Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH EMERGENCY NURSING

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CVA


DOSEN PEMBIMBING :
Abdul Qodir, S. Kep., Ners., M, Kep

Oleh :
Kelompok 4
Aprilia Salma Albadjuri 1507.14201. 387
Della Novita Putri 1507.14201.393
Dwi Sri Gianti 1507.14201.397
Edi Sumarsono 1507.14201.398
Fadliyah 1507.14201.404
Felizia Melbania Da Silva Babo 1507.14201.
Ulfa Dewi Kurniasari 1406.14201.446
Yuliana Hona Buku 1507.14201.

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018
Studi Kasus :

Seorang laki-laki usia 53 tahun datang ke rumah sakit mengalami


penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan sebelum kehilangan kesadaran
pasien mengeluh merasa lemah pada anggota gerak sebelah kanan, disertai
bicara yang menjadi pelo dan bibir mencong ke kanan. Pasien memiliki
penyakit vibrilasi atrial, hipertensi, diabetes, dan pernah mengalami serangan
stroke ringan atau TIA (Transient Ischemic Attack), pasien juga memiliki
kebiasaan merokok sejak muda. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan hasil: kesadaran menurun, TD: 170/90 mmHg, Nadi: 110x/menit,
pernapasan: 17x/menit, suhu: 37˚C. Pemeriksaan laboratorium platelet : 250
rb, seldarah putih 8800, factor koagulasi normal, aPTT dalam batas normal.
Pengobatan di rumah yang dijalani pasien: lisinopril 20 mg, aspirin 81 mg.
Pemeriksaan CT Scan di dapatkan hasil: hiperdensitas pada arteri cerebral
sinistra, pemeriksaan angiografi serebral menunjukkan adanya oklusi pada
arteri serebral media bagian kiri.

Hasil CT Scan :

Hiperdensitas arteri serebral kiri Sumbatan arteri serebral


Angiografi arteri serebral
Pembahasan :
Cva atau stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai hilangnya
fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health
Organization, 2014). Stroke merupakan sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis, vocal atau global yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik (Ignativicius & Workman, 2013). Stroke terjadi akibat
pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami
penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control
gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart
Association [AHA], 2015).
Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Stroke Hemoragi
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral
atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah
otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak
(AHA, 2015). Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala
neurologik dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam
tengkorang yang ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat,
pernapasan cepat, pupil mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia
(Crouch, Charters, Dawood, & Bennet, 2017).
2. Stroke Iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran
darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan
hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). CVA
non hemorrhagik disebabkan akibat plak atau aterosklerosis arteri
otak/atau yang memberi vaskularisasi pada otak atau sesuatu emboli
dari pembuluh darah diluar otak (Burns, 2014). Stroke ini ditandai
dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah,
pendangan kabur, dan disfagia (Urden, Stacy, & Lough, 2014).
Menurut (Smeltzer, Hinkle, Bare, & Cheever, 2010) stroke biasanya
diakibatkan oleh salah satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
1. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis,
yang adalah penyebab paling umum dari stroke. Secara umum,
trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi serebral (Valante et al, 2015).
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak
(Valante et al, 2015).
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien
dengan perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada
tingkat kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.

Pada kasus di atas, pasien stroke iskemik yang ditandai dengan munculnya
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, disertai bicara yang menjadi
pelo dan bibir mencong ke kanan. Kejadia stroke ini diperkuat dengan temuan
CT scan dan angiografi arteri serebral, yang menunjukkan adanya oklusi pada
arteri serebral media bagian kiri.

Faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat


dikelompokkan menjadi 2 yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
yang dapat dimodifikasi (AHA, 2015).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia,
jenis kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015). Faktor
genetik seseorang berpengaruh karena individu yang memiliki
riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki risiko tinggi mengalami
stroke, ras kulit hitam lebih sering mengalami hipertensi dari pada ras
kulit putih sehingga ras kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena
stroke (AHA,2015). Stroke dapat terjadi pada semua rentang usia
namun semakin bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko
terkena stroke, hal ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar
Indonesia (Riskesdas) tahun 2013 yang menyatakan bahwa usia
diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda pada setiap
pertambahan usia. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko
stroke, laki-laki memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke
dibandingkan perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok, risiko
terhadap hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliserida lebih tinggi
pada laki-laki. Seseorang yang pernah mengalami serangan stroke
yang dikenal dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko
tinggi mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan bahwa 15%
kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA terlebih dahulu.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),
hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, dan pola hidup tidak sehat (AHA, 2015). Secara
tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang diperantarai
oleh sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat obesitas, selain itu
obesitas juga salah satu pemicu utama dalam peningkatan risiko
penyakit kardiovaskuler (AHA, 2015). Hipertensi merupakan
penyebab utama terjadinya stroke, beberapa studi menunjukkan
bahwa manajemen penurunan tekanan darah dapat menurunkan
resiko stroke sebesar 41% (AHA, 2015 ; WHO, 2014). Hiperlipidemia
atau kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar lemak di dalam
darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada aliran darah (AHA,
2015). Menurut Stroke Association (2012) dan AHA (2015) individu
yang merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki
resiko lebih tinggi terkena stroke karena dapat memicu terbentuknya
plak dalam pembuluh darah. Faktor-faktor diatas dapat diubah untuk
menurunkan resiko stroke dengan menerapkan pola hidup sehat.

Sejalan dengan teori di atas, pada kasus yang diangkat ditemukan


beberpa faktor resiko pada pasien di atas, antara lain usia yang sudah lanjut,
kebiasaan merokok, mempunyai penyakit vibrilasi atrial, hipertensi, diabetes,
dan pernah mengalami serangan stroke ringan atau TIA (transient ischemic
attack).
Patofisiologi CVA hemoragik yaitu; Oksigen sangat penting untuk
otak, jika terjadi hipoksia seperti yang terjadi pada stroke, di otak akan
mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen
yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (AHA, 2015). Pembuluh darah
yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna
yang ada di leher (Hall, 2016). Adanya gangguan pada peredaran darah otak
dapat mengakibatkan cedera pada otak melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1). Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan
penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan
terjadi iskemik. 2). Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan
hemoragi, 3). Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang
menekan jaringan otak. 4). Edema serebral yang merupakan pengumpulan
cairan pada ruang interstitial jaringan otak (Smeltzer et al., 2010).
Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan
perubahan pada aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan
melampaui batas krisis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat.
Obtruksi suatu pembuluh darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi suatu
area dimana jaringan otak normal sekitarnya masih mempunyai peredaran
darah yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur
anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi pada kortek akibat oklusi
pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna darah vena, penurunan
kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola (AHA, 2015).
Patofisiologi CVA non hemoragik terjadi apabila adanya oklusi atau
penyempitan aliran darah ke otak dimana otak membutuhkan oksigen dan
glukosa sebagai sumber energi agar fungsinya tetap baik, sebagaimana
yang terjadi pada kasus di atas. Aliran darah otak atau Cerebral Blood Flow
(CBF) dijaga pada kecepatan konstan antara 50-150 mmHg (Burns, 2014;
Urden et al., 2014). Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh: keadaan
pembuluh darah bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat
oleh trombus atau embolus maka aliran darah ke otak terganggu. Keadaan
darah, viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah ke
otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak
menurun. Tekanan darah sistemik autoregulasi serebral merupakan
kemampuan intrinsik otak untuk mempertahankan aliran darah ke otak tetap
konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak. Kelainan jantung
berupa atrial fibrilasi, blok jantung menyebabkan menurunnya curah jantung.
Selain itu lepasnya embolus juga menimbulkan iskemia di otak akibat okulsi
lumen pembuluh darah. Jika CBF tersumbat secara parsial, maka daerah
yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah
tersebut dinamakan daerah iskemik. Infark otak, kematian neuron, glia, dan
vaskular disebabkan oleh tidak adanya oksigen dan nutrien atau
terganggunya metabolisme (David, 2016).

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) tanda dan gejala dari stroke
adalah hipertensi, gangguan motorik yang berupa hemiparesis (kelemahan)
dan hemiplegia (kelumpuhan salah satu sisi tubuh), gangguan sensorik,
gangguan visual, gangguan keseimbangan, nyeri kepala (migran atau
vertigo), mual muntah, disatria (kesulitan berbicara), perubahan mendadak
status mental, dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih. Pada
pasien muncul gejala penurunan kesadaran, lemah pada anggota gerak
sebelah kanan hemiplegia, bicara menjadi pelo (disartria), bibir mencong ke
kanan.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk penegakan diagnosa CVA adalah


pemeriksaan Laboratorium:
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, LED, hitung trombosit, masa
perdarahan, masa pembekuan.
2. Gula darah dan profil lipid.
3. Ureum, kreatinin, asam urat, kolesterol darah: HDL/LDL, trigliserida,
fungsi hati: SGOT/SGPT, urine lengkap.
4. Bila perlu pemeriksaan gas darah dengan elektrolit (Natrium, Kalium).
5. Elektrokardiografi
6. CT Scan/ MRI otak
CT Scan digunakan untuk mendiagnosa dari cerebrovascular accidents
dan intracranial hemorrhage deteksi tumor, Ct scan dengan kontras lebih
sensitif dari MRI. Deteksi peningkatan intracranial pressure sebelum
dilakukan lumbar puncture atau evaluasi fungsi ventriculoperitoneal
shunt. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema posisi
hematomi, adanya jaringan otak dan infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdans vocal
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak. Sedangkan MRI menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar atau luas terjadinya perdarahan. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
7. Duplex sonografi Karotis/ Trans Cranial Doppler (atas indikasi)
8. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
Penatalaksanaan

National Institute of Neurological Disorders (NINDS): Tujuan waktu kritis


untuk Stroke:

Termasuk dalam algoritma adalah tujuan waktu kritis yang ditetapkan oleh
National Institute of Neurological Disorders (NINDS) untuk pengkajian dan
manajemen di rumah sakit. Sasaran waktu ini didasarkan pada temuan dari
penelitian besar terhadap korban stroke:

1. Pengkajian umum langsung oleh tim stroke, dokter darurat, atau ahli
lain dalam 10 menit setelah kedatangan, termasuk perintah untuk
CT scan mendesak
2. Penilaian neurologis oleh tim stroke dan CT scan dilakukan dalam
25 menit setelah kedatangan
3. Interpretasi CT scan dalam 45 menit setelah tiba di UGD
4. Inisiasi terapi fibrinolitik, jika sesuai, dalam 1 jam kedatangan di
rumah sakit dan 3 jam dari timbulnya gejala. rTPA dapat diberikan
pada pasien “well screened” (yang telah diskrining dengan baik)
yang berisiko rendah mengalami perdarahan hingga 4,5 jam.
5. Door-to-admission (waktu rujukan) adalah 3 jam pada semua pasien
Algoritma Stroke Akut ACLS (Powers et al., 2018)

1. Protokol stroke ACLS langkah 1 (Identifikasi Awal dan Aktivasi EMS)


a. Identifikasi Tanda dan gejala stroke sebagai berikut: kelemahan
atau mati rasa yang kemungkinan besar akan terbatas pada satu
sisi tubuh, kebingungan, kesulitan berjalan, kehilangan
penglihatan di satu atau kedua mata, kesulitan berbicara atau
pemahaman, sakit kepala berat tanpa penyebab yang diketahui,
dan atau kehilangan keseimbangan dan koordinasi.
b. Layanan darurat pra-rumah sakit : Penyedia layanan kesehatan
harus akrab dengan Skala Stroke Prehospital Cincinnati. Skala
sederhana ini digunakan untuk menilai pasien dengan cepat
untuk kemungkinan stroke.
c. Skala Stroke Cincinnati Prehospital: Cincinnati Prehospital
Stroke Scale (CPSS) digunakan sebagai alat penilaian di luar
rumah sakit untuk membantu menentukan status neurologis dan
memastikan RAPID RECOGNITION dari stroke.
d. CPSS menggunakan tiga temuan fisik untuk menentukan
keberadaan stroke dan jika salah satu dari temuan ini ada,
stroke harus dicurigai dan diobati dengan sesuai. (adanya
temuan salah satu dari tigan tanda berikut menunjukkan
kemungkinan 72% stroke)
Ketiga temuan fisik ini adalah:
1. Facial Droop diuji dengan membuat pasien tersenyum dan
menunjukkan giginya. Jika senyuman itu asimetris atau tidak
bergerak sama dengan sisi yang lain ini akan dianggap tidak

normal.

Normal (kiri); Abnormal (kanan)


2. Arm drift diuji dengan meminta pasien menutup mata
mereka dan merentangkan kedua lengan lurus di depan
tubuh mereka dengan telapak tangan selama 10 detik. Jika
satu lengan tidak bergerak sama dengan yang lain atau jika
satu lengan melayang ke bawah dibandingkan dengan yang
lain, ini akan dianggap tidak normal.

