawab
mengungkapkan pertanyaan mahasiswa dengan benar yang kemudian
masalah kesehatan di klarifikasi dengan pemeriksaan fisik dan
yang dialami pemeriksaan penunjang lainnya. Keluarga dengan
secara benar terbuka mau membicarakan masalah kesehatan yang
ada dengan mahasiswa. Keluarga merasa yakin
bahwa kehadiran mahasiswa adalah untuk membantu
keluarga mengatasi masalah kesehatan yang ada.
Keluarga √ Hasil pengkajian yang dilakukan mahasiswa kepada
menerima dan bersama keluarga kemudian dianalisis untuk
pelayanan menentukan masalah keperawatan. Masalah atau
kesehatan yang diagnosa keperawatan yang ada disusun secara
diberikan sesuai prioritas bersama keluarga dan direncanakan
dengan rencana intervensi untuk mengatasinya. Tiga diagnosa
keperawatan keperawatan yang ditemukan telah diselesaikan dua
Abstrak
Putus sekolah merupakan penghambat masa depan anak. Tingginya faktor risiko putus sekolah yang terdapat di
perkotaan menjadikan putus sekolah menjadi masalah kesehatan di perkotaan. Karya ilmiah ini ditulis untuk
melaporkan asuhan keperawatan kepada anak dengan putus sekolah di Kelurahan Cisalak Pasar dan
mengidentifikasi pengaruh tindakan keperawatan pembuatan “perencanaan aktivitas harian”. Hasil yang
diperoleh setelah dilakukan pembuatan aktivitas harian pada anak J sebagai kasus kelolaan utama penulis yaitu
anak J mampu menyusun kegiatan positif dalam mengisi waktu luangnya.
Kata Kunci: putus sekolah, perencanaan aktivitas harian, remaja, ketidakefektifan koping
Abstract
Dropping out of school is child’s future blockers. High dropout risk factors found in urban areas drop out of
school to be making health problem in urban areas. Scholarly work is written for reporting nursing care to
children with dropouts in villages and market Cisalak identify nursing actions influence manufacturing
“planning daily activity”. The result shows that child J as the main case of the writer can make positive activity
in his spare time after making arrangements with writer.
Pendahuluan
Remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang memiliki karakteristik yang
berbeda bila dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya, hal ini karena pada tahap ini
seseorang mengalami peralihan dari masa anak-anak ke dewasa (Wong, 2008). Masa remaja
adalah masa dimana terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik
psikososial remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini sering
menimbulkan masalah pada diri remaja. Transisi dari masa anak-anak dimana selain
Universitas Indonesia
meningkatnya kesadaran diri (self consciousness) terjadi juga perubahan secara fisik, psikis
maupun sosial pada remaja sehingga remaja cenderung mengalami perubahan emosi ke arah
yang negatif menjadi mudah marah, tersinggung bahkan agresif.
Saat ini remaja merupakan jumlah populasi terbesar di dunia, globalisasi telah membawa
pengaruh dalam transisi demografi dunia berupa perubahan dalam struktur penduduk yaitu
kelompok usia remaja menempati persentase besar dan diikuti dengan perubahan penuaan
penduduk yang menetap (Wibowo, 2006). Menurut data dari UNFPA (United Nations
Population Fund) tahun 2005 menyatakan hampir separuh dari jumlah penduduk dunia atau
sekitar 3 milyar penduduk di bawah umur 25 tahun dan 85 % dari jumlah tersebut terdapat di
negara – negara berkembang. Besarnya jumlah remaja tidak terlepas dari kenyataan bahwa
remaja adalah generasi penerus dunia sehingga harus dipersiapkan secara baik dimana pada
tahap perkembangan ini seseorang mengalami suatu masa transisi yang penuh dengan energi.
Pada masa remaja, pikiran terbuka untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan belajar dan
menyerap nilai – nilai baik positif maupun negatif dari lingkungannya sehingga nantinya
akan membentuk sikap dan perilaku mereka.
