Anda di halaman 1dari 22

SYOK HIPOVOLEMIK

1. Syok Hipovolemik
A. Definisi
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif.

Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang

akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi

kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.

Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya

syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik,

neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).


Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi

yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi

jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni

Ashadi,2006).
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang

terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung

karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat,

pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan). (Bruner &

Suddarth,2002).
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya

syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya

aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan

bisacedera.(Az Rifki, 2006).


B. Etiologi
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat

disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:


a) kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang

mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan

kehamilan ektopik terganggu.


b) trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan

500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500

ml perdarahan.
c) kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena

kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:


1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

C. Manifestasi Kinik
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,

kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis

respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi

kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.

Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun

terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan

kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada

keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak

segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut

(Toni Ashadi, 2006) adalah:


a) Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.


b) Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran

darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan

kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi

asidosis jaringan.
c) Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh

darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor

yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi

aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun

tidak dibawah 70 mmHg.


d) Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok

hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

kurang dari 30ml/jam

D. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, Menurut Guyton, (1997) syok terbagi

atas 3 fase yaitu :


a) Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian

rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup

untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi

dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke

jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat

yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan

vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.


Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen

di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan

detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung

dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau

aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara

regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi

jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.


b) Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu

mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan

adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi

gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri

menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,

gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme

menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh

darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi

bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi

sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak

dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis

kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas

(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran

darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi

di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan

anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari


jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok

(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia

usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan

toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan

penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat

timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim

retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.

Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari

aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,

terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam

karbonat di jaringan.
c) Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas

sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat

timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,

timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya

anoksia dan hiperkapnea.

E. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada syok hipovolemik menurut Az Rifki,

(2006) adalah sebagai berikut:


a) Gagal jantung Gagal ginjal
b) Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)
c) Kerusakan otak irreversible
d) Dehidrasi kronis
e) Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

F. Pemeriksaan Penunjang
a) Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama

kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada

pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa

pasien cepat ke ruang operasi.


b) Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.
c) Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma

aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,

sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus

dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus

perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan

(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber

perdarahan.
d) Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan

usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok,

konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan

pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes

kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.


e) Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan

dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal

echocardiography, aortografi, atau CT-Scan dada.


f) Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa

dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya

dilakukan pada pasien yang stabil.


g) Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan

radiologi (Gultom, 2005)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan Karmell,

1990.) adalah sebagai berikut:


a) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan

mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh

penderita karena akan sangat berbahaya.


b) Pemberian Cairan
1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,

mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi

cairan ke dalam paru.


2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi

atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala

(otak).
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak

ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila

penderita menjadi mual atau muntah.


4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk

mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan


intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk

meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.


5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin

diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,

darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air

harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa

air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.

Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid

memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang,

sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah

yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah

diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi

dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah

lengkap.
6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah

pemberian cairan yang berlebihan.


7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,

mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ

majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan

alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan

pemeriksaan analisa gas darah.

H.  Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang

mengancam   nyawa   dan   meliputi   penilaian   dari   A,B,C,D,E.   Mencatat

tanda   vital   awal   (baseline   recordings)   penting   untuk   memantau   respon

penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda­tanda vital,

produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih

rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

       Prioritas   pertama   adalah   menjamin   airway   yang   paten

dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan

tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih

dari 95%.

2. Sirkulasi ­ kontrol perdarahan

Termasuk   dalam   prioritas   adalah   mengendalikan

perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang

cukup,   dan   menilai   perfusi   jaringan.   Perdarahan   dari   luka   luar

biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat

pendarahan.   PASG   (Pneumatick   Anti   Shock   Garment)   dapat

digunakan   untuk   mengendalikan   perdarahan   dari   patah   tulang

pelvis   atau   ekstremitas   bawah,   namun   tidak   boleh   menganggu


resusitasi   cairan   cepat.   Cukupnya   perfusi   jaringan   menentukan

jumlah   cairan   resusitasi   yang   diperlukan.   Mungkin   diperlukan

operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.  

3. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan   pemeriksaan   neurologi   singkat   untuk

menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,

fungsi   motorik   dan   sensorik.   Informasi   ini   bermanfaat   dalam

menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral

tidak   selalu   disebabkan   cidera   intra   kranial   tetapi   mungkin

mencerminkan perfusi  otak yang kurang.  Pemulihan  perfusi dan

oksigenasi   otak   harus   dicapai   sebelum   penemuan   tersebut   dapat

dianggap berasal dari cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas­ prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun­ubun

sampai   jari   kaki   sebagai   bagian   dari   mencari   cidera. Bila

menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,

khususnya pada anak­anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau

disritmia   jantung   yang  tidak   dapat   diterangkan,  biasanya   berupa

bradikardi   dari   stimulasi   saraf   fagus   yang   berlabihan.   Distensi

lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang

tidak   sadar   distensi   lambung   membesarkan   resiko   respirasi   isi

lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.

Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau

pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya

pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun

penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi   kandung   kenving   memudahkan   penilaian   urin

akan   adanya   hematuria   dan   evaluasi   dari   perfusi   ginjal   dengan

memantau   produksi   urine.   Darah   pada   uretra   atau   prostad   pada

letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki­laki

merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra

sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
I. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik

dilakukan   dengan   memasukkan   dua   kateter   intravena   ukuran   besar

(minimun   16   gaguage)   sebelum   dipertimbangkan   jalur   vena   sentral

kecepatan   aliran   berbanding   lirus   dengan   empat   kali   radius   kanul,   dan

berbanding   terbalik   dengan   panjangnya   (hukum   poiseuille).   Karena   itu

lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan

terbesar dengan cepat.

Tempat   yang   terbaik   untuk   jalur   intravena   bagi   orang   dewasa

adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan

tidak   memungkunkan   pembulu   darah   periver,   maka   digunakan   akses

pembulu   sentral   (vena­vena   femuralis,   jugularis   atau   vena   subklavia

dengan   kateter   besar)   dengan   menggunakan   tektik   seldinger   atau

melakukan   vena   seksi   pada   vena   safena   dikaki,   tergantung   tingkat

ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat

darurat   tidak   bisa   dilaksanakan   dengan   sempurna   atau   pu  tidak   seratus

persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka

jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius

sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo­

atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak­anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra­osseus

harus   dicoba   sebelum   menggunakan   jalur   vena   sentral.   Faktor   penentu

yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan

tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau   kateter   intravena   telah   terpasang,   diambil   contoh   darah

untuk   jenis   dan   crossmatch,   pemerikasaan   laboratorium   yang   sesuai,

pemeriksaan   toksikologi,   dan   tes   kehamilan   pada   wanita   usia   subur.

Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak

haris   diambil   setelah   pemasangan   CVP   pada   vena   subklavia   atau   vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan

terjadinya pneumo atau hemotorak.

J. Tersieri survey

Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis

cairan   ini   mengisi   intravaskuler   dalam   wakti   singkat   dan   juga


menstabilkan   volume   vaskuler   dengan   cara   menggantikan   kehilangan

cairan   berikutnya   kedalam   ruang   intersisial   dan   intraseluler.   Larutan

Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan

kedua.   Walaupun   NaCL   fisiologis   merupakan   pengganti   cairan   terbaik

namun   cairan   ini   memiliki   potensi   untuk   terjadinya   asidosis

hiperkloremik.   Kemungkinan   ini   bertambah   besar   bila   fungi   ginjalnya

kurang baik.

Tabel 1. Jenis­jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan Na+  K+  Cl­  Ca++  HCO3  Tekanan 

(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik 

mOsm/L
Ringer  130 4 109 3 28* 273

Laktat
Ringer  130 4 109 3 28: 273

Asetat
NaCl  154 ­ 154 ­ ­ 308

0.9%
* sebagai laktat
: sebagai asetat

K. Diagnosa

1. Gangguan pola nafas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

6. Kurangnya   pengetahuan   b/d   kurangnya   informasi   mengenai

pengobatan.

N DIAGNOSI TUJUAN INTERVENSI

O
1 Gangguan Setelah   dilakukan Ø  Evaluasi frekuensi pernafasan 

pola   nafas tindakan   keperawatan dan kedalaman. Catat upaya 

tidak diharapkan pola nafas pernafasan, contoh adanya 

efektif  b/d klien kembali normal, dispnea, penggunaan alat bantu 

penurunan dengan kriteria hasil: nafas

ekspansi paru Ø  Area paru bersih Ø  Tinggikan kepala tempat tidur,

Ø  Bebas sianosis dan letakkan pada posisi duduk tinggi

tanda atau gejala lain  atau semi fowler
dari hipoksia dengan  Ø  Dorong pasien untuk 

bunyi nafas sama  berpartisipasi selama nafas 

secara bilateral dalam, gunakan alat bantu 

(meniup botol), dan batuk sesuai 

indikasi

Ø  Auskultasi bunyi nafas. Catat 

area yang menurun/ tidak ada 

bunyi nafas dan adanya bunyi 

tanbahan, contoh krekels atau 

ronchi

Ø  Beri bantuan ventilator 

tambahan sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

Ø  Catat respon terhadap latihan 

nafas dalam atau pengobatan 

pernafasan lain, catat bunyi nafas

(sebelum /sesudah pengobatan)
2 Perubahan Setelah   dilakukan Ø  Awasi tanda vital, palpasi nadi

perfusi tindakan   keperawatan perifer, perhatikan kekuatan dan 

jaringn   b/d diharapkan   klien kesamaan


penurunan dapat: Ø  Lakukan pengkajian 

suplay   darah Ø  Klien  neurovaskuler periodic, contoh 

ke jaringan menunjukkan    perfus sensasi, gerakan, nadi, warna 

i jaringan yang  kulit dan suhu.

adekuat Ø  Berikan tekanan langsung 

Ø  Nadi dapat teraba pada sisi perdarahan, bila terjadi 

Ø  Kulit hangat dan  perdarahan. Hubungi dokter 

kering dengan segera

Ø  Sensasi normal Ø  Kaji aliran kapiler, warna kulit

dan kehangatan

Kolaborasi

Ø   Berikan cairan IV/produk 

darah sesuai indikasi

Ø   Awasi pemeriksaan 

laboratorium, contoh: Hb/Ht
3 Nyeri   b/d Nyeri   berkurang Ø  Pertahankan imobilisasi pada 

trauma hebat dengan kriteria hasil: bagian yang sakit dengan tirah 

Ø  TTV (TD, nadi,  baring, pembebat.

suhu, RR) dalam  Ø  Tinggikan dan dukung 

batas normak ekstremitas yang terkena
Ø  Sensasi nyeri  Ø  Evaluasi keluhan nyeri, 

berkurang sampai  perhatikan lokasi dan 

hilang karakteristik termasuk intensitas

Ø  Menunjukan  Ø  Dorong menggunakan teknik 

perasaan santai dan  manajemen stress, ex: relaksasi 

nyaman dengan  progresif, latihan nafas dalam

istirahat yang tepat Ø  Sedikit adanya keluhan nyeri 

yang tidak biasa atau tiba­tiba

Kolaborasi

Ø   Berikan obat sesuai indikasi 

narkotik dan analgesik non 

narkotik NSAID injeksi (toradol, 

flekseril)

Ø   Berikan analgesik yang 

dikontrol
4 Gangguan Setelah  Ø   Awasi tanda vital, CVP 

keseimbanga dilakukan  tindakan  perhatikan pengisian kapiler dan 

n   cairan   b/d keperawatan  kekuatan nadi perifer

mual, muntah diharapkan  Ø   Awasi pemasukan dan 

menunjukkan  pengeluaran cairan.
perbaikan  Ø   Perhatikan karakteristik dan 

keseimbangan cairan frekuensi muntah juga kejadian 

yang menyertai atau 

mencetusnya.

Ø   Tingkatkan pemasukan cairan

sampai 3 – 4 liter / hari dalam 

toleransi 

Ø   Berikan penggantian cairan 

IV yang dihitung elektrolit, 

plasma, albumin.

Kolaborasi :

Ø   Berikan obat sesuai indikasi : 

anti emetik, contoh : 

proklorparazin ( compazin).
5 Gangguan Setelah  Ø   Awasi pemasukan dan 

pola dilakukan  asuhan  pengeluaran serta karakteristik 

eliminasi keperawatan selama  urin

urine   b/d 1x 24 jam diharapkan  Ø   Tentukan pola berkemih 

Oliguria klien tidak mengalami normal pasien dan perhatikan 

gangguan eliminasi  variasi.
urin .dengan kriteria  Ø   Dorong meningkatkan 

hasil: pemasukan cairan yang adekuat

Ø  Berkemih dengan  Kolaborasi

jumlah normal dan  Ø   Pertahankan patensi kateter 

pola biasanya tidak menetap (ureteral, uretra 

Ø  Tidak mengalami  atau nefrostomi) bila 

tanda obstruksi menggunakan

Ø   Berikan obat sesuai indikasi, 

contoh: asetazolamid (diamox), 

Alupurinol (ziloprim).

Ø   Irigasi dengan asam atau 

larutan alkalis sesuai indikasi
6 Kurangnya Setelah   dilakukan Ø   Kaji   ulang   prognosis   dan

pengetahuan tindakan harapan yang akan datang

b/d keperawatan, Ø   Tentukan   apakah   pasien

kurangnya diharapkan   pasien mengetahui   tentang   kondisi

informasi memahami   tentang dirinya.

mengenai pengobatan   dengan Ø   Identifikasi tanda/gejala yang

pengobatan kriteria   hasil   sebagai memerlukan   evaluasi   medik,

berikut: contoh   perubahan   pada   sensasi


Ø   Klien menyatakan gerakan, warna kulit,

kondisi, prognosis,  Ø   Anjurkan   penghentian

dan pengobatan merokok

Ø   Klien dapat  Ø   Jaga agar klien mendapatkan

melakukan dengan  informasi   yang   benar   tentang

benar prosedur yang  penyakitnya

diperlukan dan  Ø   Peragakan   penerapan   terapi

menjelaskan alasan  yang diprogramkan.

tindakan
DAFTAR PUSTAKA

1. Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www.

Medicastore. Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).


2. Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik.

(online).Http://www. Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan.

(diakses 12 Desember 2006).


3. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3).

EGC, Jakarta.
4. Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler.

2002. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.


5. Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta


6. Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit

Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.


7. Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat

Darurat., FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai