Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

”SECTIO CAESAREA” DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEHADI


PRIJONEGORO SRAGEN

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD NUR CHOLIS
17030

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN


2019
SECTIO CAESAREA

A. PENGERTIAN
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru Sofian, 2012
dalam Nurarif dan Kusuma, 2015).
Seksio sesarea didefinisikan sebagaimana lahirnya janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada
kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen (Rasjidi, 2009).
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan sepeti sebelum hamil dalam waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2009).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasentasampai 6 minggu setelah melahirkan (Saifuddin, 2009). Masa nifas
adalah masa setelah partus selesai sampai pulihnya kembali alat-alat
kandungan seperti sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini kira-kira 6-8
minggu (Abidin, 2011).

 PERUBAHAN MASA NIFAS


Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu
serta bayi. Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk pertama
kalinya, ibu menyadari terjadinya perubahan yang sangat bermakna
dalam hidupnya. Keadaan ini ditandai dengan terjadinya perubahan fisik
dan psikologis pada ibu (Prawirohardjo, 2009).
Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada ibu masa
nifas yaitu perubahan pada uterus, lokia, vagina dan vulva. Pada
masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus
yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan
antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Korpus uteri pada
masa ini sebagian besar terdiri dari miometrium yang dilapisi oleh
serosa dan desidua basalis. Dua hari kemudian, uterus masih tetap
pada ukuran yang sama dan kemudian mengerut. Pada hari kelimapost
partum, uterus kurang lebih setinggi 7 cm diatas simfisis atau pertengahan
antara simfisis dan umbilikus, dan dalam dua minggu uterus telah turun
masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat lagi diraba diatas simfisis
(Rukiyah, 2011)
- Perubahan Fisiologis
a. Uterus terjadi proses involusi dimana kembalinya uterus ke keadaan
normal setelah melahirkan, adanya kontraksi pada uterus, nyeri.
b. Serviks akan terasa lunak setelah melahirkan
c. Vagina yang tadinya terdistensi dengan dinding yang halus perlahan
akan mengecil dan tonusnya akan kembali
d. Abdomen masih tampak menonjol seperti saat hamil, dan selama dua
minggu pertama akan berelaksasi. Butuh 6 minggu agar didnding
abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil
e. Sistem pencernaan. Pada ibu postpartum akan merasa lapar setelah
melahirkan dan porsi makan meningkat. Defekasi spontan baru akan
terjadi 2-3 setelah postpartum karena berkurangnya tonus otot diusus
selama melahirkan, masa nifas, dehidrasi.
f. Payudara pada ibu postpartum terjadi penurunan kadar kadar hormone
(estrogen, progesteron, hCG, prolactin, kortisol, dan insulin). Selama
24 jam pertama pada terjadi perubahan jaringan payudara. Keluar
kolostrum, cairan kuning, dan jernih. Payudara akan terasa penuh
setelah dan berat saat kolostrum berubah menjadi susu dalam 72-96
jam setelah melahirkan.
g. Perubahan pada volume darah ibu postpartum bergantung pada
beberapa faktor seperti hilangnya darah saat melahirkan dan jumlah
cairan ekstravaskular.
h. Peningkatan curah jantung pada postpartum akan tetap meningkat
minimal 48 jam pertama karena peningkatan volume sekuncup.
i. Perubahan postpartum pada sistem saraf karena adaptasi ibu hamil
serta trauma selama persalina dan melahirkan
j. Perubahan sistem muskoloskeletal ibu terjadi saat hamil dan kembali
saat masa nifas yang mana termasuk relaksasi dan hipermobilitas sendi
dan perubahan pusat gravitasi ibu sebagai respon terhadap uterus yang
membesar. Sebagian sendi kembali sebelum hamil, dan sendi kaki
tidak kembali.
k. Pada ibu postpartum akan keluar cairan dari uterus setelah melahirkan.
Cairan berwarna merah (Lokia rubra), Cairan berwarna merah muda
atau kecoklatan (Lokia Serosa), cairan berwarna putih atau kekuningan
(Lokia Alba)
- Perubahan psikologis
1. Fasetaking In
biasanya ditetapkan 1 hingga 2 hari setelah melahirkan, waktu refleksi
karena dalam jangka waktu 2 hingga 3 bersifat pasif atau hanya peduli
pada diri sendiri. Untuk hari pertama atau kedua setelah kelahiran, ibu
baru membutuhkan makanan tambahan dan istirahat. Ibu dengan bedah
Caesar bahkan membutuhkan lebih banyak istirahat. Semua ibu baru
juga perlu "mengasuh" diri mereka agar mereka dapat berhasil
melahirkan bayi baru mereka. Para ayah baru juga mungkin
mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan menjadi orang tua.
2. FaseTaking Hold
berlangsung mulai 3 sampai 10 hari setelah melahirkan, waktu untuk
melakukan tindakan sendiri dan membuat keputusan tanpa bergantung
pada orang lain. Selama fase ini, orang tua fokus pada belajar merawat
bayi baru mereka. Perubahan suasana hati sementara dan perasaan
rentan di pihak ibu baru tidak jarang terjadi. Setiap pasangan mungkin
merasa terabaikan karena mereka menjadi lebih terlibat dengan bayi,
mengabaikan kebutuhan atau perasaan pasangan mereka
3. Fase Letting GO
berlangsung dari 10 setelah melahirkan, fase menerima tanggung
jawab baru. Fase ini Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan
bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri
dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan
keluarga dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan akan istirahat
masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.

