Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

PENGEMBANGAN BAHAN TAMBAHAN AMILUM JAGUNG


UNTUK TABLET MULTIVITAMIN PADA SEDIAAN
FARMASI VETERINER MEMENUHI STANDAR
FARMASETIK

TIM PENELITI:
I G N JEMMY ANTON PRASETIA, S.Farm., Apt
I G N AGUNG DEWANTARA PUTRA,S.Farm., M.Sc.,Apt

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2011

DIBIAYAI DARI DANA DIPA UNIVERSITAS UDAYANA


NOMOR : 0791/023-04.2.01/20/2011 TANGGAL 20 DESEMBER 2010
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Pengembangan Bahan Tambahan Amilum Jagung Untuk Tablet


Multivitamin Pada Sediaan Farmasi Veteriner Memenuhi Standar
Farmasetik
2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dengan gelar : I Gusti Ngurah Jemmy Anton Prasetia, S.Farm., Apt.
b. Pangkat/Gol/NIP : Penata Muda Tk. 1/IIIb/ NIP. 198501052008121002
c. Jabatan Fungsional/Struktural: Asisaten Ahli
d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)
e. Program Studi/Jurusan : Farmasi
f. Fakultas : MIPA
g. Alamat Rumah/HP : 08179373361

3. Jumlah Tim Peneliti : 2 (dua) orang

4. Pembimbing
a. Nama lengkap dengan gelar : Dr. rer.nat. I M A G Wirasutha, M.Si., Apt.
b. Pangkat/Gol/NIP : Penata/IIId/ 196804201994021001
c. Jabatan Fungsional / Struktural : Lektor Kepala
d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)
e. Program Studi / Jurusan : Farmasi
f. Fakultas : MIPA

5. Lokasi Penelitian : Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Udayana

6. Kerjasama (kalau ada)


a. Nama Instansi :-
b. Alamat :-

7. Jangka waktu penelitian : 6 (enam) bulan

8. Biaya Penelitian : Rp. 7.500.000,- (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

Bukit Jimbaran, 31 Oktober 2011


Mengetahui Ketua Peneliti
Dekan Fakultas MIPA

(Ir. A.A. Gde Raka Dalem, M.Sc (Hons) (IGN Jemmy Anton P,S.Farm..Apt)
NIP: 196507081992031004 NIP: 198501052008121002

Mengetahui
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Udayana

(Dr. Ir. I Ketut Satriawan, MT.)


NIP 19640717 198903 1 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang telah melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan
Tambahan Amilum Jagung Untuk Tablet Multivitamin Pada Sediaan
Farmasi Veteriner Memenuhi Standar Farmasetik” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan penelitian ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan,
dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kepada :
1. Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) Indonesia yang telah membantu dari
sisi pendanaan.
2. Rektor Universitas Udayana.
3. Dekan Fakultas MIPA Universitas Udayana
4. Seluruh dosen dan staf pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas
Udayana yang telah membantu penulis.
5. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnan, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Bukit Jimbaran, 2011

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang anjing ............................................................ 4
2.2 Tinjauan tentang vitamin .......................................................... 5
2.3 Tinjauan tentang tablet .............................................................. 9
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .................................... 23
3.1 Tujuan penelitian ....................................................................... 23
3.2 Manfaat penelitian ..................................................................... 23
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................. 24
4.1 Rancangan penelitian ................................................................. 24
4.2 Uji kualitatif bahan .................................................................... 24
4.3 Formula ...................................................................................... 24
4.4 Pembuatan granul ...................................................................... 26
4.5 Pengempaan tablet ..................................................................... 26
4.6 Evaluasi Farmasetik ................................................................... 26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 30
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN............................................................... 46

LAMPIRAN .................................................................................................... 49
ABSTRAK

Penelitian mengenai Penggunaan amilum jagung, pada konsentrasi 20%, 25% dan
30% sebagai bahan pengikat maupun konsentrasi 2%, 4% dan 6% sebagai bahan
penghancur, untuk formulasi tablet vitamin B kompleks dan formulasi tablet
vitamin E telah dilakukan

Sebelum dicetak menjadi tablet, bahan-bahan terlebih dahulu dibuat granul.


Terhadap granul yang dihasilkan, dilakukan evaluasi karakteristik fisik granul.
Karakteristik fisik granul dari ketiga macam formula telah memenuhi semua
persyaratan granul yang baik. Pengaruh penggunaan amilum jagung sebagai
bahan penghancur pada formula tablet vitamin B kompleks maupun pada formula
tablet vitamin E untuk sediaan veteriner dengan konsentrasi konsentrasi 2%, 4%
dan 6% menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi amilum jagung
yang digunakan akan mempercepat waktu hancur tablet.

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan yaitu Konsentrasi amilum jagung 4%
sebagai bahan penghancur pada formula tablet vitamin B kompleks maupun pada
formula tablet vitamin E mampu menghasilkan sediaan tablet dengan karakteristik
nilai waktu hancur yang mendekati nilai waktu hancur dari produk acuan.

Kata kunci: Konsentrasi, Pati Jagung, Bahan penghancur, Tablet Anjing, Waktu
Hancur Tablet.
ABSTRACT

Research on the use of corn starch, at a concentration of 20%, 25% and 30% as a
binder and a concentration of 2%, 4% and 6% as a destroyer, for the tablet
formulation of vitamin B complex and vitamin E tablet formulation has been done

Before molded into tablets, the ingredients are made in advance granules. Against
the resulting granules, we evaluated the physical characteristics of granules.
Physical characteristics of granules from the three kinds of formula have fulfilled
all the requirements of good granules. Influence the use of corn starch as an
ingredient in the formula destroyer tablets of vitamin B complex and vitamin E in
the formula tablets for veterinary preparations with concentration concentration of
2%, 4% and 6% indicated that with increasing concentrations of corn starch that is
used to speed up the time crushed tablets.

From this study it can be concluded that concentrations of 4% corn starch as a


destroyer on the tablets of vitamin B complex formula or the formula tablet
dosage vitamin E is able to produce tablets with a characteristic time value
destroyed close to the time value of the product reference destroyed.

Keywords: Concentration, Corn Starch, Disintegrant, Dog’s Tablet, Tablet


Disintegration Time.
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan data resmi pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2009


menyebutkan terdapat 408.673 ekor anjing di Bali . Data ini secara tidak langsung
menunjukkan adanya interaksi yang cukup tinggi antara anjing dengan manusia,
sehingga perawatan dan kesehatan anjing perlu diperhatikan untuk menghindari
adanya penyebaran penyakit dari anjing ke manusia. Anjing memerlukan asupan
nutrisi yang baik agar terhindar dari penyakit dan agar penampilannya terlihat
menarik. Dengan demikian, dibutuhkan multivitamin untuk membantu menjaga
kesehatan dan penampilan anjing. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan
masyarakat mengenai sediaan obat hewan (SOH) dalam bentuk tablet
multivitamin (vitamin B kompleks dan E). Namun tidak sedikit juga masyarakat
masih mengeluhkan tentang masih sedikitnya jenis obat hewan yang beredar di
pasaran dan harganya yang cukup mahal. Hal ini menjadi tantangan dalam
pengembangan farmasi veteriner untuk dapat menghasilkan suatu sediaan obat
hewan (SOH) dalam bentuk tablet yang memenuhi standar farmasetik dengan
harga yang terjangkau.
Farmasi veteriner merupakan suatu usaha pelayanan kesehatan serta
pengembangan obat-obat yang digunakan atau diperuntukkan sebagai obat untuk
perawatan, pencegahan atau pengobatan untuk penyakit pada hewan yang
mencakup cara pemilihan serta keamanan obat. Sediaan obat hewan (SOH) yang
diformulasikan harus memenuhi standar farmasetik tablet seperti yang
dipersyaratkan dalam Farmakope Indonesia IV yaitu meliputi pengujian terhadap
organoleptik, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur di
dalam tubuh. Pengujian ini sangat penting dilakukan guna menghasilkan suatu
sediaan obat hewan (SOH) yang memiliki stabilitas fisika maupun kimia yang
baik sehingga aman dikonsumsi oleh hewan dan mampu memberikan efek
farmakologi seperti yang diharapkan.
Dalam memformulasikan suatu sediaan obat hewan (SOH) yang mampu
memberikan efek farmakologi, dosis obat yang diberikan harus diperhatikan.
Dosis obat yang diformulasikan untuk manusia berbeda dengan dosis untuk
hewan. Untuk itu perlu dilakukan pengkonversian dosis terlebih dahulu dari dosis
manusia ke dosis hewan. Selain itu, yang harus diperhatikan juga adalah GIT
transit time. GIT transit time antara manusia dengan hewan sangat berbeda. Hal
ini dipengaruhi oleh perbedaan enzim dalam tubuh serta panjang-pendeknya
saluran pencernaan setiap mahluk yang berbeda sehingga lama obat di dalam
tubuh juga berbeda. Pada manusia, GIT transit time obat di dalam tubuh tidak
lebih dari 15 menit sehingga obat-obat yang diformulasikan harus memiliki waktu
hancur yang kurang dari 15 menit sehingga obat tersebut mampu terdisolusi untuk
selanjutnya diabsorbsi oleh usus. Pada hewan, misalnya anjing, memiliki GIT
transit time lebih dari 15 hingga 30 menit (Hussain,et al., 2004). Perbedaan dalam
hal dosis dan GIT transit time menyebabkan tidak tepatnya obat untuk manusia
jika diberikan kepada hewan.
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa bahan tambahan (Anief, 1997). Bahan tambahan yang umumnya
digunakan dalam tablet adalah bahan pengisi, pengikat, dan penghancur.
Penggunaan bahan tambahan digunakan untuk memperbaiki sifat yang dimiliki
oleh bahan-bahan lain dalam pembuatan tablet sehingga mampu dihasilkan
sediaan tablet yang memenuhi persyaratan standar farmasetik. Bahan pengisi
berguna untuk memberikan bobot pada tablet sehingga keseragaman bobot tablet
terpenuhi. Bahan pengikat diperlukan untuk memperbaiki kerapuhan dan
kekerasan tablet serta memberi kekompakkan dan daya tahan tablet yang baik
sedangkan bahan penghancur berpengaruh terhadap waktu hancur tablet tersebut
(Parikh, 1997). Terdapat berbagai macam bahan tambahan. Salah satunya adalah
amilum jagung (amylum maydis). Amilum jagung banyak digunakan dalam
formulasi sediaan tablet baik sebagai bahan pengisi, pengikat maupun
penghancur. Selain itu, keunggulan penggunaan amilum jagung dibandingkan
bahan lainnya karena mudah didapat, harganya yang relatif murah, dan inert
sehingga diharapkan akan mampu menurunkan biaya produksi yang akan
berdampak langsung terhadap harga tablet yang dijual di pasaran menjadi lebih
murah.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu pengembangan
penggunaan bahan tambahan amilum jagung (amylum maydis) untuk tablet
multivitamin (vitamin B kompleks dan vitamin E) pada sediaan farmasi veteriner,
khususnya untuk anjing, agar mampu menghasilkan sediaan tablet yang
memenuhi standar farmasetik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Tentang Anjing


Anjing merupakan hewan yang mempunyai sistem pencernaan dengan
struktur saluran cerna yang sederhana (monogastric). Makanan yang masuk ke
dalam saluran cerna anjing akan mulai diproses dari mulut, esophagus, lambung,
usus kecil, usus besar, rektum dan akhirnya sisa metabolisme yang tidak
dipergunakan oleh tubuh anjing akan dikeluarkan melalui anus (Foster dan Smith,
1994).
Anjing memiliki fisiologi saluran cerna dan proses absorpsi obat yang mirip
dengan manusia. Perut anjing dibagi menjadi 3 tipe jaringan mukosa yaitu
kardiak, gastric, dan pylorus. Pada spesies monogastric seperti anjing, usus halus
merupakan tempat absorpsi yang utama. Usus kecil atau usus halus anjing
merupakan suatu bagian yang menghubungkan bagian lambung dengan usus
besar. Usus ini terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum merupakan bagian yang terhubung dengan daerah lambung dan
ukurannya relatif pendek dibandingkan dengan bagian usus kecil atau usus halus
lainnya, tetapi memilki fungsi yang sangat penting yaitu tempat diproduksinya
beberapa jenis enzim untuk proses pencernaan di dalam usus. Sedangkan untuk
jejunum memiliki ukuran yang cukup panjang dan terdapat banyak villi yang
fungsinya untuk memperluas permukaaan bidang penyerapan pada usus. Selain itu
penyerapan obat juga terjadi di daerah ini jika obat tersebut diberikan secara oral
(Foster dan Smith, 1994).

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Saluran Pencernaan Anjing (Foster dan Smith, 1994)
Meskipun anjing memiliki fisiologi saluran cerna dan proses absorpsi obat
yang mirip dengan manusia tetapi terdapat perbedaan antara anjing dan manusia
dalam hal waktu hancur tablet. Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan suatu
sediaan obat untuk dapat hancur secara sempurna di dalam tubuh untuk
selanjutnya mengalami proses absorbsi sehingga mampu memberikan efek
farmakologis di dalam tubuh. Pada manusia waktu hancur tablet dalam saluran
cerna yaitu tidak lebih dari 15 menit sedangkan pada anjing waktu hancur tablet
dalam saluran cerna yaitu 15-30 menit (Hussain, et al., 2004). Adanya perbedaan
inilah seingga perlu dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan tablet yang
khusus ditujukan untuk anjing sehingga bahan aktif yang diberikan tersebut
mampu memberikan efek farmakologi pada tubuh anjing.

