Anda di halaman 1dari 32

i

MAKALAH KIMIA AIR


KIM1331

Disusun Oleh:

KHAIRUN NISSA (1813031013)


HASANNUDIN (1813031020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA - JURUSAN KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2019
ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Kimia Air”. Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas kimia lingkungan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki
masih kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun agar makalah ini
kedepannya bisa diperbaiki.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.

Singaraja, September 2019

Penulis
iii

DAFTAR ISI
Cover.................................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3 Manfaat........................................................................................... 2
1.4 Tujuan............................................................................................. 2
BAB II. Pembahasan
2.1 Siklus Hidrologi..............................................................................3
2.2 Baku Mutu Air................................................................................6
2.3 Pencemaran Air.............................................................................. 7
2.4 Indikator Pencemaran Air...............................................................8
2.5 Sumber dan Bahan Pencemar Air...................................................12
2.6 Keterakaitan Pencemaran Tanah dengan Air................................. 14
2.7 Cara Penanggulangan Pencemaran Air.......................................... 15
BAB III. Penutup
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 16
3.2 Saran............................................................................................... 16
Daftar Pustaka
Lampiran
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan makhluk hidup.
Sebagian besar bumi adalah air, sehingga bumi terlihat biru dari angkasa. Air juga
terdapat dalam tubuh makhluk hidup, seperti manusia. Di dalam tubuh manusia,
tiga perempatnya adalah air. Selain dibutuhkan organ tubuh, air juga dibutuhkan
untuk keperluan industri, pertanian, sebagai sarana hiburan serta dalam hal
kesehatan.
Penggunaan air yang terus-menerus tidak mengurangi jumlah air yang
tersedia, hal ini disebabkan oleh adanya perputaran air dari lapisan hidrosfer ke
atmosfer. Air yang mengalami perputaran tersebut, tidak seterusnya terlindungi
dari polutan. Untuk membedakan air yang baik dengan air yang tercemar perlu
adanya standar mutu air.
Selain standar mutu air, ada indikator tertentu untuk mengetahui bahwa air
tersebut tercemar, salah satunya menggunakan pengamatan kimiawi dengan
memperhatikan zat kimia dan pH yang terkandung dalam air. Perubahan kualitas
air menjadi buruk dapat disebabkan karena aktivitas alam maupun aktivitas
manusia, seperti penggunaan pestisida yang berlebih, membuang sampah
sembarangan yang menyebabkan tanah tercemar. Seharunsya, sebagai manusia
yang memiliki akal, tentu bisa menjaga lingkungan sekitar untuk kesejahteraan
bersama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana siklus hidrologi terjadi?
2. Mengapa baku mutu air itu diperlukan?
3. Bagaimana pencemaran air itu terjadi?
4. Mengapa indikator pencemar air itu diperlukan?
5. Apa sumber dan bahan pencemar air?
6. Bagaimana keterkaitan pencemaran tanah dengan air?
2

7. Bagaimana cara penanggulangan pencemaran a


1.3 Manfaat
1. Untuk mendeskripsikan siklus hidrologi
2. Untuk mengetahui baku mutu air
3. Untuk mengetahui pencemaran air
4. Untuk mengetahui indikator pencemar air
5. Untuk mengetahui sumber dan bahan pencemar air
6. Untuk mengetahui keterkaitan pencemaran tanah dengan air
7. Untuk mengetahui cara penanggulangan pencemaran air

