Kegagalan besar Enron memotivasi reformasi tata kelola dan etika serta kegagalan
Arthur Andersen yang terjadi, kegagalan besar ini menciptakan krisis kredibilitas yang serius
terhadap proses akuntansi, pelaporan dan tata kelola perusahaan sehingga politisi Amerika
menciptakan kerangka kerja akuntabilitas dan tata kelola yang baru dengan melahirkan
Sarbanes-Oxley Act untuk memulihkan kepercayaan yang memadai agar memungkinkan pasar
modal kembali berfungsi dengan normal/efektif.
Sebagian besar pengamat setuju bahwa masalah Enron disebabkan oleh kegagalan
Dewan Direksi dalam menjalankan pegawasan yang memadai. Hal ini mungkin karena adanya
penyalahgunaan entitas yang memiliki tujuan khusus. Arthur Andersen sebagai perusahaan
yang mengaudit Enron pada dasarnya telah hancur.
Sepanjang akhir periode 1990-an, saham Enron naik secara perlahan dengan rentang
perdagangan $20-$40 yang tercatat di NYSE (New York Stock Exchange), NYSE ini
merupakan salah satu bursa saham terbesar di dunia. Lalu dalam beberapa awal bulan milenium
baru harga saham Enron melonjak menjadi $70, yang didasarkan pada daya apung keseluruhan
pasar saham secara umum, penilaian menguntungkan yang diberikan kepada perusahaan oleh
analis, serta laporan laba rugi dan proses Enron.
Selama tahun 2000 saham Enron diperdagangankan dalam kisaran $60-$90 dan
mencapai puncaknya pada bulan Agustus dengan harga $90,56 serta menutup tahun dengan
harga saham mendekati $80. Pada tahun 2001 tren tersebut menurun secara drastis hingga satu
titik dimana saham Enron yang sebenarnya tidak berharga. Kabar keruntuhan Enron beredar
selama berbulan-bulan.
Setelah tertunda cukup lama dan diberitakan perusahaan audit Enron – Arthur Andersen
LLP (AA), perusahaan audit terbesar kelima di Amerika Serikat dan salah satu yang terbesar
di dunia, dituduh melakukan obstruksi keadilan karena melakukan pemusnahan dokumen yang
diduga penting bagi penyelidikan yang dilakukan oleh instansi pemerintah pada tanggal 07
Maret 2002. Atas tuduhan ini, SEC (Securities and Exchange Commission) membatasi layanan
Arthur Andersen (AA) kepada perusahaan yang terdaftar di SEC (Securities and Exchange
Commission) sehingga membahayakan kelangsungan hidup Arthur Andersen (AA) sebagai
perusahaan.
Pada akhirnya, Arthur Andersen (AA) hancur dan pasarnya sedikit demi sedikit diambil
alih oleh para pesaing. Kesulitan yang dihadapi Arthur Andersen (AA) dan kurang dari 100
karyawan Arthur Andersen (AA) bertanggungjawab atas bencana yang menghancurkan
perusahaan yang dulunya dihormati diseluruh dunia yang memperkerjakan 85.000 karyawan
dari seluruh dunia. Selain itu, kerangka peraturan diri yang digunakan oleh profesi tersebut
semakin terkikis.