II.2 Tinjauan Tentang Vitamin


II.2.1 Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah
kecil untuk mempertahankan kesehatan dan sering kali bekerja sebagai kofaktor
untuk enzim metabolisme (Ganiswarna,dkk., 1995). Menurut Ganiswarna dkk
(1995), vitamin dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Vitamin larut air
Pada umumnya toksisitas vitamin ini rendah dan ekskresinya melalui kemih.
Vitamin larut air meliputi vitamin B kompleks dan vitamin C.
b. Vitamin larut lemak
Zat-zat ini larut dalam lemak dan diserap bersamaan dengan lemak, kemudian
melalui sistem limfe masuk ke dalam darah dengan lipoprotein tertentu.
Vitamin larut lemak meliputi vitamin A, D, E, dan K.
II.2.2 Vitamin B kompleks
Vitamin B kompleks terdiri dari vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3
(niasin), B5 (asam pentotenat), B6 (piridoksin), B8 (biotin), B9 (asam folat), B12
(sianokobalamin) (Tjay, 2007). Sedangkan untuk anjing, vitamin B kompleks
pada umumnya tersusun atas vitamin B1 (tiamin), B6 (piridoksin), B9 (asam
folat) dan B12 (sianokobalamin) karena memiliki fungsi yang penting bagi tubuh
yaitu memiliki pengaruh pada pertumbuhan, reproduksi, meningkatkan sistem
imun, pertumbuhan rambut, metobolisme makanan, fungsi jantung, sel darah, dan
sistem saraf anjing (Provet, 2004).
Pemberian vitamin B kompleks harus sesuai dengan dosis hewan agar
memperoleh efek terapeutik yang diinginkan. Dosis dari vitamin B1 untuk anjing
adalah 11,5 mg, vitamin B6 adalah 11,5 mg, vitamin B9 adalah 3,45 mg
sedangkan vitamin B12 adalah 0,05 mg. Dosis tersebut adalah dosis setelah
dikonversikan terlebih dahulu antara dosis manusia dengan dosis anjing yaitu
dengan faktor konversi sebesar 0,23. Oleh sebab itu, dosis vitamin B kompleks
yang digunakan sebesar 26,5 mg.
1. Vitamin B1 (Tiamin)
a. Pemerian : hablur atau serbuk, putih, bau khas lemah (Depkes RI, 1995)
b. Kelarutan : mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut dalam
etanol, tidak larut dalam eter dan dalam benzene (Depkes RI, 1995).
c. Dosis : 50 mg (Kastrup, 2004).
d. Stabilitas : mudah rusak oleh pemanasan dan mudah dioksidasi (Roche,
2002).
e. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
f. Fungsi : metabolisme karbohidrat, pertumbuhan, pencernaan dan aktivasi
ion channel pada sistem saraf (Foster dan Smith, 1994).
g. Defisiensi : menghambat pertumbuhan, kehilangan nafsu makan, weight
loss, kerusakan sistem saraf dan kerusakan pada sistem otot (Foster dan
Smith, 1994).
2. Vitamin B6 (Piridoksin)
a. Pemerian : serbuk hablur berwarna putih atau hampir putih (Depkes RI,
1995).
b. Kelarutan : mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam eter (Depkes RI, 1995).
c. Dosis : 50 mg (Kastrup, 2004).
d. Stabilitas : stabil pada pemanasan sampai suhu 200oC , tetapi tidak stabil
atau rusak pada suasana basa dan sinar UV (Roche, 2002).
e. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya (Depkes RI, 1995).
f. Fungsi : pembentukkan sel darah merah, pencegah kejang, mencegah
gangguan saraf dan meningkatkan sistem imun (Foster dan Smith, 1994).
g. Defisiensi :Anemia, pertumbuhan terhambat, kejang, anoreksia, weight loss
(Foster dan Smith, 1994).
3. Vitamin B9 (Asam Folat)
a. Pemerian : serbuk hablur, kuning, kuning kecoklatan atau jingga
kekuningan, tidak berbau (Depkes RI, 1995).
b. Kelarutan : mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol, dalam aseton,
dalam kloroform, dan dalam eter. Segera larut dalam alkali hidroksida dan
dalam alkali karbonat encer, larut dalam asam klorida 3 N panas dan dalam
asam sulfat 2 N panas. Larut dalam asam klorida dan dalam asam sulfat
menghasilkan larutan berwarna kuning pucat (Depkes RI, 1995).
c. Dosis : 15 mg (Kastrup, 2004).
d. Stabilitas : tidak tahan terhadap cahaya dan tahan pemanasan pada suhu
100oC (Roche, 2002).
e. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik dan tidak tembus
cahaya (Depkes RI, 1995).
f. Fungsi : perkembangan sel-sel darah dan reproduksi (Prajanto dan Andoko,
2003).
g. Defisiensi : berkurangnya berat badan dan berkurangnya produksi sel merah
(Foster dan Smith, 1994).
4. Vitamin B12 (Sianokobalamin)
a. Pemerian : hablur atau amorf merah tua atau serbuk hablur merah. Bentuk
anhidrat sangat higroskopis. Jika terpapar pada udara menyerap air lebih
kurang 12% (Depkes RI, 1995).
b. Kelarutan : mudah larut dalam air, larut dalam etanol, tidak larut dalam
aseton, dalam kloroform dn dalam eter (Depkes RI, 1995).
c. Dosis : 0,2 mg (Kastrup, 2004).
d. Stabilitas : stabil terhadap pemanasan, namun sensitive terhadap asam,
basa, cahaya dan oksigen (Roche, 2002).
e. Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya (Depkes RI, 1995).
f. Fungsi : metabolisme protein (Prajanto dan Andako, 2004).
g. Defisiensi : kehilangan nafsu makan, berkurangnya produksi sel darah
putih, anemia, kerusakan pada sumsum tulang (Foster dan Smith, 1994).
II.2.3 Vitamin E (Alfa tokoferol asam suksinat)
a. Pemerian : Praktis tidak berbau, dan tidak berasa. Alfa tokoferol asam suksinat
berupa serbuk warna putih; bentuk d-isomer melebur pada suhu lebih kurang
75o dan bentuk dl- melebur pada suhu lebih kurang 70 o. Senyawa dengan asam
suksinat tidak stabil bila dalam bentuk leburan (Depkes RI, 1995).
b. Kelarutan : Alfa tokoferol asam suksinat tidak larut dalam air; sukar larut
dalam larutan alkali; larut dalam etanol; dalam eter; dalam aseton dan dalam
minyak nabati; sangat mudah larut dalam kloroform. Bentuk vitamin E lain
tidak larut dalam air; larut dalam etanol; dapat bercampur dengan eter, dengan
aseton, dengan minyak nabati dan dengan kloroform (Depkes RI, 1995).
c. Inkompatibilitas: tokoferol inkompatibilitas dengan peroksida dan ion logam
khususnya besi, tembaga, dan perak (Rowe, et al., 2003).
d. Stabilitas: tokoferol di oksidasi lambat oleh oksigen atmosfer dan cepat oleh
besi dan garam perak. Produk oksidasi meliputi tocoperoxida,
tocopherylquinon, dan tokopherylhydrokquinon sebagai dimmers dan trimers
(Rowe, et al., 2003).
Vitamin E adalah vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan yaitu untuk
menghindari timbulnya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas
(Aziz,dkk., 2004). Menurut Cohen (2007) pemberian vitamin E pada anjing, dapat
memperlancar dan meningkatkan peredaran darah pada kulit anjing sehingga
dapat memperindah bulu anjing. Selain itu, vitamin E juga dapat mencegah
terjadinya degenerasi otot-otot skeletal dan retina anjing serta mencegah
permasalahan reproduksi (Dewoto dan Wardhini, 1995). Defisiensi vitamin E
dapat menyebabkan gangguan reproduksi seperti sterilitas dan resorpsi fetus,
distrofia otot, nekrosis miokard, payah jantung dan anemia (Dewoto dan
Wardhini, 1995).
Pemberian vitamin E harus sesuai dengan persyaratan dosis agar
memperoleh efek terapeutik yang diinginkan. Dosis dari vitamin E pada manusia
adalah 650 IU (dimana dalam 1 mg d-α tokoferol asam suksinat= 1,21 IU)
(Kastrup, 2004). Dosis vitamin E untuk anjing harus dikonversikan terlebih
dahulu dengan faktor konversi 0,23 sehingga diperoleh dosis sebesar 124 mg

II.3 Tinjauan Tentang Tablet


II.3.1 Definisi, Syarat, Keuntungan dan Kerugian Tablet
Nama tablet berasal dari bahasa latin, “tabulletta”, yang berarti lempeng
pipih, papan tipis. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak,
berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis
obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 1997). Bentuk sediaan
tablet terbukti sangat menguntungkan karena massanya dapat dibuat dengan
mesin, mudah disimpan, mudah ditelan, dan praktis.
Menurut Lachman dkk (2008), sediaan tablet yang baik harus mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
a. Cukup kuat dan tahan terhadap pengaruh goncangan dan gesekan selama
proses pembuatan, pengemasan, transportasi dan penggunaan.
b. Mempunyai kandungan zat aktif dan bobot yang seragam.
c. Obat di dalam tablet harus mempunyai bioavailabilitas yang tinggi.
d. Mempunyai penampilan yang menarik dalam bentuk, warna dan tanda-tanda
lain yang spesifik untuk mengidentifikasi tablet.
e. Tablet harus mempertahankan fungsi-fungsi dari masing-masing komponen,
termasuk kestabilan dan kemanjuran.
Sediaan obat dalam bentuk tablet memiliki banyak sekali keuntungan, antara
lain (Lachman,dkk., 2008 ):
a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas
kandungan yang paling rendah.
b. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk
dikemas dan dikirim.
d. Tablet dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti
pelepasan di usus atau produk lepas lambat.
e. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,
mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.
Adapun kerugian bentuk sediaan tablet yaitu (Lachman,dkk., 2008 ):
a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.
b. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan, atau
obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan
atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan
penyalutan dulu.
II.3.2 Metode Pembuatan Tablet
Ada tiga metode pembuatan tablet kompresi, yaitu metode granulasi basah,
granulasi kering dan kempa langsung (Ansel, 2005).
1. Metode granulasi basah
Metode granulasi basah adalah proses yang memerlukan adanya
penambahan suatu cairan ke dalam serbuk dalam sebuah wadah dengan beberapa
pergerakan yang akan menghasilkan aglomerasi atau granul-granul
(Lachman,dkk., 2008). Cairan mengandung pelarut yang harus mudah menguap
sehingga dapat dihilangkan, diuapkan dengan proses pengeringan dan harus tidak
toksik. Dalam metode ini massa basah ditekan melalui pengayak yang kemudian
dikeringkan (Aulton, 1994).
Keuntungan metode granulasi basah, adalah (Lachman,dkk., 2008):
a. Kohesifitas dan kompresibilitas serbuk ditingkatkan
b. Cocok untuk zat aktif berdosis besar yang sulit mengalir atau sulit dikompresi.
c. Zat aktif dosis kecil dan penambahan zat warna akan mempunyai distribusi dan
keseragaman kandungan yang baik.
d. Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses.
e. Kecepatan disolusi zat aktif hidrofob ditingkatkan.
f. Serbuk yang besar dan berdebu diatasi tanpa memproduksi sejumlah besar
debu dan kontaminasi dari udara.
g. Sediaan dengan pengaturan terkontrol dari dosis dapat dilakukan dengan
memilih pengikat dan pelarut yang sesuai.
Kerugian metode granulasi basah adalah (Lachman,dkk., 2008 ):
a. Waktu yang dibutuhkan lama terutama pada saat pembasahan dan pengeringan.
b. Memungkinkan hilangnya materi selama proses yang mengacu pada saat
pemindahan bahan dari satu unit operasional ke unit yang lain.
c. Laju disolusi obat lebih lambat dari dalam granul setelah tablet terdisintegrasi.
d. Tidak dapat digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.
e. Peralatannya mahal.
Granulasi basah merupakan metode pembuatan tablet yang paling umum
digunakan dan menghasilkan sediaan tablet yang lebih baik (Lachman,dkk.,
2008).
2. Metode granulasi kering
Granulasi kering merupakan suatu cara alternatif dalam membuat granul
jika tidak bisa dibuat dengan cara granulasi basah, kadang-kadang dengan double
compression yang disebut slugging (Lund, 1994). Keuntungan metode granulasi
kering, yaitu:
a. Memerlukan sedikit peralatan dan waktu
b. Tidak menggunakan larutan pengikat
c. Tidak memerlukan proses pengeringan
d. Baik untuk zat yang peka terhadap lembab dan panas
e. Mempercepat waktu hancur.
Adapun kerugian metode granulasi kering, yaitu (Siregar, 1992):
a. Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug
b. Tidak dapat mendistribusikan zat warna secara seragam
c. Rol tekan (chilsonator) tidak dapat dipakai untuk zat aktif yang tidak larut
d. Menghasilkan banyak debu
3. Metode kempa langsung
Metode kempa langsung adalah metode pencetakan bahan obat berbentuk
serbuk atau campuran antar obat dan bahan pembantu tanpa proses pengolahan
awal. Kempa langsung sesuai untuk bahan obat yang sensitif terhadap kelembaban
dan panas. Meskipun demikian, hanya sedikit bahan obat yang mampu dikempa
secara langsung menjadi tablet tanpa pengolahan awal tanpa penambahan bahan
penolong (Voigt, 1995). Syarat serbuk untuk dapat dicetak langsung adalah
mudah mengalir dan mempunyai sifat kompresibilitas yang baik (Lund, 1994).
Keuntungan kempa langsung adalah hemat energi, alat dan bahan baku.
Kerugian kempa langsung adalah terjadinya segregasi komponen-komponen dari
campuran yang memungkinkan timbulnya formasi debu dan bahan pembantunya
lebih mahal dari granulasi basah atau precompression.
II.3.3 Komposisi Tablet
Menurut Hoover (1976), terdapat dua golongan penyusun utama tablet yaitu
medikamen (zat aktif) dan bahan tambahan (eksipient).
1. Zat Aktif
Dalam menyusun formula tablet, zat aktif merupakan komponen tablet yang
sangat penting untuk diperhatikan yaitu:
a. Proses absorpsi
Jika obat sangat baik diabsorpsi di lambung atau di usus, maka obat
diformulasikan untuk tablet yang penggunaannya ditelan, atau tabletnya harus
dapat hancur di lambung. Bila disolusi obat merupakan penentu absorpsi obatnya,
maka ukuran partikel obat merupakan masalah yang harus diperhatikan.
b. Stabilitas baik di dalam maupun di luar tubuh
Sebagai contoh, bila obat tidak tahan panas dan kelembaban, maka
formulasinya termasuk proses pembuatan harus terhindar dari kondisi panas dan
lembab, dan pengemasannya harus melindungi tablet dari pengaruh panas dan
lembab.
c. Sifat fisika dan kimia
Sifat fisika dan kimia terkait dengan stabilitas baik sebelum digunakan
(selama penyimpanan) dan setelah digunakan (stabilitas dalam cairan tubuh). Juga
terkait dengan metode pembuatan tabletnya, apakah kempa langsung, granulasi
basah atau granulasi kering. Kaitannya dengan pemilihan metode pembuatan, sifat
yang perlu diperhatikan adalah sifat alir, kompresibilitas, stabilitasnya terhadap
kondisi panas, kelembaban dan tekanan yang tinggi.
d. Dosis
Untuk zat aktif berdosis kecil akan bermasalah dengan homogenitas, tetapi
sifat obat tidak begitu mempengaruhi sifat campurannya apabila zat aktif tersebut
dicampur dengan komponen tablet lainnya. Sebaliknya zat aktif yang berdosis
besar, sifat campuran massa tablet sangat ditentukan oleh sifat zat aktifnya. Dalam
hal ini perlu dipertimbangkan untuk keperluan penentuan metode pembuatan
tabletnya.
2. Bahan Tambahan (Eksipient) Tablet
Disamping zat aktif, kualitas dan kuantitas bahan tambahan ikut menentukan
kualitas tablet (Banker and Anderson, 1986). Oleh karena itu diperlukan suatu
bahan tambahan dalam menyusun formulasi tablet. Bahan tambahan antara lain:
a. Bahan Pengisi
Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat massa tablet.
Pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat
dikempa langsung atau untuk memacu aliran (Lachman,dkk., 2008). Bahan
pengisi harus sesuai dengan bahan aktif, stabil secara fisika, inert dan tidak
bereaksi dengan bahan aktifnya (Hoover, 1976). Pengisi yang sering digunakan
adalah laktosa, sukrosa, dekstrosa, avicel (Voigt, 1995).
b. Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan tambahan yang berfungsi membantu
penyatuan beberapa partikel serbuk membentuk granul dan granul-granul menjadi
tablet serta memberi kekompakkan dan daya tahan tablet yang baik (Nurono,
1992). Bila bahan pengikat yang digunakan terlalu sedikit, maka dihasilkan tablet
yang rapuh. Sebaliknya bila bahan pengikat yang digunakan terlalu banyak akan
dihasilkan tablet yang terlalu keras. Dengan demikian kualitas tablet yang
dihasilkan tergantung dari kualitas maupun kuantitas bahan pengikat yang
digunakan (Aulton, 1994). Bahan pengikat terbagi menjadi 3 kelas yaitu (Parikh,
1997):
1. Polimer alami, diantaranya adalah kanji atau gom yang termasuk didalamnya
adalah starch, tragakan, akasia, sodium alginat dan gelatin.
2. Polimer sintetik, diantaranya adalah polivinilpirolidon, metil dan etil selulosa
dan hidroksi propil selulosa.
3. Gula, diantaranya adalah glukosa, sukrosa, sorbitol
Bahan pengikat tablet umumnya ditambahkan dalam bentuk larutan atau
mucilago dengan kadar tertentu. Tetapi ada beberapa formula tablet yang bahan
pengikatnya ditambahkan dalam bentuk kering yang dicampur dengan bahan
berkhasiat dan bahan tambahan lainnya yang kemudian baru dibasahi dengan
pelarut yang sesuai (Lachman,dkk., 2008). Umumnya kerja pengikat akan lebih
efektif apabila serbuk dicampur dengan perekat dalam bentuk cair. Larutan
pengikat tidak boleh terlalu basah dan tidak boleh terlalu kering. Bila dibasahi
secara berlebihan biasanya menghasilkan granul yang terlalu keras untuk dibuat
tablet yang bagus, pembasahan yang kurang biasanya menghasilkan tablet yang
terlalu lunak dan cenderung mudah remuk (Ansel, 2005).
Mekanisme pengikatan bahan pengikat secara umum adalah bila bahan
pengikat ditambahkan pada suatu campuran serbuk, maka dengan adanya
pengadukan, bahan pengikat akan membasahi permukaan partikel, selanjutnya
akan membentuk jembatan cair antar partikel yang kemudian menjadi banyak
sehingga terjadi pertumbuhan dan pembesaran granul. Setelah proses pengayakan
basah, dilakukan proses pengeringan yang mengakibatkan terbentuknya jembatan
padat antar partikel yang saling mengikat membentuk granul (Aulton, 1994).
Mucilago amilum jagung merupakan bahan pengikat yang paling banyak
dipakai karena tidak bereaksi dengan hampir semua bahan obat. Penggunaan
mucilago amilum jagung sebagai bahan pengikat tablet memiliki keunggulan
dibandingkan bahan lainnya karena mudah didapat, harganya yang relatif murah,
inert. Selain itu alasan penggunaan mucilago amilum jagung sebagai bahan
pengikat tablet vitamin E ini yaitu mucilago amilum jagung merupakan bahan
pengikat yang bersifat hidrofil sehingga baik digunakan untuk zat aktif yang
bersifat hidrofob, karena bahan pengikat ini menyalut partikel zat aktif yang dapat
mempermudah pembasahan zat aktif (Wattimena, 1986). Konsentrasi mucilago
amilum jagung yang sering digunakan sebagai bahan pengikat tablet yaitu 5-25%
(Rowe, et al., 2003).
c. Bahan Penghancur
Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet kontak
dengan cairan. Dengan hancurnya tablet menjadi granul, akan memperluas
permukaan sehingga dapat mempercepat lepasnya zat aktif dari tabletnya.
Selanjutnya bahan penghancur akan menghancurkan granul menjadi partikel-
partikel untuk lebih mudah diabsorpsi (Lachman dkk, 1994).
Mekanisme bahan penghancur dalam proses penghancuran tablet ada
beberapa cara yaitu:
1. Pengembangan (swelling)
Air merembes ke dalam tablet melalui celah antar pertikel yang dibentuk bahan
penghancur dengan adanya air maka bahan penghancur akan mengembang
dimulai dari bagian lokal meluas ke seluruh tablet. Akhirnya pengembangan
bahan penghancur menjadikan tablet pecah dan hancur.
2. Aksi kapiler (wicking)
Tablet kontak dengan air maka air akan segera masuk ke dalam tablet melalui
saluran pori yang terbentuk selama proses penabletan karena sifat hidrofilisitas
bahan penghancur, maka pembesaran air lewat pori akan lebih cepat dan optimum
sehingga akan memisahkan partikel-partikel granul dan menghancurkan tablet.
3. Peregangan (repulsion)
Air yang masuk ke dalam pori-pori tablet dapat menetralisir muatan listrik antar
partikel yang terbentuk pada saat pengempaan. Muatan listrik berubah sehingga
akan saling tolak menolak, gaya penolakan ini yang akan menyebabkan hancurnya
tablet (Swarbrick dan Boylan, 1988).
Amilum jagung merupakan jenis bahan penghancur yang paling banyak
dipakai hal ini dikarenakan sifatnya yaitu nontoksik, non irritant, mudah
diperoleh, dan murah (Lachman dkk, 1994). Amilum jagung stabil pada suasana
kering, tanpa pemansan, stabil terhadap kelembababan yang tinggi, saat
digunakan sebagai diluents atau disintegrant pada sediaan padat amilum jagung
digunakan pada kondisi inert di bawah kondisi penyimpanan normal, namun
pemanasan larutan amilum jagung secara fisik tidak stabil dan dengan mudah
larutan ini mudah terserang mikroorganisme dan membentuk variasi derivate
amilum dan modifikasi amilum yang memiliki sifat fisik yang unik (Rowe dkk,
2003). Amilum jagung sebagai bahan penghancur digunakan pada konsentrasi 2-
10% (Rowe dkk, 2003). Mekanisme amilum jagung sebagai bahan penghancur
adalah dengan cara swelling atau pengembangan yaitu membentuk celah antar
partikel tablet sehingga air dapat merembes masuk ke dalam tablet yang. Adanya
air yang masuk ke dalam tablet akan mengakibatkan tablet menjadi mengembang
kemudian menjadi pecah dan hancur (Swarbrick dan Boylan, 1988).
II.4 Amilum jagung
Amilum jagung adalah pati yang diperoleh dari biji Zea mays L. (Familia
Poaceae).
a. Pemerian : serbuk sangat halus dan berwarna putih (Anonim, 1995).
b. Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol 95 % dan air dingin (Rowe dkk.,
2003).
c. Penggunaan : amilum jagung adalah bahan pembantu yang banyak digunakan
dalam sediaan padat sebagai bahan pengisi, pengikat dan penghancur. Sebagai
pengikat, amilum jagung digunakan dengan konsentrasi 5-25% dan sebagai
penghancur digunakan dengan konsentrasi 2-10% (Rowe dkk, 2003).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Amilum jagung (Amilum jagung) (Rowe, et al., 2003)

II.5 Evaluasi Karakteristik Fisik Granul


Evaluasi karakteristik fisik granul ini dilakukan untuk memberikan jaminan
bahwa granul yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan granul yang baik
sehingga dapat dikempa dan menghasilkan tablet yang baik. Karakteristik fisik
granul yang mempengaruhi proses kompresi tablet adalah kelembaban granul,
kompresibilitas granul, sifat alir granul.
1. Kelembaban Granul
Kelembaban granul menyatakan kandungan air yang terdapat dalam granul
yang dinyatakan dalam kandungan lembab (moisture content atau MC).
Kelembaban granul diukur dengan cara menimbang 5 gram granul kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 15 menit, kemudian ditimbang
kandungan lembabnya.
berat awal granul  berat akhir granul
% MC 
……………………………………………………………(1) x100% (Voigt, 1995)
berat awal granul

Kelembaban granul yang dianjurkan adalah 1%-5% (Voigt, 1995)


2. Kompresibilitas Granul
Penentuan bobot jenis sangat penting untuk penentuan kompresibilitas dari
granul sehingga dapat ditentukan bagaimana sifat alir dari granul. Ada dua jenis
bobot jenis granul yang penting dalam penentuan kompresibilitas granul yaitu
bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat.
a. Bobot jenis nyata
Bobot jenis nyata adalah perbandingan berat granul yang telah dikeringkan
sebanyak 100 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL dan
dicatat volumenya. Berikut ini rumus dari bobot jenis nyata:

berat granul ( gram)


Bobot Jenis Nyata (  0 )  …….....................(2) (Wallins, 1995)
volume granul (ml )

b. Bobot jenis mampat


Bobot jenis mampat adalah perbandingan berat granul yang telah
dikeringkan sebanyak 100 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur
250 mL dan dilakukan pengetukkan hingga volumenya konstan dan dicatat
volume mampat dari granul. Berikut ini rumus dari bobot jenis mampat :

berat granul ( gram)


Bobot Jenis Mampat (  t )  ………………….............(3) (Wallins, 1995)
volume mampat (ml )

Kompresibilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk berkurang


volumenya pada saat mendapatkan tekanan. Kompresibilitas merupakan salah satu
faktor penting dalam menentukan kemampuan serbuk atau granul untuk menjadi
bentuk yang lebih stabil jika mendapat tekanan, yaitu mudah menyusun diri pada
saat memasuki ruang cetak kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi
bentuk yang mampat dan akhirnya menjadi massa yang kompak dan stabil
(Lachman,dkk., 2008). Kompresibilitas juga berhubungan dengan sifat alir granul.
Kompresibilitas dari granul dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
 t ………………………………..…(4)
 0
% Kompresibilitas  x 100% (Siregar, 1992)
0

Dimana ρt = bobot jenis mampat dan ρo = bobot jenis nyata

Tabel II.1 Hubungan Kompresibilitas dengan Sifat Alir Granul (Siregar, 1992)
Kompresibilitas (%) Sifat aliran
5-10 Sangat baik
11-15 Baik
16-20 Cukup baik
21-25 Cukup
26-31 Buruk
32-37 Sangat buruk
38-45 Sangat jelek

3. Sifat Alir
Sifat alir (fluiditas) merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan

tablet untuk mengetahui kemampuan mengalir granul berdasarkan gaya gravitasi.

Sifat alir berpengaruh terhadap keseragaman pengisian die sehingga

mempengaruhi keseragaman berat tablet. Sifat alir mempengaruhi pencampuran

dan homogenitas serbuk (Sheth et al., 1980). Laju alir granul memegang peranan

penting dalam pengisian granul ke dalam die (ruang kompresi). Granul yang tidak

dapat mengalir dengan baik tidak dapat mengisi ruang cetak secara maksimal dan

konstan sehingga tablet yang dihasilkan akan memiliki keseragaman bobot yang

kurang baik. Granul yang mengalir baik akan dapat mengisi ruang cetak secara

terus menerus, konstan dan maksimal sehingga tablet yang dihasilkan dapat

memenuhi keseragaman bobot yang baik (Kuswahyuning dkk., 2005). Sifat alir

dari granul dapat diketahui dengan cara yaitu :


a. Laju Alir
Waktu alir merupakan waktu yang diperlukan sejumlah tertentu serbuk yang
mengalir melalui lubang corong atau sejumlah serbuk yang mengalir dalam suatu
waktu tertentu. Waktu alir granul akan berpengaruh terhadap laju alir granul.
Kecepatan alir granul yang baik adalah antara 4 gram/detik sampai 10 gram/detik.
Menurut Fudholi (1983) 100 gram granul dengan kecepatan alir kurang dari 4
gram/detik akan mengalami kesulitan pada waktu penabletan.