 KOMPLIKASI MASA NIFAS

1. Perdarahan melalui vagina


Perdarahan melalui vagina pasca persalinan sering disebut sebagai
Hemoragi Post Partum (HPP). Terjadinya HPP dapat dipicu oleh
adanya faktor risiko anemia pada ibu hamil, yaitu kondisi hemoglobin
rendah saat hamil. Peristiwa perdarahan ini dapat terjadi antara
persalinan hingga 24 jam setelah persalinan (HPP Primer) atau antara
24 jam persalinan hingga 40 hari setelah persalinan (HPP Sekunder).
HPP dapat disebabkan karena trauma ketika proses persalinan (vagina
robek, operasi caesar), penggumpalan dalam pembuluh darah, adanya
pengeluaran jaringan mati, adanya sisa plasenta yan tertahan, serta luka
pada rahim yang belum pulih. Salah satu cara untuk meminimalisasi
keluhan sampingan dari perdarahan ini adalah mengonsumsi makanan
yang banyak mengandung protein dan zat besi. Hal ini untuk
menggantikan darah yang hilang serta untuk menjagga stamina ibu.
2. Terjadinya Infeksi
Usai persalinan, ibu harus mewaspadai akan kemungkinan terjadinya
infeksi, terutama jika ibu melahirkan melalui operasi caesar. Kondisi
rumah sakit, tangan tenaga medis, juga alat-alat yang digunakan, masih
memiliki kemungkinan mengandung bakteri. Bakteri yang biasanya
menyerang adalah jenis dari Streptococcus. Adanya infeksi ditandai
dengan demam dan nyeri pada area panggul. Bila ibu melahirkan di
rumah sakit umum (bukan khusus untuk bersalin), perlu diwaspadai
pula adanya infeksi nosocomial. Infeksi nosocomial adalah infeksi
yang didapatkan dari rumah sakit.
3. Terjadinya Kelainan pada Payudara
Setelah 24 hingga 48 jam pasca persalinan, biasanya muncul keluhan
pada payudara. Payudara seolah terasa penuh dan kadang berbenjol-
benjol. Kondisi ini bisa saja disebabkan oleh adanya tumpukan Air
Susu Ibu (ASI) di dalam payudara. Lalu apa yang harus dilakukan?
Tentu saja dengan cara mengeluarkan ASI dan memberikannya pada
bayi . Pemberian kompres air dingin dan analgesic juga mampu
menguraangi keluhan rasa tidak nyaman pada ibu.
4. Munculnya Post Partum Blues
Post partum blues adalah sindrom pada ibu yang baru saja melahirkan.
Sindrom tersebut membuat ibu merasa gelisah, takut, dan kurang
percaya diri atas kemampuannya sendiri dalam merawat buah hati. Ibu
akan merasa sedih dan menyalahkan dirinya sendiri atas hal-hal remeh
yang terjadi pada bayi juga kehilangan nafsu makan. Bila sampai pada
tahap yang akut, ibu bahkan tidak ingin melihat bayinya sendiri.
Kondisi ini dapat juga merupakan kelanjutan dari stress pada saat
hamil dan di sinilah peran suami untuk mendampingi istri.