Normal (kiri); Abnormal (kanan)

3. Berbicara abnormal diuji dengan meminta pasien


mengatakan "Anda tidak bisa mengajarkan trik-trik baru
kepada anjing tua" (You can’t teach an old dog new tricks).
Jika pasien mengucapkan kata-kata, menggunakan kata-
kata yang salah, atau tidak dapat berbicara, ini akan
dianggap tidak normal.
Poin penting dari penekanan untuk Langkah 1 adalah bahwa
pemberitahuan awal ke rumah sakit penerima korban stroke
akan sangat berpotensi meningkatkan kecepatan
penanganannya setelah tiba di bagian gawat darurat (AHA/ASA
Class I, LoE B-R). Pasien dengan stroke harus diarahkan
menuju layanan kesehatan terdekat dengan waktu transport
paling minimal (AHA/ASA Class I, LoE B-NR).

2. Protokol Stroke ACLS Langkah 2 Support jalan napas pasien (Intervensi


Prehospital)
a. Support jalan nafas pasien : Pastikan bahwa jalan napas korban
stroke paten dan oksigen tambahan disediakan untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 94%.
b. Lakukan pengkajian CPSS sebelum sampai di RS (AHA/ASA
Class I, LoE B-NR)
c. Pemeriksaan gula darah : Karena hipoglikemia dapat mirip
gejala stroke, pemeriksaan glukosa darah harus dilakukan saat
perjalanan ke unit gawat darurat.
d. Tetapkan waktu nol (last known well time) : menetapkan waktu
terakhir yang diketahui bahwa status neurologis pasien normal
(waktu nol/last known well time)
e. Triase dan Peringatan Pusat Stroke, petugas harus memberikan
notifikasi pada rumah sakit penerima (AHA/ASA Class I, LoE B-
NR), Pasien dengan skrining stroke positif dan / atau kecurigaan
stroke yang kuat harus dibawa dengan cepat ke fasilitas
perawatan kesehatan terdekat yang mampu mengelola IV
alteplase (AHA/ASA Class I, LoE B-NR).
3. Protokol stroke ACLS langkah 3 (intervensi dalam 10 menit kedatangan)

a. Kaji dan tangani ABC: Setelah perawatan jalan napas, status


kardiovaskular harus dikaji dan dipantau untuk menyingkirkan
semua kondisi yang mengancam jiwa. Intervensi harus mencakup
EKG 12-lead (direkomendasikan tanpa menunda terapi IV
ateplase, AHA/ASA Class I, LoE B-NR) untuk menyingkirkan infark
miokard dan aritmia. Berikan oksigen jika diperlukan untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 94%. Juga, akses IV
dapat ditetapkan saat ini jika belum selesai.

Penurunan kesadaran pada pasien di atas sugestif diperlukannya


tindakan untuk mempertahankan jalan nafas, termasuk
pemasangan pipa orofaring, berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C-EO), karena penurunan kesadaran dapat
menyebabkan hipotonia pada faring sehingga beresiko terjadi
obstruksi jalan nafas akibat lidah jatuh ke belakang. Pemberian
oksigen hanya dilakukan jika saturasi oksigen di bawah 94%
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C-LD), pasien nonhipoksik
tidak membutuhkan suplementasi oksigen (AHA/ASA, Class III: No
Benefit, Level of evidence B-R). Penetapan jalur IV dapat
dilakukan untuk memberikan akses pengambilan sampel darah
ataupun terapi yang dibutuhkan.
b. Glukosa Darah: Jika tidak lengkap sebelum kedatangan di UGD,
glukosa darah harus diperoleh untuk menyingkirkan
hipoglikemia. Keadaan hipoglikemia harus segera dikoreksi pada
kasus stroke iskemik akut (AHA/ASA Class I, LoE C-LD).
Pemeriksaan glukosa darah harus dilakukan sebelum pemberian
terapi fibrinolisis (IV ateplase) pada semua pasien (AHA/ASA
Class I, LoE B-NR).