Tabel II.2 Hubungan Laju Alir dengan Sifat Aliran Granul (Aulton, 1994)

Laju alir (gram/detik) Sifat Alir


>10 Sangat baik
4–10 Baik
1,6–4 Sukar
<1,6 Sangat sukar

b. Sudut Diam
Sudut diam adalah sudut yang terbentuk dari timbunan serbuk berbentuk
kerucut dengan bidang horizontal (Banker and Anderson, 1986). Metode yang
sering digunakan untuk mengukur sudut diam adalaah metode corong.
Pengukuran sudut diam merupakan upaya untuk mengukur gaya geser serbuk atau
granul dalam keadaan bebas.
Sudut diam dihitung dengan rumus:

h
tan  
.............................................................................……(5) (Fudholi, 1983)
r
Dimana; h = tinggi kerucut, r = jari-jari kerucut

Tabel 3. Hubungan Sudut Diam dengan Sifat Alir Granul (Aulton, 1994)

Sudut diam Sifat Alir


< 25o Sangat baik
25o – 30o Baik
30o – 40o Cukup
> 40 Sangat Sukar
Alat pengukur sudut diam ditunjukkan pada gambar :

Gambar 2.3 Alat Pengukur Sudut Diam Dengan Metode Corong (Fudholi, 1983)

II.6 Evaluasi Karakteristik Fisik Tablet


Evaluasi karakteristik fisik tablet dilakukan untuk mengetahui kualitas tablet
yang dihasilkan. Evaluasi karakteristik fisik tablet terdiri dari evaluasi penampilan
fisik tablet, keseragaman bobot tablet, kekerasan tablet, kerapuhan tablet dan
waktu hancur tablet.
1. Penampilan Fisik Tablet
Penampilan fisik suatu tablet, identitas visualnya sangat penting bagi
penerimaan konsumen, bagi pengontrolan keseragaman antar bahan serta antara
tablet yang satu dengan yang lainnya, serta untuk memantau pembuatan yang
bebas kesalahan. Mengontrol penampilan fisik tablet, melibatkan pengukuran
sejumlah perlengkapan seperti bentuk permukaan, warna, bau, rasa, ketebalan,
diameter tablet (Lachman,dkk., 2008).
2. Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot merupakan salah satu tolak ukur untuk memastikan
bahwa tablet mengandung sejumlah obat yang tepat. Menurut FI edisi III untuk
tablet yang tidak bersalut adalah menimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-
ratanya, kemudian tablet ditimbang satu per satu lalu dibandingkan dengan bobot
rata-rata tablet.
Tabel II.4 Penyimpangan Bobot Rata-Rata Tablet (Depkes RI, 1979)
Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
Bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai dengan 150 mg 10% 20%
151 mg sampai dengan 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

Tablet memenuhi syarat apabila tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing
obatnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom A dan tidak
satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari
kolom B.
3. Uji Kekerasan Tablet
Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet
selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Bila tablet tidak cukup
kuat, maka akan merugikan konsumen, tetapi juga tidak boleh terlalu keras karena
akan mempengaruhi waktu hancur tablet, sehingga mempengaruhi pelepasan
bahan obat dalam tubuh. Untuk uji kekerasan pengujian dilakukan dengan
menggunakan 10 tablet yang diambil secara acak, kemudian di uji kekerasannya
satu persatu yang diletakan pada landasan mesin uji kekerasan Erweka, suatu
motor penggerak yang diberi beban akan bergerak sepanjang rel yang perlahan
dan merata akan memindahkan tekanan ke tablet, sehingga tablet akan pecah.
4. Uji kerapuhan tablet
Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan
pengikisan dan goncangan, besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang
selama pengujian dengan alat friabilator. Alat ini memperlakukan sejumlah tablet
terhadap pengaruh goresan dan guncangan dengan memakai sejenis kotak plastik
yang berputar pada kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh enam inci pada
setiap putaran. Biasanya tablet ditimbang terlebih dahulu dan dimasukkan ke
dalam alat kemudian alat dijalankan sebanyak 100 putaran. Tablet lalu
dibersihkan dan ditimbang ulang. Kehilangan berat tidak lebih dari 1% yang
masih dapat dibenarkan (Nurono, 1992). Rumus perhitungan % kerapuhan tablet:

% Kerapuhan 
bobot awal - bobot akhir .......………(6) (Parrot, 1971)
100%
bobot awal

5. Waktu Hancur Tablet


Untuk menjamin ketersediaan komponen obat untuk diabsorpsi dalam
saluran cerna, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam cairan
tubuh untuk dilarutkan (Ansel, 2005). Waktu yang diperlukan oleh tablet untuk
terpecah menjadi partikel-partikel dengan kehalusan tertentu disebut waktu
hancur. Proses kehancuran tablet melalui dua tahap, yaitu penetrasi cairan
medium ke dalam butiran granul dan kemudian pemecahan partikel-partikel
secara berangsur-angsur dari permukaan tablet (Kitamori dan Shimamoto, 1976).
Pengujian waktu hancur tablet dilakukan dengan memasukkan 1 tablet pada
masing-masing tabung dari keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung
dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37±2 ºC sebagai media kecuali dinyatakan
menggunakan cairan lain dalam masing-masing monografi. Waktu hancur
dihitung mulai keranjang tercelup hingga tidak terdapat bagian tablet yang
tertinggal di atas keranjang (Depkes RI, 1995).
BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

III.1 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan bahan tambahan amilum
jagung (amilum jagung) untuk tablet multivitamin (vitamin B kompleks dan
vitamin E) pada sediaan farmasi veteriner, khususnya untuk anjing, agar
mampu menghasilkan sediaan tablet yang memenuhi standar farmasetik.
2. Untuk mengetahui berapakah konsentrasi penggunaan bahan tambahan
amilum jagung (amilum maydis) yang baik digunakan untuk tablet
multivitamin (vitamin B kompleks dan vitamin E) pada sediaan farmasi
veteriner, khususnya untuk anjing, agar mampu menghasilkan sediaan tablet
yang memenuhi standar farmasetik

III.2 Manfaat Penelitian


Diperoleh suatu formulasi tablet vitamin B komplek dan vitamin E yang
tepat untuk anjing dengan pengembangan penggunaan bahan tambahan amilum
jagung sehingga diperoleh suatu sediaan obat hewan (SOH) yang memenuhi
standar farmasetik.
BAB IV

METODE PENELITIAN

III.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dimana perlakuan yang
diberikan pada unit eksperimen yaitu amilum jagung, adalah berupa variasi
konsentrasi untuk mengetahui pengaruh bahan tersebut sebagai bahan pengikat
ataupun bahan penghancur untuk anjing terhadap sifat fisik tablet dengan bahan
aktif vitamin B kompleks dan vitamin E.
Sebagai bahan pengikat, digunakan mucilago amilum jagung dengan variasi
konsentrasi yaitu 20%, 25%, 30%, sedangkan sebagai bahan penghancur
digunakan variasi konsentrasi 2%, 4% dan 6%. Hasil yang diperoleh
dibandingkan dengan produk acuan yaitu tablet anjing yang telah beredar di
pasaran. Produk acuan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah produk
tablet untuk anjing yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, kerapuhan tablet
yang terdapat pada referensi dan memenuhi persyaratan waktu hancur anjing serta
memiliki kriteria meliputi ijin edar dan brand image produsen di masyarakat

III.2 Uji Kualitatif Bahan


Uji kualitas bahan dilakukan dengan cara, yaitu pemeriksaan secara
menyeluruh sesuai dengan data COA (Certificate of Analysis) dari masing-masing
bahan dan dilakukan pengecekan secara visual, dengan melihat kondisi fisik
bahan.

III.3 Formula
Sebagai bahan tambahan dalam tablet vitamin B kompleks dan vitamin E,
amilum jagung dapat difungsikan sebagai bahan pengikat maupun bahan
penghancur. Dalam penelitian ini, kemampuan amilum jagung akan diujikan satu
persatu secara terpisah. Sebagai bahan pengikat, amilum jagung dibuat dalam
bentuk mucilago dengan cara mencampurkan 2 bagian amilum jagung dengan 98
bagian air kemudian diaduk terus-menerus sambil dididihkan sampai diperoleh
massa homogen. Sebagai penghancur, amilum jagung ditambahkan dalam bentuk
kering bersama dengan bahan tambahan lainnya. Berikut formula untuk pengujian
amilum jagung sebagai pengikat dan penghancur.

Tabel III.1 Formula pengujian amilum jagung sebagai bahan pengikat


pada sediaan tablet vitamin B kompleks dan vitamin E

Formula (dalam satuan mg)


Bahan Fungsi
Ia Ib Ic II a II b II c
Vit. B Kompleks 26.5 26.5 26.5 - - -
Zat aktif
Vit. E - - - 124 124 124
Amilum jagung Pengikat 100 125 150 100 125 150
CMC Na Penghancur 5 5 5 5 5 5
Mg Stearat Pelicin 5 5 5 5 5 5
Laktosa Pengisi 363.5 338.5 313.5 266 241 216
Total 500 500 500 500 500 500
Keterangan :
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi mucilago amilum jagung 20%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi mucilago amilum jagung 25%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi mucilago amilum jagung 30%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi mucilago amilum jagung 20%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi mucilago amilum jagung 25%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi mucilago amilum jagung 30%

Tabel III.2 Formula pengujian amilum jagung sebagai bahan penghancur


pada sediaan tablet vitamin B kompleks dan vitamin E

Formula (dalam satuan mg) Ia Ib Ic II a II b II c


Vit. B Kompleks 26.5 26.5 26.5 - - -
Zat aktif
Vit. E - - - 124 124 124
Solutio Gelatin Pengikat 100 100 100 100 100 100
Amilum jagung Penghancur 10 20 30 10 20 30
Mg Stearat Pelicin 5 5 5 5 5 5
Laktosa Pengisi 358.5 348.5 338.5 261 251 241
Total 500 500 500 500 500 500
Keterangan :
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%
III.4 Pembuatan Granul
1. Ditimbang masing-masing bahan sesuai dengan formula yang telah
ditentukan.
2. Zat aktif dicampur dengan bahan pengisi lalu ditambahkan dengan bahan
penghancur.
3. Bahan pengikat yang telah dibuat dalam bentuk mucilago ditambahkan
sedikit demi sedikit ke dalam campuran sebelumnya.
4. Massa granul yang basah diayak dengan ayakan ukuran mesh 10
5. Granul yang basah dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40±2 oC
selama 24 jam
6. Granul kering diayak dengan ayakan ukuran mesh 12
7. Terhadap granul yang didapat dilakukan evaluasi karakteristik fisik granul.

III.5 Pengempaan Tablet


Granul yang sudah diayak ditambah dengan Mg stearat lalu dicampur
sampai homogen. Masukan campuran ke dalam hopper atau corong alimentasi dan
kempa dengan mesin tablet dimana akan dihasilkan berat 1 tablet 500 mg.

III.6 Evaluasi Farmasetik


III.6.1 Evaluasi Karakteristik Fisik Granul
1. Kelembaban granul
a. Ditimbang 5 gram granul kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu
105oC selama 15 menit
b. Granul yang telah kering tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator.
c. Diukur berat granul yang telah dikeringkan tersebut dan dihitung kandungan
lembabnya yang dinyatakan dalam %MC sesuai dengan persamaan (1).
2. Kompresibilitas Granul
a. Granul yang telah dikeringkan kemudian ditimbang sebanyak 100 gram.
b. Granul tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL dan dicatat
volumenya.
c. Dihitung bobot jenis nyata dengan persamaan (2)
d. Granul tersebut kemudian diletakkan di atas tipping machine untuk dilakukan
pengetukkan 500 kali hingga volume konstan.
e. Lalu dicatat volume mampat dari granul dan dihitung bobot jenis mampatnya
dengan persamaan (3).
f. Kemudian lakukan perhitungan terhadap kompresibilitas dari granul dengan
persamaan (4).
3. Sifat alir granul
Penentuan sifat alir granul dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mengukur
sudut diam dan waktu alir dari granul
A. Sudut diam
a. Sebanyak 100 gram granul ditimbang
b. Dituang granul tersebut ke dalam corong secara perlahan melalui dinding
corong.
c. Dibuka penutup corong dan dibiarkan granul mengalir hingga membentuk
kerucut.
d. Ukur tinggi kerucut dan jari-jari kerucut.
e. Dihitung sudut diam granul dengan persamaan (5).
B. Laju alir
a. Sebanyak 100 gram granul ditimbang
b. Granul tersebut dituang perlahan-lahan ke dalam corong yang tertutup
bagian bawahnya lewat tepi corong.
c. Dibuka tutup corong secara perlahan-lahan dan biarkan granul mengalir
keluar.
d. Dicatat waktu yang diperlukan (detik) dengan stopwatch sampai semua
granul melewati corong.
III.6.2 Evaluasi Sifat Fisik Tablet
1. Uji penampilan fisik tablet
Dilakukan pengamatan secara visual terhadap bentuk dan permukaan, warna, bau,
diameter dan ketebalan dari tablet yang dihasilkan
2. Uji keseragaman bobot
a. Ditimbang 20 tablet, dihitung bobot rata-rata tiap tablet.
b. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5% dan tidak boleh satu
tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar
dari 10% sesuai dengan table II.4
3. Uji kekerasan
a. Diambil 20 tablet secara acak
b. Tablet diletakkan pada landasan mesin Hardness Test
c. Suatu motor penggerak yang diberi beban akan bergerak sepanjang rel yang
perlahan dan merata akan memindahkan tekanan ke tablet.
d. Kemudian dilihat pada tekanan berapa tablet pecah.
4. Uji kerapuhan
a. Tablet dibersihkan kemudian ditimbang dengan seksama. Untuk tablet yang
memiliki berat < 650 mg maka ditimbang sejumlah tablet sampai beratnya
mendekati 6,5 g.
b. Seluruh tablet dimasukkan ke dalam mesin Abration Test.
c. Dijalankan alat selama 4 menit dengan kecepatan 25 rpm.
d. Tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang dengan seksama.
e. Dihitung % bobot yang hilang dengan persamaan (6)
5. Uji waktu hancur
a. Dimasukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang mesin uji
waktu hancur.
b. Masukkan satu cakram pada tiap tabung
c. Gunakan air bersuhu 37±2 ºC sebagai media
d. Jalankan alat
e. Waktu hancur dihitung mulai keranjang tercelup hingga tidak terdapat bagian
tablet yang tertinggal di atas keranjang

III.7 Metode Pengolahan Data


Untuk menentukan sifat karakteristik fisik granul dan tablet, data dianalisis
secara statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS 17 For Windows. Terlebih
dahulu data diuji normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov
(uji K-S) dan untuk melihat kehomogenan suatu data diuji dengan metode
Lavence Test. Kemudian data dianalisis secara statistik dengan metode ANOVA
(Analysis of Variance) One Way dengan derajat kepercayaan 95%. Selanjutnya
untuk mengetahui perbedaan bermakna antar formula dilakukan uji Least
Significant Difference (LSD).