1.4 Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang bersesuaian dengan rumusan masalahnya,
yaitu:
1. Bagi penulis, penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
aspek dalam kimia air.
2. Bagi pembaca, pembaca dapat membaca, memahami dan menambah
pengetahuan tentang kimia air.
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Siklus Hidrologi
Hidrosfer berasal dari dua kata, yaitu hidros yang berarti air, dan sphere
yang berarti lapisan. Hidrosfer adalah lapisan air yang berada di permukaan bumi.
Air adalah salah satu hal yang paling dibutuhkan makhluk hidup. Air yang
tersedia di Bumi begitu banyak, yaitu 134 milyar meter kubik air (Prodjosantoso
dan Tutik, 2011). Sekitar 97% air di permukaan bumi adalah air laut/air asin yang
tidak dapat digunakan secara langsung. Sebanyak 2% adalah air yang membeku
di kutub, sisanya adalah 1% air tawar yang dapat digunakan oleh makhluk hidup.
Hanya 1% air tawar tersebut digunakan oleh seluruh makhluk hidup di Bumi, lalu
bagaimana air tersebut tidak bisa habis?
“Secara keseluruhan volume air di Bumi jumlahnya tetap dan tidak berubah,
hal itu terjadi karena adanya proses perputaran air yang disebut siklus hidrologi”
(Naharuddin dkk, 2018:15). Siklus hidrologi atau siklus air adalah proses
perputaran air yang ada di Bumi secara terus menerus. Menurut Tanika dkk.
dalam Naharuddin dkk. (2018), “siklus hidrologi melibatkan beberapa komponen
antara lain: hujan, aliran batang dan tetesan daun, infiltrasi, aliran bawah
permukaan, absorbsi oleh tanaman, aliran permukaan, evaporasi, dan transpirasi”.

Gambar 1. Siklus Hidrologi


4

Sumber: Tanika dkk. dalam Naharuddin dkk., 2018


Gambar 2. Komponen Penyusun Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi dibedakan menjadi 2, yaitu siklus hidrologi pendek dan siklus
hidrologi panjang.

Sumber: ilmugeografi.com
Gambar 3. Siklus Hidrologi Pendek
5

Sumber: ilmugeografi.com
Gambar 4. Siklus Hidrologi Panjang

Proses terjadinya siklus hidrologi adalah sebagai berikut: evaporasi →


transpirasi → evapotranpirasi → sublimasi → kondensasi → adveksi →
presipitasi → run off→ infiltrasi.
Tahap evaporasi atau penguapan air menjadi uap air atau gas air yang
memindahkan air di permukaan bumi ke atmosfer bumi. Semakin besar terik
matahari maka semakin besar pula air yang berpindah ke atmosfer Bumi.
Bersamaan dengan tahap evaporasi, tahap transpirasi juga terjadi dalam jaringan
makhluk hidup, air cair akan diubah menjadi bentuk gas dan berpindah ke
atmosfer Bumi, namun uap air yang dihasilkan tidak sebanyak tahap evaporasi.
Tahap evapotranspirasi adalah proses penguapan yang melibatkan seluruh air
yang ada di bumi atau dapat dikatakan bahwa tahap ini adalah gabungan tahap
evaporasi dengan tahap transpirasi. Selain ketiga tahap diatas, ada tahap sublimasi
yang menyokong pembentukan air wujud gas. Es di kutub atau di puncak gunung
yang diselimuti es akan mengalami sublimasi (padat ke gas).
Air dalam bentuk cair maupun padat yang berhasil dipindahkan ke
atmosfer dalam bentuk gas selanjutnya memasuki tahap kondensasi. Kondensasi
merupakan proses yang terjadi pada ketinggian tertentu dan membentuk partikel-
6

partikel air menjadi es karena suhu udara yang sangat rendah pada ketinggian
tersebut. Partikel es tersebut saling mendekati dan menyatu menjadi awan,
semakin banyak es yang menyatu maka awan semakin tebal dan hitam.
Awan yang terbentuk selanjutnya akan mengalami tahap adveksi (tidak
terjadi pada siklus hidrologi pendek), awan yang berada di atmosfer lautan
berpindah ke daratan karena adanya arus angin maupun perbedaan tekanan udara.
Awan menyebar ke atmosfer daratan dan masuk pada tahap presipitasi, yang
menyebabkan awan mencair karena suhu udara yang tinggi dan menyebabkan
hujan jatuh. Apabila suhu udara disekitar atmosfer berada pada atau dibawah titik
beku air, maka salju tipis akan turun (hujan salju) seperti di daerah beriklim sub
tropis. Setelah turun hujan, selanjutnya air akan bergerak di permukaan bumi,
seperti mengalir pada selokan, sungai, danau, dan sampai ke samudera. Tahap ini
disebut dengan run off. Air tidak hanya mengalir pada permukaan tanah saja,
namun juga mengalir dan merembas ke dalam tanah dan mengalami tahap
infiltrasi atau penyaringan menjadi air tanah. Air tanah ini lambat laun akan
kembali ke laut. Terkumpulnya air di laut akan memulai kembali proses siklus
hidrologi melalui tahap evaporasi.
Tahap-tahap tersebut menyebabkan air di bumi tidak bisa berkurang atau
tetap. Walaupun air di bumi tetap, namun distribusi dan kualitas air setiap
waktunya tidak sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi air yakni
(Linsley, 1995 dalam Firmanila, 2016):
1. Iklim, kondisi iklim terutama pada musim kemarau sangat
mempengaruhi distribusi air, musim kemarau yang berkepanjangan
akan menyebabkan distribusi air yang tidak merata dan
membutuhkan air yang lebih besar daripada saat musim hujan.
2. Ciri-ciri penduduk, meningkatnya kondisi sosial ekonomi masyarakat,
akan diiringi dengan meningkatnya kualitas hidup masyarakat dan
peningkatan aktivitas yang selanjutnya membutuhkan sumber daya
yang besar termasuk air.
7

3. Harga air dan meteran, tarif yang dipatok untuk konsumsi air akan
mempengaruhi perilaku penduduk dalam mengkonsumsi air, dimana
semakin tinggi harga air orang akan semakin mengontrol pemakaian
airnya.
4. Ukuran kota, kota yang memiliki banyak jenis pemanfaatan lahan
seperti industri, fasilitas umum, maupun perdagangan mengakibatkan
pemakaian air yang digunakan akan semakin besar. Ukuran kota
diindikasikan dengan jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki
sebuah kota.

Gambar 6. Distribusi Air

2.2 Baku Mutu Air


“Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air” (PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air).
Dalam PP RI No. 82 Tahun 2001, baku mutu air diklasifikasikan ke dalam
4 kelas sebagai berikut:
8

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atauperuntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yangmempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Selanjutnya akan dijelaskan tentang standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk keperluan higiene sanitasi, kolam
renang, solus per aqua, dan pemandian umum yang mengacu pada Peraturan
Menteri No. 32 Tahun 2017 (terlampir).
Selain diklasifikasikan ke dalam empat kelas, air juga dapat digolongkan
berdasarkan sumbernya, yaitu air hujan, air permukaan, dan air tanah.
a. Air hujan, merupakan air hasil dari penyubliman awan/uap air yang turun ke
bumi. Air hujan yang turun tidak dapat langsung dikonsumsi karena
dikhawatirkan tercampur dengan zat lain seperti, gas oksigen, CO2, debu, dan
zat lainnya. Jika ingin dikonsumsi hendaknya air hujan ditampung terlebih
dahulu agar kotoran yang ada terendapkan.
b. Air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir di permukaan bumi, seperti pada
selokan, anak sungai, dan lain-lain. Air ini saat mengalir akan mengalami
pencemaran karena hampir semua sisa kegiatan manusia, flora dan fauna akan
mengotori tempat air permukaan mengalir.
9

c. Air tanah, yaitu air hujan yang mengalir pada permukaan bumi dan terfiltrasi
ke dalam tanah. Proses filtrasi ini membuat air tanah lebih baik dari pada air
hujan maupun air permukaan. Air tanah dapat dibedakan menjadi air tanah
dangkal dan air tanah dalam. 1) air tanah dangkal terjadi karena proses
masuknya air ke dalam tanah dan tertahan pada lapisan tanah kedap air.
Biasanya air tanah dangkal terdapat pada kedalaman 15 meter. 2) air tanah
dalam terjadi pada lapisan tanah kedap air yang lebih dalam. Air tanah dalam
biasanya terdapat pada kedalaman 100-300 meter. Air ini memiliki kualitas
yang lebih baik dari pada air tanah dangkal.

2.3 Pencemaran Air


Air alami tidak terbebas dari bahan pengotor, hanya saja biasanya
konsentrasi pengotor dalam air yang ada di alam masih dapat ditolerir. Tingkat
toleransi bahan pengotor tergantung pada tujuan penggunaan air. Dalam PP No.
82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air, pencemaran air didefinisikan sebagai berikut: “masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”
berdasarkan definisi tersebut penyebab pencemaran air terjadi diakibatkan oleh
masuknya makluk hidup, zat energi dan komponen lain sehingga menyebabkan
kualitas air tercemar. Contoh pencemaran air yang dilakukan manusia yaitu,
penggunaan air sungai, air sungai sejumlah kecil dapat memproses kotoran atau
sampah-sampah yang terhanyut dalam aliran airnya. Setelah beberapa hari, air
sungai yang tercemar akan kembali pada kualitas semula, contohnya beberapa
jenis limbah dapat terurai oleh oksidasi kimia atau bakteri. Akan tetapi beberapa
limbah dari pencemaran air tidak terurai oleh bakteri dan tidak terlibat dalam
berbagai proses alam lainnya dalam air, yang mengakibatkan tidak layaknya air
untuk kebutuhan manusia dan organisme air. Sehingga air dikatakan telah
10

tercemar apabila sifat normalnya telah berubah karena adanya limbah didalamnya
yang menjadikan air tersebut berbahaya bagi makluk hidup.

Gambar 7. Sungai yang Tercemar

2.4 Indikator Pencemaran Air


Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang bisa diamati yang dapat digolongkan menjadi:
a) Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna,
bau dan rasa.
b) Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat
kimia yang terlarut, perubahan pH.
c) Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah
pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand/BOD) serta
kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD). Untuk lebih rinci
akan dijelaskan sebagai berikut:
1) pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
11

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH


sekitar 7, air akan bersifat asam apabila memiliki nilai pH dibawah 7 dan air
yang memiliki nilai pH diatas 7, maka akan bersifat basa. Air limbah dan
bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan
mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir pada pH yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas
biologi perairan dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 1. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan


Nilai pH Pengaruh Umum
6,0 - 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit
menurun
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak
mengalami perubahan
5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan
bentos semakin tampak
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih
belum mengalami perubahan yang berarti
3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona
litoral
5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifilton dan bentos semakin besar
2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
12

plankton, perifilton dan bentos semakin besar


2. Penurunan kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan bentos
3. Algae hijau berfilamen semakin banyak
4. Proses nitrifikasi terhambat
Sumber: modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003
Pada pH< 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat
bertoleransi terhadap pH rendah (bersifat asam). Namun ada sejenis algae
yaitu Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae
Euglena pada pH 1,6.
2) Dissolved Oxygen (DO)
Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan
atmosfer. Berdasarkan data-data temperatur dan tekanan, maka kelarutan
oksigen jenuh dalam air pada 25oC dan tekanan 1 atmosfer adalah 8,32 mg/L
(Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan
pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain
membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan
oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang
berlebihan di perairan akan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik,
sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat
dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita
(Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003 dalam Warlina 2004).
3) Biochemiycal Oxygen Demand (BOD)
Biochemiycal Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk mendegradasi
bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organik berlangsung cukup lama.
Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003 dalam Warlina, 2004)
proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh
mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah:
13

CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + c NH3


Bahan organik oksigen bakteri aerob
Dekomposisi bahan organik terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan
organik menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah
menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya amonia mengalami oksidasi
menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya
dekomposisi tahap pertama yang berperan, sedangkan oksidasi bahan
anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu.
4) Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui
reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar
didegradasi. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium
bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi
gas CO2 dan gas H2O serta ion krom. Reaksinya sebagai berikut:
HaHbOc + Cr2O72- + H + → CO2 + H2O + Cr 3+
Jika dalam perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap
degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dan sebagainya,
maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Faktanya,
hampir semua zat organik dapat dioksidasi oleh oksidator seperti kalium
permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95%-100% bahan organik
dapat dioksidasi. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya
kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200
mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,
WHO/UNEP, 1992 dalam Warlina, 2004).

2.5 Sumber dan Bahan Pencemar Air


a) Sumber pencemar air
Ada beberapa penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum
dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan
14

tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen (air buangan) yang keluar
dari industri, TPA sampah, rumah tangga, transportasi dan sebagainya.
Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari
tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan (Pencemaran Ling. Online, 2003).
Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga
(pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari
aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir
juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang
menghasilkan hujan asam.
b) Bahan Pencemar air
Menurut Wardhana (1995) dalam Warlina (2004), komponen
pencemaran air yang berasal dari industri, rumah tangga dan pertanian dapat
dikelompokkan sebagai bahan buangan:
1) Bahan buangan padat, bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan
yang berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah.
Buangan padat tersebut akan menimbulkan pelarutan, pengendapan dan
pembentukan koloidal.
2) Bahan buangan organik dan olahan bahan makanan, bahan buangan
organik umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi
oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan menaikkan
populasi mikroorganisme dan juga menaikkan kadar BOD. Sama hal nya
dengan olahan bahan makanan yang juga bahan organik yang baunya
lebih menyengat.
3) Bahan buangan anorganik, bahan buangan anorganik sukar didegradasi
oleh mikroorganisme, umumnya adalah logam. Bahan buangan anorganik
ini biasanya berasal dari limbah industri yang melibatkan penggunaan
unsur-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd), air
raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg).
4) Bahan buangan cairan berminyak, beberapa bahan buangan minyak
mengandung senyawa yang volatile, maka apabila dibuang ke air
15

lingkungan akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak yang


menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan terjadi tergantung
pada jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan air dapat
terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu
yang lama. Selain itu, lapisan tersebut akan menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam air, sehingga fotosintesapun terganggu.
5) Bahan buangan berupa panas (polusi thermal), perubahan kecil pada
temperatur air lingkungan bukan saja dapat menghalau ikan atau spesies
lainnya, namun juga akan mempercepat proses biologis pada tumbuhan
dan hewan bahkan akan menurunkan tingkat oksigen dalam air. Akibatnya
akan terjadi kematian pada ikan atau akan terjadi kerusakan ekosistem.
Untuk itu, polusi thermal ini pun harus dihindari. Sebaiknya industri-
industri jika akan membuang air buangan ke perairan harus
memperhatikan hal ini.
6) Bahan buangan zat kimia, Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya,
tetapi dalam bahan pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi :
a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya)
Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau oleat) yang
direaksikan dengan basa NaOH atau KOH, berdasarkan reaksi kimia
berikut ini:
C17H35COOH + NaOH → C17H35COONa + H2O
Asam stearat basa sabun

b. Bahan pemberantas hama (insektisida)


Pemakaian bahan pemberantas hama (insektisida) pada lahan pertanian
seringkali meliputi daerah yang sangat luas, sehingga sisa insektisida
pada daerah tersebut cukup banyak. Sisa isektisida tersebut dapat
sampai kelingkungan melalui pengairan sawah, hujan. Sehingga sisa
insektisida tersebut tercemar ke sungai-sungai dan danau.
c. Zat warna kimia
16