c. Skrining Neurologis : Skrining neurologis harus dilakukan dalam


10 menit setelah kedatangan. Skala stroke NIH adalah alat
skrining 15 item yang digunakan untuk menentukan stroke dan
tingkat keparahan stroke. Skrining neurologis (skala stroke NIH;
AHA/ASA Class I, LoE B-NR) lebih kompleks daripada CPSS
yang digunakan dalam penanganan di luar rumah sakit
d. CT scan kepala (AHA/ASA Class I, LoE B-NR): Setelah
mendapatkan pemeriksaan stroke yang positif, CT scan kepala
harus dilakukan. Tidak ada intervensi lain yang tidak
mengancam nyawa harus menunda CT scan, dan scan harus
dibaca oleh dokter yang berkompeten ASAP (as soon as
possible)
e. Aktifkan tim stroke atau ahli yang memenuhi syarat: Pada saat
CT scan selesai, tim stroke harus siap untuk melakukan sisa
intervensi di jalur stroke jika diindikasikan. Intervensi ini
termasuk: CT scan, penilaian neurologis lengkap, administrasi
terapi fibrinolitik, dan masuk ke unit stroke.
4. Protokol stroke ACLS langkah 4 (25 menit)
a. Tinjau riwayat pasien, termasuk riwayat medis masa lalu.
b. Lakukan pemeriksaan fisik.
c. Tentukan waktu nol (last known well time) jika belum dilakukan
d. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk menilai status pasien
menggunakan NIHSS atau Skala Neurologis Kanada
e. CT scan harus diselesaikan dalam waktu 25 menit sejak
kedatangan pasien di UGD dan harus dibaca dalam waktu 45
menit
5. Protokol stroke ACLS langkah 5 (45 menit)
Dalam 45 menit setelah pasien tiba, spesialis harus memutuskan,
berdasarkan CT scan atau MRI, jika ada perdarahan.
Ada Perdarahan Tidak Ada Perdarahan
Perhatikan bahwa pasien bukan Putuskan apakah pasien adalah
calon fibrinolitik. kandidat untuk terapi fibrinolitik.
Aturlah konsultasi dengan ahli Tinjau kriteria untuk terapi
saraf atau ahli bedah saraf. fibrinolitik IV dengan
menggunakan checklist fibrinolitik
Pertimbangkan transfer, jika Ulangi pengkajian neurologi
tersedia (NIHSS atau Skala Neurologis
Kanada)

Terapi fibrinolitik diberikan untuk merestorasi perfusi pada bagian otak


yang mengalami iskemi (Burns, 2014). Semua pasien dengan stroke
iskemik akut yang datang dalam 6 jam pasca onset gejala harus
dievaluasi untuk IV tPA dan/atau terapi endovaskular akut. IV tPA
idealnya harus diberikan dalam 3 jam pasca onset gejala. Jika
pemeriksaan CT scan tidak menunjukkan keadaan patologis, pasien
memenuhi kriteria, tidak memiliki kontraindikasi terapi fibfinolisis, dan
menunjukkan penurunan neurologis sugestif ke arah stroke iskemik
akut, maka IV tPA harus diberikan (Hyzy, 2017). Jika pasien membaik
dan kembali normal, fibrinolitik mungkin tidak diperlukan.
Indikasi penggunaan terapi trombolitik (AHA/ASA Class I)
1. tanda dan gejala klinis konsisten dengan stroke iskemik akut
2. onset gejala stroke tidak lebih dari 3 jam
3. defisit fungsi neurologis yang jelas
4. usia > 18 tahun
Kontra Indikasi pemberian terapi trombolitik (AHA/ASA Class III)
1. Trauma kepala berat 3 bulan terakhir
2. Adanya gejala yang menunjukkan kemungkinan perdarahan
subarachnoid
3. CT scan menunjukkan adanya perdarahan di Otak
4. Riwayat perdarahan intracranial
5. Tumor otak, aneurisma otak dan malformasi arteriovenosa
6. Riwayat operasi kepala dan tulang belakang yang baru
7. Tekanan darah sistolik > 185 mmHg dan diastolik > 110 mmHg
8. Perdarahan internal yang aktif
9. Trombosit < 100.000 /mm3
10. Perdarahan gastrointestinal dan hematuria dalam 21 hari terakhir
11. Pasien menggunakan obat-obat anti coagulan (INR > 1.7 dan PT >
15 detik)
12. Mayor surgery dalam 14 hari terakhir
Kontra indikasi pemberian trombolitik tersebut diatas harus dikaji secara
teliti sebelum terapi trombolitik dimulai.

Pada kasus di atas, pemberian terapi fibrinolitik bisa dilakukan


karena pasien menunjukkan tanda dan gejala stroke iskemik akut,
berusia di atas 18 tahun (53 tahun), hasil CT scan menunjukkan tidak
ditemukannya perdarahan, hasil aPTT normal, tekanan darah di bawah
185/110 mmHg (170/90 mmHg).

6. Protokol stroke ACLS langkah 6 (60 menit)


Jika pasien adalah kandidat untuk terapi fibrinolitik, tinjau risiko dan
manfaat terapi dengan pasien dan keluarga (komplikasi utama dari IV
tPA adalah perdarahan intrakranial) dan berikan aktivator jaringan
plasminogen (tPA). Jangan memberikan antikoagulan atau pengobatan
antiplatelet selama 24 jam setelah tPA sampai tindak lanjut CT scan
pada 24 jam tidak menunjukkan perdarahan intrakranial. Jika pasien
bukan merupakan kandidat berikan aspirin.
Pengkajian Keperawatan
A. Pengkajian primer
a. Airway :
Penurunan kesadaran, dapat terjadi hipotonik otot faring
b. Breathing :
Nafas klien tidak sesak, frekuensi 17x/menit, klien tidak menggunakan otot
bantu pernapasan cuping hidung.
c. Circulation :
TD 170/90 mmHg, nadi 110x/menit,RR 17x/menit, suhu 37˚C.
d. Disability :
Berdasarkan pengkaian AVPU didapatkan hasil pasien berespon terhadap
nyeri, GCS E2 M3 V3
e. Exposure :
Dilakukan pemeriksaan fisik, tidak ada cedera pada tulang leher dan
punggung, tidak ada jejas. Pada pemeriksaan nervus terdapat kelemahan
atau hemiplegi pada anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo, dan bibir
mencong kekanan, suara gurgling (+), ronchi (-)
f. Ample :
1) Alergi : pasien tidak mempuyai alergi obat, alergi udara, ataupun alergi
makanan
2) Medication : lisinopril 20 mg, aspirin 81 mg
3) Past illness: pasien mempunyai penyakit vibrilasi atrial, hipertensi,
diabetes, dan pernah mengalami serangan stroke ringan atau TIA
(transient ischemic attack).
4) Last meal : tidak dikaji
5) Event : pasien terjatuh dari tempat tidur
B. Analisa Data
Penyebab Masalah
No Data (Symptom)
(Etiologi) (Problem)
1. Ds : Oklusi pada arteri Resiko
1. Pasien serebral ketidakefektifan
mengeluh lemas perfusi serebral
pada anggota
gerak sebelah Penurunan darah
kanan, ke otak
2. Bicara menjad
ipelo,
3. Bibir mencong Resiko
kesebelah kanan ketidakefektifan
Do : perfusi serebral
1. Pasien tidak
sadar GCS E2
M3 V3
2. TD: 170/90
mmHg
3. Nadi: 110x/menit
4. RR: 17x/menit
5. Suhu 37C
6. Faktor koagulasi
normal dan
aPTT dalam
batas normal

2 Ds: Iskemik arteri cerebral Resiko aspirasi


Do: sinistra
1. Pasien tidak
sadar
GCS E2 M3 V3 Penurunan kesadaran
2. TD: 170/90
mmHg
3. Nadi: 110x/menit Hipotoni otot faring
4. RR: 17x/menit
5. Suhu 37C
6. suara gurgling Resiko aspirasi
(+),

3 Ds : Iskemik arteri Hambatan


1. Keluarga cerebral sinistra komunikasi verbal
mengatakan
bicara pasien
menjadi pelo Gangguan Brocha’s
2. Keluarga motorspeech area
mengatakan
bibir pasien
mencong Disatria, afasia,
kesebelah kanan amourasis fulgaks
Do :
1. Pasien tidak
sadar Hambatan
GCS E2 M3 V3 komunikasi verbal
2. TD: 170/90
mmHg
3. Nadi: 110x/menit
4. RR: 17x/menit
Suhu 37C
Diagnosa
Tujuan/ Kriteria Hasil Tujuan Intervensi
keperawatan
Resiko Setelah dikalukan keperawatan selama 3x60 NIC: Peningkatan perfusi serebral (2550)
ketidakefektifan menit pasien menunjukkan status sirkulasi dan
perfusi serebral b.d kognisi, yang dibuktikan oleh indicator sebagai Definisi; promosi perfusi yang adekuat dan

koagulasi berikut: membatasi komplikasi pada pasien terhadap resiko

intravaskuler NOC: Perfusi jaringan serebral perfisi yang adekuat pada otak

diseminata Indikator IR ER
1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk
Penurunan 2 4
membatasi parameter hemodinamik dan
tingkat
mempertahankan paremeter hemodinamik
kesadaran
sesuai yang telah ditentukan
Nilai rata-rata 2 4
2. Induksi hipertensi dengan peningkatan
tekanan darah
volume intropik atau agen vasokonstriktif
Tekasan Darah 2 4 sesuai dengan yang dipesankan
1 Deviasi berat dari kisaran normal 3. Memberikan obat vasoaktif sesuai dengan
2 Deviasi yang cukup besar dari kisaran yang diresepkan untuk mempertahankan
normal parameter hemodinamik memberikan agen
3 Deviasi sedang dari kisaran normal untuk memperluas volume intravaskuler
4 Deviasi ringan dari kisaran normal yang sesuai (mis koloid, produk darah, dan
5 tidak ada deviasi dari kisaran normal kristoloid)
NOC: Status neurologi 4. Menghindari fleksi leher, atau lutut yang
Indikator IR ER ekstrim
Kesadaran 2 4 5. Berikan obat trombolitik yang sesuai

Tanda Vital 3 4 6. Pantau pengaruh dari terapi anti coagulant

Respirasi 4 5 7. Pantau status neurologik

Komunikasi 2 3 8. Pantau rata-rata tekanan arteri

sesuai situasi 9. Pantau tanda vital

1 Sangat terganggu
NIC: Pemantauan neurologis
2 Banyak terganggu
3 Cukup terganggu Definisi:memantau dan menganalisadata pasien
4 Sedikit terganggu tentang penurunan komplikasi neurologik
5 Tidak terganggu
NOC: Circulation status 1. Pantau tingkat kesadaran
Indikator IR ER 2. Pantau tanda-tanda vital : temperatur

TD sistolik dan 2 4 tekanan darah,nadi dan pernafasan

diastolik 3. Pantau status pernafasan tingkat ABG,

Saturasi 5 5 oksimetri nadi, pola, kedalaman, dan usaha

Oksigen 4. Pantau karakteristik bicara: fluensi,kehadiran


aphasis atau kesulitan mengemukakan kata
Gangguan 2 4
5. Pantau respon pada obat
Kognisi
1 gangguan eksterm 6. Identifikasi pola data yang darurat
2 berat 7. Tingkatkan pemantauan frekuensi neurologic
3 sedang
4 ringan NIC: Perawatan sirkulasi

5 tidak ada gangguan


Definisi:Meningkatkan sirkulasi arteri dan vena

1. Nilai nadi perifer


2. Pantau Tanda vital
3. Tukar posisi pasien setiap 2 jam jika perlu
4. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mencegah peningkatan viskositas darah
5. Memantau status cairan ,termasuk
pemasukkan dan pengeluaran
6. Kolaborasi pemberian terapi oksigen sesuai
indikasi
7. Berikan obat antiplatelet atau anticoagulant
yang sesuai
Resiko aspirasi b.d NOC: Status Pernafasan: Kepatenan jalan nafas NIC: Aspiration precaution
kelemahan/paralisis Indikator IR ER 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
otot menelan Frekuensi 4 5 kemampuan menelan
pernafasan 2. Pelihara jalan nafas
Kemampuan 2 5 3. Lakukan suction jika diperlukan
mengeluarkan 4. Cek nasogastrik sebelum makan
sekret 5. Hindari pemberian makan kalau residu masih

1 Deviasi berat dari kisaran normal banyak

2 Deviasi yang cukup besar dari kisaran 6. Haluskan obat sebelum pemberian

normal 7. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah

3 Deviasi sedang dari kisaran normal pemberian makan

4 Deviasi ringan dari kisaran normal


NIC: Pemantauan neurologis
5 tidak ada deviasi dari kisaran normal
NOC: Status neurologi Definisi:memantau dan menganalisa data pasien
Indikator IR ER tentang penurunan komplikasi neurologik
Kesadaran 2 4
Tanda Vital 3 4 1. Pantau tingkat kesadaran

Respirasi 4 5 2. Pantau tanda-tanda vital : temperatur

Komunikasi 2 3 tekanan darah,nadi dan pernafasan

sesuai situasi 3. Pantau status pernafasan tingkat ABG,


1 Sangat terganggu oksimetri nadi, pola, kedalaman, dan usaha
2 Banyak terganggu 4. Pantau karakteristik bicara: fluensi,kehadiran
3 Cukup terganggu aphasis atau kesulitan mengemukakan kata
4 Sedikit terganggu 5. Pantau respon pada obat
5 Tidak terganggu 6. Identifikasi pola data yang darurat
7. Tingkatkan pemantauan frekuensi neurologic

Hambatan NOC : Komunikasi NIC: Peningkatan komunikasi: kurang bicara


komunikasi verbal Indikator IR ER 1. Kaji tipe/derajat disfungsi
b.d perubahan Menggunakan 2 4 2. Minta pasien untuk menulis nama/kalimat
pada sistem saraf bahasa lisan yang pendek
pusat Pertukaran 2 4 3. Berikan metode komunikasi alternative
pesan yang 4. Bicaralah dengan nada normal dan hindari
akurat dengan percakapan yang cepat

orang lain
NIC: Peningkatan perfusi serebral (2550)
1 Sangat terganggu
2 Banyak terganggu Definisi; promosi perfusi yang adekuat dan
3 Cukup terganggu membatasi komplikasi pada pasien terhadap resiko
4 Sedikit terganggu perfisi yang adekuat pada otak
5 Tidak terganggu
NOC: Perfusi jaringan serebral 1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk
Indikator IR ER membatasi parameter hemodinamik dan
Penurunan 2 4 mempertahankan paremeter hemodinamik
tingkat sesuai yang telah ditentukan
kesadaran 2. Induksi hipertensi dengan peningkatan
1 Deviasi berat dari kisaran normal volume intropik atau agen vasokonstriktif
2 Deviasi yang cukup besar dari kisaran sesuai dengan yang dipesankan
normal 3. Memberikan obat vasoaktif sesuai dengan
3 Deviasi sedang dari kisaran normal yang diresepkan untuk mempertahankan
4 Deviasi ringan dari kisaran normal parameter hemodinamik memberikan agen
5 tidak ada deviasi dari kisaran normal untuk memperluas volume intravaskuler
yang sesuai (mis koloid, produk darah, dan
kristoloid)
4. Menghindari fleksi leher, atau lutut yang
ekstrim
5. Berikan obat trombolitik yang sesuai
6. Pantau pengaruh dari terapi anti coagulant
7. Pantau status neurologik
American Heart Association (AHA). (2015). Let’s talk about stroke: fact sheet.
[Artikel].
American Heart Association (AHA). 2015. Heart disease and stroke statistics –
at-a-glance [Artikel]. http://www.heart.org/idc/groups/ahamah-
public/@wcm/@sop/@smd/documents/downloadable/ucm_470704.pdf.
Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing (3rd ed.).
McGraw-Hill Education.
Crouch, R., Charters, A., Dawood, M., & Bennet, P. (Eds.). (2017). Oxford
Handbook of Emergency Nursing (2nd ed.). Oxford University Press.
David, S. S. (Ed.). (2016). Clinical Pathways in Emergency Medicine (Vol. II).
Springer India.
Hall, J. E. (2016). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (13th ed.).
Philadelphia: Elsevier, Inc.
Hyzy, R. C. (Ed.). (2017). Evidence-Based Critical Care: A Case Study Approach.
Springer International Publishing Switzerland. https://doi.org/10.1007/978-3-
319-43341-7
Ignativicius, D. D., & Workman, M. L. (2013). Medical- Surgical Nursing: Patient-
Centered Collaborative Care (7th ed.). Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Powers, W. J., Rabinstein, A. A., Ackerson, T., Adeoye, O. M., Bambakidis, N.
C., Becker, K., … Tirschwell, D. L. (2018). 2018 Guidelines for the Early
Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: A Guideline for
Healthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke (Vol. 49).
https://doi.org/10.1161/STR.0000000000000158
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th ed.). Wolters Kluwer
Health / Lippincott Williams & Wilkins.
Urden, L. D., Stacy, K. M., & Lough, M. E. (2014). Critical Care Nursing:
Diagnosis adn Mangement (7th ed.). Mosby, an imprint of Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai