Anda di halaman 1dari 19

REFERAT ABORTUS

Disusun oleh:

Mariska Oktaviani 114170038

Muhammad Abror 114170041

Pembimbing :

dr. Wildan Arismunandar, Sp.OG

Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT


KANDUNGAN

RSUD Waled Kabupaten Cirebon

2019
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan
referat “Abortus” ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan di Rumah Sakit Umum
Daerah Waled Kabupaten Cirebon.

Dalam penulisan referat ini penulis banyak menemukan kesulitan.


Namun berkat dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya laporan
kasus ini dapat diselesaikan.Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada dr. Wildan Arismunandar, Sp.OG. selaku penguji ujian.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,


oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam tema dan judul yang diangkat dalam laporan kasus ini.
Akhir kata semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pihak-pihak yang membutuhkan umumnya.

Cirebon, November 2019

Penulis
3

BAB I
PENDAHULUAN
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak
persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan,
tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan,
infeksi dan eklampsia.(9,10)
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak
aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi
tidak aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang. (9,10)
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi,
artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan
gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000).
Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru
banyak terjadi di negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undang-
undang. (9,10)
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang
sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus
dan menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan
yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa
menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus
yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.6

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus


therapeutica dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi
adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis adalah abortus
yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga
tradisional.6
Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a. Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion)


dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.5
b. Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang
mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka,
akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.5
c. Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil
konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5
d. Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah
keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5
5

e. Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.5
f. Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus
tiga kali berturut-turut atau lebih.5
g. Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
genital.5
h. Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritonium.5

2.2.Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

2.1.1. Faktor genetic


Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus.
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari
embrio.3Data ini berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa
disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas
abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom.3
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi
fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi)
adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma
Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya
bisa bertahan sehingga lahir.3 Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut.3
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab
kelainan sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering
diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria
6

berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor


lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.3
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu
proses impantasi dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg
berakibat pada kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi
uterus.3 Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-
Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan
jaringan ikat yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik seperti
pada penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII
mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3
2.1.2. Faktor anatomi
Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi
obstetrik terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus,
ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.3 Penyebab terbanyak abortus
kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada
kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus
unicornis (10-30%).3 Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus
berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas
uterus.3 Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan
mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan
endometrium.3 Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu, kelainan
yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat
mengakibatkan abortus.6
Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah
terbukti dapat meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1
Pada kelainan ini, dilatasi serviks yang “silent” dapat terjadi antara
minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan serviks inkompeten selalu
memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan
memperlihatkan gejala yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm
atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran
7

amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1


faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan
berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan
pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada
metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan
inkompeten namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan
untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk
melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan
inkompeten serviks.1
2.1.3. Faktor endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada
koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian
langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron sangat
penting dalam mengantisipasi abortus.3
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi
pada trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan
malformasi janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3
kali lipat untuk abortus.3
Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah
diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7
minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk
menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu
akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien
ini, maka kehamilan dapat diselamatkan.3
Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang,
didapatkan 17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada
fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa
terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.3
8

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada


kelangsungan kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua
mengubah semua sel pada mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan
fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas, dan
mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.3 Di sini interaksi
antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus
berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah large granular
cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B. 3 Sel NK dijumpai dalam
jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron.3 Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi
peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada
ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel
NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya
invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3
Maka, gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan
kehamilan.
Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik
ovarium dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan
menggangu balans humoral yang penting pada kelangsungan kehamilan.6
2.1.4. Faktor infeksi
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan
kejadian abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin,
eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit
fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat
berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman
genetalia bawah yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis
oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan
abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan
perubahan genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela,
parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.3
9

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada


kejadian abortus
a. Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma
urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3
b. Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3
c. Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3
d. Spirokaeta: treponema pallidum.3
2.1.5. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA
adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3
Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada
SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar abortus
berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan
berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE, antiphosfolipid
syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan
prematuritas.3 Dari international consensus workshop pada tahun 1998,
klasifikasi APS adalah:3
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa
atau kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan
histopatologi)3

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak


jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih
kematian janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih
persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan
dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)3

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang
atau tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari
1 atau sama dengan 6 minggu)3

- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT,


dan CT, kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan
10

dengan plasma platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan
pertambahan fosfolipid)3

PA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan


lebih dari 33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian
abotus berulang, ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya
atherosis dan oklusi vaskular.3

2.1.6. Faktor trauma


Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus
yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi
maternoplasental, dan infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit
insiden abortus yang disebabkan karena trauma .1
2.1.7. Faktor nutrisi dan lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat,
bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6
faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden
abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1
Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus
adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok.1 Rokok
mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang mempunyai
sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon
monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat
mamacu neurotoksin.6 Meminum alkohol pada 8 minggu pertama
kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus.1
Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi
alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari
dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.1
Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg
caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka
yang meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan
tiap jumlah tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita hamil yang
11

mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan


adalah 2 kali lipat daripada kontrol.1
2.1.8. Faktor kontrasepsi berencana
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan
jeli kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika
pada kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk
mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan
meningkat dengan signifikan.1
2.3.Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti
dengan nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka
ovum akan tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir
dengan ekpulsi karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila
kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak
adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.1
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika
fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,
abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ
internal.1 Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat
minimal.1 Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan
mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang,
fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai
kertas yang disebut fetus papyraceous.1
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan
seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam;
sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam,
sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal.6 Perdarahan yang
banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi
dan retraksi miometrium.6
2.4.Gambaran klinis
Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4
Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon
12

yang telah dipakai, dan biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan
keluarnya fetus atau jaringan.6 Ini penting untuk melihat progress abortus.6 Pada
abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus sering terjadi
infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar
dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam untuk abortus
yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-
sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran
kecil dari seharusnya.6 Pada pemeriksaan USG, ditemukan kantung gestasional
yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda kehidupan dari janin.6
2.5.Diagnosis
Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian
bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong
dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini
terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di
dalam rahim.7 Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi
kurang 20 minggu dari HPHT.6 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai
jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa
jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau
keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6

Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat
infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat
endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas
dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.7

Pemeriksaan Fisis

Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen


dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan
pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi,
13

dan konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum


keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak
sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di
liang vagina.4

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan Diagnosis


tanda
Bercak Tertutup Sesuai Kram perut Abortus
sedikit dengan usia bawah, uterus immines
hingga gestasi lunak
sedang Tertutup/terbuka Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus
dari usia nyeri perut komplit
gestasi bawah,riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang Terbuka Sesuai Kram atau Abortus
sehingga dengan usia nyeri perut insipient
massif kehamilan bawah, belum
terjadi ekspulsi
hasil konsepsi
Kram atau Abortus
nyeri perut incomplit
bawah,
ekspulsi
sebahagian
hasil konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus
lebih besar kram perut mola
dari usia bawah,
gestasi sindroma mirip
14

PEB, tidak ada


janin, keluar
jaringan seperti
anggur

2.6.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu


bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG
ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.6

2.7.Diagnosis banding.2
- kehamilan ektopik tertanggu

- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil

- abortus mola hidatidosa

- polip endoserviks

- karsinoma serviks

2.8.Penatalaksanaan
a. Abortus Imminens.4
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total
dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun
hubungan seksual. Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal
diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan dilakukan jika perdarahan
terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlansung, kondisi janin
dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan
segera. Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar
dari yang diharapkan, harus dicurigai kehamilan ganda atau mola.
b. Abortus insipiens.4
15

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan


dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan
maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat
diberikan. Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus
dilakukan dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20
unit oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer
Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu
ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.
c. Abortus inkomplit.
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16
minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400mcg per oral
diberikan.
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang
dari 16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual.
Evakuasi vakum tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum
manual (AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan segera,
Ergometrin 0,2mg IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan
dalam 500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes
per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol
200mcg pervaginam diberikan setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.
d. Abortus komplit.
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah
penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas
ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan
16

transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan


pascakeguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.
e. Abortus septik/infeksius.
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang
mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil
dari darah dan cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama
dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah
gentamisin 2x80mg dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik
dilanjutkan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik
minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan,
uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi.
Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam
waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan
antibiotik yang lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus,
injeksi ATS harus diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan
larutan peroksida H2O2. Histerektomi harus dibuat secepatnya jika indikasi.
2.9. Pemantauan pascaabortus.4
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang
biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang
diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya
adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang
dapat mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya
setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat
atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien
dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang
memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih
berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum
17

dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan


tindakan.
2.10. Komplikasi
a. Perdarahan.6
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu
atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,
perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.
b. Perforasi.6
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada
uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan
syok hemoragik.
c. Syok.6
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis
sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.
d. Infeksi.6
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina
ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli,
Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus
infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri
tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap
infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci
anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium
18

perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae,


Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial
berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.
e. Efek anesthesia.7
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok
sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang
tidak disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal
seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.
f. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).7
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu
curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.
2.9 Prognosis.6
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran
dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan
sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan
aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2
atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William


Obstetrics, 22nd edition. Mc-Graw Hill, 2005

2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis


and treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008

3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu


Kandungan, edisi 2008

4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan


Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17

5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina


Etaham, 2008, ms 33-35

6. Abortus Incomplete. Available at


http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit , accessed on July
29, 2014

7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on July
29, 2014

8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on July
29, 2014

9. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http :


//www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm, accessed
on July 29, 2014

10. Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, available at http :


//www.theceli.com/opik/Aborsi.htm, accessed on July 29, 2014

Anda mungkin juga menyukai