Anda di halaman 1dari 8

Nama : nova rianti

Npm : 174301087

Farmakoterapi 2

1. Sebutkan faktor apa saja yang berkontribusi menimbulkan TUBERKULOSIS (TB) ?


Jawab: Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri yang dapat menular dari satu orang ke orang lain
melalui droplet yang terdapat di udara. Hal ini dapat terjadi apabila seseorang dengan
tuberkulosis yang aktif dan tidak tertangani mengalami batuk atau bersin, serta apabila orang
tersebut tertawa, meludah, menyanyi, dan sebagainya.

2. Jelaskan patofisiologi terjadinya TUBERKULOSIS!


Jawab: Patofisiologi Tuberkulosis paru (TB paru) melibatkan inhalasi Mycobacterium
tuberculosis, suatu basil tahan asam (acid-fast bacilli). Setelah inhalasi, ada beberapa
kemungkinan perkembangan penyakit yang akan terjadi, yaitu pembersihan langsung dari
bakteri tuberkulosis, infeksi laten, atau infeksi aktif.
3. Apakah TB hanya menyerang paru-paru dan saluran pernapasan saja? Jika ada organ
lain, organ apa sajakah yang dapat terpapar oleh bakteri  MTB tersebut?
Jawab: Bakteri ini juga bisa menyebar ke organ tubuh lain melalui peredaran darah, melalui
cairan limfa, atau menular langsung sehingga terjadi TBC ekstra paru. Gejala TBC ekstra paru
berbeda-beda tergantung organ yang terserang. Berikut organ tubuh selain paru-paru yang
bisa terkena TBC.
Faktanya, TBC juga dapat mengenai organ tubuh lain misalnya tulang belakang, kulit, otak,
kelenjar getah bening, dan jantung.
4. Bagimana cara menngetahui TB menyerang organ lain selain paru?
Jawab: Tulang Belakang
TBC tulang belakang terjadi akibat menyebarnya bakteri tuberkulosis dari paru-paru ke tulang
belakang hingga ke keping/sendi yang ada di antara tulang belakang. Kondisi ini menyebabkan
matinya jaringan sendi dan memicu kerusakan pada tulang belakang.

Selain gejala umum tuberkulosis, TBC tulang belakang juga memiliki gejala-gejala tambahan,
seperti:
- Demam.
- Berkeringat di malam hari.
- Kehilangan berat badan.
- Anoreksia (gangguan makan) yang memicu penurunan berat badan.
- Sakit punggung yang terlokalisir.
- Tulang belakang yang melengkung keluar menyebabkan punggung menjadi bungkuk (kifosis).
- Pembengkakan pada tulang punggung.
- Muncul benjolan pada pangkal paha yang menyerupai hernia.
Kulit

TBC kulit menginfeksi langsung permukaan kulit melalui beberapa cara seperti penjalaran langsung ke
permukaan kulit dari organ di bawah kulit yang telah terinfeksi TBC sebelumnya, infeksi secara langsung
pada permukaan kulit, atau melalui peredaran darah dan limfogen.

TBC kulit terdiri atas dua jenis, yaitu primer (tuberkulosis chancre) dan sekunder (tuberkulosis kutis
miliaris, kutis veruskosa, kutisorofisialis, kutis gumosa, scrofuloderma, dan lupus vulgaris). Namun, yang
paling sering ditemukan yaitu scrofuloderma.

Otak

Organ lain yang bisa terinfeksi Myctobacterium tubercolosis adalah otak. Kondisi ini memicu terjadinya
meningitis tuberkulosis. Bakteri dari paru-paru akan melakukan perjalanan ke meningen, yaitu selaput
yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis tuberkulosis dapat terjadi sebagai satu-
satunya gejala infeksi TBC atau bersamaan dengan infeksi paru atau TBC non paru lainnya.

Penderita TBC otak kerap merasakan sakit kepala dan kekakuan leher. Tingkat kesadaran penderita juga
dapat ikut mengalami gangguan. Selain itu, penderita juga akan mengalami gangguan saraf yang
berujung pada komplikasi, seperti:

- Kejang.

- Bicara meracau.

- Disorientasi.

- Gangguan penglihatan.

- Tangan dan/atau kaki sulit digerakkan.

- Mulut mencong.

- Tremor.

Kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening merupakan organ kedua yang paling sering kena tuberkulosis, setelah paru-paru.
Beberapa gejalanya antara lain:

- Muncul benjolan di leher bagian depan. Walaupun jarang dilaporkan, benjolan akibat TBC kelenjar
getah bening juga bisa muncul di selangkangan atau ketiak.

- Benjolan tersebut pada awalnya kecil dan tidak terasa sakit, namun lama-lama akan membesar.
Jantung

TBC jantung dapat terjadi pada sekitar 1-2% pasien. Myctobacterium tubercolosis menyerang
pericardium, myocardium, atau bahkan katup jantung. Komplikasi TBC pada jantung, jika tidak ditangani
dengan baik, maka dapat menyebabkan kematian.

Hindari penyakit tuberkulosis dengan menjaga kesehatan dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
Bila mendapati diri atau anggota keluarga mengidap TBC, segera periksa ke dokter spesialis paru untuk
melakukan tes agar dapat terdiagnosis secara dini. Hal ini membantu tenaga medis untuk mengobati
Anda dengan hasil yang lebih efektif.

5.Selain dengan diagnosa positif TB, apa kriteria lain dalam menentukan terapi farmakologi
untuk pasien TB?

Jawab: Pemantauan hasil terapi

Hasil pengobatan pada pasien BTA positif harus dipantau dengan pemeriksaan sputum.
Pemeriksaan dengan cara lain bukan merupakan keharusan. Untuk pasien BTA negatif dan TB
ekstra paru, hasil pengobatan didasarkan pada pemeriksaan klinis. Biasanya diperlukan dua kali
pemeriksaan ulang sputum. Tabel di atas memperlihatkan saat-saat pemeriksaan sputum
berdasarkan regimen pengobatan.

Kategori I (Kasus baru dengan BTA positif, kasus baru dengan BTA negatif/rongent positif yang
sakit berat dan ekstra paru berat):
Hasil negatif menunjukkan hasil yang baik.
Pada akhir bulan kedua, sebagian besar pasien akan menjadi BTA negatif. Pasien tersebut dapat
memasuki pengobatan fase lanjutan. Jika sputum masih positif, hal ini menunjukkan
kemungkinan berikut:
* Pengobatan fase intensif tidak diawasi dengan baik dan kepatuhan pasien buruk.
* Konversi sputum yang lambat, misalnya akibat adanya kavitas yang luas dan jumlah kuman
yang terlalu banyak pada awal terapi.
* Kemungkinan adanya resistensi.

Apapun penyebabnya, bila sputum BTA masih positif pada akhir bulan kedua, maka pengobatan
awal (intensif) harus diteruskan satu bulan lagi dengan obat sisipan dan pemeriksaan sputum
diulangi pada akhir bulan ketiga. Jika sputum menjadi negatif maka pengobatan diteruskan
dengan fase lanjutan. Jika pada akhir bulan kelima sputum BTA tetap positif, maka pengobatan
dianggap gagal. Pasien ini harus didaftarkan dalam pengobatan yang gagal dan harus menjalani
pengobatan ulang secara penuh sebagai kategori II. Dalam hal ini pasien perlu dirujuk ke unit
perawatan spesialis dan dipertimbangkan untuk diobati dengan obat sekunder.

Bila tersedia fasilitas kultur, maka kultur sputum harus dilakukan pada awal pengobatan, di akhir
bulan kedua dan pada akhir pengobatan.
Kategori II (Relaps BTA positif; gagal BTA positif; Pengobatan terputus):
Pemeriksaan sputum dilakukan pada akhir pengobatan fase intensif (akhir bulan ketiga), selama
fase lanjutan (akhir bulan kelima) dan pada akhir pengobatan (akhir bulan kedelapan). Jika pada
akhir bulan ketiga BTA masih positif, pengobatan intensif dilanjutkan sampai satu bulan lagi
dengan obat sisipan dan sputum diperiksa lagi. Jika pada akhir bulan keempat sputum masih
positif, maka sputum dikirim untuk kultur dan uji kepekaan. Selanjutnya diberikan pengobatan
fase lanjutan. Jika hasil kultur dan uji kepekaan menunjukkan bahwa kuman resisten terhadap
dua atau lebih dari tiga obat yang digunakan untuk fase lanjutan, maka pasien harus dirujuk ke
unit perawatan spesialis untuk kemungkinan pemberian obat sekunder. Jika tidak tersedia fasilitas
kultur dan uji kepekaan, pengobatan diteruskan sampai regimen pengobatan selesai.

Kategori III (Kasus rontgen positif, pasien ekstra paru ringan):


Pemeriksaan sputum dilakukan pada akhir bulan kedua pengobatan karena dua kemungkinan
berikut ini: kesalahan pemeriksaan pertama (BTA positif yang didiagnosis sebagai BTA negatif):
dan ketidakpatuhan pasien. Jika pada mulanya pasien termasuk kategori III (sputum negatif) tapi
pada akhir bulan kedua ternyata positif, maka pasien didaftarkan sebagai sputum positif dan
dimulai pengobatan untuk kategori I.

Pengawasan efek samping


Sebagian besar pasien menyelesaikan pengobatan TB tanpa efek samping yang bermakna, namun
sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh karena itu pengawasan klinis terhadap efek
samping harus dilakukan. Pemeriksaan laboratorium tidak harus dilakukan secara rutin.

Petugas kesehatan dapat memantau efek samping dengan dua cara. Pertama dengan
menerangkan kepada pasien untuk mengenal tanda-tanda efek samping obat dan segera
melaporkannya kepada dokter. Kedua, dengan menanyakan secara khusus kepada pasien tentang
gejala yang dialaminya.

Efek samping obat tuberkulostatik dapat dibagi menjadi efek samping mayor dan minor (lihat
tabel 5.3). Jika timbul efek samping minor, maka pengobatan dapat diteruskan dengan dosis
biasa atau kadang-kadang dosis perlu diturunkan. Dapat diberikan pengobatan simptomatik. Jika
timbul efek samping berat (mayor), maka pengobatan harus dihentikan. Pasien dengan efek
samping mayor harus ditangani pada pusat pelayanan khusus

6.Berdasarkan jawaban saudara di atas ( nomor 3 s/d 5 ) Sebutkan penatalaksanaan terapi


nonfarmakologi dan farmakologi untuk TB!

Jawab : Terapi non Farmakologi


a.Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi) b.
Memperbanyak istirahat(bedrest) / istirahat yang cukup c.
Diet sehat (pola makan yang benar), dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan
vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun d.

Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.


e.Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang
baru. f.Berolahraga secara teratur, seperti jalan santai di pagi hari.
g.Minum susu kambing atau susu sapi
h.Menghindari kontak langsung dengan pasien TB
i.Rajin mengontrol gula darah

7.      Jika pasien yang menderita TB adalah wanita hamil dan menyususi, bagaimana
terapinya?

Jawab; Pengobatan TB Aktif

Pada ibu hamil pengidap TB aktif, dokter meresepkan tiga jenis obat yang dikonsumsi
tiap hari selama dua bulan awal kehamilan, yakni isoniazid, rifampisin, dan etambutol.
Selama tujuh bulan dari sisa kehamilan, ibu cukup mengonsumsi isoniazid dan rifampisin
saja.

8.      Seberapa pentingkah pengaruh berat badan dalam pengobatan TB?

Jawab; Umumnya tuberculosis menyebabkan penurunan berat badan yang


mekanismenya belum dapat dijelaskan secara detail. Namun dengan pengobatan yang
tepat, bertambahnya napsu makan seseorang biasanya menjadi salah satu tanda
efektifnya pengobatan. Dari obat-obat yang digunakan dalam pengobatan TB, umumnya
jarang yang melaporkan adanya penambahan berat badan sebagai efek samping obat
tersebut. Beberapa kemungkinan yang melatarbelakangi bertambahnya berat badan
seseorang dalam pengobatan TB ialah bertambahnya napsu makan pada orang yang
tadinya, karena penyakitnya, memiliki napsu makan yang kurang atau biasa saja. Dengan
penyembuhan yang terjadi selama pengobatan, maka metabolisme tubuh pun
berlangsung dengan efektif sehingga berat badan dapat bertambah. Kemungkinan lain
ialah adanya penyakit penyerta lainnya yang menyebabkan berat badan bertambah
seperti misalnya hipertiroid. Lebih jauh mengenai hal ini dapat Anda konsultasikan pada
dokter Anda untuk mendapatkan penanganan yang tepat

9.      Jika pasien TB tidak patuh minum obat/ putus minum obat, tindakan medis apa yang
harus dilakukan? Dan bagaimana merancang terapi yang tepat pada pasien tersebut?

Jawab; Untuk mengatasi masalah selama masa pengobatan, ada beberapa solusi yang
dapat dilakukan untuk mencegah maupun mengatasi ketidakpatuhan pasien tuberkulosis,
antara lain menjaga komitmen pengobatan, adanya dukungan keluarga, pendekatan 'peer
educator' atau teman sebaya dan penggunaan alat bantu demi peningkatan kepatuhan
berobat. Masalah ketidakpatuhan sepatutnya menjadi perhatian seluruh pihak untuk
memutuskan mata rantai penularan, mencegah terjadinya TB resisten obat maupun
kematian.

10.   Jika pasien TB menderita gangguan fungsi  hati yang parah setelah konsumsi obat TB,
tindakan apa yang harus dilakukan?

Jawab : Pada pasien dengan pemberian ataupun pengobatan obat anti tuberkulosis yang
mengalami gangguan fungsi hati yang terpenting adalah memilih obat – obatan anti
tuberkulosis untuk pengobatan kembali secara hati – hati dan tepat guna. Menggunakan
obat yang hepatotoksik dan yang efek hepatotoksiknya meningkat ketika dikombinasi
secara bersamaan merupakan hal yang sangat rumit. Obat anti tuberkulosis lini pertama
seperti Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), Streptomycin (S)
dapat menyebabkan gangguan fungsi dan kerusakan sel hati sehingga pemberiannya
harus hati - hati. Sebagai tambahan, rifampisin juga dapat meyebabkan badan kuning
yang tidak begitu khas tanpa adanya bukti hepatitis. Penting sekali untuk menyingkirkan
penyebab hepatitis lainnya sebelum memutuskan bahwa penyebab hepatitis tersebut
adalah regimen obat – obatan anti tuberkulosis.

Anda mungkin juga menyukai