Pada dasarnya semua zat warna adalah racun bagi tubuh manusia. Zat
warna tersusun dari chromogen dan auxochrome. Chromogen
merupakan senyawa aromatic yang berisi chromopore, yaitu zat
pemberi warna yang berasal dari radikal kimia, misal nitroso (-NO),
azo (-N=N-) etilen (>C=C<) dan lain lain. Sedangkan auxochrome
adalah radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan, sehingga zat
warna dapat mudah meresap dengan baik ke dalam bahan yang akan
diberi warna. Contoh auxochrome adalah –COOH atau –SO3H
atau kelompok pembentuk garam –NH2 atau –OH.
d. Zat radioaktif
Adanya zat radioaktif dalam air lingkungan jelas sangat
membahayakan bagi lingkungan dan manusia karena zat radioaktif
dapat menimbulkan kerusakan biologis baik melalui efek langsung
atau efek tertunda. Kemungkinan karena aplikasi teknologi nuklir
yang menggunakan zat radioaktif pada berbagai bidang sudah banyak
dikembangkan, sebagai contoh adalah aplikasi teknologi nuklir pada
bidang pertanian, kedokteran, farmasi dan lain-lain.

2.6 Dampak Pencemaran Tanah


Dalam artikel yang ditulis oleh dosen Universitas Samudera, Muslimah
menyebutkan bahwa “pencemaran lingkungan adalah masuknya atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam sehinggakualitas lingkungan turun sampai ke tingkattertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi”.
Tanah, udara, dan air adalah 3 komponen yang saling merasakan, jika satu
komponen sakit, maka komponen lainnya akan sakit. Seperti yang telah
dijelaskan pada bagian siklus hidrologi, air menguap menjadi gas. Artinya uap air
akan homogen dengan udara sekitarnya, jika udara tercemar polutan, maka air
yang dihasilkan pun tercemar. Begitu pula hubungan air dengan tanah, air hujan
17

yang turun akan meresap ke dalam tanah. Jika tanah tercemar, maka air yang
meresap pun ikut tercemar. Ini mengartikan bahwa air tanah tersebut tidak layak
lagi digunakan.

2.7 Cara Penanggulangan Pencemaran Air


Cara penanggulangan pencemaran air dibagi menjadi 2 yaitu
penanggulangan teknis dan non-teknis.
a) Penanggulangan secara teknis
Bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya
dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang
dapat mengurangi pencemaran
b) Penanggulangan non-teknis
suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan
mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga
tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat
memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan
dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan
kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin.
18

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Air di bumi tidak dapat habis karena mengalami proses perputaran yang
disebut siklus hidrologi. Sayangnya, air yang berputar tersebut bisa saja rusak
karena tercemar. Untuk membedakan air yang baik dengan air yang tercemar,
pemerintah membuat peraturan mengenai kesehatan mutu air. Pemeriksaan air
yang baik dengan yang tercemar dapat mengikuti indikator, seperti pemeriksaan
pH air, dan lain-lain.
Air tidak bisa tercemar dengan sendirinya, namun disebabkan aktivitas
manusia yang bersifat merusak. Manusia adalah penyokong terbanyak yang
membuat air, udara dan tanah tercemar, seperti limbah domestik dan limbah
industri. Selain itu, tercemarnya udara dan tanah dapat mempengaruhi kualitas air.
19

DAFTAR PUSTAKA

EG, Muhamad. 2014. Macam dan Sumber Air Baku. Universitas Lampung.
didapatkan dari http://digilib.unila.ac.id/3943/8/BAB%20II.pdf
Firmanila, Una Dika. 2016. Tugas Akhir: Keterkaitan Karakteristik Wilayah
Terhadap Distribusi Air Bersih di Perkotaan Sumbawa Besar. Surabaya:
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota - Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan.
Naharuddin, dkk. 2018. Buku Ajar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
Aplikasinya Dalam Proses Belajar Mengajar. Palu: Untad Press.
Prodjosantoso, A.K. dkk. 2011. Kimia Lingkungan (Teori, Eksperimen, dan Aplikasi).
Yogyakarta: Kanisius.
Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan dan Pencemaran.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan
Air Untuk Keperluan Hygiene Sanitasi, Kolam Renang, Solur Per Aqua, dan
Pemandian Umum.
Warlina, Lina. 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.
Institut Pertanian Bogor.
20

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1a
21
22
23
24

Lampiran 2a
25

Lampiran 2b
26

Lampiran 2c
27

Lampiran 2d
28

Lampiran 2e
29

Anda mungkin juga menyukai