Sikap dan perilaku remaja tidak terlepas dari peran keluarga dalam mendidik dan mengasuh
remaja. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan primer bagi remaja. Perilaku-perilaku
negatif remaja seperti perilaku agresif dapat disebabkan oleh faktor keluarga, karena sikap
dan perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga merupakan tempat dimana
sebagian besar remaja menghabiskan waktunya untuk bertumbuh dan berkembang. Keluarga
juga merupakan lingkungan yang paling pertama dan utama bagi remaja dalam menyerap
nilai-nilai, norma dan sikap sebelum remaja mengenal lingkungan yang lebih luas (Sarwono,
2008).
Universitas Indonesia
lebih dari 8.000 anak yang tidak bersekolah karena ketiadaan biaya (BPS Depok, 2012). Data
diatas menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah masih sangat tinggi. Hal ini menjadi
salah satu faktor yang dapat menjadi tolak ukur rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.
Cisalak Pasar merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimanggis, Depok.
Cisalak pasar merupakan salah satu daerah perkotaan yang padat penduduk. Luas wilayah
Cisalak Pasar adalah 1,71 km2. Jumlah penduduk kelurahan Cisalak Pasar adalah 17869 jiwa
(BPS Depok, 2012). Sasaran mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatann kepada
masyarakat di keluarahan Cisalak Pasar yaitu keluarga dengan anak remaja khususnya di RW
02. Dari hasil pengkajian yang dilakukan mahasiswa diperoleh data bahwa anak remaja di
RW 02 Kelurahan Cisalak Pasar mempunyai remaja berjumlah 364 orang.
Berdasarkan teori masyarakat perkotaan terdapat beberapa masalah yang sering timbul,
seperti kejahatan kriminal, banyaknya anak jalanan, pekerja anak-anak, pemulung,
gelandangan, dan juga pengemis. Masalah-masalah ini timbul akibat tingginya urbanisasi,
adanya daerah padat penduduk, banyaknya daerah yang masih kumuh (Wu, 2009). Masalah
ekonomi juga terjadi di masyarakat perkotaan, karena sedikitnya lapangan pekerjaan tetapi
makin banyaknya orang yang ingin bekerja. Masalah ekonomi dan kemiskinan yang terjadi
pada masyarakat perkotaan ini juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka putus
sekolah pada anak (Sulistyowati, 2003). Kota Depok sendiri diperoleh data bahwa lebih dari
8000 anak yang tidak bersekolah karena ketiadaan biaya (BPS Depok, 2012). Berdasarkan
penelitian Lusiana (2010) yang berjudul “Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh
terhadap motivasi anak” menyatakan bahwa anak tidak mengeluarkan upaya dan daya untuk
bersekolah. Hal ini disebabkan karena pola pikir anak dengan status sosial ekonomi rendah
menganggap bahwa pendidikan tidak berpengaruh untuk masa depan mereka. Sesuai dengan
teori yang dikemukan oleh Anggraini (2000) menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan
orangtua menjadi pengaruh antusias anak terhadap pendidikan.
Asuhan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada kasus remaja
terutama kelolaan utama mahasiswa dilakukan sesuai dengan lima tugas kesehatan keluarga
yang meliputi, yaitu: Mengenal masalah kesehatan keluarga, Memutuskan tindakan kesehatan
yang tepat untuk keluarga, Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan,
Universitas Indonesia
Mengatasi masalah putus sekolah yang terjadi pada anak J dilakukan pembuatan perencanaan
aktivitas untuk mengisi waktu luang anak J. Perencanaan aktivitas ini sebagai intervensi
inovasi yang dilakukan pada anak J. Intervensi dilakukan dengan cara: Menjelaskan kepada
Anak J bahwa penyusunan rencana aktivitas tersebut dapat dituliskan ke dalam kertas karton
berukuran A4 yang sudah dipersiapkan mahasiswa. Isi dari kertas karton tersebut terdiri atas
kegiatan-kegiatan harian yang akan dilakukan anak J. Perencanaan aktivitas ini dilakukan
agar anak tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang negatif seperti nongkrong, bermain hingga
pagi hari, dan sebagainya. Melalui perencanaan aktivitas ini anak dapat mengerjakan
kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat.
Metode
Karya ilmiah akhir ini menggunakan metode study literature. Penulis membandingkan antara
hasil pengkajian dan implementasi yang dilakukan pada residen kelolaan dengan teori yang
ada. Teori yang digunakan berasal dari buku literatur maupun berbagai jurnal terkait.
Hasil
Proses asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak J sebagai pasien kelolaan utama
penulis yang mengalami ketidakefektifan koping diawali dengan melakukan pengkajian.
Hasil pengkajian yang diperoleh bahwa An. J (14 tahun) mengalami masalah putus sekolah.
Universitas Indonesia
Keluarga mengatakan Anak J mengalami putus sekolah dikarenakan masalah biaya. Keluarga
mengatakan Anak J sering melakukan penundaan pembayaran uang sekolah sehingga hal
tersebut menyebabkan Anak J malu dan memutuskan untuk putus sekolah. Ibu L mengatakan
saat ini hanya Bapak S yang bekerja yaitu sebagai supir pribadi. Ibu L saat ini sudah tidak
bekerja karena kondisi kaki kirinya yang pincang. Ibu L hanya melakukan pekerjaan rumah
tangga saja. Ibu L mengatakan penghasilan Bapak S tidak seberapa namaun cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ibu L mengatakan sedih karena anak-anaknya tidak ada
yang lulus hingga sampai SMA. Anak pertamanya hanya sampai kelas 2 SMA karena tidak
mau melanjutkan sekolah lagi.
Ibu L mengatakan Anak J yang merupakan anak paling bungsu diharapkan dapat memiliki
pendidikan yang bagus sehingga nantinya dapat memiliki pekerjaan bagus dan dapat
membantu kebutuhan hidup keluarga mereka. Ibu L mengatakan akan meminta bantuan biaya
dari keluarga jika Anak J masih ingin bersekolah. Ibu L mengatakan masalah putus sekolah
yang terjadi pada Anak J merupakan stressor jangka pendek yang dialami oleh keluarga. Ibu
L mengatakan setiap masalah yang terjadi di dalam keluarga yaitu dengan membicarakan
masalah yang dihadapi dan saling mengerti.
Ibu L mengatakan dirinya mencoba lebih bersabar dan berusaha untuk memotivasi Anak J
agar mau bersekolah lagi. Ibu L mengatakan akan menyempatkan waktu untuk
berkomunikasi dengan Anak J untuk membicarakan kelanjutan sekolahnya. Ibu L
mengatakan tidak pernah memaksakan kehendak Anak J. Ibu L mengatakan selalu
mengarahkan Anak J untuk melakukan hal-hal yang positif meskipun saat ini tidak
bersekolah lagi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Anak J diperoleh data bahwa Anak J masih ingin
melanjutkan sekolah lagi, namun kadang-kadang Anak J merasa malu karena pertambahan
usia dan juga postur tubuhnya yang cukup tinggi. Anak J mengatakan malu kalau nantinya
ada teman yang mengolok-olok karena harus mengulang kembali ke kelas 1 SMP. Anak J
mengatakan keinginan sekolahnya juga terhalang karena kegiatan yang dilakukan saat ini
yaitu bekerja dengan temannya dengan membuka usaha nasi goreng. Anak J mengatakan
lebih baik bekerja langsung menghasilkan uang. Anak J mengatakan kegiatan yang biasa
dilakukan yaitu nongkrong dengan teman-teman dan kadang-kadang pulang pagi.
Universitas Indonesia
Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada anak J diperoleh hasil bahwa anak
mampu menyusun pembuatan aktivitas harian yang disusun ke dalam kertas karton berukuran
A4. Anak J juga menalankan setiap aktivita harian yang sudah disusun. Ibu L mengatakan
kadang-kadang anak J tidak rutin menjalankan aktivitas harian yang sudah disusun
dikarenakan anak yang ikut bekerja dengan temannya.
Pembahasan
Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29
km2. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada
dalam lingkungan wilayah Jabotabek. Penduduk kota depok pada tahun 2010 diperkirakan
berjumlah 1.610.000 jiwa. Jumlah populasi anak remaja usia SMP/SMU di Kota Depok
berdasarkan hasil cakupan deteksi tumbuh kembang anak dan pemeriksaan siswa SMP/SMU
didapatkan sebanyak 45.622. Masalah yang menonjol pada remaja ada 3 atau biasa disebut
triad KRR yaitu seks bebas, HIV dan AIDS, dan Napza (BKKBN, 2012). Kota Depok
merupakan wilayah yang berisiko untuk terjadinya ketiga masalah tersebut karena wilayah
Kota Depok yang berdekatan dengan ibu Kota Jakarta. Data Unit Perlindungan Perempuan
dan Anak (PPA) Polres Depok menyebutkan bahwa rata-rata terdapat persetubuhan remaja
dibawah umur setiap bulan (okezone.com). Laporan tahunan Badan Narkotika Kota Depok
(2008) menyebutkan bahwa penyalahgunaan NAPZA di Kota Depok berkisar 1,5% dari total
penduduk Kota Depok, dan 75% kasus berasal dari kelompok umur 10-18 tahun.
Kelurahan Cisalak Pasar berada di pinggir jalan raya bogor. Kelurahan ini memiliki 8 RW
yang tiap RW memiliki paling sedikit 4 RT. Kelurahan ini mencakup pasar Cisalak sampai
dengan auri. Kelurahan ini memiliki Puskesmas rujukan yaitu pada Puskesmas Cimanggis.
Universitas Indonesia
Cisalak Pasar merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimanggis, Depok.
Luas wilayah Cisalak Pasar adalah 1,71 km2. Jumlah penduduk kelurahan Cisalak Pasar
adalah 17869 jiwa (BPS Depok, 2012). RW 02 Kelurahan Cisalak Pasar mempunyai remaja
yang berjumlah 364 orang. Hasil observasi yang dilakukan penulis dan kelompok didapatkan
data bahwa terdapat tempat yang sering dijadikan nongkrong para remaja di malam hari.
Kehamilan Tidak Diinginkan juga sering terjadi di RW ini dimana ada 10 kasus KTD dalam
satu tahun. Delapan belas remaja di RW 2 diambil untuk dibina. Data yang diperoleh bahwa
dari 7 orang remaja lelaki yang diambil 6 diantaranya pernah mencoba untuk merokok.
Sedangkan 50% dari 18 remaja mengaku sudah pernah berpacaran. Hasil pengkajian juga
dapat diketahui bahwa dari 18 remaja yang diambil sebagai keluarga binaan mengaku
penyebab masalah putus sekolah yaitu karena malu dan minder dengan teman-temannya.
Penulis mengambil keluarga bapak S khususnya anak J (14 tahun) sebagai keluarga kelolaan
utama karena remaja ini mengaku mengalami putus sekolah sejak pertengahan semester kelas
1 SMP. Anak J mengatakan sering terlambat membayarkan SPP sehingga malu dan
memutuskan putus sekolah
Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep kasus terkait
Hasil pengkajian didapatkan pada keluarga Bapak S khususnya pada anak remajanya yaitu
Anak J yaitu masalah putus sekolah. Data badan penelitian dan pengembangan (Balitbang,
2001) Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah di
Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Anak yang putus tahun 2006 jumlahnya 899.786
anak. Setahun kemudian bertambah sekitar 20% menjadi 899.986 anak. Jumlah anak yang
bersekolah yaitu 55,318,077 anak. Data tersebut menunjukkan bahwa masih tinggi jumlah
anak di indonesia yang putus sekolah.
Universitas Indonesia
Anak J putus sekolah karena penundaan pembayaran uang sekolah sehingga Anak J malu dan
memutuskan putus sekolah.
Berdasarkan teori masyarakat perkotaan terdapat beberapa masalah yang sering timbul,
seperti kejahatan kriminal, banyaknya anak jalanan, pekerja anak-anak, pemulung,
gelandangan, dan juga pengemis. Masalah-masalah ini timbul akibat tingginya urbanisasi,
adanya daerah padat penduduk, banyaknya daerah yang masih kumuh (Wu, 2009). Masalah
ekonomi juga terjadi di masyarakat perkotaan, karena sedikitnya lapangan pekerjaan tetapi
makin banyaknya orang yang ingin bekerja. Menurut Dascalu (2007) di dalam jurnalnya
menuliskan bahwa budaya “bekerja“ yang terjadi di dalam lingkup konteks perkotaan ini
sudah banyak membawa efek-efek yang merusak kehidupan perkotaaan itu sendiri,
diantaranya adalah terjadinya area urban yang terpolusi yang dikenal dengan nama
“megapolis“, area terbangun maupun area alami yang mengalami degradasi, destrukturalisasi
sosial, penyakit fisik ataupun psikis (stress) yang dialami warga kota, rasisme dan agresivitas
yang berlebihan, kemiskinan, dan lain-lain.
Masalah ekonomi dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan ini juga menjadi
salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah pada anak (Sulistyowati, 2003). Kota
Depok sendiri diperoleh data bahwa lebih dari 8000 anak yang tidak bersekolah karena
ketiadaan biaya (BPS Depok, 2012). Berdasarkan penelitian Lusiana (2010) yang berjudul
“Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap motivasi anak” menyatakan bahwa
anak tidak mengeluarkan upaya dan daya untuk bersekolah. Hal ini disebabkan karena pola
pikir anak dengan status sosial ekonomi rendah menganggap bahwa pendidikan tidak
berpengaruh untuk masa depan mereka. Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Anggraini
(2000) menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan orangtua menjadi pengaruh antusias
anak terhadap pendidikan.
Universitas Indonesia
mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal
penting bagi kesuksesan anak di masa-masa selanjutnya (Syarifuddin, 2004).
Mengatasi masalah ini, pembuatan perencanaan aktivitas harian sebagai salah satu intervensi
untuk menangani masalah utama keluarga bapak S khususnya anak J dengan putus sekolah.
Pembuatan perencanaan aktivitas harian ini disusun ke dalam kertas karton berukuran A4. Di
dalam kertas karton ini akan disusun setiap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan anak J.
Menurut Relanto (2010) perencanaan merupakan sebuah sarana untuk merancang masa
depan, dan paling efektif untuk memotivasi diri sendiri untuk mengubah tujuan menjadi
kenyatan yang sesungguhnya. Perencanaan aktivitas harian ini dilakukan sebagai panduan
anak menyusun setiap kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan yang bermanfaat bagi anak J.
Perencanaan aktivitas harian ini membantu anak agar mengisi waktu luang dengan hal-hal
yang bermanfaat sehingga Anak J tidak menghabiskan waktunya di luar rumah dengan hal-
hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya.
Kesimpulan
Pemberian tindakan keperawatan berupa perencanaan aktivitas harian dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan koping individu dengan anak remaja yang
mengalami putus sekolah. Pembuatan perencanaan aktivitas harian ini dilakukan pada anak
putus sekolah bertujuan untuk mengantisipasi anak melakukan kegiatan yang negatif.
Tindakan ini telah dilakukan pada anak J sebagai pasien kelolaan utama penulis. Tindakan ini
menghasilkan kegiatan anak menjadi lebih baik dan positif. Anak J juga terlatih menyusun
jadwal kegiatan harian yang dilakukan pada anak. Anak juga belajar mengatur waktu yang
disesuaikan dengan jadwal kegiatan harian yang sudah disusun.
**Dosen Pembimbing Mata Ajar Karya Ilmiah Akhir Ners (Dosen Kelompok Keilmuan
Keperawatan Komunitas)
Daftar Pustaka
Universitas Indonesia
Stanhope, Lancaster. (2004). Community Health Nursing. (4th Ed), St Louis Missouri;
Mosby Co.
WHO. (2006). Buku saku: Perkembangan remaja. Alih bahasa tim adaptasi Indonesia.
Jakarta: WHO 2008
Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz. (2009). Buku ajar keperawatan
pediatrik. (Edisi 6). Volume 1 & 2. Alih bahas Sutarna, A., Juniarti, N., & Kuncara. Jakarta:
EGC
Universitas Indonesia