B. ETIOLOGI
Berdasarkan, Hartati dan Maryuani (2015) ada dua penyebab
dilakukannya sectio caesarea adalah :
1) Etiologi yang berasal dari ibu
Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses
persalinan normal (dystosia), detak jantung janin melambat (fetal
distress), komplikasi pre-eklamsi, ibu menderita herpes, putusnya tali
pusat, risiko luka parah pada rahim, bayi dalam posisi sungsang/letak
lintang, bayi besar, masalah plasenta seperti plasenta previa, pernah
mengalami masalah pada penyembuhan (perineum, distosia, seksio
sesarea berulang), presentasi bokong, hipertensi akibat kehamilan
(pregnancy-induced hypertention).
2) Etiologi yang berasal dari janin
Gawat janin, prolapsus funikuli (tali pusat penumpang),
primigravida tua, kehamilan dengan diabetes mellitus, infeksi intra
partum, kehamilan kembar, kehamilan dengan kelainan kongenital,
serta anomali janin misalnya hidrosefalus.

C. PATOFISIOLOGI
Setelah dilakukan operasi sectio caesarea akan terdapat luka pada
dinding abdomen karena adanya jaringan yang terputus dan jaringan yang
terbuka. Luka pada dinding abdomen tersebut diantaranya mengenai lapisan
kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar
rahim dan rahim. Karena ada jaringan yang terputus merangsang area
sensorik dan mengganggu rasa nyaman klien sehingga dapat ditarik diagnosa
keperawatan nyeri, karena rasa nyeri dan rasa tidak nyaman yang dialami
oleh pasien maka dapat diangkat diagnosa keperawatan hambatan mobilitas
fisik. Kemudian, jaringan yang terbuka menjadikan proteksi terhadap infeksi
berkurang sehingga bakteri dapat berinvasi kedalam tubuh melalui jaringan
terbuka dan bisa diangkat diagnosa keperawatan risiko infeksi (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
D. PATHWAY

Sectio Caesarea

Luka post operasi

Jaringan
terputus
Jaringan terbuka
Merangsang
area sensorik

Proteksi kurang
Gangguan rasa
nyaman

Nyeri Invasi bakteri

Hambatan mobilitas
Resiko
fisik
infeksi

Sumber :( Nurarif dan Kusuma, 2015)

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Nurarif dan Kusuma, (2015) manifestasi klinis sectio
caesareaadalah sebagai berikut :
1) Plasenta previa sentralis
2) Panggul sempit
3) Disporsisi sefalo pelvik : yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan ukuran panggul
4) Rupture uteri mengancam
5) Partus lama (prolonged labor)
6) Partus tak maju (obstructed labor)
7) Distosia serviks
8) Pre-eklamsia dan hipertensi
9) Malpresentasi janin
- Letak lintang
- Letak bokong
- Presentasi dahi dan muka letak (letak deflesi)
- Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
- Gemeli

F. KOMPLIKASI
Menurut Rasjidi, (2009) komplikasi pada bedah sesar dibagi
menjadi 2, antara lain :
1. Komplikasi pada ibu
a. Infeksi puerperal
b. Luka pada kandung kemih
c. Embolisme paru-paru
d. Rupture uteri
2. Komplikasi pada bayi
a. Kematian perinatal

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Tucker, (1998) dalam Nurarif dan Kusuma, (2015)
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada sectio caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan disferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
10. Ultrasound sesuai pesanan

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Wiknjosastro, (2010) penatalaksanaan untuk klien post sectio
caesarea meliputi :
1. Analgesik
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg
meperidin IM setiap 3 jam sekali bila perlu untuk mengatasi rasa sakit
atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10-15 mg morfin sulfat.
Obat-obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya
diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik
2. Tanda-tanda vital
Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien
harus di evaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan jumlah darah
yang hilang serta keadaan fundus uteri harus diperiksa, adanya
abnormalitas harus dilaporkan.Selain itu suhu juga perlu diukur.
3. Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer
Laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam
pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin di bawah 30
ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi
intra abdomen yang ekstensif atau sepsis, pasien seharusnya sudah
dapat menerima cairan per oral satu hati setelah pembedahan.Jika
tidak, pemberian infus boleh diteruskan.Paling lambat pada hari kedua
setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat menerima makanan
biasa.
4. Vesika urinaria dan usus
Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 sampai
24 jam post operasi. Kemampuan mengosongkan urinaria harus
dipantau sebelum terjadi distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat
inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan pada hari ke-2 dan
ke-3 post operasi. Pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan
defekasi atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan
pasien.
5. Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat
dapat bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak
2 kali. Ambulasi dapat ditentuka waktunya sedemikian rupa sehingga
preparat analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa
nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan
pertolongan.Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli
pulmoner jarang terjadi.
6. Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
relative ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan.Secara
normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat setelah
pembedahan.Paling lambat pada hari ke tiga post partum, pasien
sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
7. Laboratorium
Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus
segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat
oliguri atau keadaan lain yang menunjukan hipovolemia. Jika Ht
stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan
kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan sectio caesarea
adalah sebagai berikut :
1) Pengkajian menurut Brasner (2015), asuhan keperawatan post opsectio
caesarea, adalah :
a) Identitas klien
b) Data riwayat kesehatan/keperawatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan
gangguan atau penyakit yang dialami klien setelah
dilakukan operasi.
(2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit yang pernah dialami klien, yang
kemungkinan berhubungan dengan penyakit saat ini.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga tentang sistem reproduksi dan
apakah ada keluarga yang juga punya riwayat operasi
sectio caesarea sebelumnya.
(4) Data sosial ekonomi
Sosial ekonomi akan sangat mempengaruhi, klien
dengan ekonomi tinggi akan melakukan operasi sectio
caesarea karena prosesnya kesembuhannya lebih cepat,
namun klien dengan sosial ekonomi rendah
kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea adalah
adanya malnutrisi.
(5) Pola fungsi kesehatan (Gordon) menurut Wijaya dan
Putri (2013), antaralain:
(a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Bagaimana persepsi klien terhadap penyakitnya,
gaya hidup atau kebiasaan merokok, minum
alkohol dan lainclain, apakah ada alergi obat,
makanan atau lainnya.
(b) Pola nutrisi dan metabolisme
Diet khusus, kebiasaan makan dan nafsu makan
adakah perubahan selama sakit dan sebelum sakit,
perubahan pada indra perasa seperti sensasi kecap,
mual-muntah dan stomatitis, fluktasi BB 6 bulan
terakhir, kesulitan menelan, gigi, riwayat masalah
kulit dan penyembuhan (ruam, kering, keringat
berlebihan), jumlah minum perhari dan jenis
minuman. Frekuensi makan selama sehari, jenis
makanan, pantangan atau alergi.
(c) Pola eliminasi
BAB : sebelum dan saat sakit; frekkuensi, waktu,
warna, konsistensi, kesulitan (diare, konstipasi,
inkontinensia). BAK : sebelum dan saat sakit;
frekuensi, waktu, bau, warna, kesulitan (disuria,
hematuria, retensi, inkontinensia).
(d) Kemampuan merawat diri ;
0 : mandiri
1: dengan alat (kruk, pispot, tongkat, kursi roda)
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan peralatan
4 : ketergantungan/ketidak mampuan
c) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur pada malam hari dan istirahat pada siang
hari, kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur, masalah
tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk. penyakit),
merasa segar atau tidak setelah tidur.
d) Pola kognitif dan persepsi
Status mental (sadar/tidak, orientasi), cara bicara
(normal atau gagap), kemampuan memahami, pendengaran,
penglihatan. Ketidaknyamanan seperti nyeri dan
penatalaksaannya.
e) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan.
f) Pola peran hubungan
Pekerjaan, sistem pendukung, pasangan, tetangga,
keluarga, masalah yang berkaitan dengan perawatan di RS,
kegiatan sosial.
g) Pola seksual dan reproduksi
Tanggal menstruasi terakhir, masalah menstruasi,
masalah seksual berhubungan dengan penyakit.
h) Pola koping dan toleransi stress
Perhatian utama tentang perawatan di RS atau
penyakit (finansial dan perawatan diri), kehilangan atau
perubahan besar dimasa lalu, hal yang dilakukan saat ada
masalah, penggunaan obat untuk menghilangi stress,
keadaan emosi dalam sehari-hari (santai atau tegang).
i) Keyakinan dan kepercayaan
Agama, pengaruh agama dalam kehidupan.
2) Pengkajian riwayat obstetri menurut Kartijan (2016), antara lain:
(a) Tanggal kelahiran/HPHT
(b) Kehamilan, kelahiran, dan riwayat abortus
(c) Kaji riwayat kehamilan masa lalu
 Jenis persalinan yang pernah dilakukan
 Penolong persalinan lalu
 Kondisi bayi saat lahir
(d) Kaji riwayat nifas lalu
 Masalah setelah persalinan
 Pemberian ASI
 Kontrasepsi
3) Pemeriksaan fisikpost op sectio caesareamenurut Rohmah dan
Walid (2016).
(a) Keadaan umum, meliputi kesadaran dan Tanda-tanda vital.
(b) Wajah, meliputi bentuk wajah, pemeriksaan mata
(konjungtiva, sklera), mulut, hidung, telinga, leher (kelenjar
tiroid).
(c) Dada, meliputi gerakan dada, suara nafas, pemeriksaan
jantung (ictus cordis), payudara (kesimetrisan, keadaan
puting, keadaan aerola, striae).
(d) Abdomen, meliputi bentuk abdomen, bising usus, Tinggi
fundus uteri, striae, diastasis rectus.
(e) Genetalia, meliputi terpasang kateter atau tidak, lokhea,
perineum, hemoroid.
(f) Ekstremitas, meliputi kekuatan otot, gerakan, terdapat odem
dan varises atau tidak.
4) Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi untuk menentukan letak implantasi
plasenta dan letak janin, pemeriksaan hemoglobin, dan
pemeriksaan hematokrit.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN PASIEN DENGAN POST OP SEKSIO
SESAREA
a) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (insisi abdomen)
b) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

K. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)

1. Nyeri akut Kontrol Nyeri ManajemenNyeri


berhubungan Tujuan :
dengan cedera Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
fisik (insisi asuhan keperawatan nyeri secara
abdomen) nyeriterkontrol. komprehensif meliputi
Kriteriahasil : lokasi, karakteristik,
1. Dapat mengenali awitan dan durasi,
kapan nyeri frekuensi, kualitas,
terjadi intensitas atau keparahan
2. Dapat nyeri, dan factor
menggambarkan pencetusnya
faktor penyebab 2. Observasi isyarat non
3. Dapat verbal mengenai
menggunakan ketidaknyamanan,
tindakan terutama pada mereka
pengurangan yang tidak mampu
nyeri tanpa berkomunikasi efektif.
analgetik (teknik 3. Gali pengetahuan dan
relaksasi nafas kepercayaan paisen
dalam) mengenai nyeri.
4. Melaporkan 4. Berikan informasi tentang
perubahan nyeri nyeri, seperti penyebab
pada perawat nyeri, berpa lama akan
5. Melaporkan nyeri berlangsung, dan
yang terkontrol antisipasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
5. Gali bersama pasien
faktor-faktor yang dapat
menurunkan dan
memperberat nyeri.
6. Ajarkan teknik
penggunaan non
farmakologis seperti
relaksasi nafas dalam.

TerapiRelaksasiNafasDalam

1. Gambarkan rasionalisasi
dan manfaat relaksasi
nafas dalam.
2. Tentukan apakah ada
intervensi relaksasi
dimasa lalu yang
memberikan manfaat
3. Berikan penjelasan secara
detail mengenai teknik
relaksasi nafas dalam
4. Cpitakan lingkungan
yang nyaman
5. Dorong klien untuk
mengambil posisi yang
nyaman dengan pakaian
longar dan mata tertutup
6. Spesifikkan isi intervensi
relaksasi nafas dalam
7. Dapatkan perilaku yang
menunjukan terjadinya
relaksasi misalnya
bernafas
dalam,pernafasan perut
dan bayangan yang
menyenangkan
8. Minta pasien untuk rileks
dan merasakan sensasi
yang terjadi
9. Gunakan suara yang
lembut dengan irama
yang lambat untuk setiap
kata
10. Tunjukkan dan praktikan
teknik relaksasi nafas
dalam pada pasien
11. Dorong pasienuntuk
mengulangi teknik
relaksasi nafas dalam jika
memungkinkanevaluasi
dan dokumentasikan
respon terhadap terapi
relaksasi nafas dalam.
2. Resikotinggiinf NOC : Kontrol NOC : PerlindunganInfeksi
eksiberhubunga Resiko: Proses 1. Monitor adanya tanda
ndenganpertaha Infeksi dan gejala infeksi
ntubuh primer Tujuan : 2. Periksa kondisi luka
tidakadekuat Setelah dilakukan pasien
(insisijaringan ) asuhan keperawatan 3. Tingkatkan asupan nutrisi
resiko infeksi dan cairan pasien
terkontrol. 4. Anjurkan istirahat yang
cukup.
Kriteriahasil : KontrolInfeksi
1. Dapat mengerti 1. Menjaga lingkungan
faktor resiko pasien tetap bersih
infeksi 2. Ganti peralatan
2. Dapat perawatan pasien sesuai
mengidentifikasi protokol
tanda gejala 3. Anjurkan pasien untuk
infeksi mencuci tangan dengan
3. Dapat tepat
mempertahankan 4. Anjurkan pengunjung
lingkungan yang untuk mencuci tangan
bersih saat memasuki dan
4. Dapat melakukan meninggalkan ruangan
cuci tangan yang pasien
benar 5. Batasi jumlah
5. Melaporkan tidak pengunjung
ada tanda infeksi 6. Cuci tangan sebelum dan
sesudah perawatan pada
pasien
7. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenali
tanda-tanda infeksi dan
kapan harus
melaporkannya
8. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi
3. Hambatanmobi NIC : NOC : Terapi Aktivitas
litasfisikberhub ToleransiTerhadapA 1. Pertimbangkan
ungandenganny ktivitas kemampuan pasien dalam
eri Tujuan : berpartisipasi melalui
Setelah dilakukan aktivitas fisik
asuhan keperawatan 2. Perimbangkan komitmen
dapat mentoleransi pasien untuk
aktivitas meningkatkan frekuensi
Kriteria hasil : aktivitas
1. Mampu 3. Bantu pasien memilih
mengungkapkan aktivitas dan pencapaian
kemauan tujuan personal dari
beraktivitas aktivitas-aktivitas yang
2. Mampu disukai
melakukan 4. Bantu pasien
aktivitas sehari- mengidentifikasi aktivitas
hari (adl) yang bermakna
3. Aktivitas 5. Bantu pasien
meningkat mengidentifikasi
4. Tanda-tanda kelemahan dalam
vital dalam beraktivitas
rentang normal. 6. Intruksikan pada pasien
dan keluarga untuk
mempertahankan fungsi
dan kesehatan terkait
peran dalam beraktivitas
secara fisik, sosial,
spiritual dan kognisi.
7. Bantu pasien untuk
meningkatkan motivasi
diri.

( Sumber : Nurarif dan Kusuma, 2015 )


DAFTAR PUSTAKA

Hartati & Maryunani. (2015). Asuhan Keperawatan Ibu Postpartum Sectio


Caesarea. Jakarta : Trans Info Media

Herdman, T.H. (2018). Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (Ed.11). Jakarta : EGC.

Kartijan, Atin. (2016). Modul Keperawatan Maternitas. Modul Buku Ajar Cetak
Keperawatan : Kemenkes RI. Ebook.

Mashudi, S. (2011). Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar Aplikasi Model
Pembelajaran Peta Konsep. Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (jilid.3). Jogjakarta : Mediaction.

Rasjidi, I. (2009). Manual Seksio Sesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa


Berdasarkan Evidence Based. Jakarta : CV Sagung Seto.

Rohmah, N. & Walid, S. (2016). Proses Keperawatan : Teori dan Aplikasi.


Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Wijaya, A.S., & Putri, Y.M. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Winkjosastro, H. (2010). Ilmu Bedah Kebidanan (Ed.1, Cet.8). Jakarta : PT Bina


Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai