Anda di halaman 1dari 17

PROGRAM NASIONAL BAGI ANAK INDONESIA

KELOMPOK PENANGGULANGAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN

Disadari bahwa untuk mewujudkan manusia Indonesia yang berkualitas harus


dilakukan dengan memperhatikan keadaan manusia sejak dalam kandungan, bayi,
balita, anak pra sekolah, sekolah sampai masa remaja.

Anak adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa, merupakan potensi sumber daya manusia
yang strategis, penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu anak harus mendapatkan
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, terjamin
kelangsungan hidupnya, bebas dari tindakan – tindakan kekerasan, diskriminasi, dan
perlakuan yang salah serta meningkatnya peran serta anak termasuk terlindungi dari
berbagai penyakit seperti HIV/AIDS.

Untuk itu diperlukan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak yang


sistimatik, berkelanjutan, ditangani secara multi sektoral dengan melibatkan seluruh
sektor pembangunan, dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi peduli
anak, keluarga dan orang tua melalui peningkatan kepedulian terhadap anak,
pemberdayaan keluarga dan masyarakat.

Kepedulian untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak merupakan


kesepakatan Internasional yang mengikat seluruh negara yang menandatanganinya
dan tertuang dalam Deklarasi Dunia tentang anak tahun 1990 tentang hak anak,
kelangsungan hidup, perlindungan yang melahirkan konvensi hak anak dan tumbuh
kembang anak serta diperbaharui komitmennya pada pertemuan dunia tentang anak
tahun 2002 di New York dalam sidang umum PBB ke 27 khusus tentang anak (United
Nations General Assembly Special Session on Children 2002) maupun komitmen-
komitmen dalam Millenium Development Goals, tahun 2000, pertemuan Asia Pasifik

1
tentang anak tahun 2000 di Beijing yang menegaskan komitmen dunia untuk
mengintegrasikan kepentingan terbaik anak dalam seluruh pembangunan nasional.
Dalam sidang umum PBB ke 27 disepakati menciptakan dunia yang layak bagi anak
(World Fit for children melalui 4 program utama yaitu : Promosi gaya hidup sehat,
Menyediakan pendidikan untuk semua anak, Perlindungan terhadap perlakuan yang
salah (Abuse), diskriminasi dan kekerasan serta memerangi dan mencegah
tertularnya HIV/AIDS pada anak.

Sementara itu kondisi dan situasi kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia
masih memprihatinkan seperti yang ditunjukan oleh makin meningkatnya balita yang
gizi buruk, belum menurunnya angka kematian bayi, masih tingginya berbagai
penyakit menular dan walaupun kasus HIV/AIDS masih relatif rendah bila
dibandingkan dengan negara lain namun jumlah dan kecenderungannya makin
meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu rendahnya anak yang melanjutkan sekolah
ke tingkat yang lebih tinggi, belum tuntasnya penghapusan buta huruf dan makin
tinggi pendidikan, makin rendah partisipasi kelompok perempuan (Gender gap) serta
meningkatnya anak-anak yang dilacurkan (ESKA) anak yang diperdagangkan
(Traffiking), anak yang berkonflik dengan hukum, anak di daerah konflik bersenjata,
anak dipengungsian, anak diterlantarkan dan anak yang diperlakukan salah termasuk
anak jalanan makin meningkat.

Komitmen Indonesia terhadap kesejahteran dan perlindungan anak telah tercantum


dalam Pancasila dan UUD 1945 dan diatur lebih lanjut dalam UU No. 4 tahun 1979
tentang Hak anak (kelangsungan hidp, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi
anak) dan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak secara tegas mengatur
hak-hak anak dan kewajiban orang tua, keluarga, masyarakat dan negara untuk
memperhatikan, menghormati, memenuhi dan melindungi hak-hak anak termasuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak termasuk
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

Sebagai tindak lanjut upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS pada anak
disusunlah Program Nasional Bagi Anak Indonesia dengan memperhatikan kondisi
anak indonesia yang terpapar dan tertular HIV/AIDS saat ini tahun 2003 yang
diarahkan untuk mewujudkan anak indonesia yang terlindung dari HIV/AIDS melalui

2
3 misi utama yaitu mencegah dan mengurangi HIV/AIDS, mengurangi penderitaan
dan dampak sosial ekonomi serta meningkatkan dan mengembangkan perilaku hidup
sehat.

Dalam mencapai tujuan tersebut berbagai masalah masih harus dihadapi Indonesia
seperti: Kurangnya kesadaran orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah akan
kepedulian terhadap bahaya penularan dan dampak dari HIV/AIDS pada kelompok
rentan anak.

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS, merupakan kumpulan gejala


penyakit yang disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HIV, penyakit ini dilaporkan pertama kali di Amerika Serikat tahun 1981. World
Health Organization (WHO) dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS
(UNAIDS) memperkirakan bahwa pada akhir tahun 2001 terdapat sekitar 13 juta anak
yang menjadi yatim piatu karena AIDS dan hampir 600.000 bayi yang terinfeksi
setiap tahun melalui ibu yang mengidap infeksi HIV dan ada jutaan remaja muda yang
hidup dengan stigma tanpa akses yang adekuat terhadap konseling, pelayanan dan
dukungan.

Kasus HIV/AIDS di negara berkembang sungguh sangat mengerikan karena kasusnya


mengalami kenaiakan yang luar biasa yang mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian pada penduduk usia produktif. Dan hal ini berdampak sangat buruk
terhadap pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa dan dapat menyebabkan usia
harapan hidup menjadi terhambat atau bahkan menjadi mundur. Selanjutnya dapat
mengancam kehidupan penduduk bahkan kehidupan sebuah bangsa. Di Indonesia
telah dilaporkan pula kasus HIV/AIDS pada bayi yang tertular dari ibunya yang
mengidap HIV dan pada remaja yang tertular karena berperilaku berisiko.

Dampak dari permasalahan pada anak tersebut diatas dapat mengarah pada penyebar
luasan HIV/ AIDS antara lain melalui hubungan sex yang tidak aman maupun
melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril oleh penyalahguna narkoba.

Ini semua dapat terjadi pada anak/ remaja penyalahguna narkoba, anak jalanan,
anak/remaja tuna susila atau yang dieksploitasi, anak/remaja nakal karena mereka

3
termasuk kelompok yang rentan terhadap penularan HIV/AIDS selain itu pengetahuan
mereka terhadap permasalahan HIV/ AIDS masih sangat kurang. Untuk itu perlu
diadakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/ AIDS terhadap kelompok-
kelompok rawan, masyarakat termasuk kepada anak/remaja.

Pendidikan pencegahan HIV/AIDS pada anak pada dasarnya merupakan salah satu
upaya efektif dalam melaksanakan pencegahan penyakit, khususnya melalui upaya
pembudayaan hidup sehat yang akan lebih efektif dilaksanakan melalui jalur
pendidikan sekolah maupun luar sekolah baik secara kurikulum maupun ekstra
kulikuler.

Upaya untuk mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS telah dimulai semenjak


pertengahan 1980-an, tetapi penanganan yang lebih serius baru dimulai pada
1994/1995 dengan dibentuknya Komisi Penanggulangan AIDS di pusat, berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1994. Keputusan tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat/ Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nomor :
05/Kep/Menko/Kesra/II/1995 tentang Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS
Pelita VI. Program Nasional tersebut telah dijadikan rujukan dalam penanggulangan
HIV/AIDS di seluruh Indonesia. Kemudian telah dilaksanakan Sidang kabinet tentang
penanggulangan HIV/AIDS pada th 2002 dengan menghasilkan kesepakatan program
penanggulangan HIV/AIDS yang ditindak lanjuti dengan Rapat Konsultasi Nasional.
Telah disusun pula Rencana Strategi penanggulangan HIV/AIDS oleh Depkes th
2003-2007 dan Rentra penanggulangan HIV/AIDS secara Multi sektor.

4
BAB II ANALISIS SITUASI

A. Situasi perkembangan HIV/AIDS di Indonesia.


Pada dasarnya besarnya masalah PMS yang sebenarnya di Indonesia sukar
diketahui karena sekitar 30 – 50 persen penderita PMS tidak berobat dan
sekitar 50-70 persen penderita PMS tidak berobat ke sarana kesehatan.
Disamping sekitar 70 persen wanita dan sekitar 30 persen pria terinfeksi
Chlamydia dan 80 persen wanita dan 10 persen pria yang terinfeksi
Gonorrhoea tidak menunjukan gejala.

Hasil sero survei dari tahun 1993 hingga 1997 menunjukan bahwa pada
kelompok perilaku risiko tinggi yaitu wanita penjaja seks di daerah lokalisasi
pelacuran, media prevalensi syphilis menunjukan kisaran angka prevalensi
pada waria cukup tinggi yaitu antara 25– 75 persen.

Angka prevalensi Gonorrhoea pada kelompok perilaku risiko tinggi


menunjukan angka 3–30 persen, sedangkan pada kelompok masyarakat
umum, hasil pemeriksaan pada wanita pengunjung klinik KIA dan KB
menunjukan angka 0,3 – 2,7 persen.

Angka Chlamydia sangat terbatas akan tetapi penyakit ini merupakan PMS
terpenting pada kelompok perilaku resiko tinggi dan pada masyarakat umum,
data dari Jakarta, Surabaya dan Manado tahun 1993 – 1997 menunjukan angka
8 – 10,3 persen pada masyarakat umum dan pada 3 – 30 persen pada
kelompok perilaku risiko tinggi.

Di Indonesia, AIDS untuk pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Jumlah
tersebut akan meningkat terus apalagi bila tidak diambil langkah-langkah yang
konkrit untuk mengatasinya. Sampai pertengahan dekade 1990-an penularan
HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual yang berisiko, tetapi bukti
akhir-akhir ini menunjukkan penularan melalui penyalagunaan Napza suntik
semakin meningkat pula terutama pada usia remaja. Hampir semua propinsi di
Indonesia melaporkan adanya HIV/AIDS dan paling sedikit terdapat tiga
kantong epidemi dimana prevalensi HIV/AIDS sangat tinggi, yakni di Propinsi

5
Papua (Kabupaten Merauke), DKI Jakarta dan Propinsi Riau (pulau Batam dan
Karimun).

Jumlah orang yang terjangkit HIV/AIDS yang sebenarnya di Indonesia sangat


sulit diukur dan masih belum diketahui keadaan sesungguhnya secara tepat.
Perkiraan jumlah infeksi HIV dan kecenderungannya dapat diamati melalui
sistem surveilans HIV/AIDS yang diselenggara kan secara nasional. Jumlah
infeksi HIV dan kasus AIDS yang dilaporkan oleh propinsi sampai dengan
Desember 2001 masing-masing 1904 dan 671. Jumlah tersebut jauh lebih kecil
dari keadaan sesungguhnya. Estimasi yang dibuat pada tahun 2002
diperkirakan 90.000 – 130.000 pengidap infeksi HIV. Dengan demikian, pada
tahun 2010 nanti diperkirakan akan terdapat sekitar 90.000 – 130.000
penderita AIDS yang akan menjadi beban terhadap pelayanan kesehatan di
Indonesia. Cara penularan HIV adalah melalui hubungan seks berisiko,
penggunaan jarum suntik dan alat medis yang tercemar virus, transfusi darah
dan transmisi dari ibu HIV positif kepada bayinya serta penularan melalui
transplantasi jaringan tubuh yang terinfeksi HIV.

