Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Penyakit Asfiksia Pada Neonatus

1.1 Definisi

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Mansjoer, 2000).

Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan
tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.Asfiksia
dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. (Nanda, 2015)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,


bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan
otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital
lainnya.(Saiffudin, 2001).

Menurut (Amru sofian, 2012) asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan


oleh :
 Penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma.
Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh :
 Partus lama, rupture uteri yang membakat, tekanan terlalu kuat kepala
anak pada plasenta, prolapses, pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, placenta
tua (serotinus).
APGAR SCORE
Nilai
Tanda
0 1 2
Warna Biru/ pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
kulit ekstremitas biru ekstemitas
kemerahan
Denyut Tidak ada <100x/mnt >100x/mnt
nadi
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit menangis
Tonus otot Lumpuh Fleksi lemah Aktif
Usaha Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
nafas
Penilaian :
7 – 10 : normal (vigorus baby)
4 – 6 : asfiksia sedang
0 – 3 : asfiksia berat

1.2 ETIOLOGI
a. Faktor ibu
 Preeklampsia dan eklampsia
 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama atau partus macet
 Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b.Faktor Tali Pusat
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital)
 Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang


berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan
adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan
dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi
sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi
asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

1.3. Tanda Dan Gejala


 Pernapasan terganggu
 Detak jantung menurun
 Refleks/ respons bayi melemah
 Tonus otot menurun
 Warna kulit biru atau pucat
 Kejang
 Penurunan kesadaran
1.4. Patofisiologi
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran
gas serta transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02
dan kesulitan pengeluaran C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat
reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa,
atau kematian penderita.

Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02


tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila
keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme
anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk
akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa
berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ
tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang
ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung.
1.5 pemeriksaan penunjang
 Analisa gas darah
 Elektrolit darah
 Gula darah
 Baby gram (RO dada)
 USG (kepala)
1.6 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan
ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi
bayi baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin
muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
 Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
 Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan
terbuka
2. Memulai pernapasan :
 Lakukan rangsangan taktil
 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
 Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan
pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan).
 Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah,
elektrolit ).

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :


Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

1.7.2 Tindakan Khusus


Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan
tanpa hasil prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya
asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-
rendahnya Apgar.
a. Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama
memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan
tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan
bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-
20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan
ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi
obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan.Pernapasan atau frekuensi
jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan &
frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi
tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu
ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak.
Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan
basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti
hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila
dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary
ventilasi aktif harus segera dilakukan.Ventilasi sederhana
dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.Kemudian
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi
dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga
ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung
segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong
masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut
penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak
berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan
frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi
telah dilakukan dengan adekuat.

Terapi Medikamentosa

 Epinefrin

Indikasi:

1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik


dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada
respon.

2. Sistotik

Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg –


0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang
setiap 3-5 menit bila perlu

 Volume Ekspander

Indikasi:

1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami


hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi.

2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.


Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil
/ lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang
adekuat.

Jenis Cairan :

1. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis :


dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat
diulang sampai menunjukkan respon klinis.

2. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah


banyak.
 Bikarbonat

Indikasi:

1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan


resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik
dan hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan
analisa gas darah dan kimia.Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2
ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).

Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 %


sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2
menit.

Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan


kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi
miokardium dan otak.

 Nalokson

Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak


rnenyebabkan depresi pernapasan.

Indikasi:

1. Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya


menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan
stabil.
3. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan
menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian
bayi.

Dosis : 0,1 mg/kg BB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)

Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m


atau s.c
1.8 Pathway
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Asfiksia Neonatus
2.1 Pengkajian
2.1.1 Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi)
meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua;
meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan,
Riwayat antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat
post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan
ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,
Hubungan psikologis.
2.1.2 Data Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm
beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan
suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali
permenit.
b. Pemeriksaan fisik.
 Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas
berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan
verniks.
 Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau
cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
 Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
 Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
 Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau
tidak.
 Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher; perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus
pendek
 Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal,
perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi
jantung lebih dari 100 kali per menit.
 Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm
dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak
teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai
2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu,
perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda
infeksi pada tali pusat.
 Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat
adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
 Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang
air besar serta warna dari faeses.
 Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin,
perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan
syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
 Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek
moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi
keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau
adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan
Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
2.2 DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus banyak.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
2.3 perencanaan
DIAGNO NOC NIC RASIONAL
SA
Ketidakefe Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. pengumpulan data
ktifan tindakan kebutuhan untuk perawatan

bersihan keperawatan selama oral/suction optimal


proses keperawatan trachea 2. membantu
jalan nafas
diharapkan jalan 2. Auskultasi suara mengevaluasi
b.d
nafas lancar dengan nafas sebelum dan keefektifan upaya
produksi
kriteria: sesudah suction batuk klien
mukus
1. Tidak 3. Bersihkan daerah 3. meminimaliasi
banyak. menunjukkan bagian tracheal penyebaran
demam setelah suction mikroorganisme
2. Tidak selesai dilakukan. 4. untuk mengetahui
menunjukkan 4. Monitor status efektifitas dari
cemas. oksigen pasien, suction.
3. Rata-rata repirasi status
dalam batas hemodinamik
normal. segera sebelum,
4. Pengeluaran selama dan
sputum melalui sesudah suction.
jalan nafas.
5. Tidak ada suara
nafas tambahan.

Ketidakefe Setelah dilakukan 1. Pertahankan 1. untuk


ktifan pola tindakan kepatenan jalan membersihkan
nafas b.d keperawatan nafas dengan jalan nafas guna
hipoventila selama proses melakukan meningkatkan
si/ keperawatan pengisapan kadar oksigen
hiperventil diharapkan pola lendir. yang bersirkulasi
asi nafas menjadi 2. Pantau status dan memperbaiki
efektif. pernafasan dan status kesehatan
1. Kriteria hasil : oksigenasi 2. membantu
Pasien sesuai dengan mengevaluasi
menunjukkan kebutuhan. keefektifan upaya
pola nafas yang 3. Auskultasi jalan batuk klien
efektif. nafas untuk 3. perubahan AGD
2. Ekspansi dada mengetahui dapat
simetris. adanya mencetuskan
3. Tidak ada penurunan disritmia jantung.
bunyi nafas ventilasi. 4. terapi oksigen
tambahan. 4. Kolaborasi dapat membantu
4. Kecepatan dan dengan dokter mencegah gelisah
irama respirasi untuk bila klien menjadi
dalam batas pemeriksaan dispneu, dan ini
normal. AGD dan juga membantu
pemakaian alat mencegahedema
bantu nafas. paru.
5. Berikan
oksigenasi
sesuai
kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jilid 3. Jakarta : Informedika


Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia
neonatorum.html
http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/

Banjarmasin, Januari 2019

Preseptor akademik Preseptor klinik

(………………………..) (……….................…..)

Anda mungkin juga menyukai