III.8 Skema Penelitian


Peningkatan kebutuhan multivitamin untuk hewan serta keinginan mayarakat
mengenai sediaan obat hewan (SOH) dengan harga terjangkau

Hewan memiliki GIT transit time dan dosis yang berbeda dengan manusia dan
sediaan obat hewan (SOH) harus memenuhi standar farmasetik

Amilum jagung merupakan bahan tambahan yang paling mudah diperoleh,


harganya murah, inert serta dapat sebagai bahan pengisi, pengikat maupun
penghancur dalam formulasi tablet

Dilakukan penelitian mengenai pengembangan penggunaan bahan tambahan


amilum jagung sebagai bahan pengikat dan penghancur pada sediaan tablet dengan
bahan aktif multivitamin(vitamin B kompleks dan vitamin E) untuk anjing

Evaluasi sesuai dengan standar farmasetik

Karakteristik Fisik Granul Sifat Fisik Tablet


 Kelembaban  Penampilan Fisik
 Kompresibilitas  Keseragaman Bobot
 Sifat alir  Kekerasan
 Kerapuhan
 Waktu Hancur

Analisis hasil

Penarikan kesimpulan
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan tablet vitamin B kompleks


dan tablet vitamin E dengan menggunakan amilum jagung sebagai bahan pengikat
dengan konsentrasi 20%, 25% dan 30% sedangkan sebagai bahan penghancur
dipilih konsentrasi 2%, 4% dan 6%, untuk mengetahui pengaruh penggunaan
amilum jagung sebagai bahan tambahan terhadap kekerasan, kerapuhan dan waktu
hancur tablet, sehingga diharapkan diperoleh suatu sediaan farmasi veteriner yang
memenuhi standar farmasetik.
V.1 Pengaruh Penggunaan Amilum Jagung Sebagai Bahan Pengikat Pada
Tablet Vitamin B Kompleks Dan Vitamin E
V.1.1 Evaluasi Karakteristik Granul
V.2 Pengaruh Penggunaan Amilum Jagung Sebagai Bahan Penghancur Pada
Tablet Vitamin B Kompleks Dan Vitamin E
V.2.1 Evaluasi Karakteristik Granul

Tabel V.7 Hasil evaluasi karakteristik granul amilum jagung sebagai bahan penghancur
pada vitamin B kompleks dan vitamin E

Evaluasi Formula (x + SD)


No Karakteristik
Granul Ia Ib Ic II a II b II c
Kelembaban
1 1,48 + 0,02 1,76 + 0,02 1,88 + 0,02 1,37 ± 0,09 1,63 ± 0,06 2,02 ± 0,11
(%)
Kecepatan alir
2 5,12 + 0,04 5,38 + 0,03 5,58 + 0,04 4,69 ± 0,34 4,97 ± 0,15 5,46 ± 0,24
(gram/detik)
3 Sudut diam ( 0 ) 36,10 + 0,02 34,16 + 0,08 32,08 + 0,03 28,98 ± 0,00 28,38 ± 0,14 27,53 ± 0,58
Kompresibilitas
4 14,45 + 0,09 12,44 + 0,13 10,56 + 0,08 14,72 ± 0,28 14,53 ± 0,23 12,21 ± 0,76
(%)
Keterangan :
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%

Evaluasi karakteristik granul meliputi kelembaban, kecepatan alir, sudut


diam, bobot jenis dan kompresibilitas granulat. Tujuan dari evaluasi granul adalah
untuk mengetahui apakah granul yang terbentuk dapat dicetak menjadi tablet
(Padmadisastra dkk., 2005).
Dari hasil uji kelembaban, keenam formula memiliki kelembaban yang
memenuhi persyaratan yaitu antara 1-5% (Voigt, 1995). Data yang diperoleh
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov dan uji homogenitas dengan syarat adanya kedua uji ini memiliki nilai
signifikansinifikansi lebih dari 0,05 kemudian diolah secara statistik dengan
metode ANOVA one way (Anwar, 2005).
Dari hasil statistik uji Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas pada
formula Ia, Ib, dan Ic dapat ditarik kesimpulan bahwa data kelembaban granul
dari ketiga macam formula telah memenuhi syarat uji normalitas dan uji
homogenitas sehingga dapat dilakukan uji ANOVA. Berdasarkan hasil
pengolahan data statistik dengan metode ANOVA diperoleh nilai
signifikansinifikansi < 0,05 yaitu 0,000. Ini menandakan bahwa adanya pengaruh
perbedaan konsentarasi amilum jagung sebagai bahan penghancur terhadap
kelembaban granul yang dihasilkan. Untuk mengetahui formula manakah yang
memberikan perbedaan bermakna, maka dilakukan uji lanjutan dengan metode
LSD (Least Significant Difference) dengan syarat adanya perbedaan bermakna
antarformula jika nilai signifikansinifikansi < 0,05 (Santoso, 1999). Berdasarkan
metode LSD didapatkan pada formula Ia memiliki nilai signifikansinifikansi <
0,05 terhadap nilai signifikansinifikansi dari formula Ib dan Ic. Pada formula Ib
juga menghasilkan nilai signifikansi < 0,05 terhadap nilai signifikansi pada
formula Ic. Dapat disimpulkan bahwa formula Ia, Ib dan Ic menghasilkan
kelembaban yang berbeda bermakna.
Dengan metode yang sama terhadap formula IIa, IIb dan IIc, berdasarkan uji
ANOVA diperoleh nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,000 maka ketiga formula di
atas terdapat perbedaan bermakna. Selanjutnya dilakukan uji LSD (Least
Significant Difference), diketahui bahwa antara granul formula IIa dengan granul
formula IIb dan IIc berbeda bermakna. Ini menunjukkan adanya pengaruh
konsentrasi amilum jagung sebagai penghancur terhadap kelembaban granul.
Semakin tinggi konsentrasi amilum jagung yang digunakan sebagai
penghancur, maka kelembabannya akan semakin besar. Hal ini diduga karena sifat
amilum jagung yang bersifat hidrofil sehingga massa serbuknya mudah dibasahi
yang akan mengakibatkan kelembaban granul akan meningkat (Parrot, 1971).
Mekanisme kerja amilum jagung sebagai bahan penghancur yaitu apabila terjadi
kontak dengan air akan melakukan aksi kapiler dan kemudian akan
memperangkap air di dalam granul sehingga mengakibatkan kelembaban granul
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi amilum (Olayemi, 2008).
Pada formula tablet vitamin B kompleks maupun tablet vitamin E memiliki trend
yang sama yaitu terjadi peningkatan kelembaban seiring dengan peningkatan
konsentrasi amilum jagung yang digunakan.
Berdasarkan hasil kecepatan alir granul pada tabel V.7 menunjukkan bahwa
formula tablet vitamin B kompleks dan tablet vitamin E menghasilkan granul
yang memenuhi persyaratan kecepatan alir yang baik yaitu berkisar antara 4-10
gram/detik (Aulton, 1988). Semakin tinggi konsentrasi amilum jagung yang
digunakan menghasilkan kecepatan alir granul yang semakin tinggi. Adanya
perbedaan kecepatan alir ini disebabkan oleh kelembaban granul yang dihasilkan
berbeda-beda. Kelembaban granul yang tinggi mengakibatkan daya ikat
antarpartikel dari granul semakin kuat sehingga tidak mudah terbentuk fines.
Adanya kandungan fines akan menghasilkan kecepatan alir granul yang semakin
rendah karena waktu yang dibutuhkan oleh granul untuk mengalir semakin lama
(Gordon dkk,. 1989). Kecepatan alir granul yang baik berpengaruh terhadap aliran
granul dalam mengisi ruang cetak tablet sehingga dihasilkan tablet yang memiliki
keseragaman bobot yang baik (Hadisoewignyo, 2007).
Evaluasi sudut diam granul menghasilkan data bahwa keenam formula
tersebut telah memenuhi persyaratan sudut diam untuk granul dapat mengalir
yaitu memiliki sudut diam tidak lebih dari 40o (Banker dan Anderson, 1994).
Adanya perbedaan sudut diam yang dihasilkan pada ketiga macam formula ini
disebabkan oleh adanya perbedaan kecepatan alir granul yang dihasilkan dari
ketiga formula. Pada formula dengan kecepatan alir granul yang besar akan
menghasilkan sudut diam granul yang kecil sedangkan apabila granul memiliki
kecepatan alir yang rendah akan mengakibatkan sudut diam granul semakin besar
dan bila sudut diam yang dihasilkan di atas 40o menunjukkan bahwa granul sukar
mengalir (Aulton, 1988).
Berdasarkan evaluasi kompresibilitas granul diketahui bahwa
kompresibilitas granul telah memenuhi persyaratan yaitu kurang dari 25%
(Siregar, 1992). Semakin tinggi konsentrasi amilum jagung, baik pada formula
tablet vitamin B kompleks dan tablet vitamin E, maka kompresibilitasnya makin
baik Kompresibilitas yang baik mengakibatkan granul mudah menyusun diri saat
memasuki ruang cetak kemudian mengalami deformasi menjadi bentuk yang
mampat (Lachman dkk, 1994). Kompresibilitas juga berhubungan dengan sifat
alir granul yang berarti kompresilitas yang baik maka sifat alir granul juga baik.
Kompresibilitas granul dipengaruhi oleh bobot jenis nyata dan bobot jenis
mampat granul. Pada tabel V.7 terlihat bahwa kompresibilitas granul yang
dihasilkan adalah berbeda-beda. Adanya perbedaan kompresibilitas ini disebabkan
oleh kelembaban granul yang berbeda-beda. Kelembaban granul yang tinggi
mengakibatkan daya ikat antarpartikel granul semakin kuat sehingga tidak mudah
terbentuk fines. Adanya kandungan fines yang terlalu besar akan mengakibatkan
kompresibilitas granul semakin besar karena penurunan volume granul ketika
dimampatkan akan lebih besar ini disebabkan oleh banyaknya pengurangan
rongga-rongga antargranul (Gordon dkk,. 1989). Kompresibilitas yang baik
menyebabkan granul mampu menjadi bentuk yang lebih stabil jika mendapat
tekanan, yaitu mudah menyusun diri pada saat memasuki ruang cetak kemudian
mengalami deformasi menjadi bentuk yang mampat dan akhirnya menjadi massa
yang kompak, ketika dicetak menjadi tablet nilai kekerasan tablet akan semakin
tinggi (Hadisoewignyo dkk., 2007).
Bila ditinjau dari evaluasi granul di atas, maka granul pada formula tablet
vitamin B kompleks dan granul pada formula tablet vitamin E telah memenuhi
kriteria standar farmasetika sehingga dapat dilanjutkan ke proses pencetakan
tablet.
V.2.2 Evaluasi Karakteristik Fisik Tablet
Setelah dilakukan evaluasi terhadap karakteristik fisik granul kemudian
dilakukan proses pembuatan tablet secara kompresi. Tablet yang dihasilkan
dievaluasi karakteristik fisiknya meliputi penampilan fisik, keseragaman bobot,
kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur.
1. Uji penampilan fisik tablet

Tabel V.8 Hasil evaluasi penampilan fisik tablet vitamin B kompleks dan vitamin E

Evaluasi Formula
No Penampilan
Fisik Tablet Ia Ib Ic II a II b II c
Bulat pipih Bulat pipih Bulat pipih Bulat pipih Bulat pipih Bulat pipih
Bentuk dan
1 dan tidak dan tidak dan tidak dan tidak dan tidak dan tidak
permukaan
capping capping capping capping capping capping

Kuning Kuning Kuning


2 Warna Kuning Kuning Kuning
lemah lemah lemah

Khas Khas Khas


Khas Khas Khas
3 Bau Vitamin B Vitamin B Vitamin B
vitamin E vitamin E vitamin E
Kompleks Kompleks Kompleks

Diameter
4 12 ± 0,05 12 ± 0,05 12 ± 0,05 12 ± 0,05 12 ± 0,05 12 ± 0,05
tablet (mm)

Tebal tablet
5 3,7 ± 0,05 3,7 ± 0,05 3,7 ± 0,05 3,7 ± 0,05 3,7 ± 0,05 3,7 ± 0,05
(mm)

Keterangan :
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%

Berdasarkan hasil evaluasi penampilan fisik tablet vitamin B kompleks


maupun tablet vitamin E menghasilkan data bahwa kesemua hasil evaluasi
tersebut adalah sama. Ini menandakan bahwa tidak ada pengaruh peningkatan
penambahan konsentrasi pati jagung sebagai bahan penghancur terhadap
penampilan fisik tablet. Perbedaan hanya tampak pada pengamatan terhadap
warna dan bau yang dihasilkan oleh tablet tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan
oleh adanya perbedaan zat aktif yang digunakan dimana pada tablet vitamin B
kompleks menghasilkan warna tablet yang kuning dengan bau khas dari B
kompleks sedangkan tablet vitamin E memiliki warna kuning yang lebih lemah
jika dibandingkan dengan tablet vitamin B kompleks dan bau khas vitamin E.
Selain itu diameter dan tebal tablet dari keenam formula menghasilkan data yang
relatif konstan. Hal ini menandakan bahwa punch yang digunakan tidak
mengalami perubahan ataupun cacat selama memproduksi tablet tersebut.
Diameter dan ketebalan tablet yang dihasilkan adalah 3,70 mm dan 12,00 mm.
Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa ketebalan tablet yang dihasilkan tidak
lebih besar dari 50% diameter tablet. Hal ini menandakan bahwa ketiga formula
telah memenuhi syarat ketebalan dan diameter tablet yang baik yang dianjurkan
oleh Siregar (1992).
2. Uji keseragaman bobot
Tabel V.9 Hasil evaluasi keseragaman bobot tablet vitamin B kompleks dan vitamin E

Hasil evaluasi Formula


keseragaman
bobot (mg) Ia Ib Ic II a II b II c

x ± SD 505,93±1,80 504,13±1,86 505,82±0,88 500,05±0,00 500,05±0,05 500,07±0,03

KV (%) 0,35 0,37 0,17 0,00 0,01 0,01

Keterangan :
x :rata – rata bobot tablet
SD :standar deviasi
KV :koefisien variasi
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Hasil evaluasi keseragaman bobot tablet dari ketiga macam formula tersebut
ditunjukkan pada tabel V.9. Menurut Farmakope Indonesia III, untuk tablet
dengan rata-rata berat lebih dari 300 mg, tidak boleh ada 2 tablet yang
menyimpang 5% dari bobot rata-rata dan tidak satupun tablet yang menyimpang
10% dari bobot rata-rata. Selain itu, penyimpangan keseragaman bobot tablet
dapat dilihat berdasarkan nilai KV dimana bobot ketiga formula tidak boleh lebih
dari 5% (Banker dan Anderson, 1986).
Berdasarkan dari tabel V.9 diperoleh hasil bahwa penyimpangan
keseragaman bobot tablet pada formula tablet vitamin B kompleks ataupun
formula tablet vitamin E telah memenuhi persyaratan penyimpangan
keseragamana bobot tablet yang terdapat dalam Farmakope Indonesia Edisi III.
Hal ini membuktikan bahwa ketiga macam formula memiliki keseragaman bobot
yang memenuhi persyaratan standar farmasetik. Keseragaman bobot sangat
dipengaruhi oleh baik tidaknya sifat alir. Sifat alir yang baik menyebabkan
volume bahan yang masuk ke dalam ruang kompresi akan seragam sehingga
variasi berat tablet yang dihasilkan tidak terlalu besar (Kuswahyuni, 2005).
Keseragaman bobot tablet akan mempengaruhi kandungan zat aktif yang terdapat
di dalamnya sehingga akan berpengaruh terhadap efek terapi yang dihasilkan
(Lachman dkk, 1994).
3. Uji kekerasan
Tabel V.10 Hasil evaluasi kekerasan tablet vitamin B kompleks dan vitamin E
Hasil
evaluasi Formula
Produk
kekerasan
acuan
tablet Ia Ib Ic II a II b II c
(Newton)

x ±SD 66,12±7,08 54,67±2,52 65,00±2,00 72,67±2,52 57,00 ± 1,00 66,02 ± 4,00 74,15 ± 2,27

Keterangan :
x :rata – rata kekerasan tablet
SD :standar deviasi
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Kekerasan tablet mencerminkan ketahanan tablet dalam mengalami
perlakuan mekanik yang dapat memecahkan dan mengikisnya selama proses
pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan sebelum digunakan (Lachman dkk.,
1976).
Berdasarkan hasil evaluasi kekerasan tablet vitamin B kompleks maupun
tablet vitamin E yang ditunjukkan pada tabel V.10 menandakan bahwa hasil tablet
tersebut telah memenuhi persyaratan kekerasan tablet yang baik yaitu 39,2-78,4
Newton (Parrot, 1971). Hasil tersebut dibandingkan dengan hasil dari produk
acuan. Setelah didapatkan hasil evaluasi kekerasan tablet maka masing-masing
tiga formula tablet vitamin B kompleks maupun tablet vitamin E dilakukan
pengujian secara statistik untuk menguji adanya perbedaan bermakna kekerasan
tablet yang dihasilkan dari formula tablet vitamin B kompleks maupun formula
tablet vitamin E dengan metode ANOVA One Way. Namun sebelumnya,
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dengan syarat kedua uji ini memiliki
nilai signifikansi > 0,05 (Anwar, 2005).
Pada uji normalitas dari formula tablet vitamin B kompleks maupun pada
formula tablet vitamin E terhadap produk acuan diperoleh nilai signifikansi >
0,05, maka dapat disimpulkan data nilai kekerasan tablet dari ketiga macam
formula telah memenuhi syarat uji normalitas dan uji homogenitas sehingga dapat
dilakukan uji selanjutnya yaitu ANOVA dengan syarat adanya perbedaan
bermakna nilai signifikansi < 0,05 (Santoso, 1999).
Berdasarkan hasil pengolahan data statistik formula tablet vitamin B
kompleks dengan metode ANOVA diperoleh nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,000.
Ini menandakan adanya perbedaan bermakna pengaruh penambahan konsentarasi
amilum jagung sebagai bahan penghancur terhadap kekerasan tablet yang
dihasilkan. Untuk mengetahui formula manakah yang memberikan perbedaan
bermakna maka dilakukan uji lanjutan dengan metode Least Significant
Difference (LSD) dengan syarat adanya perberbedaan bermakna jika nilai
signifikansi < 0,05 (Santoso, 1999). Berdasarkan uji LSD diperoleh data nilai
signifikansi pada formula Ia terhadap formula Ib yaitu 0,002 dan nilai signifikansi
pada formula Ia terhadap formula Ic yaitu 0,000. Sedangkan nilai signifikansi
yang dihasilkan pada formula Ib terhadap formula Ic yaitu 0,007. Ketiga nilai
signifikansi yang dihasilkan dari ketiga formula mempunyai nilai signifikansi <
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga formula dengan perbedaan
konsentrasi amilum jagung menghasilkan efek kekerasan tablet yang berbeda
bermakna.
Dari hasil statistik ANOVA terhadap formula tablet vitamin E diperoleh
nilai signifikansinifikansi 0,001<0,05 maka ketiga formula tersebut terdapat
perbedaan bermakna. Selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
bermakna dari kekerasan masing-masing formula dilakukan uji LSD (Least
Significant Difference). Diketahui antara tablet formula IIa dengan formula IIb
dan IIc berbeda bermakna. Data ini menunjukan bahwa adanya pengaruh
penambahan variasi konsentrasi amilum jagung terhadap kekerasan tablet vitamin
E yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi amilum jagung sebagai
penghancur, maka kekerasannya semakin meningkat.
Antara formula Ia, Ib, dan Ic terhadap formula IIa, IIb, dan IIc sama-sama
memiliki trend peningkatan nilai rata-rata kekerasan tablet seiring dengan
peningkatan konsentrasi amilum jagung sebagai penghancur. Hal ini menandakan
bahwa peningkatan konsentrasi penggunaan amilum jagung pada formula tablet
vitamin B kompleks ataupun formula tablet vitamin E sebagai bahan penghancur,
menghasilkan efek peningkatan terhadap kekerasan tablet yang dihasilkan.
Kekerasan tablet yang paling rendah dihasilkan pada formula Ia dengan
konsentrasi amilum jagung paling rendah, dibandingkan kekerasan tablet pada
formula Ib dan Ic. Hal ini dikarenakan pada formula Ia kelembabannya yang
paling rendah dibandingkan formula Ib dan Ic. Pada evaluasi kompresibilitas
granul diperoleh hasil bahwa semakin meningkatnya konsentrasi amilum jagung
maka kompresibilitas yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini dikarenakan adanya
kandungan fines yang terdapat pada masing-masing formula. Kompresbilitas
granul pada formula Ic lebih kecil dibandingkan dari formula Ia dan formula Ib
sehingga mengakibatkan granul akan semakin kompak ketika dicetak menjadi
tablet dan nilai kekerasan tablet akan semakin tinggi (Hadisoewignyo, 2007). Hal
yang sama juga tampak pada formula IIa, IIb dan IIc dimana kekerasan yang
paling rendah diperoleh pada formula IIa sedangkan yang tertinggi terdapat pada
formula IIc.
Adanya perbedaan bermakna efek kekerasan tablet yang dihasilkan seiring
dengan peningkatan konsentrasi amilum jagung sebagai bahan penghancur
disebabkan oleh adanya perbedaan kompresibilitas dan kelembaban granul yang
dihasilkan pada uji granul (Nugrahani, 2005). Kekerasan tablet meningkat,
dikarenakan kekerasan dipengaruhi oleh kelembaban, semakin tinggi kelembaban
akan menyebabkan daya ikat antarpartikel yang semakin kuat sehingga tablet
yang dihasilkan akan semakin keras (Jufri dkk., 2006). Peningkatan konsentrasi
amilum jagung yang digunakan menyebabkan kelembaban granul menjadi
semakin meningkat.
Rata-rata nilai kekerasan tablet dari ketiga formula kemudian dibandingkan
dengan rata-rata nilai kekerasan tablet yang dihasilkan dari produk acuan, dan
diperoleh hasil bahwa formula Ib dengan konsentrasi amilum jagung sebesar 4%
sebagai bahan penghancur yang paling mendekati nilai rata-rata kekerasan tablet
produk acuan. Hal yang sama juga tampak pada formula IIb dimana pada formula
tersebut diperoleh nilai rata-rata kekerasan tablet yang mendekati nilai rata-rata
kekerasan tablet produk acuan.
4. Uji kerapuhan
Tabel V.11 Hasil evaluasi kerapuhan tablet vitamin B kompleks dan vitamin E

Hasil Formula
evaluasi Produk
kerapuhan acuan
tablet (%) Ia Ib Ic II a II b II c

x ± SD 0,39±0,17 0,36±0,06 0,22±0,03 0,13±0,03 0,57±0,05 0,37±0,06 0,21±0,02

Keterangan :
x :rata – rata kerapuhan tablet
SD :standar deviasi
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan
pengikisan dan goncangan. Besaran yang dipakai adalah persentase bobot yang
hilang selama pengujian dengan alat Abration test. Kerapuhan tablet menunjukkan
kekuatan ikatan partikel-partikel pada bagian tepi atau permukaan tablet yang
ditandai sebagai masa partikel yang terlepas dari tablet. Harga kerapuhan yang
tinggi dapat terjadi karena ikatan partikel pada bagian tepi tablet kurang kuat,
sehingga adanya gesekan pada bagian tersebut menyebabkan partikel lepas
dengan mudah (Lachman dkk., 1976). Tablet yang mudah rapuh dapat
menimbulkan pengotoran pada tempat pengangkutan dan pengepakan, juga dapat
menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet (Lachman dkk., 2008)
Berdasarkan hasil evaluasi kerapuhan tablet yang ditujukkan pada tabel
V.11 menandakan bahwa hasil tablet tersebut telah memenuhi persyaratan
kerapuhan tablet yang baik yaitu tidak lebih dari 1% (Voigt, 1984). Hasil tersebut
dibandingkan dengan hasil dari produk acuan. Setelah didapatkan hasil evaluasi
kerapuhan tablet maka masing-masing tiga formula tablet vitamin B kompleks
maupun tablet vitamin E dilakukan pengujian secara statistik untuk menguji
adanya perbedaan bermakna kerapuhan tablet yang dihasilkan dari formula tablet
vitamin B kompleks maupun formula tablet vitamin E dengan metode ANOVA
One Way. Namun sebelumnya, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas dengan syarat kedua uji ini memiliki
nilai signifikansi > 0,05 (Anwar, 2005).
Pada uji normalitas dari formula tablet vitamin B kompleks maupun pada
formula tablet vitamin E terhadap produk acuan diperoleh nilai signifikansi >
0,05, maka dapat disimpulkan data nilai kerapuhan tablet dari ketiga macam
formula telah memenuhi syarat uji normalitas dan uji homogenitas sehingga dapat
dilakukan uji selanjutnya yaitu ANOVA dengan syarat adanya perbedaan
bermakna nilai signifikansi < 0,05 (Santoso, 1999).
Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan metode ANOVA
diperoleh nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,001. Ini menandakan adanya perbedaan
bermakna pengaruh penambahan konsentarasi pati jagung sebagai bahan
penghancur terhadap kerapuhan tablet yang dihasilkan dari ketiga macam formula
tablet vitamin B kompleks. Untuk mengetahui formula manakah yang
memberikan perbedaan bermakna terhadap kerapuhan tablet vitamin untuk anjing
maka dilakukan uji lanjutan dengan metode Least Significant Difference (LSD)
dengan syarat adanya perberbedaan bermakna jika nilai signifikansi lebih kecil
dari 0,05 (Santoso, 1999). Selanjutnya dengan pengolahan data secara statistik
dengan metode LSD dibandingkan nilai signifikansi antara formula Ia, Ib, Ic dan
diperoleh data nilai signifikansi pada formula Ia terhadap formula Ib yaitu 0,005
dan nilai signifikansi pada formula Ia terhadap formula Ic yaitu 0,000. Sedangkan
nilai signifikansi yang dihasilkan pada formula Ib terhadap formula Ic yaitu 0,020.
Ketiga nilai signifikansi yang dihasilkan dari ketiga formula mempunyai nilai <
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga formula dengan perbedaan
konsentrasi amilum jagung menghasilkan efek kerapuhan tablet yang berbeda
bermakna.
Dari hasil statistik ANOVA terhadap formula tablet vitamin E diperoleh
nilai signifikansinifikansi 0,000<0,05 maka ketiga formula di atas ditinjau dari
segi kerapuhan tablet terdapat perbedaan bermakna. Selanjutnya untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna dari kerapuhan masing-
masing tablet dilakukan uji LSD (Least Significant Difference), diketahui bahwa
antara tablet formula IIa dengan tablet formula IIb dan IIc berbeda bermakna.
Data hasil uji statistik menunjukan bahwa penambahan variasi konsentrasi
amilum jagung sebagai penghancur berpengaruh terhadap kerapuhan tablet
vitamin E yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi amilum jagung maka
kerapuhan tablet akan semakin kecil.
Antara formula Ia, Ib, dan Ic terhadap formula IIa, IIb, dan IIc sama-sama
memiliki trend penurunan nilai rata-rata kerapuhan tablet seiring dengan
peningkatan konsentrasi amilum jagung sebagai penghancur. Hal ini menandakan
bahwa peningkatan konsentrasi penggunaan amilum jagung pada formula tablet
vitamin B kompleks ataupun formula tablet vitamin E sebagai bahan penghancur,
menghasilkan efek penurunan terhadap kerapuhan tablet yang dihasilkan.
Kerapuhan tablet yang dihasilkan pada formula Ia paling tinggi
dibandingkan formula Ib dan Ic. Hal yang sama juga tampak pada formula IIa, IIb
dan IIc dimana kerapuhan yang paling tinggi diperoleh pada formula IIa
sedangkan yang terendah terdapat pada formula IIc. Hal ini dikarenakan nilai
kekerasan tablet yang dihasilkan paling rendah dibandingkan formula lainnya.
Semakin rendah nilai kekerasan suatu tablet maka nilai karapuhannya akan
semakin bertambah (Nattapulwat, 2008). Tablet dengan nilai kekerasan yang
semakin rendah cenderung mengakibatkan tablet menjadi rapuh dan pecah
menjadi serpihan akibat adanya gesekan sehingga mengakibatkan nilai
kerapuhannya akan semakin besar (Jufri, 2006). Faktor lainnya yang juga
berpengaruh terhadap nilai kerapuhan tablet adalah kelembaban granul, dimana
granul dengan kelembaban yang rendah memiliki daya kohesifitas yang kecil,
sehingga tablet cenderung menjadi lebih rapuh dan menghasilkan nilai uji
kerapuhan yang tinggi (Banker dan Anderson, 1986). Berdasarkan hasil evaluasi
kelembaban granul dihasilkan bahwa kelembaban granul yang paling rendah
dihasilkan pada formula Ia dan juga pada IIa.
Rata-rata nilai kerapuhan tablet dari masing-masing ketiga macam formula
kemudian dibandingkan dengan rata-rata nilai kerapuhan tablet yang dihasilkan
dari produk acuan. Diperoleh hasil bahwa pada formula tablet vitamin B
kompleks, formula Ia menghasilkan nilai rata-rata kerapuhan yang mendekati nilai
rata-rata kerapuhan tablet produk acuan. Sedangkan pada formula tablet vitamin
E, formula IIb lebih mendekati nilai rata-rata kerapuhan tablet produk acuan.
5. Uji waktu hancur
Tabel V.12 Hasil evaluasi waktu hancur tablet vitamin B kompleks dan vitamin E

Waktu Formula
hancur Produk
tablet acuan
(menit) Ia Ib Ic II a II b II c

x ± SD 21,73±1,97 26,80±0,74 21,57±1,18 18,17±0,44 23.41±0,09 21.54±0,51 18.28±1,26

Keterangan :
x :rata – rata waktu hancur tablet
SD :standar deviasi
Formula I a :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula I b :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula I c :Tablet Vit. B kompleks dengan konsentrasi amilum jagung 6%
Formula II a :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 2%
Formula II b :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 4%
Formula II c :Tablet Vit. E dengan konsentrasi amilum jagung 6%

Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet
dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kasa alat pengujian (Depkes RI, 1979). Semakin mudah air masuk ke dalam
matriks tablet, maka semakin kecil waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet
(Lachman dkk., 2008). Dalam pengujian ini, digunakan air sebagai media dengan
suhu 37±2 ºC.
Berdasarkan hasil evaluasi waktu hancur tablet yang ditujukkan pada tabel
V.12 menandakan bahwa hasil tablet tersebut telah memenuhi persyaratan waktu
hancur tablet untuk anjing yaitu berkisar antara 15-30 menit (Husain, 2002). Hasil
tersebut dibandingkan dengan hasil dari produk acuan. Setelah didapatkan hasil
evaluasi waktu hancur tablet maka masing-masing tiga formula tablet vitamin B
kompleks maupun tablet vitamin E dilakukan pengujian secara statistik untuk
menguji adanya perbedaan bermakna kerapuhan tablet yang dihasilkan dari
formula tablet vitamin B kompleks maupun formula tablet vitamin E dengan
metode ANOVA One Way. Namun sebelumnya, dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas dengan syarat kedua
uji ini memiliki nilai signifikansinifikansi > 0,05 (Anwar, 2005).
Pada uji normalitas dari formula tablet vitamin B kompleks maupun pada
formula tablet vitamin E terhadap produk acuan diperoleh nilai
signifikansinifikansi > 0,05, maka dapat disimpulkan data nilai kerapuhan tablet
dari ketiga macam formula telah memenuhi syarat uji normalitas dan uji
homogenitas sehingga dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu ANOVA dengan
syarat adanya perbedaan bermakna nilai signifikansinifikansi < 0,05 (Santoso,
1999).
Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan metode ANOVA
diperoleh nilai signifikansinifikansi < 0,05 yaitu 0,000. Ini menandakan adanya
perbedaan bermakna pengaruh penambahan konsentarasi amilum jagung sebagai
bahan penghancur terhadap waktu hancur tablet yang dihasilkan dari ketiga
macam formula tablet vitamin B kompleks. Untuk mengetahui formula manakah
yang memberikan perbedaan bermakna terhadap waktu hancur tablet maka
dilakukan uji lanjutan dengan metode Least Significant Difference (LSD) dengan
syarat adanya perberbedaan bermakna jika nilai signifikansinifikansi < 0,05
(Santoso, 1999). Selanjutnya dengan pengolahan data secara statistik dengan
metode LSD dibandingkan nilai signifikansinifikansi antara formula Ia, Ib, Ic dan
diperoleh data nilai signifikansinifikansi pada formula Ia terhadap formula Ib
yaitu 0,000 dan nilai signifikansinifikansi pada formula Ia terhadap formula Ic
yaitu 0,000. Sedangkan nilai signifikansinifikansi yang dihasilkan pada formula Ib
terhadap formula Ic yaitu 0,003. Ketiga nilai signifikansinifikansi yang dihasilkan
dari ketiga formula mempunyai nilai < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
ketiga formula dengan perbedaan konsentrasi amilum jagung menghasilkan waktu
hancur tablet yang berbeda bermakna.
Dari hasil statistik dengan metode ANOVA one way terhadap formula tablet
vitamin E diperoleh nilai signifikansinifikansinifikansi 0,001<0,05 maka ketiga
formula di atas ditinjau dari segi waktu hancur tablet terdapat perbedaan
bermakna. Selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna
dari waktu hancur masing-masing tablet dilakukan uji LSD (Least Significant
Difference). Dari hasil tersebut diperoleh hasil bahwa tablet formula IIa dengan
tablet formula IIb dan IIc berbeda bermakna. Ini menunjukkan bahwa
penambahan variasi konsentrasi amilum jagung sebagai penghancur berpengaruh
terhadap waktu hancur tablet vitamin E yang dihasilkan. Semakin tinggi
konsentrasi pati jagung sebagai penghancur, maka semakin cepat waktu
hancurnya.
Antara formula Ia, Ib, dan Ic terhadap formula IIa, IIb, dan IIc sama-sama
memiliki trend penurunan nilai rata-rata waktu hancur tablet seiring dengan
peningkatan konsentrasi amilum jagung sebagai penghancur. Hal ini menandakan
bahwa peningkatan konsentrasi penggunaan amilum jagung pada formula tablet
vitamin B kompleks ataupun formula tablet vitamin E sebagai bahan penghancur,
menghasilkan efek penurunan terhadap waktu yang dibutuhkan tablet untuk
hancur dan melarut dalam media.
Semakin tinggi konsentrasi amilum jagung sebagai penghancur, maka
semakin cepat waktu hancurnya. Hal ini dikarenakan amilum jagung tergolong
bahan hidrofil, artinya amilum akan meningkatkan pembasahan tablet sehingga
memudahkan penetrasi air melalui pori-pori ke bagian dalam tablet, yang
menyebabkan terjadinya waktu hancur yang lebih lebih cepat (Swarbrick dan
Boylan, 2001). Selain itu, kelembaban yang dikandung dalam granul juga
memberikan efek terhadap waktu hancur tablet. Semakin tinggi nilai kelembaban
granul maka kemampuan amilum untuk mengembang (swelling) akan semakin
meningkat sehingga akan mempercepat waktu hancur tablet ketika kontak dengan
air (Nattapulwat, 2008).
Rata-rata waktu hancur tablet dari masing-masing ketiga macam formula
kemudian dibandingkan dengan rata-rata waktu hancur tablet yang dihasilkan dari
produk acuan. Diperoleh hasil bahwa pada formula tablet vitamin B kompleks
maupun pada formula tablet vitamin E, penggunaan amilum jagung sebagai bahan
penghancur pada konsentrasi 4%, yaitu pada formula Ib dan IIb, sama-sama
menghasilkan nilai rata-rata waktu hancur yang paling mendekati nilai rata-rata
waktu hancur tablet produk acuan.
Berdasarkan hasil evaluasi sifat fisik tablet yang dihasilkan dari masing-
masing ketiga macam formula tablet vitamin B kompleks maupun formula tablet
vitamin E diperoleh hasil bahwa dengan peningkatan konsentrasi amilum jagung
sebagai bahan penghancur akan mengakibatkan kekerasan tablet semakin
meningkat namun kerapuhan serta waktu hancur tablet semakin menurun. Dan
diperoleh hasil bahwa dengan penggunaan konsentrasi amilum jagung sebagai
bahan penghancur sebesar 4% pada formula tablet vitamin B kompleks maupun
formula tablet vitamin E untuk anjing, menghasilkan sediaan yang sesuai dengan
standar farmasetik dan mendekati hasil pengujian dari produk acuan.
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan amilum jagung, pada konsentrasi 20%, 25% dan 30% sebagai
bahan pengikat maupun konsentrasi 2%, 4% dan 6% sebagai bahan
penghancur, untuk formulasi tablet vitamin B kompleks dan formulasi tablet
vitamin E, mampu menghasilkan suatu sediaan tablet yang memenuhi standar
farmasetik.
2. Pengaruh penggunaan amilum jagung sebagai bahan penghancur pada formula
tablet vitamin B kompleks maupun pada formula tablet vitamin E untuk
sediaan veteriner dengan konsentrasi konsentrasi 2%, 4% dan 6%
menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi amilum jagung yang
digunakan akan mempercepat waktu hancur tablet.
3. Konsentrasi amilum jagung 4% sebagai bahan penghancur pada formula tablet
vitamin B kompleks maupun pada formula tablet vitamin E mampu
menghasilkan sediaan tablet dengan karakteristik nilai waktu hancur yang
mendekati nilai waktu hancur dari produk acuan.
V.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian selanjutnya
disarankan untuk melakukan uji disolusi terhadap sediaan tablet guna mengetahui
lebih lanjut profil pelepasan obat di dalam tubuh anjing.
LAPORAN KEUANGAN

Table 1. Penggunaan Keuangan

LAPORAN KEUANGAN
PENELITIAN “ Pengembangan Bahan Tambahan Amilum Jagung Untuk
Tablet Multivitamin Pada Sediaan Farmasi Veteriner Memenuhi Standar
Farmasetik ”
Ketua Peneliti: I G N Jemmy Anton Prasetia, S.Farm., Apt

No Uraian Qunt. Sat Biaya


1 Bahan dan Peralatan penelitian
A Bahan Habis
Vitamin B1 (Tiamin) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B2 (riboflavin) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B3 (niasin) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B5 (asam pantotenat) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B6 (piridoksin) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B7 (biotin) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B9 (asam folat) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin B12 (kobalamin) 1 Kg Rp. 120.000.00
Vitamin E (tochoperol) 1 Kg Rp. 120.000.00
Asam Tartat 1 Kg Rp. 110.000.00
Disodium Edetate 1 Kg Rp. 115.000.00
Latosa 1 Kg Rp. 140.000.00
Pati 1 Kg Rp. 130.000.00
Gelatin 1 Kg Rp. 125.000.00
Magnesium Stearat 1 Kg Rp. 170.000.00
Talk 1 Kg Rp. 145.000.00
Aerosil 1 Kg Rp. 150.000.00
Aquadest 1 Kg Rp. 100.000.00
Shellac 1 Kg Rp. 110.000.00
Spirit Terdenaturasi 1 Kg Rp. 175.000.00
Gelatin 1 Kg Rp. 135.000.00
Gom Akasia 1 Kg Rp. 125.000.00
Benzena 1 Kg Rp. 145.000.00
Titanium Dioksida 1 Kg Rp. 155.000.00
Bees Wax 1 Kg Rp. 146.000.00
Carnauba Wax 1 Kg Rp. 155.000.00
Pork Liver Powder 1 Kg Rp. 147.000.00

B Alat
Gelas Beker 20 Bh Rp. 155.000.00
Gelas Ukur 20 Bh Rp. 135.000.00
Mortar dan Stamper 2 Bh Rp. 145.000.00
Batang pengaduk 10 Bh Rp. 50.000.00
Sendok tanduk 10 Bh Rp 50.000.00
Pipet Tetes 10 Bh Rp 25.000.00
Kertas Perkamen 10 Meter Rp 45.000.00

C Sewa Alat
Mesin Pencetak Tablet 1 Bh Rp. 400.000.00
Mesin Uji Kekerasan 1 Bh Rp. 350.000.00
Mesin Uji Waktu Hancur 1 Bh Rp. 350.000.00
Mesin Uji Kerapuhan 1 Bh Rp. 350.000.00
Mesin Uji Disolusi 1 Bh Rp. 350.000.00
Timbangan 1 Bh Rp. 132.000.00
Oven 1 Bh Rp. 180.000.00

2 Perjalanan
Transportasi ke.... 1 Orang Rp 1.000.000,00
Transportasi Lokal 1 Orang Rp 150.000,00
3 Laporan Penelitian
Pengadaan Rp 75.000,00
Pengiriman
4 Seminar
Seminar lokal Rp 250.000,00
Total perkiraan biaya Rp 7.500.000,00
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, 7-8, 135, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4, 12, 57-58, 650, 1083-1085,
1165, 1182, 1209-1210,, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Ansel, HC, 1985, Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
Edisi IV, 150-151, 212-214, 244-272, 147-148, UI Press, Jakarta

Aulton, M., & Summers, M., 2002, Granulation, in Aulton, M.E., Pharmaucetics
The Science of Dosage Form Design 2nd Ed., 8-9, 182, 191, 366 – 367,
Churchill Livingstone, London

Banker, G. S., Anderson, N. R., 1986, Tablets (Eds), in Lachman, C. L.,


Lieberman, H. A., Kanig, J. L. (Eds), The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, Lea and Febiger, Philadelpia

Bolhuis & Chowhan, 1996, Materials for Direct Compaction, in Alderborn &
Nystrom, Pharmaceutical Powder Compaction Technology, 420, Marcell
dekker, Inc., New York

Bolton, 1997, Pharmaceutical Statistic : Practical and Clinical Aplication, Third


edition, 610-617, Marcel Dekker, Inc., New York

Kibbe, 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 4th editon, 102 – 106,


Pharmaceutical Press, London

Lachman, 1989, Teori dan Praktek Industri Farmasi, ed III, 28, 31, 107 – 113, UI
Press, Jakarta

Lachman, L., et all., 1989, Pharmaceutical Dosage Form: Tablets, Volume 1, 109
– 164, Marcell Dekker Inc., New York

Martono, S., 1996, Penentuan kadar kurkumin secara kromatografi lapis tipis-
densitometri, dalam Buletin ISFI Yogyakarta, Vol. 2., No. 4, Yogyakarta

Rukmana, R., 1994, Temulawak Tanaman Rempah dan Obat, 16, Kanisius,
Yogyakarta

Soebagyo, S. Prof, Dr, Apt., 2003, Buku Ajar Tablet (Materi Kuliah Teknologi
dan formulasi Sediaan Padat), 8-10, Yogyakarta

Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat, 5-6, PPOT, Universitas Gajah Mada,


Yogyakarta
Tonnesen, H.H., and Karlsen, J., 1985, Studies on Curcumin and Curcuminoids V,
Alkaline Degradation of Curcumin 2, Lebensit, Unters, Forsh., 132-134,
180

Voigt, R. 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 159-160,169-170, 205-209,


UGM Press, Yogyakarta

Windholz, M., (ed), 1981, The Merck Index : An Encyclopedia of Chemicals and
Drug, 10th ed,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA PENELITI

A.1

1. Nama I Gusti Ngurah Jemmy Anton Prasetia,


S.Farm., Apt.
2. Jenis Kelamin Laki-laki
3. Fakultas-Jurusan FMIPA-Farmasi
4. Pekerjaan / Jabatan
5. NIP
6. Pangkat / Golongan
7. Bidang Keahlian Teknologi Farmasi
9. Karya-Karya Ilmiah -
10. Bidang Kegiatan yang ditekuni Teknologi Farmasi

A.2 Pendidikan

Universitas/Institusi, Lokasi Gelar Tahun Bidang Studi


Selesai
Universitas Airlangga/Fakultas Sarjana Famasi 2007 Teknologi Sediaan
Farmasi, Surabaya Farmasi
Universitas Airlangga/Fakultas Apoteker 2008 Apoteker
Farmasi, Surabaya

A.3 Pengalaman Kerja dalam Penelitian dan Pengalaman Profesi:


Institusi Jabatan Periode Kerja
- - -

A.4 Publikasi yang Relevan dengan Proposal Penelitian :


- Pengaruh Penggunaan Polimer Kombinasi Polivinilpirolidon (PVP) K-30 dan
Etilselulose (EC) N-22 Terhadap Laju Pelepasan Piroksikam dalam Sediaan Patch
(Skripsi, 2007)

Bukit Jimbaran,

(I Gusti Ngurah Jemmy Anton Prasetia, S.Farm., Apt..)


NIP. 198501052008121002
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ANGGOTA PENELITI
A. Anggota Peneliti
Biodata Dosen
Nama lengkap dan gelar : I Gusti Ngurah Agung Dewantara P., S.Farm., M.Sc.,
Apt.
Tempat/Tgl lahir : Singaraja Buleleng / 23 Maret 1982
Alamat : Jalan Intan Permai No.21X Pengubengan kangin
Kerobokan Klod Kuta Utara Badung Bali
Telepon : 081999722133
NIP : 198203232009121002
Golongan pangkat : III/b
Fakiltas/Program Studi : Fakultas MIPA/ Jurusan Farmasi
Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
Bidang Keahlian : Farmasi Sains dan Teknologi
Alokasi Waktu Kegiatan : 7 jam/ minggu
C.2 Pendidikan
Universitas/Institusi, Gelar Tahun Bidang Studi
Lokasi Selesai
Universitas Gadjah Mada Sajarna
/Jurusan Farmasi, Farmasi 2006 Ilmu Farmasi
Yogyakarta (S.Farm)
Universitas Gadjah Mada
Apoteker
/Jurusan Farmasi, 2007 Apoteker
(Apt.)
Yogyakarta
Universitas Gadjah Mada
/Jurusan Farmasi, M.Sc. 2009 Magister Ilmu Farmasi
Yogyakarta
C.3 Pengalaman Kerja dalam Penelitian dan Pengalaman Profesi:
Institusi Jabatan Periode Kerja
Fakultas Farmasi UGM Anggota 2006
- Penelitain KJT

Jurusan Farmasi Udayana Anggota 2009


- Penelitian Drugs Profiling
Tablet ekstasi
C.4 Publikasi yang pernah dilakukan :
- Pengaruh Fenilalanina Pada Kultur Tunas Daun Dewa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.)
Beserta Profil KLT Flavonoid dan Terpenoid, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada, 2006
- Pengembangan SIM Berbasis Komputer Untuk Manajemen Obat di Apotek Gunung Agung
Denpasar Bali, thesis, Fakultas Farmasi, Program Pasca sarjana, Universitas Gadjah
Mada, 2009
- Rekonstruksi Jalur Peredaran Ekstasi Berdasarkan Hasil Uji Kharakteristik Kandungan
Kimia “Drugs Profiling” Tablet Ekstasi Yang Beredar Gelap Di Indonesia, Penelitian 2009

Kampus Bukit Jimbaran,

(I Gusti Ngurah Agung Dewantara P., S.Farm., Apt., M.Sc.)


NIP. 198203232009121002
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PEMBIMBING
C.1. Nama lengkap dan gelar : Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt.,
M.Si.
Tempat/Tgl lahir : Klungkung / 20 April 1968
NIP : 196804201994021001
Jabatan /Pangkat/Gol. : Lektor Kepala / Penata /III/d
Instansi : Jursan Farmasi, FMIPA, UNUD
Bidang keahlian : Kimia Forensik, Toksikologi Forensik
C.2. Pendidikan
Universitas/Institusi, Lokasi Gelar Tahun Bidang Studi
Selesai
Institut Teknologi Bandung Sajarna 1992 Ilmu Farmasi
/Jurusan Farmasi, Bandung Farmasi (Drs)
Institut Teknologi Bandung Apoteker 1993 Apoteker
/Jurusan Farmasi, Bandung
Institut Teknologi Bandung M.Si. 1997 Kimia Analisis Farmasi
/Jurusan Farmasi, Bandung
Universitas Hamburg/ Institut Dr.re.nat. 2004 Toksikologi Forensik
Farmasi, Fakultas Kimia,
Hamburg-German

C.3. Pengalaman Kerja dalam Penelitian dan Pengalaman Profesi:


Institusi Jabatan Periode Kerja
- Jurusan Kimia, Lemlit UNUD, Analisis Diazepam Ketua Peneliti 1999-2000
Klorazepam, dan Nitrazepam dalam Tablet dan Urin
pada Penyalahgunaan Obat, secara Spektrofotometri
Derivatif”
- DIKTI, Fundamental 2008, Studi Intra-Individual Ketua Peneliti 2008
Farmakokinetik Asetilkodein, Heroin Dan
Metabolitnya
- DIKTI, Fundamental 2009 : Studi reprodusibilitas pola Ketua Peneliti 2009
puncak kromatogram dan spektrum UV puncak-
puncak kromatogram pada teknik High Performace
Thin Layer Chromatography (HPTLC)-
Spektrofotodensitometri Untuk Analisis Kharakteristik
Kimia „Drugs Profiling“ Narkoba
- Hibah Udayana (2008) Pemanfaatan Teknik High Ketua peneliti 2008
Performace Thin Layer Chromatography (HPTLC)-
Spektrofotodensitometri Untuk Analisis Kharakteristik
Kimia „Drugs Profiling“ Narkoba
- DIKTI, Fundamental 2009 s/d 2010 Studi Ketua Peneliti 2009 – 2010
Reprodusibilitas Pola Puncak Kromatogram dan
Spektrum UV Puncak-Puncak Kromatogram Pada
Teknik High Performace Thin Layer Chromatography
(HPTLC)-Spektrofotodensitometri Untuk Analisis
Kharakteristik Kimia „Drugs Profiling“ Narkoba
- BNN, Analisis Kharakteristik Kandungan Kimia Ketua Peneliti 2009
„Drugs Profiling“ Tablet Ekstasy dan Shabu-Shabu
Yang Beredar Gelap di Indonesia

C.4. Publikasi yang relevan dengan proposal penelitian :


- Pemisahan senyawa turunan morfin dan penetapan kadar morfin dalam urin
kelinci dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi ”HPLC”, thesis, Program
Studi Farmasi, Program Pascasarjana Institut Tenknologi Bandung, 1997
- Analisis Diazepam Klorazepam, dan Nitrazepam dalam Tablet dan Urin pada
Penyalahgunaan Obat, secara Spektrofotometri Derivatif”, penelitian, 2000
- “Möglichkeiten und Grenzen der rechnerischen Simulation der
Pharmakokinetik des Heroins im menschlichen Körper“, Oral Presentation in
81th International Conference of German Legal Medicine Society in Rostock,
Germany, 2002
- “Die Entwicklung der Drogenproblematik in Indonesien und Deutschland am
Beispiel der BTM-Befunde der forensischen Institute in Denpasar und
Göttingen. “Möglichkeiten und Grenzen der Befundinterpretation“, Poster
presentation 80th International Conference of German Legal Medicine Society
in Interlaken, Switzerland, 2001
- “Rechnerische Simulation der Pharmakokinetik der Opiate im menschlichen
Körper zur Unterscheidung einer Codeinaufnahme von einem
Straßenheroinkonsum” Oral Presentation in 82th International Conference of
German Legal Medicine Society in Münster, Germany, 2003
- “Untersuchung zur Metabolisierung und Ausscheidung von Heroin im
menschlichen Körper. Einbeitrag zur Verbesserung der
Opiatbefundinterpretation“, Disertasi, Cuvillier Verlag, Göttingen , 2004
- “Rekonstruktion der individuellen Pharmakokinetik des Morphins, Codeins,
und deren Glucuronide nach Strassenheroinkonsum”, Oral Presentation in 83th
International Conference of German Legal Medicine Society in Göttingen,
Germany, 2004
- “Study of the morphine’s and codeine’s pharmacokinetics after illicit heroin
consumption”, Poster presentation in 3rd Indonesian Biotechnology Conference,
2004
- Wirasuta, I M.A.G., (2005), Hambatan dalam pengegakan Undang-Undang No
22 th 1997 tentang Narkotika, khususnya pada penyalahgunaan narkotika
golongan opiat ditinjau dari sifat farmakokinetiknya, dalam Wirasuta, I
M.A.G., et al. (Ed.) (2005), Peran kedokteran forensik dalam penegakan
hukum di Indonesia. Tantangan dan tuntuan di masa depan, Penerbit Udayana,
Denpasar
- Wirasuta, I M.A.G. (2007), Analisis Toksikologi Klinik: Tantangan Baru Bagi
Farmasis Indonesia Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol 32, No: 2, 2007, 59-62
- Wirasuta, I M.A.G. (2008), Analisis Toksikologi Forensik dan Interpretasi
Temuan Analisis, Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008;
1(1):47-55
Kampus Bukit Jimbaran,
Peneliti Utama,

Dr. rer nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt.,M.Si.


NIP. 196804201994021001

Anda mungkin juga menyukai