Tn. R berumur 35 tahun, mengeluh batuk sejak 1 bulan yang lalu. Ia mengatakan
batuknya berdahak terdapat bercak merah sejak beberapa hari terakhir dan
merasakan sesak nafas, demam, anoreksia. Ia kelihatan kurus. Klien mengatakan
kakanya pernah mengalami keluhan yang sama dan tinggal serumah.
1. KATA/PROBLEM KUNCI
a. Tn. R
b. Umur 35 tahun
c. Batuk sejak 1 bulan yang lalu
d. Batuknya berdahak terdapat bercak merah
e. Sesak nafas
f. Demam
g. Anoreksia
h. Kakanya pernah mengalami keluhan yang sama dan tinggal serumah
2. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
a. Sesak nafas atau dispnea adalah perasaan sulit bernafas ditandai dengan
dengan nafas yang pendek dan respirasi ratenya dibawah normal
Referensi:https://www.scribd.com>mobile>doc
b. Demam adalah kondisi ketika suhu tubuh berada diatas 37,5 ̊ C.
Referensi: www.alodokter.com>demam
c. Anoreksia adalah turunnya nafsu makan atau tidak ada keinginan untuk
makan walaupun ada rasa lapar.
3. MIND MAP/ Lembar Cheklis
4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Mengapa penderita tersebut mengalami penurunan berat badan sehingga
pasien tampak kurus?
b. Apa penyebab terjadinya batuk yang disertai bercak darah dan bagaimana
makanismenya?
c. Kenapa pasien tersebut mengalami demam ?
5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Saat terjadi infeksi M. tuberculosis akan mengaktifasi mkrofak oleh IFN-γ
sehingga memproduksi pirogen endogen. Pirogen edogen bersirkulasi
sitemik dan menembus masuk ke hematoencephalic barrier bereaksi
terhadap hipothalamus. Efek dari pirogen endogen pada hipothalamus
menyebabkan produksi prostaglandin. Prostaglandin merangsang cerebral
korteks (respon behavioral) sehingga nafsu makan menurun. Pada masa
yang sama terjadi peningkatan meabolisme tubuh pada pasien TB karena
peningkatan penggunaan energi metabolik. Penurunan nafsu makan dan
peningkatan metabolisme tubuh pasien TB menyebabkan penurunan Brat
badan.
b. Batuk darah dapat terjadi akibat infeksi tuberculosis yang masih aktif
ataupun akibat kelainan yang ditimbulkan penyakit ini misalnya susunan
parenkim paru dan pembuluh darah sehingga terjadi bronkiektasi dan
hipervasukularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkhial, anastomosis
pembuluh darah bronkhial dan pulmoner. Penyakit TB juga dapat
menyebabkan timbulnya kaviti juga dapat terjadinya pneumonitis
Tuberkulosis akut yang dapat menyebabkan ulserasi bronkus disertai
nikrosis pembuluh darah disekitarnya dan bagian alveoli di bagian distal.
Pecahnya pembuluh darah tersebut mengakibatkan bercak darah dalam
darah ataupun hemoptisis masif.
c. Karena saat terjasi inflamasi yang diakibatkan oleh infeksi M. tuberkulosis
tubuh akan merespon sistem imun yaitu dengan akumulasi monosit,
makrofak, sel-T kemudian sistema imun akan melepaskan pirogen
endogen (sitokinin).efek dari pirogen endogen ini otak akan memproduksi
prostaglandin yang berfungsi merangsang hipotalamus meningkatkan set
point sehingg terjadi peningkatan suhu basal dan akhirnyapasien akan
mengalami demam.
d. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
Untuk tujuan pembelajaran selanjutnya kami ingin mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru dan upaya penanggulangannya.
e. INFORMASI TAMBAHAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB
PARU DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA factors affecting the
occurrence of pulmonary tb and efforts to overcome oleh HELPER SAHAT
P MANALU
f. KLARIFIKASI INFORMASI
Dari jurnal “factors affecting the occurrence of pulmonary tb and efforts
to overcome oleh helper sahat p manalu” dijelaskan bahwa:
keterpaparan penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan faktor
sosial lainnya. pemberantasan TB paru telah dilakukan pada awal tahun 1990-
an WHO telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal
sebagai strategi DOTS. Focus utama DOTS adalah penemuan dan
penyembuhan pasien, dengan prioritas pasien TB tipe menular. Strategi ini
akan memutuskan penularan TB dan diharapkan menurunkan insidens TB di
masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik
dalam upaya pencegahan penularan TB (Depkes, 2007).
mendapatkan pengobatan juga mempengaruhi tingkat kesembuhan
penderita TB. Penderita seringkali dating berobat sudah dalam keadaan
terlambat dan banyak komplikasi, hal ini membuat penderita tidak sabar
dalam melakukan pengobatan dan ingin cepat sembuh, tetapi mereka ini
mengalami kecewa dan putus asa karena apa yang diharapkan penderita tidak
sesuai dengan kenyataan perjalanan pengobatan (Herryanto, 2004). Disinilah
yang membuat kebanyakan keluarga penderita merasa jenuh dan bosan dalam
mencari/menjalankan pengobatan TB jika salah seorang anggota keluarganya
sakit TB.
Hasil penelitian di Kabupaten Tangerang (2009), penderita TB paru sering
berpindah-pindah tempat pelayanan kesehatan untuk mencari kesembuhan, hal
ini terjadi oleh karena penderita TB kurang yakin pada pelayanan kesehatan.
Karena proses pengobatan yang tidak teratur , membuat mereka tidak sembuh.
Hal ini diperparah dengan kebiasaan tidak menghabiskan obat, karena merasa
badannya sudah sehat (Helper Manalu, 2009). Adapun alasan penderita TB
paru pindah berobat hampir sama dengan alasan diantara mereka yang tidak
menyelesaikan pengobatannya yaitu karena tidak kunjung sembuh, dan
bahkan bertambah parah. Herryanto (2004), dalam hasil penelitiannya
menggambarkan 20,8 % pengobatan TB yang dilakukan penderita putus
berobat oleh yang tidak meninggal pindah berobat dengan alasan karena tidak
ada perubahan dan penderita tidak sembuh.
Menurut Tjandra Yoga 2007 ternyata TB tidak hanya menyerang paru,
tetapi juga dapat menyerang organ tubuh yang lain seperti kulit (TB kulit),
tulang (TB tulang), otak dan saraf (TB otak dan saraf), mata (TB mata), dan
Iain-lain. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hsien-Ho Lin di Taiwan (2009)
tentang perokok, mendapatkan hampir 18.000 orang yang mewakili populasi
umum selama lebih dari tiga tahun terakhir. "ditemukan peningkatan dua kali
lipat resiko TB aktif pada perokok dibandingkan dengan mereka yang tidak
pernah merokok", ternyata kaum perokok lebih berpotensi terkena penyakit
peningkatan dua kali lipat resiko TB aktif pada perokok dibandingkan dengan
mereka yang tidak pernah merokok", ternyata kaum perokok lebih berpotensi
terkena penyakit tuberculosis.
9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Dari kasus tersebut Tn. R berumur 35 tahun, mengeluh batuk sejak 1 bulan
yang lalu. Ia mengatakan batuknya berdahak terdapat bercak merah sejak
beberapa hari terakhir dan merasakan sesak nafas, demam, anoreksia dan ia
kelihatan kurus. Dari gejala yang disebutkan pasien tersebut didiagnosis
menderrita penyakit TB paru. Dikasus tersebut Klien mengatakan kakanya pernah
mengalami keluhan yang sama dan tinggal serumah. Dapat diketahui bahwa klien
terpapar oleh bakteri M. Tuberculosis ( penyebab TB) yang berasal dari kakaknya.
Karena bakteri tersebut dapat menyebar melalui udara saat kakaknya batuk tanpa
menutup mulut. Sehingga droplet yang berada di udara dihirup oleh klien
sehingga klien mengalami gejala yang sama.
Dari jurnal yang kami temukan disimpulkan bahwa TB paru masih merupakan
masalah di negara berkembang, bahkan di Negara maju masalah ini kembali
muncul dengan adanya HIV-AIDS. Berbagai upaya telah dilakukan melalui
bermacam-macam pendekatan untuk mengobati atau paling tidak mengurangi
timbulnya TB. Seperti program strategi DOTS diharapkan dapat memberikan
kesembuhan dan mencegah penularan. Namun dalam pelaksanaan di lapangan,
keberhasilan pengobatan dengan strategi DOTS ini mengalami beberapa
hambatan seperti putus berobat (termasuk pindah berobat) dan meninggal
sehingga tidak memberikan hasil yang maksimal. Faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu faktor sarana, faktor penderita dan
faktor keluarga dan masyarakat lingkungan. Akan tetapi bila melihat realitas yang
ada membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis tidaklah semudah yang
dipikirkan. Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan khusus program P2 TB
terhadap petugas yang belum dilatih. Upaya meningkatkan peranserta pasien dan
masyarakat dalam upaya penanggulangan TB dan memberi peningkatan informasi
yang tepat dan lengkap melalui penyuluhan yang intensif. Dan petugas P2 TB-
Paru diharapkan tidak merangkap tugas-tugas lain. Serta melakukan pemeriksaan
secara aktif, khususnya pada kelompok risiko tinggi dan status gizi kurang untuk
mengurangi risiko penularan TB paru.