Anda di halaman 1dari 12

PENGERTIAN PENGUKURAN KINERJA

Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat
ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi.
TUJUAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA

Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:


1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta
motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan
kolektif yang rasional.

MANFAAT PENGUKURAN KINERJA

Berikut ini adalah manfaat dari pengukuran kinerja:


1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk memonitor dan mengawasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target
kinerja serta melakukan tindakan kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment).
5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
6. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu memahami kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.

Prinsip Pengukuran Kinerja

Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:

1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.

2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak
ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.

3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.


4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.

5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih sekedar
mengetahui tingkat usaha.

6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan adalah cara
manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi operasional.

7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.

8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat waktu.

9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang efektif.

ASPEK YANG DIUKUR DALAM PENGUKURAN KINERJA

1. Informasi Finansial

Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat.
Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara
kinerja aktual dengan anggaran yang dianggarkan.

Analisis varians secara garis besar berfokus pada :

a. Varians pendapatan (revenue varians)

Varians pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk peningkatan aktiva atau
penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

b. Varians pengeluaran (expenditure variance)


 Varians belanja rutin

Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang sifatnya lancar dan terus menerus yang dimaksudkan untuk menjaga
kelemahan roda pemerintahan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.

 Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure variance)


Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaanpemerintah, dan selanjutnya akan
menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.

Setelah dilakukan analisis varians, maka tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sumber
penyebab terjadinya varians dengan menelusuri varians tersebut hingga level manajemen
paling bawah.

2. Informasi Nonfinansial

Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian


manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak dikembangkan oleh
berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced Scorecard. Metode Balanced
Scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi berdasarkan aspek finansial dan juga
aspek nonfinasial. Balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi sektor publik
karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi
juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang
menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang
cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan (Mahmudi, 2007). Pengukuran dengan metode
ini melibatkan empat aspek, antara lain :

a. Perspektif finansial (financial perspective)

Perspektif finansial menjadi perhatian dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan
merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh
pengambilan keputusan. Aspek keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi,
dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang mendasar. Pengukuran kinerja
keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:

 Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan


memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen
untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah
kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang
akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan
dengan pelanggan.
 Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini,
perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika memungkinkan.
 Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar menuai hasil
investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan.
b. Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)

Dalam perspektif ini, perhatian perusahaan harus ditujukan pada kemampuan internal untuk
peningkatan kinerja produk, inovasi, dan teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam
perspektif ini, peran riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok
pengukuran, yaitu:

 Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:


 Pangsa Pasar (market share) : pangsa pasar ini menggambarkan proporsi bisnis
yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam
bentuk jumlah pelanggan uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
 Retensi Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan tingkat dimana
perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Pengukuran dapat
dilakukan dengan mengetahui besarnya presentase pertumbuhan bisnis dengan
pelanggan yang ada saat ini.
1) Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition) : pengukuran ini menunjukkan
tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru
memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat diukur dengan membandingkan
banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.
2) Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) : pengukuran ini berfungsi untuk
mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik
dalam value proportion.
 Customer Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada Core
value proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut:
 Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa, harga, dan
kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas
produk atau jasa yang ditawarkan.
 Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan mengadakan pendekatan
agar perasaan pelanggan merasa puas atau produk atau jasa yang ditawarkan
perusahaan.
 Image and reputation membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui
iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.

c. Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency)

Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama yaitu:

 Proses inovasi

Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah
satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses
inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai
tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:

 Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan.
 Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.

 Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi bisnis, lebih
menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu dari barang dan
jasa yang diberikan kepada pelanggan.

 Pelayanan Purna Jual

Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah dilakukannya


pengukuran terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi
bagian yang cukup penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna jual ini
akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.

d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective).

Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi bisnis untuk
terus mempertahankan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan, dan meningkatkan
pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan
meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil
ketiga perspektif diatas dan tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
organisasi merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga
perspektif Balanced Scorecard.

e. Perspektif/Faktor yang Dinilai Misi atau Visi

Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci.Variabel kunci
adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan
organisasi. Karakteristik variabel kunci, yaitu :

 Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi


 Sangat volatile (mudah berubah) dan dapat berubah dengan cepat
 Perubahannya tidak dapat diprediksi
 Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
 Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran
antara (surrogate). Sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara
langsung akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan
dan demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci.

METODE PENGUKURAN KINERJA

1. Balanced Scorecard (BSC)

Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan (1992) dan Norton (1996) dengan
berpandangan kepada empat perspektif., yaitu : (i) perspectif keuangan, (ii) perspektif
pelanggan, (iii) perspektif internal, dan (iv) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. BSC
bukan merupakan daftar pengukuran statis, melainkan sebuah kerangka logis untuk
melaksanakan dan menyelaraskan program-program yang berfokus pada
strategi. Scorecard menerjemahkan visi dan strategi unit bisnis ke dalam tujuan dan ukuran di
empat perspektif yang berbeda.
Gambar 1. Balanced Scorecard

Sumber : www.google.com

2. Performance Pyramid System (PPS)

PPS adalah sebuah sistem yang saling terkait dari variable kinerja yang berbeda, yang
dikontrol pada tingkat organisasi yang berbeda. Tujuan dari kinerja piramida adalah link suatu
strategi organisasi dengan operasi-operasi dengan menerjemahkan tujuan-tujuan dari atas ke
bawah (prioritas pelanggan) dan pengukuran dari bawah ke atas. Pengukuran kinerja ini
mencakup empat tingkat tujuan yang membahas efektivitas organisasi eksternal (sisi kiri
piramida) dan efisiensi internal (sisi kanan piramida).

Gambar 2. The Performance Pyramid

Sumber : Cross and Lynch (1992)

Lynch dan Cross (1992) menyatakan bahwa kinerja piramida berguna untuk
menggambarkan bagaimana tujuan dikomunikasikan sampai ke tingkat operasional dan
bagaimana langkah-langkah yang disampaikan kembali ke tingkat yang lebih tinggi. Kekuatan
utama PPS adalah usahanya untuk mengintergrasikan tujuan-tujuan perusahaan dengan
indokator kinerja operasional. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan mekanisme untuk
mengidentifikasi indicator kinerja kunci dan juga tidak secara eksplisit mengintegrasikan
konsep perbaikan terus-menerus.

3. The Tableau de Bord (TdB)

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh para insinyur yang sedang mencari cara untuk
meningkatkan proses produksi mereka dengan pemahaman yang lebih baik. Metode ini
pertama kali diperkenalkan di Perancis pada tahun 1930-an. Menurut Epstein dan Manzoni,
tujuan awal ini yang memberikan manajer uraian dan parameter kunci untuk mendukung
pengambilan keputusan yang memiliki dua implikasi penting. Pertama, TdB tidak dapat
menjadi dokumen tunggal yang berlaku sama baik untuk seluruh perusahaan karena setiap sub-
unit memiliki tanggung jawab dan objektif yang berbeda. Ini menyebabkan harus adanya TdB
untuk setiap sub-unit. Kedua, berbagai TdBs yang digunakan dalam perusahaan tidak boleh
terbatas pada indikator-indikator keuangan.

Kelemahan terbesar yang mungkin berasal dari TdB adalah struktur yang tidak
terdefinisikan. Hal ini dikarenakan kurangnya daerah kerja yang ditetapkan. Risiko yang dapat
terjadi yaitu manajer melaksanakan TdB dengan seperangkat indikator kinerja yang tidak
seimbang dalam hal keuangan dan non-keuangan, lead dan lag, strategis dan operasional dan
terkait dengan efektivitas dan efisiensi.

4. Productivity Measurement and Enchancement System (ProMES)

ProMES dikembangkan oleh Pritchard pada awalnya. ProMES didasarkan pada teori perilaku
kerja. Dalam teori ini, motivasi dipandang sebagai suatu proses alokasi sumber daya ke seluruh
tindakan dan tugas, dimana sumber daya tersebut adalah waktu dan tenaga seseorang. Pritchard
dan kawan-kawannya menyatakan bahwa kekuatan motivasi seseorang adalah hasil dari
tindakan, produk, evaluasi, hasil dan terpenuhinya kebutuhan orang tersebut. Sistem ProMES
dapat dikembangkan dan diimplementasikan dengan tujuh langkah sebagai berikut :

 Membentuk tim desain yang terdiri dari orang-orang yang akan diukur, pengawas dan fasilitator
yang mengerti ProMES

 Identifikasi tujuan untuk unit.

 Mengidetifikasi salah satu ukuran lebih kuantitatif (indikator) untuk setiap tujuan yang
ditetapkan.

 Menetapkan kemungkinan.

 Desain sistem umpan balik.


 Menanggapi umpan balik.

 Memonitoring proyek dari waktu ke waktu.

Salah satu fitur yang paling menarik dari ProMES adalah pendekatan bottom-up. Namun,
pendekatan ini juga memiliki kekurangan yaitu bahwa konsistensi vertikal tidak dapat diterima
begitu saja yang dapat mengakibatkan pengukuran kinerja unit bisnis tidak sejalan dengan
pengukuran kinerja perusahaan. Kelemahan dari ProMES adalah bahwa indikator tidak harus
selalu diimbangi jika tujuan tidak seimbang.

5. Activity-Based Costing (ABC)

Johnson dan Kaplan telah mengembangkan sebuah pendekatan untuk akuntansi biaya pada
tahun 1980-an yang disebut activity-based costing (ABC). Teknik dasar ABC adalah untuk
menganalisis biaya tidak langsung dalam perusahaan dan untuk menemukan kegiatan yang
menyebabkan biaya-biaya tersebut. Menurut Maskell, beberapa contoh kasus menunjukan
bahwa metode ABC dapat digunakan untuk menilai harga produk, pengambilan keputusan
produksi, pengurangan biaya overhead dan peningkatan berkesinambungan.

6. Sink and Tuttle

Metode pengukuran kinerja Sink and Tuttle adalah sebuah pendekatan klasik yang menyatakan
bahwa kinerja suatu organisasi memiliki keterkaitan yang rumit antar tujuh kriteria kinerja.
Ketujuh kriteria kerja tersebut, antara lain :

 Efektivitas

 Efisiensi

 Kualitas

 Produktivitas

 Kualitas kehidupan kerja

 Inovasi

 Profitabilitas/ budgetability
Gambar 3. Tujuh Kriteria Kerja Sink and Tuttle Sumber : www.google.com

7. Theory of Constrains

TOC dikembangkan oleh Goldratt pada pertengahan tahun 1980-an sebagai suatu proses
perbaikan yang berkelanjutan. TOC dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Mengidentifikasi kendala sistem

 Memutuskan bagaimana memanfaatkan sistem kendala

 Tidak memprioritaskan segala sesuatu yang lain di atas keputusan.

 Meningkatkan sistem kendala

 Ketika sebuah kendala rusak, kembali ke langkah (1)

Dalam pengukurannya, TOC digunakan untuk menilai kemampuan bisnis suatu organisasi.
Pengukuran global metode TOC yaitu laba bersih, ROI dan Cash Flow. Keuntungan dari metode
ini yaitu metode ini mudah untuk diakses dan dipahami. Namun, metode TOC dinilai masih kurang
lengkap untuk melakukan pengukuran kinerja.

Beberapa metode yang telah dijabarkan di atas merupakan sebagian besar metode pengukuran
kinerja yang telah berlaku dan diterapkan sebelumnya. Seiring dengan perkembangan zaman,
metod pengukuran kinerja pun dapat terus bekerja. Pada dasarnya, tidak ada metode pengukuran
yang dapat dinilai sebagai metode yang paling tepat dan benar. Hal ini dikarenakan setiap
perusahaan memiliki focus, ruang lingkup dan lingkungan yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, setiap pemimpin perusahaan dapat menggunakan metode pengukuran kinerja
yang sesuai dengan perusahaan dan perkembangan zaman.
Sumber :

http://ccg.co.id/blog/2016/05/17/metode-metode-pengukuran-kinerja/

https://www.academia.edu/7202072/Pengukuran_Kerja

https://www.academia.edu/12391806/PENGUKURAN_KINERJA_PADA_SEKTOR_PUBLIK

Anda mungkin juga menyukai