Angka kesakitan HIV di Indonesia secara nasional masih tergolong “low


prevalence country” tetapi keadaan sebenarnya pada beberapa propinsi sudah
mengarah kepada “concentrated level epidemic” artinya pada kelompok
tertentu prevalensi HIV sudah mencapai 5 persen bahkan melebihi 5 persen
paling tidak dalam 2 kali survei berurutan. Pemahaman tentang epidemi
HIV/AIDS di Indonesia dapat diikuti dengan menyimak hasil pengamatan atau
surveilans terhadap HIV/AIDS di antara kelompok penduduk dengan risiko
tertulari yang berbeda-beda seperti: penjaja seks, narapidana, penyalahguna
napza suntik, darah donor, ibu hamil dan lain sebagainya. Cara penularan yang
dilaporkan terutama adalah melalui hubungan seksual (77,1 persen) di mana
61,4 persen di antaranya melalui hubungan seks heteroseksual dan 15,7 persen
melalui hubungan seks homoseksual. Sejak tahun 1999 penularan melalui
penyalahgunaan napza suntik meningkat secara drastis dan menempati urutan
kedua (20,7 persen) sesudah transmisi secara heteroseks.

6
Hasil surveilans Prevalensi infeksi HIV pada wanita penjaja seks (WPS)
bervariasi antar propinsi dan antar kabupaten dengan kisaran prevalensi antara
0 – 26,5 persen. Di beberapa tempat seperti di Propinsi Riau dan Propinsi
Papua prevalensi berkisar antara 6 – 26,5 persen. Tingkat infeksi di antara
penyalahguna napza suntik lebih tinggi misalnya di DKI Jakarta, Propinsi
Jawa Barat, dan Propinsi Bali yang berkisar antara 24,5 – 53 persen. Studi
prevalensi pada ibu hamil di salah satu tempat di Propinsi Riau pada tahun
1998/1999 menunjukkan bahwa 0,35 persen ibu hamil telah terinfeksi HIV,
sedangkan di Propinsi Papua sebesar 0,25 persen. Di Kota Jakarta Utara
melalui program voluntary counselling and testing (VCT) pada tahun 2000
diketahui bahwa prevalensi HIV pada ibu hamil adalah 1,5 persen, tahun 2001:
2,7 persen. Hal ini menunjukkan telah terjadinya penularan pada masyarakat
umum melalui populasi perantara (bridging population).

B. Situasi HIV/AIDS pada kelompok anak

Di Indonesia anak yang terkena HIV/AIDS masih rendah, jika dibandingkan


dengan negara-negara lain, kasus AIDS yang dilaporkan ditemukan pada
kelompok 0 – 4 tahun sebanyak 12 kasus (1,18 persen), kelompok umur 5 – 14
tahun sebanyak 4 kasus (0,4 persen), dan kelompok umur 15 – 19 tahun
sebanyak 67 kasus (6,59 persen). Jumlah tersebut jauh lebih kecil dari keadaan
sesungguhnya oleh karena itu perlu diperkuat sistem survailans di setiap level
administrasi.

Meskipun jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan pada kelompok anak


masih rendah, namun anak sangat rentan tertular HIV/AIDS antara lain karena
kelompok anak tersebut sudah mulai aktif secara sekual, penyalahgunaan
narkotika suntik (napza suntik), kekerasan seks, dan rendahnya pengetahuan
kesehatan reproduksi termasuk HIV/AIDS.

Kecenderungan ini dapat dilihat antara lain dengan meningkatnya anak


terlantar, anak jalanan, anak nakal yang keseluruhannya berjumlah sekitar 3
juta orang. Sementara itu jumlah Wanita Tuna Susila yang dilaporkan
berjumlah 73.037 orang di antaranya usia dibawah 18 tahun. Oleh karena itu

7
perlu intervensi khusus penanggulangan penularan HIV/AIDS pada kelompok
anak.

Dari laporan pasif sejak tahun 1996 s/d 2000 diketahui pula terdapat 26 orang
ibu hamil positif HIV dari DKI Jakarta, Propinsi Papua, Propinsi Jawa Barat,
Propinsi Jawa Timur, dan Propinsi Riau. Dilaporkan pula terdapat 13 bayi
tertular HIV.

C. Berbagai Upaya yang telah dilakukan.

Berbagai upaya telah dilakukan dalam penanggulangan HIV/AIDS di


Indonesia antara lain: KIE, promosi perilaku seksual aman, penyediaan darah
transfusi yang aman dari HIV, pemasaran kondom, pemeriksaan dan
pengobatan IMS, surveilans HIV/STS, surveilans AIDS, layanan VCT yang
masih terbatas pada RS tertentu dan LSM, pelatihan bagi petugas kesehatan
serta lintas sektor (universal precaution, VCT), pengobatan dan perawatan
ODHA yang masih terbatas, dan penelitian perilaku pada kelompok risiko
tinggi.

Kegiatan yang sedang dilaksanakan pada saat ini adalah uji coba survai
surveilans perilaku (SSP) di 13 propinsi, pengembangan modul survai
surveilans perilaku, pemeriksaan dan pengobatan IMS, surveilans HIV/AIDS
& IMS, Pelatihan bagi petugas kesehatan, uji coba mengurangi dampak buruk
akibat IDU/harm reduction di DKI Jakarta dan Propinsi Bali, uji coba kondom
100 persen dan uji coba Prevention Mother To Child Transmition (PMTCT) di
Propinsi Papua.

Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penanggulangan HIV/AIDS & IMS


antara lain peningkatan KIE, peningkatan gaya hidup sehat, promosi perilaku
seksual aman, promosi dan distribusi kondom, program kondom 100 persen di
4 propinsi, pencegahan dan pengobatan IMS, penyediaan darah transfusi yang
aman, harm reduction, PMTCT, VCT, pengobatan dan perawatan ODHA,
pengembangan peraturan, peningkatan surveilans HIV/AIDS/IMS, pelatihan
bagi petugas kesehatan dan lintas sektor, serta kerjasama internasional.

8
BAB III VISI, MISI, DAN TUJUAN

Visi
Anak Indonesia terlindungi dari HIV/AIDS

Misi
mencegah atau membatasi penularan HIV/AIDS dan meningkatkan kualitas
hidup ODHA dan keluarga serta mengurangi dampak sosial ekonomi dari
penyakit tersebut.

Tujuan
1. Menyediakan atau menyebarluaskan informasi pencegahan infeksi
HIV pada bayi, anak dan remaja
2. Menyediakan perawatan, akses terhadap pengobatan dan
dukungan pada anak dengan HIV/AIDS
3. Meningkatkan peran serta keluarga, remaja, masyarakat dalam
penanggulangan HIV/AIDS pada bayi, anak dan remaja.
4. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, swasta, LSOM,
professional dan lembaga donor dalam merespons Program Nasional
Anak Indonesia dalam penanggulangan HIV/AIDS
5. Meningkatkan koordinasi kebijakan nasional dan daerah yang
bersinergi dalam penanggulangan HIV/AIDS pada bayi, anak dan
remaja.

Sasaran
Sasaran dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah:
1. Bayi
Bayi dapat terkena HIV/AIDS dari ibu yang positif melalui perinatal

2. Balita
Kelompok Balita dapat tertular HIV/AIDS kemungkinan melalui tranfusi
darah yang tidak aman ketika balita tersebut sakit, kemudian pada
kelompok ini sering menjadi yatim piatu disebabkan karena orang tua
mereka meninggal karena AIDS.

9
3. Anak usia pra-sekolah,
Kelompok pra-sekolah dapat tertular HIV/AIDS kemungkinan melalui
tranfusi darah yang tidak aman ketika anak tersebut sakit, kemudian pada
kelompok ini sering menjadi yatim piatu disebabkan karena orang tua
mereka meninggal karena AIDS.

4. Anak usia sekolah


Pada kelompok ini masih rendahnya pengetahuan tentang pencegahan
penularan HIV/AIDS dan pada kelompok ini rawan

5. Remaja
Pada kelompok ini masih rendahnya pengetahuan tentang pencegahan
penularan HIV/AIDS dan pada kelompok ini rawan akan adanya Narkoba
khususnya Napza suntik serta kekerasan seks.

6. Wanita pranikah
Disebabkan pada kelompok ini masih rendah pengetahuan tentang
pencegahan akan penularan HIV/AIDS.

7. Ibu hamil
Yang menjadi sasaran dalam kelompok ini adalah ibu hamil yang positif
HIV, dimana ibu tersebut dapat menularkan HIV pada bayinya.

Target dalam rangka mencapai Goal 2015 adalah :


1. 50 persen pada tahun 2005, 70 persen tahun 2010 dan 90 persen tahun
2015 remaja dan pemuda memperoleh KIE untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku positif dalam mencegah penularan HIV
2. 50 persen tahun 2005, 70 persen tahun 2010 dan 90 persen tahun 2015
orang mampu melindungi dirinya dari penularan IMS dan HIV/AIDS.
3. 50 persen tahun 2005, 70 persen tahun 2010 dan 90 persen tahun 2015
keluarga yang mempunyai anak dan remaja mendapat informasi
penanggulangan HIV/AIDS.

10
4. Semua darah donor, produk darah dan jaringan transplantasi bebas dari
pencemaran HIV/AIDS.
5. 80 persen ibu hamil yang datang ke klinik ANC mendapat informasi
dan konseling serta pelayanan pencegahan HIV, termasuk PMTCT.
6. Setiap ODHA dapat memperoleh pelayanan pengobatan, perawatan
dan dukungan yang dibutuhkan mulai tahun 2005.

Dasar- dasar kebijakan :


a. Penanggulangan HIV/AIDS merupakan upaya terpadu dari
peningkatan perilaku hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit HIV/AIDS
(preventif), serta pengobatan dan perawatan (kuratif) dan dukungan hidup
(support) terhadap pengidap HIV/AIDS. Upaya preventif dan promotif
merupakan upaya prioritas yang diselenggarakan secara berimbang dengan
upaya kuratif dan dukungan terhadap pengidap HIV/AIDS.
b. Penanggulangan
HIV/AIDS didasari kepada nilai luhur kemanusiaan dan penghormatan
terhadap harkat hidup manusia. Para pengidap HIV/AIDS memiliki hak asasi
sebagai manusia dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan pelayanan
sosial yang diperlukan serta hidup layak sebagai anggota masyarakat lainnya.
c. Penanggulangan
HIV/AIDS merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan
pemberantasan kemiskinan serta pembangunan kesehatan yang dalam
penyelenggaraannya senantiasa menghormati atau mendasarkan kepada nilai-
nilai budaya dan agama yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
d. Penanggulangan
HIV/AIDS dilakukan secara bersama- sama oleh pemerintah, masyarakat,
sektor swasta dan para pengidap HIV/AIDS dengan dukungan organisasi
internasional. Masyarakat termasuk LSM merupakan pelaku utama dalam
pelaksanaan penanggulangan sedangkan pemerintah berkewajiban
memberdayakan masyarakat serta memberikan bantuan arahan, bimbingan dan
menciptakan suasana yang menunjang.
e. Pemerintah berkewajiban
untuk memimpin dan memberi arah penanggulangan HIV/AIDS (leadership)
dengan menetapkan komitmen kebijakan (political commitment), memberikan

11
prioritas kepada penanggulangan HIV/AIDS, dan memobilisasi sumber daya
penanggulangan. Pemerintah berkewajiban menciptakan suasana kondusif
guna mencegah timbulnya stigmatisasi, penyangkalan (denial), dan praktek
diskriminasi karena HIV/AIDS .
f. Kerjasama internasional
melalui badan- badan PBB, organisasi regional, lembaga donor dan LSM
internasional perlu ditingkatkan guna memperoleh:
1) Manfaat dari mobilisasi sumberdaya internasional,
2) Menerapkan pengalaman dalam menurunkan prevalensi HIV/AIDS
dari negara lain dan
3) Meningkatkan kerjasama penanggulangan penyakit di daerah
perbatasan.

Kegiatan didasari kepada asas saling menghormati kedaulatan nasional dan


kesepakatan internasional untuk memperoleh manfaat timbal balik.

12
BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS:


1. Menciptakan
suasana/lingkungan yang kondusif guna memudahkan diselenggarakannya upaya
pencegahan, pengobatan serta perawatan yang komprehensif terhadap pengidap
HIV/AIDS.
2. Kerjasama lintas sektor
dengan melibatkan organisasi-organisasi LSM, organisasi profesi, masyarakat
bisnis, media massa, pemuka agama, keluarga dan para ODHA.
3. Pencegahan merupakan
prioritas upaya penanggulangan yang diintegrasikan dengan perawatan, dukungan
dan pengobatan.
4. Pemberdayaan masyarakat, keluarga dan anak khususnya anak perempuan.
5. Mengurangi stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA dan keluarganya.
6. Peningkatkan akses obat ARV (Anti Retro Viral) yang murah dan dapat
dijangkau.
7. Mengintegrasikan pendidikan pencegahan HIV/AIDS ke dalam kurikulum
baik ekstra maupun intra kurikuler.

Strategi Penanggulangan HIV/AIDS


Untuk mencapai kebijakan diatas perlu ditempuh strategi sebagai berikut:
1. Diperlukan komitmen politik yang tinggi.
2. Mengembangkan dan menerapkan strategi nasional multi-pihak dalam upaya
penanggulangan HIV/AIDS.
3. Mengintegrasikan kegiatan pencegahan dengan kegiatan pelayanan,
dukungan dan pengobatan.
4. Mengintegrasikan program VCT bagi ibu hamil yang berisiko.
5. Meningkatkan akses terhadap pelayanan, dukungan dan pengobatan
6. Mengembangkan program perawatan, pengobatan dan dukungan bagi ODHA
pada program community/family based care penanggulangan HIV/AIDS
7. Meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender
8. Sosialisasi human right dalam penyediaan pelayanan dan pengobatan ODHA

13
14
BAB V KEGIATAN POKOK

Kegiatan pokok Indikator


1. Advokasi pada pengambil kebijakan dan 1. adanya dukungan dari pengambil
pembentuk opini baik di tiap level administrasi keputusan pada tiap level
dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS bagi administrasi.
anak.

2. Peyusunan strategi nasional penanggulangan 2. telah tersusunnya strategi nasional


HIV/AIDS penanggulangan HIV/AIDS

3. Tersedianya obat yang murah dan


3. Kerjasama dengan Badan POM dan pabrik
mudah dijangkau oleh masyarakat.
farmasi untuk penyediaan obat murah dan
terjangkau.
4. Mengembangkan Pusat Pelayanan
4. Meningkatkan pengetahuan siswa, warga
Informasi dan Konsultasi KRR
belajar maupun mahasiswa mengenai
termasuk HIV/AIDS di setiap
bahaya HIV/AIDS (Life Skill Education).
kabupaten/kota

5. 90 persen 2005, 95 persen tahun


5. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
2010, 100 persen tahun 2015,
para tenaga pendidik, guna mendukung
guru/tenaga pendidik telah dilatih
pelaksanaan tugas sebagai ujung tombak
gaya hidup sehat untuk pencegahan
pencegahan HIV/AIDS (Life Skill Education).
HIV/AIDS.

6. 90 persen tahun 2005, 95 persen


6. Promosi dan KIE peningkatan pengetahuan, tahun 2010, 100 persen tahun 2015,
sikap dan perilaku positif remaja dan kelompok umur 15 –24 tahun
keluarganya dalam penanggulangan mendapat informasi, pendidikan
HIV/AIDS melalui broadcasting (media termasuk peer education tentang
elektronik, cetak, tradisional) dan narrow pencegahan dan penularan HIV/AIDS
casting (kelompok keluarga/seminar dan
Komunikasi Inter-Personal/Konseling (KIP/K). 7. 90 persen tahun 2005, 95 persen
tahun 2010, 100 persen tahun 2015,
7. Promosi perilaku seksual aman kelompok umur 15–24 tahun
mendapat informasi, kesehatan
reproduksi.

8 Melakukan skrining antibodi HIV


8. Penyediaan darah transfusi yang aman terhadap seluruh darah donor.
(Skrining seluruh darah donor)
9 90 persen tahun 2005, 95 persen
9. Harm reduction/ mengurangi dampak buruk tahun 2010, 100 persen tahun 2015
akibat Napza suntik kelompok remaja mendapat KIE
tentang dampak buruk akibat Napza
suntik..

10 15 Kab/kota tahun 2005, 25

15
10. Penyediaan layanan VCT bagi mereka yang kab/kota tahun 2010, 50 kab/kota
berisiko tahun 2015 Tersedianya layanan
VCT.

11 30 persen tahun 2005, 40 persen


11. Melaksanakan pengobatan pencegahan tahun 2010, 50 persen tahun 2015
penularan infeksi HIV dari ibu kepada ibu hamil dengan HIV(+) di kab/kota
bayinya (PMTCT) prevalensi tinggi mendapat PMTCT

12 Tahun 2005, terdapat kemajuan


12. Peyananan, dukungan dan Pengobatan yang bermakna dalam pelaksanaan
ODHA perawatan dan pengobatan ODHA,
termasuk perawatan oleh keluarga
dan masyarakat (Medical, paliative
dan psikososial )

13 80 persen ibu hamil memiliki akses


13. Pelayanan kesehatan reproduksi terhadap perawatan sebelum lahir
dan informasi serta konseling
pelayanan pencegahan HIV
termasuk pencegahan penularan
dari ibu kepada bayinya (PMTCT).

14. Memperkuat perawatan keluarga dan


masyarakat termasuk disediakan oleh sektor
informal dan pelayanan kesehatan baik
medis, paliatif dan psiko-sosial dan monitor 15. Th 2003 mengesahkan, mendukung
pengobatan ODHA termasuk anak atau menegakkan peraturan anti
diskriminasi terhadap ODHA
15. Hukum perlindungan yang berkaitan dengan (terhadap pendidikan, pemilikan,
HIV/AIDS/ peraturan perundangan pekerjaan, perawatan kesehatan,
layanan sosial dan kesehatan,
pencegahan dukungan dan
pengobatan)
16. Menurunkan prevalensi HIV pada
kelompok umur 15 – 24 sebesar 20
persen tahun 2007 dan 25 persen
pada tahun 2010 dan 30 persen
pada tahun 2015
17. Menurunkan proporsi bayi yg
terinfeksi HIV sebesar 20 persen
pada tahun 2005 dan 50 persen
pada tahun 2010 dan 70 persen
pada tahun 2015.

BAB VI PERKIRAAN INVESTASI (Indicative Investment)

16
Diperkirakan biaya untuk sektor kesehatan sebesar 0,7 persen GNP (Data Bappenas).
Perkiraan biaya penanggulangan HIV/AIDS secara keseluruhan 1 persen dari biaya
sektor kesehatan. Perkiraan biaya penanggulangan HIV/AIDS pada anak sebesar 10
persen dari biaya penanggulangan HIV/AIDS keseluruhan.

17

Anda mungkin juga menyukai