Anda di halaman 1dari 55

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH

(Allium sativum) DENGAN EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens


L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
(Rattus norvegicus) DENGAN HIPERTENSI

COMPARISON OF EFECTIVENESS GARLIC (Allium sativum)


EXTRACT WITH CELERY (Apium graveolens L.) EXTRACT IN
WISTAR WHITE RATS (Rattus norvegicus) WITH HYPERTENSION

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti sidang Proposal Karya Tulis Ilmiah
pada Program Studi Akademik Pendidikan Dokter

Oleh
MUHAMMAD ABROR
NPM: 114170041

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2017
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH
(Allium sativum) DENGAN EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens
L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
(Rattus norvegicus) DENGAN HIPERTENSI

COMPARISON OF EFECTIVENESS GARLIC (Allium sativum)


EXTRACT WITH CELERY (Apium graveolens L.) EXTRACT IN
WISTAR WHITE RATS (Rattus norvegicus) WITH HYPERTENSION

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti siding Proposal Karya Tulis Ilmiah
pada Program Studi Akademik Pendidikan Dokter

Oleh
MUHAMMAD ABROR
NPM: 114170041

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2017

i
LEMBAR PENGAJUAN PROPOSAL PENELITIAN

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH


(Allium sativum) DENGAN EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens
L.) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
(Rattus norvegicus) DENGAN HIPERTENSI

COMPARISON OF EFECTIVENESS GARLIC (Allium sativum)


EXTRACT WITH CELERY (Apium graveolens L.) EXTRACT IN
WISTAR WHITE RATS (Rattus norvegicus) WITH HYPERTENSION

Disusun oleh

MUHAMMAD ABROR 114170041

Telah disetujui
Cirebon, Agustus 2017
Pembimbing 1 Pembimbing 2

Risnandya Primanagara, S.Kom., M.Si Defa Rahmatun Nisaa’, dr., Sp.A., M.Kes.

Penguji

Ign. Hapsoro W., dr., M. Si

ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Muhammad Abror
NIM : 114170041
Alamat : Kampung Baruh RT/RW 005/003 Kel. Kampung Baruh Kec.
Tabir Kab. Merangin Jambi
Dengan ini menyatakan bahwa,
1. Karya tulis ilmiah saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di Unswagati maupun di perguruan
tinggi lain.
2. Karya tulis ilmiah (KTI) ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing.
3. Dalam KTI ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
Unswagati.
Cirebon, Agustus 2017
Yang Membuat Pernyataan
Penulis

Muhammad Abror
NPM : 114170041

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul
perbandingan efektivitas ekstrak bawang putih (Allium sativum) dengan ekstrak
seledri (Apium graveolens L.) terhadap tikus putih jantan galur wistar (Rattus
norvegicus) dengan Hipertensi. Penulisan propsal penelitian ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan blok Research, Statistic, and
Epidemiology di Fakultas Kedokeran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Saya menyadari sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan proposal penelitian ini
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak serta penyusunan sampai dengan
terselesaikannya proposal pengajuan penelitian ini. Bersama ini saya menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :

1. Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, Prof. Dr. H. Rochanda


Wiradinata, M.P. yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk
menimba ilmu di Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon, Catur
Setiya, dr., M.Med.Ed. yang telah memberikan sarana dan prasarana kepada
saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
3. Risnandya Primanagara, S.Kom., M.Si. Selaku pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penulisan KTI ini.
4. Defa Rahmatun Nisaa’, dr., Sp.A., M.Kes selaku pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penulisan KTI ini.

iv
5. Orang tua tercinta yaitu Bapak Abdul Karim, Ibu Jamilah dan keluarga saya
yang senantiasa memberikan dukungan material dan moral berupa doa yang
tulus, nasehat, dan motivasi kepada saya.
6. Para sahabat yaitu Hilman Abdurrahman, Rio yusfi, Naufal Fadhil Mufid L.
Teguh seksa, Firman Faizal, Moch Izam ,Singgih Andika A. beserta keluarga
besar Humeri Fakultas Kedokteran Unswagati Angkatan 2014 yang selalu
memberi dukungan dalam menyelesaikan proposal pengajuan penelitian ini.
7. Serta pihak lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga proposal
pengajuan penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Mohon maaf apabila
terdapat kekurangan dalam proposal pengajuan penelitian ini. Semoga
penelian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Cirebon, Agustus 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………………..i
Lembar Pengajuan Proposal…………………………………………………………. ii

Pernyataan Keaslian Penelitian………………………………………………………iii

Kata Pengantar………………………………………………………………………..iv

Daftar Isi……………………………………………………………………………...vi

Daftar Tabel…………………………………………………………………………viii

Daftar Gambar………………………………………………………………………..ix

Daftar Singkatan………………………………………………………………………x

BAB I1PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan ............................................................ 4
1.4.2 Manfaat untuk masyarakat ...................................................................... 4
1.4.3 Manfaat untuk peneliti lain ..................................................................... 4
1.5 Orisinalitas Penelitian..................................................................................... 5
BAB II8TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 8
2.1 Landasan Teori ............................................................................................... 8
2.1.1 Hipertensi ................................................................................................ 8
2.1.2 Bawang Putih ........................................................................................ 21
2.1.3 Seledri ................................................................................................... 25
2.1.4 Ekstraksi ................................................................................................ 27
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................. 29

vi
2.3 Kerangka Konsep ......................................................................................... 30
2.4 Hipotesis ....................................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 34
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 34
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 34
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................... 34
3.4 Populasi dan Sampel .................................................................................... 34
3.4.1 Populasi Target...................................................................................... 34
3.4.2 Populasi Terjangkau .............................................................................. 34
3.4.3 Sampel Penelitian .................................................................................. 34
3.4.4 Cara Sampling ....................................................................................... 35
3.4.5 Besar Sampel ......................................................................................... 35
3.5 Variabel Penelitian ....................................................................................... 36
3.5.1 Variabel Bebas ...................................................................................... 36
3.5.2 Variabel Terikat .................................................................................... 36
3.6 Definisi Operasional ..................................................................................... 37
3.7 Cara pengumpulan Data ............................................................................... 38
3.7.1 Alat dan Bahan ...................................................................................... 38
3.7.2 Prosedur Penelitian................................................................................ 38
3.8 Alur Penelitian .............................................................................................. 42
3.9 Analisis Data ................................................................................................ 43
3.10 Etika Penelitian............................................................................................. 43
3.11 Jadwal Penelitian .......................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 44

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Orisinalitas Penelitian ...................................................................................... 5
Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi....................................................................................... 9
Tabel 3 Katagori Indek Masa Tubuh (IMT) ............................................................... 16
Tabel 4 Komposisi Dalam 100 gram Bawang Putih ................................................... 23
Tabel 5 Definisi Operasional ...................................................................................... 37

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bawang Putih ............................................................................................. 21


Gambar 2 Seledri......................................................................................................... 25

ix
DAFTAR SINGKATAN

ACEI Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ANP Atrial Natriuretic Peptide

ARB Angiotensin Receptor Blocker

BB Beta Blocker

BMI Body Mass Index

CCB Calcium Channel Blocker

DASH Dietary Approacher to Stop Hypertension

HDL High Density lipoprotein

IHD Ischemic Heart Disease

IMT Indeks Masa Tubuh

JNC Joint National Committee

NaCl Natrium Klorida

NO Nitrit Oxide

PAU Pusat Antar Universitas

PJK Penyakit Jantung Koroner

TDD Tekanan Darah Diastol

TDS Tekanan Darah Sistol

WHO World Health Organization

x
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg setelah
dua kali pengukuran terpisah (WHO). Saat ini, satu dari sepuluh penduduk dunia
menderita hipertensi pada usia 20 tahun, dan lima dari sepuluh penduduk dunia
pada usia 30 tahun. Prevalensi hipertensi Menurut catatan World Health
Ourganization (WHO), tahun 2011 sebesar 1 milyar orang di dunia. Dua per-tiga
diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang
salah satunya negara Indonesia. WHO juga memperkirakan Prevalensi hipertensi
akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang
dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi.(1)
Data WHO menunjukkan bahwa dari seluruh dunia yang meninggal pada
tahun 2008 diperkirakan sekitar 7,5 juta, sekitar 12,8% meninggal akibat
hipertensi. Prevalensi peningkatan tekanan darah pada orang dewasa yang
berusia 25 tahun yaitu sekitar 40% pada tahun 2008. Seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan penuaan, jumlah penderita hipertensi yang tidak
terkontrol naik dari 600 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar pada
tahun 2008. (2)
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi
yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya
sebesar 9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan(3). Profil data
kesehatan Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah
satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada
tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8%
pasien meninggal dunia.(3)
Tujuan pengobatan penderita hipertensi idiopatik atau esensial adalah
untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh gangguan

1
2

dengan menggunakan cara yang paling nyaman. Tujuan utamanya adalah untuk
mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap
faktor resiko kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup. Apabila perubahan
gaya hidup tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan darah yang
diharapkan, maka harus dimulai dengan terapi obat.(4) Berdasarkan algoritma
terapi Joint National Committee 8 (JNC 8), obat-obat antihipertensi sintetik
seperti Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI), Angiotensin Receptor
Blockers (ARB), beta-blockers (BB), Calcium Channel Blockers (CCB), dan
diuretik golongan tiazid digunakan sebagai lini pertama untuk terapi hipertensi,
namun demikian, penggunaan obat antihipertensi sintetik sering dihubungkan
dengan munculnya berbagai efek samping seperti hipotensi dan hipokalemia,
sehingga saat ini penggunaan tanaman sebagai alternatif terapi lebih dipilih
terutama di negara-negara berkembang.(5)
Selama tiga dekade terakhir, penelitian banyak dilakukan untuk
menemukan tanaman lokal yang memiliki nilai terapetik untuk menurunkan
tekanan darah.(5) Tanaman-tanaman tersebut biasanya sudah digunakan secara
empiris oleh masyarakat. Beberapa tanaman lokal yang banyak diteliti karena
diduga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah seperti bawang putih dan
seledri.
Bawang putih yang dikenal sebagai bumbu dapur mempunyai efek
antihipertensi yang sudah dapat dibuktikan oleh penelitian medis. Efek
antivasospastik bawang putih dapat mengurangi spasme arteri kecil serta
mencegah pembentukan dan perkembangan bekuan darah. Bawang putih juga
mempunyai efek antimikroba, antikarsinogenik, dan hipolipidemik. Saat ini,
banyak produk bawang putih yang dipasarkan, seperti garlic essential oil, garlic
oil macerate, garlic powder, dan aged garlic extract.(6)
Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat
yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Seledri mengandung senyawa 3-
n-butylphtalide yang diduga memiliki efek menurunkan tekanan darah.
3

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh C.R. Nwokocha, R.I Ozolua, D.U.


Owu, Nwokocha M.I and A. C. Ugwu pada tahun 2011 menyatakan bahwa
ekstrak bawang putih dengan dosis 20 mg mampu menurunkan tekanan darah
sistolik, dan tekanan darah diastolik(7). Penelitian yang dilakukan oleh E.
Febriyanti, Defa Rahmatun Nisaa’, Thysa Thysmelia Afandi pada tahun 2017
menyatakan dosis ekstrak bawang putih (Allium sativum) 60 mg efektivitasnya
setara dengan dosis captopril 2,5 mg yang menurunkan tekanan darah sistolik
dan diatolik.(8) Penelitian yang dilakukan oleh Kartika Dewi, Diana Krisanti
Jasaputra, Oddy Litanto pada tahun 2010 menyatakan ekstrak seledri dosis 550
mg dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastole.(9)
Mengacu pada sumber pustaka dan beberapa penelitian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa ekstrak bawang putih (Allium sativum) dan ekstrak seledri
(Apium graveolens L.) efektif sebagai terapi anti hipertensi. Sifat anti hipertensi
yang dimiliki oleh keduanya membuat peneliti tertarik untuk membandingkan
efektivitas antara ekstrak bawang putih (Allium sativum) dengan seledri (Apium
graveolens L.) pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang
hipertensi.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan penurunan tekanan darah pada tikus putih jantan
galur wistar (Rattus norvegicus) hipertensi yang diberi ekstrak bawang putih
(Allium sativum) dan tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
hipertensi yang diberi ekstrak seledri (Apium graveolens L.) ?
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis perbandingan efektivitas antara ekstrak bawang putih (Allium
sativum) dan ekstrak seledri (Apium graveolens L.) terhadap penurunan
tekanan darah pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang
hipertensi.
4

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui perbandingan bagaimana penurunan tekanan darah pada tikus
putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang hipertensi yang diberi
ekstrak bawang putih (Allium sativum).
2. Mengetahui perbandingan bagaimana penurunan tekanan darah pada tikus
putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang hipertensi yang diberi
ekstrak seledri (Apium graveolens L.).
3. Menganalisis perbandingan efektivitas ekstrak bawang putih (Allium
sativum) dan ekstrak seledri (Apium graveolens L.) terhadap penurunan
tekanan darah pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus)
yang hipertensi.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat untuk ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai pengaruh
ekstrak bawang putih dan ekstrak seledri terhadap tikus putih jantan galur
wistar (Rattus norvegicus) hipertensi.
1.4.2 Manfaat untuk masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan ekstrak
bawang putih dan ekstrak seledri sebagai obat alternatif khususnya pada
pasien dengan tekanan darah tinggi.
1.4.3 Manfaat untuk peneliti lain
Memberi landasan dan informasi yang bermakna untuk penelitian selanjutnya
mengenai ekstrak bawang putih dan ekstrak daun seledri sebagai obat
antihipertensi.
5

Orisinalitas Penelitian
Tabel 1 Orisinalitas Penelitian

Peneliti Judul Metode hasil

C.R. Antihypertensive Penelitian Dosis 20 mg/kg secara


Nwokocha, Antihypertensive of eksperimental signifikan(p<0,05) menurunkan
R.I Ocolua, Alliu sativum dengan desain tekanan darah sistolik dari
D.U. Owu, (Garlic) on pre tes post test. 180±3 menjadi 150±3 mmHg.
Nwokocha Normotensive and Tekanan darah diastolik secara
M.I and A. C. Two Kidney One signifikan (p<0,05) menurun
Ugwu(7) Clip Hypertensive dari 150±3 menjadi 110±6
Rats mmHg
Febriyanti E, Uji Perbandingan Penelitian Hasil menunjukkan penurunan
Rahmatun Efektivitas Ekstrak eksperimental tekanan darah secara bermakna
D.N., dan Bawang Putih dengan pre test- pada kelompok perlakuan 1,
ThysmeliA (Allium Sativum) post test with kelompok perlakuan 2, dan
T.A Dengan Captopril control group kelompok perlakuan 3 (35,20
Terhadap Tikus design. mmHg, 69,60 mmHg, dan
Putih Jantan Galur 81,20 mmHg) dengan p<0,05.
Wistar (Rattus Ekstrak bawang putih dengan
Norvegicus) Dengan dosis 60 mg mempunyai
Hipertensi efektivitas hampir mirip
dengan captopril 2,5 mg
Dewi K, Efek Ekstrak Etanol penelitian didapatkan data bahwa rerata
Diana K.J., Seledri (Apium eksperimental tekanan darah setelah minum
dan Litanto graveolens L.) dan komparatif EES sebesar 109,40/70,20
O. Terhadap Tekanan dengan mmHg, sedangkan sebelum
Darah Pria Dewasa rancangan pre- minum EES sebesar 116,02/
test dan post-test 74,79 mmHg (p < 0,001)
6

Perbedaan yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian sebelumnya:


1. Penelitian C. R. Nwokocha, R.I Ozolua, D.U. Owu, Nwokocha M.I
and A.C. Ugwu (2011) tentang Antihypertensive Properties of Allium
sativum (Garlic) on Normotensive and Two Kidney One Clip
Hypertensive Rats. Perbedaannya adalah dosis yang digunakan pada
penelitian sebelumnya adalah 20 mg/kg ekstrak bawang putih (Allium
sativum) mampu menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik sedangkan penelitian ini adalah menggunakan dosis ekstrak
bawang putih (Allium sativum) 20 mg/kgBB, 40 mg/kgBB, dan 60
mg/kgBB. Selain itu, penelitian sebelumnya menggunakan two kidney
one clip (2K1C) yaitu alat untuk menjepit salah satu arteri ginjal tikus
yang berfungsi agar tikus tersebut menjadi hipertensi, sedangkan
penelitian ini menggunakan NaCl 8% selama 7 hari agar tikus tersebut
hipertensi.
2. Penelitian Febriyanti E., Rahmatun D.N., dan Thysmelia T.A. (2017)
tentang Uji Perbandingan Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium
sativum) Dengan Captopril Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar
(Rattus Norvegicus) Dengan Hipertensi. Perbedaanya adalah pada
penelitian ini membandingkan ekstrak bawang putih dengan ekstrak
daun seledri.
3. Penelitian Dewi K., Krisanti D.J., dan Litanto O., tentang Efek Ekstrak
Etanol Seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Tekanan Darah Pria
Dewasa. Perbedaannya adalah penelitian sebelumnya mengambil
sampel pada orang yang tekanan darahnya normal/tidak hipertensi,
dalam penelitian ini tikus yang digunakan sebagai sampel dibuat
hipertensi terlebih dahulu baru di uji penurunan tekanan darahnya.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
2.1.1 Hipertensi
2.1.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. (3)
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer, karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala–gejalanya
lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Perkembangan hipertensi
berjalan secara perlahan, tetapi secara potensial sangat berbahaya karena
tekanan darah diatas normal bisa mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).(10)
Hipertensi adalah salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit
jantung koroner dan cerebrovascular accidents; selain itu, hipertensi juga
dapat menyebabkan hipertrofi jantung dan gagal jantung (penyakit jantung
hipertensif), diseksi aorta, dan gagal ginjal. Prevalensi dan kerentanan
mengalami penyulit meningkat seiring usia dan karena sebab yang tidak
diketahui, tinggi pada orang yang berkulit hitam. Penurunan tekanan darah
secara dramatis mengurangi insiden dan angka kematian akibat Ischemia
Heart Disease (IHD), gagal jantung, dan stroke.(11)
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VIII dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu normal, prehipertensi, hipertensi stadium 1, dan hipertensi
stadium 2, seperti pada tabel 2.
9

Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi(12)


Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120–139 atau 80–89
Hipertensi stadium 1 140–159 atau 90–99
Hipertensi stadium 2 ≥160 atau ≥100

Keterangan:

TDS: Tekanan darah sistolik

TDD: Tekanan darah diastolik

2.1.1.2 Etiologi Hipertensi


Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi
esensial), yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark
miokardium, kecelakaan serebrovaskular, atau penyulit lainnya.(13)
Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan
hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh gangguan organ
lainnya. Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu,
glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis
arteria renalis, vaskulitas ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada
sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, diantaranya
hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer,
hiperplasia adrenal kongenital), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen,
makanan yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor
monoamin oksidase), feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme dan
akibat kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular seperti poliarteritis
nodosa, peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan
rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan
gangguan neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea
tidur, dan stres akut.(11)
10

2.1.1.3 Patofisiologi Hipertensi


Beberapa penyebab hipertensi telah diketahui (misal, kelainan ginjal atau
hormonal), tapi bentuk ini hanya sekitar 5–10% dari semua kasus. Pada
seluruh kasus lain, diagnosis dibuat dengan menyingkirkan penyebab, dan
disebut hipertensi primer atau hipertensi esensial. Terlepas dari komponen
genetik, lebih banyak perempuan daripada laki–laki, dan lebih banyak
penduduk perkotaan daripada pedesaan yang terkena hipertensi primer.
Selain itu, stres psikologis kronis yang mungin berhubungan dengan
pekerjaan (pilot, pengemudi bus) atau dasar kepribadiannya (misal, jenis
‘frustasi’) dapat memicu hipertensi. Khusus orang yang “sensitif terhadap
garam” (sekitar sepertiga pasien dengan hipertensi primer; insidensinya
meningkat apabila terdapat riwayat keluarga), asupan NaCl yang tinggi
(sekitar 10–15 gr/hari=170–250 mmol/hari) di negara industri barat
mungkin memainkan peranan penting. Melalui peningkatan aldosteron,

organisme akan terlindungi dari kehilangan Na+ (atau pengurangan volume

ekstrasel), sedangkan orang yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap


garam tampaknya relatif tidak terlindungi terhadap asupan NaCl yang
tinggi. Pada pasien ini, pelepasan aldosteron sangat terhambat, bahkan

untuk asupan Na+ normal (>100 mmol/hari) sehingga kadarnya tidak dapat

diturunkan kembali. Pada kasus ini, diet dengan asupan NaCl rendah dapat
menghasilkan keseimbangan NaCl sampai ke batas pengaturan
aldosterone.(14)
Hubungan sebenarnya antara sensitivitas NaCl dan hipertensi primer
belum dapat diungkap sepenuhnya, tetapi kemungkinan yang dapat
dipertimbangkan adalah respons terhadap katekolamin meningkat pada
orang yang sensitif terhadap NaCl. Hal ini, misalnya pada stres psikologis,
menyebabkan peningkatan tekanan darah yang lebih besar daripada
peningkatan yang normal; pada satu sisi disebabkan secara langsung oleh
11

efek peningkatan perangsangan jantung dan pada sisi lain terjadi secara
tidak langsung melalui peningkatan absorpsi ginjal serta retensi Na+.
Peningkatan tekanan darah yang menyebabkan diuresis tekanan dengan
peningkatan ekskresi Na+ untuk menjaga keseimbangan Na+. Mekanisme ini
juga terjadi pada orang sehat, tetapi peningkatan tekanan yang diperlukan
untuk ekskresi sejumlah besar NaCl adalah lebih rendah. Pada hipertensi
primer (seperti pada gangguan funsi ginjal), peningkatan tekanan darah yang
bergantung pada NaCl lebih tinggi dari normal. Diet rendah Na+ dapat
menurunkan (meskipun tidak menetap) hipertensi. Peningkatan suplai K+
secara bersamaan akan memperkuat efek ini dengan alasan yang tidak
diketahui. Mekanisme seluler sensitivitas garam masih menunggu
klarifikasi. Mungkin perubahan transpor Na+ seluler merupakan faktor
penting. Kenyataannya, konsentrasi selular NaCl meningkat pada hipertensi
primer yang menurunkan upaya pendorong pembawa penukar Na+/Ca+2
didalam membran sel. Akibatnya, terjadi peningkatan konsentrasi Ca+2
intrasel yang selanjutnya meningkatkan tonus otot vasokonstriktor.
Mungkin inhiibitor Na+–K+–ATPase yang menyerupai digitalis juga terlibat.
Zat ini dapat muncul dalam jumlah yang banyak atau mungkin terdapat
sensitivitas khusus terhadap zat tersebut ada hipertensi primer. Atriopeptin
(Atrial natriuretik peptide [ANP]) yang memiliki efek vasodilator dan
natriuretik mungkin tidak terlibat dalam pembentukan hipertensi primer.
Meskipun konsentrasi renin tidak meningkt pada hipertensi primer, tekanan
darah dapat dikurangi pada hipertensi primer, dengan menghambat
Angiotensin–Converting Enzyme (ACE inhibitor) atau antagonis reseptor
angiotensin.(14)
Berbagai bentuk hipertensi sekunder hanya berkisar 5–10% dari
semua kasus hipertensi, namun, berbeda dengan hipertensi primer, penyebab
hipertensi sekunder biasanya dapat diobati. Mengingat akibat lanjut yang
ditimbulkan hipertensi, pengobatan harus dimulai sedini mungkin.
12

Hipertensi renal merupakan bentuk hipetensi sekunder yang paling sering,


dan dapat memiliki penyebab berikut, yang sering kali tumpah tindih: setiap
iskemia ginjal, misalnya yang disebabkan oleh koartasio aorta atau stenosis
arteri renalis dan dari penyempitan arteriol dan kapiler ginjal
(glomerulonefritis aterosklerosis yang dipicu hipertensi), yang akan
menyebabkan pelepasan renin dari ginjal. Renin akan memecah dekapeptida
angiotensin I dari angiotensinogen di plasma. Suatu peptidase (Angiotensin
Converting Enzyme, ACE) dengan konsentrasi tinggi, terutama di paru,
membuang dua asam amino untuk membentuk angiotensin II. Oktapeptida
ini memiliki kerja vasokonstriktor yang kuat (TPR meningkat) dan
melepaskan aldosteron dari korteks adrenal (retensi Na+ dan peningkatan
curah jantung); kedua aksi ini meningkatkan tekanan darah. Pada penyakit
ginjal dengan penurunan massa ginjal fungsional bermakna, retensi Na+
dapat terjadi sekalipun suplai Na+ yang normal. Kurva fungsi ginjal lebih
tajam dari normalnya sehingga keseimbangan Na+ hanya dapat
dipertahankan pada tingkat tekanan darah hipertensi. Glomerulonefritis,
gagal ginjal, dan nefropati kehamilan adalah penyebab bentuk hipervolemik
primer dari hipertensi renal. Hipertensi renal juga dapat disebabkan oleh
tumor yang memproduksi renin atau (tanpa sebab yang jelas) ginjal
polikistik. Ginjal juga penting untuk bentuk hipertensi lain yang tidak
langsung berasal dari ginjal (hipertensi primer, hiperaldosteronisme,
sindrom adrenogenital, sindrom Cushing). Selanjutnya, pada setiap kasus
hipertensi kronik, perubahan sekunder akan terjadi cepat atau lambat
(hipertensi dinding vaskular, aterosklerosis): perubahan ini akan
melanggengkan hipertensinya, sekalipun penyebab utamanya sudah diobati
secara efektif. Jika stenosis arteri renalis unilateral terlambat diperbaiki
secara pembedahan, ginjal yang lain yang rusak juga akibat hipetensi akan
mempertahankan hipertensi tersebut.(14)
13

2.1.1.4 Faktor Risiko Hipertensi


Faktor risiko adalah faktor–faktor atau keadaan–keadaan yang
mempengaruhi perkembangan suatupenyakit atau status kesehatan. Istilah
mempengaruhi disini mengandung pengertian menimbulkan risiko yang
lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjangkitnya suatu
penyakit atau terjadinya status kesehatan tertentu. Faktor risiko yang dapat
berpengaruh pada kejadian hipertensi ada faktor risiko yang dapat diubah
dari faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat
diubah.(15)
a. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah
a. Umur
Umurnya seseorang yang beresiko menderita hipertensi adalah usia
di atas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia
40 tahun walaupun dapat terjadi pada usia muda.(11) Sebagai suatu
proses degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan
dewasa.(16) Demikian kecenderungan peningkatan prevalensi
menurut peningkatan usia dan biasanya pada usia >40 tahun. Umur
mempengaruhi terjadinya hipertensi. Bertambahnya umur maka
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi
hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40%
dengan kematian sekitar diatas 65 tahun. Pada usia lanjut hipertensi
ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah diastolik sebagai
bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada
tidaknya hipertensi.. Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan
pertambahan seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50–60%
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90
mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada
orang yang bertambah usianya.(15)
b. Jenis Kelamin
14

Berdasarkan data dari Amerika menunjukkan bahwa sampai usia 45


tahun tekanan darah laki–laki lebih tinggi sedikit dibandingkan
dengan wanita, antara usia 45 tahun sampai 55 tahun tekanan antara
laki–laki dan wanita relatif sama, dan selepas usia tersebut tekanan
darah wanita meningkat jauh daripada laki–laki. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh pengaruh hormon. Pada usia 45
tahun, wanita lebih cenderung mengalami aterosklerosis karena salah
satu sifat estrogen adalah menahan garam, selain itu hormon
estrogen juga menyebabkan penumpukan lemak yang mendukung
terjadinya aterosklerosis.(17)
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun, wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor perlindungan dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara
alami, umurnya mulai pada wanita 45–55 tahun.(17)
c. Keturunan (genetik)
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi. Pada 70–80 kasus hipertensi esensial didapatkan juga
riwayat hipertensi pada orang tua mereka. Adanya faktor genetik
pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
15

risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan


peningkatan kadar sodium individu dengan orang tua menderita
hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi.(17)
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam
daripada orang yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui
secara pasti penyebabnya. Namun, pada orang yang berulit hitam
ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap
vasopresin lebih besar.(16)
2. Faktor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi
a. Merokok
Zat–zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida dalam
rokok dapat memacu pengeluaran hormon adrenalin yang dapat
merangsang peningkatan denyut jantung. Karbon monoksida
memiliki kemampuan lebih kuat mengikat sel darah merah
(hemoglobin) dari pada O2, sehingga menurunkan kapasitas darah
merah tersebut untuk membawa O2 ke jaringan termasuk jantung,
untuk memenuhi kebutuhan O2 pada jaringan maka diperlukan
peningkatan produksi Hemoglobin dalam darah agar dapat mengikat
O2 lebih banyak untuk kelangsungan hidup sel. Merokok juga dapat
menurunkan kadar kolesterol baik (HDL) dalam darah. Jika kadar
HDL turun, maka jumlah kolesterol dalam darah yang akan
diekskresikan melalui hati juga akan berkurang. Hal ini dapat
mempercepat proses aterosklerosis penyebab hipertensi.(4)
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
darah. Rokok akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan pembuluh darah di ginjal, sehingga terjadi peningkatan
16

tekanan darah. Rokok dapat meningkatkan risiko kerusakan


pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh
darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Pasien
yang terkena hipertensi esensial biasanya menghabiskan rokok lebih
dari satu bungkus perhari dan telah berlangsung lebih dari satu
tahun.(4)
b. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur.(18)
Menurut National Institutes for Health USA, prevalensi
tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
>30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut
standar internasional).(18)
Tabel 3 Katagori Indek Masa Tubuh (IMT)(18)

IMT Kategori

<18,5 Berat badan kurang

18,5–22,9 Berat badan normal

≥23,0 Kelebihan berat badan

23,0–24,9 Beresiko menjadi obes

25,0–29,9 Obes I

≥30,0 Obes II

Menurut Hull (2001) perubahan fisiologi dapat menjelaskan


hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivitas saraf
simpatis dan sistem renin–angiotensin, dan perubahan fisik pada
ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin
17

plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya


reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah terus menerus.(18)
c. Stres
Stres meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini
mempengaruhi meningkatnya tekanan darah secara bertahap.
Apabila stres berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi
tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stres maka kelenjar
pituitari otak akan menstimulus kelenjar endokrin untuk
menghasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam darah
sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di Amerika Serikat
menemukan enam penyebab utama kematian karena stres adalah
penyakit jantung koroner (PJK), kanker, paru–paru, kecelakaan,
pengerasan hati dan bunuh diri.(17)
d. Asupan garam Na
Asupan garam yang berlebihan dapat menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya hipertensi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
adanya peningkatan volume cairan yang dapat meningkatkan
cardiac output. Penumpukan garam didalam tubuh akan
meningkatkan volume cairan ekstraseluler. kenaikan osmolaritas
cairan ekstraselul secara tidak langsung karena osmolaritas cairan
tubuh akan meningkat dan merangsang pusat haus. Hal ini dapat
meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Kenaikan osmolaritas
cairan ekstraselular juga dapat merangsang mekanisme sekresi
kelenjar hipotalamus–hipofisa posterior untuk mensekres lebih
banyak hormon antidiuretik. Hormon ini dapat menyebabkan ginjal
mengabsorpsi kembali air dalam jumlah besar dari cairan tubulus
ginjal. Tingginya asupan garam (khususnya Na+) juga diperkirakan
berhubungan dengan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik yang
18

menghambat transpor natrium intraseluler sehingga dapat


menyebabkan peningkatan tekanan darah.(19)
e. Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara
keseluruhan semakin banyak alkohol yang diminum semakin tinggi
tekanan darah. Tapi pada orang yang tidak meminum minuman
keras memiliki tekanan darah agak lebih tinggi daripada yang
meminum alkohol dengan jumlah yang sedikit.(20)
2.1.1.5 Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah yang menetap pada kisaran angka tinggi membawa risiko
berbahaya. Biasanya, muncul berbagai komplikasi, berikut ini komplikasi
hipertensi yang dapat terjadi:(11)
1. Kerusakan pada gangguan otak
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan
pembuluh darah sulit meregang sehingga aliran darah ke otak berkurang
dan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Pembuluh darah di otak
sangat sensitif sehingga apabila terjadi kerusakan atau gangguan di otak
akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya
pembuluh darah.
2. Gangguan dan kerusakan jantung
Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah
dengan tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah
sehingga kehabisan energi untuk memompa lagi. Gejalanya yaitu
pembengkakan pada pergelangan kaki, peningkatan berat badan, dan
napas yang tersengal–sengal.
3. Gangguan dan kerusakan ginjal
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat
sisa yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi,
19

pembuluh darah di ginjal tidak mampu lagi untuk menyaring darahdan


mengeluarkan zat sisa. Umumnya, gejala kerusakan ginjal tidak tampak.
Namun, jika dibiarkan terus–menerus akan menimbulkan komplikasi
yang lebih serius.
2.1.1.6 Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan
kerusakan organ target (seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit
ginjal). Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi
tanpa komplikasi dan <130/80 mmHg untuk pasien diabetes melitus dan
gagal ginjal kronis.
Terapi hipertensi meliputi :
a. Terapi non farmakologis
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan modifikasi
gaya hidup seperti menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan
dengan menjaganya pada kisar body mass index (BMI) yaitu 18,5-24,9;
mengadopsi pola makan Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH) yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu rendah lemak;
mengurangi konsumsi garam yaitu tidak lebih dari 100 meq/L;
melakukan aktivitas fisik dengan teratur seperti jalan kaki 30 menit/hari;
serta membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 kali/hari pada pria
dan 1 kali/hari pada wanita. Selain itu, pasien juga disarankan untuk
menghentikan kebiasaan merokok. Modifikasi pola hidup dapat
menurunkan tekanan darah, menambah efikasi obat antihipertensi, dan
mengurangi resiko komplikasi penyakit kardiovaskular.(12)
b. Terapi farmakologis
The United Kingdom Guideline, mengelompokan obat untuk hipertensi
berdasarkan usia dan ras dimana direkomendasikan ACE Inhibitor
sebagai lini pertama untuk pasien < 55 tahun dan CCB serta diuretic
20

tiazid untuk pasien dengan usia > 55 tahun dan untuk pasien yang
berkulit hitam.(12) Berikut ini merupakan beberapa golongan obat
antihipertensi, yaitu:
a) ACE Inhibitor
Obat ini menghalangi perubahan Angiostensin I menjadi
Angiostensin II baik secara sistemik maupun secara lokal di
beberapa jaringan serta plasma selain itu juga dapat menurunkan
jumlah resistensi pembuluh darah perifer, dan terjadinya penurunan
tekanan darah tanpa reflek stimulasi denyut jantung dan curah
jantung.
b) Diuretik
Obat ini menghasilkan efek antihipertensi dengan menurunkan
resistensi pembuluh darah perifer dalam jangka panjang sementara
mengurangi volume sirkulasi darah dalam jangka pendek dengan
menghambat Na reasorbsi oleh tubulus distal.
c) Ca Chanel Blockers
Menghasilkan efek antihipertensi dengan menghambat L-type-
voltage- dependent yang terlibat dalam masuknya ekstrasesluler ion
Ca, sehingga terjadi relaksasi pembuluh darah otot polos dan
mengurangi resistensi pembuluh darah perifer.
d) ARB (Angiotensin Receptor Blockers)
Obat ini menghasilkan efek antihipertensi yang secara khusus
mengikat angiotensin II reseptor tipe 1 dan menghambat
vasokonstriksi kuat. Pemberian ARB menyebabkan peningkatan AII
darah dan merangsang reseptor tipe 2, dapat mencegah terjadinya
penyakit kardiovaskular.
e) Beta Blockers
Beta-blockers bekerja dengan menurunkan kerja jantung dan
21

vasodilatasi pembuluh darah, yang menyebabkan detak jantung


menjadi lebih lambat. Mekanisme dari Beta-blockers yaitu memblok
aksi katekolamin seperti adrenalin dan noradrenalin pada reseptor
beta adrenergic. Meskipun beta-blockers memiliki efek untuk
menurunkan tekanan darah tetapi tidak memiliki banyak efek yang
positif dibandingkan dengan obat antihipertensi lainnya. Beta-
blockers seperti atenolol tidak direkomendasikan sebagai first-line
therapy darai hipertensi karena memiliki risiko yang relative
merugikan seperti stroke dan diabetes mellitus tipe 2. Tetapi obat
beta-blockers tidak diresepkan untuk penderita asma karena dapat
meningkatkan kejang otot di paru-paru.
2.1.2 Bawang Putih
2.1.2.1 Klasifikasi Bawang Putih

Gambar 1 Bawang Putih

Bawang putih mempunyai nama latin Allium sativum Linn. Sativum berarti
dibudidayakan, karena allium yang satu ini diduga merupakan keturunan dari
bawang liar Allium longicurpis Regel(21).
22

Klasifikasi ilmiah bawang putih adalah sebagai berikut:(6)


Kingdom : Plantae
Sub–Kingdom : Tracheobionta
Super Division : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Sub–Class : Liliidae
Order : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Allium L.
Species : Allium sativum L.
Tanaman bawang putih yang tergolong genus Allium memiliki
beberapa spesies yang diantara spesies–spesies tersebut telah banyak
dibudidayakan oleh petani. Misalnya, bawang putih (Allium sativum L),
bawang prei (Allium ampeloprasum L), bawang merah (Allium cepa L),
bawang kucai (Allium schoenoprasum L), bawang ganda (Allium odorum L),
dan bawang bakung (Allium fistulosum L).(6)
2.1.2.2 Kandungan Bawang Putih
Bawang putih mengandung minyak atsiri, yang bersifat anti bakteri dan
antiseptik. Kandungan allicin dan aliin berkaitan dengan daya anti kolesterol.
Daya ini mencegah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi dan lain-
lain. Kandungan Bawang putih dapat dilihat pada tabel 4.
23

Tabel 4 Komposisi Dalam 100 gram Bawang Putih (22)


Komposisi Kadar

Energi 122,00 kal.

Protein 7,00 gr.

Lemak 0,30 gr.

Karbohidrat 24,90 gr.

Serat 1,10 gr.

Abu 1,60 gr.

Kalsium 12,00 mg.

Fosfor 109,00 mg.

Zat Besi 1,20 mg.

Natrium 13,00 mg.

Kalium 346,00 mg.

Vitamin B1 0,23 mg.

Vitamin B2 0,08 mg.

Vitamin C 7,00 mg.

Niasin 0,40 mg.

Allicin 2,00–5,00 gr.

2.1.2.3 Manfaat Bawang Putih


Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai hal,
termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, ekstrak bawang putih 60 mg
memiliki sifat efektivitas yang mirip dengan captopril 2,5 mg(8), Bawang
putih mengandung allicin yang berasal dari alliin dan enzim allinase yang
memiliki efek menghambat angiotensin II dan vasodilatasi yang dibuktikan
pada penelitian terhadap binatang dan sel manusia. Banyak juga terdapat
publikasi yang menunjukkan bahwa bawang putih memiliki potensi
farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan antitrombotik.(21)
24

Bawang putih memiliki setidaknya 33 komponen sulfur, beberapa


enzim, 17 asam amino dan banyak mineral, contohnya selenium. Bawang
putih memiliki komponen sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan
spesies Allium lainnya. Komponen sulfur inilah yang memberikan bau khas
dan berbagai efek obat dari bawang putih. Akar dari bawang putih sudah
lama digunakan untuk kepentingan medis. Bawang putih dapat digunakan
dalam bentuk segar, dikeringkan atau disaring dan diambil minyaknya.
Bawang putih mempunyai konsentrasi tinggi sulfur. Tiosulfat, yang
mengandung allicin, merupakan substansi aktif dari bawang putih. Allicin
dibentuk ketika alliin, suatu asam amino yang mengandung sulfur, kontak
dengan enzim allinase ketika bawang putih mentah dipotong, dihancurkan,
atau dikunyah. Preparat bawang putih kering yang mengandung alliin dan
aliinase harus dikemas dalam bentuk salut enterik agar efektif karena asam
lambung dapat menghambat alliinase. Karena alliinase dideaktivasi oleh
panas, bawang putih yang telah dimasak kurang bermanfaat lagi secara
medis. Efek antimikroba, hipolipidemik, dan antitrombotik yang terdapat
pada bawang putih berhubungan dengan allicin dan produk pemecahannya.
Efek antineoplastik mungkin berhubungan dengan adanya komponen sulfur
atau komponen lainnya yang belum diketahui.(22)
25

2.1.3 Seledri
2.1.3.1 Klasifikasi Seledri

Gambar 2 Seledri
Herba seledri merupakan herba Apium graviolens L. Klasifikasi seledri
(Apium graviolens L.) adalah sebagai berikut:(23)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
kelas : Mangnoliopsida
subkelas : Rosidae
ordo : Apiales
family : Apiaceae
genus : Apium L.
spesies : Apium graviolens L.

Seledri adalah tanaman bionomikal herba yang tumbuh dengan


ketinggian 60–90 cm. Sistem akarnya dangkal, batang bercabang dan
bergerigi. Daunnya berbentuk oval sampai sub orbicular dengan 3 lobus
yang panjangnya 2–4,5 cm. Seledri dapat dibudidayakan di semua jenis tanah
kecuali tanah yang mengandung garam, alkali, dan kandungan air tinggi.
Seledri sangat sensitif terhadap reaksi tanah, sehingga pH tanah optimal
26

untuk pertumbuhan seledri adalah sekitar 5–7 . Seledri berasal dari dataran
rendah di Italia dan menyebar ke Swedia, Mesir, Aljazair, Ethiopia, dan
India. Seledri banyak mengandung minyak esensial seperti d-limonen dan
seskuiterpen. Kandungan air pada seledri mencapai 95%. Sumber lain
menyebutkan bahwa seledri mengandung minyak atsiri (1,5-3%), flavonoid
(glikosida apiin), kumarin, furanokumarin, isokuersetin, saponin, asparagin,
dan apialkali. Akarnya mengandung minyak atsiri, asparagin, tirosin,
glutamin, pentosan, dan manit. (23)
2.1.3.2 Kandungan Seledri
Herba seledri mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,60% dihitung
sebagai apiin. Herba seledri mangandung flavonoid, saponin, tannin 1%,
minyak atsiri 0,033%, flavo-glukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase,
asparagin, zat pahit, vitamin (A, B, dan C), 3-n-butylphthalide, dan
sedanenolide. Biji mengandung apiin, minyak menguap, apigenin, dan
alkaloid.(23)
2.1.3.3 Manfaat Seledri
Berdasarkan teori China, seledri efektif untuk menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Perbedaan tekanan darah pada manusia sebelum dan
sesudah terapi ditemukan signifikan yang mengindikasikan bahwa seledri
dapat digunakan sebagai pilihan yang aman dan efektif untuk terapi tekanan
darah tinggi. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa ekstrak air dan
etanol herba seledri yang diberikan secara injeksi intravena pada kelinci yang
dianestesi dapat menurunkan tekanan darah purata yang tergantung dosis.
Efek hipotensif singkat dan tekanan darah mencapai nilai basal sekitar 3-4
menit. Pada dosis tinggi, durasi respon hipotensif lebih panjang. Hasil
evaluasi mengenai mekanisme kerja seledri dalam menurunkan tekanan
darah berhubungan dengan blokade parsial komponen kolinergik. Pemberian
ekstrak etanol seledri dengan dosis 1 X 550 mg selama 7 hari pada maunisia
dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastole.(9)
27

Penurunan tekanan darah terjadi karena dalam seledri mengandung


senyawa 3-n-butylphthalide yang berefek memblok calcium channel,
vasodilatasi dan diuretik sehingga tekanan darah akan menurun.(9)
Senyawa 3-n-butylphthalide akan memblok calcium channel, yaitu
pada reseptor voltage-gated calcium channels (L-type) pada otot jantung dan
pembuluh darah. Akibatnya, ion kalsium tidak bisa masuk dan berikatan
dengan protein bernama kalmodulin. Karena tidak terbentuknya ikatan ion
kalsium-kalmodulin maka terjadi inaktivasi dari enzim myosin-kinase light
chain yang menyebabkan ATP tidak bisa memfosforilasi rantai ringan yang
terdapat di kepala miosin sehingga kepala miosin tak bisa berikatan dengan
filamen aktin, akibatnya tidak terjadi kontraksi otot polos.(9)
2.1.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan zat kmia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut
cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan
kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain–lain. Dengan
diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Cara ekstraksi secara garis
besar terbagi menjadi dua, yaitu ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara
dingin.(24)

1. Ekstraksi cara dingin


Metode ekstraksi cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
28

b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses
terdiri dari tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).
2. Ekstraksi cara panas
Metode ekstraksi terdiri dari:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
mum dilakukan pada temperatur 40–50oC.
d. Infundasi
Infundasi adalah proses penyaringan yang umumnyadilakukan
untuk mencari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan–
bahan nabati. Proses ini dilakukan pada suhu 90o C.
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur
sampai titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90–100o C.
29

Kerangka Teori

Penurunan tekanan
Seledri Bawang putih
darah

Respon baroreseptor
3-n-butylphthalide
Allicin

Aktivasi saraf
simpatis Renin Angiotensinogen

Memblok Vasodilatasi
calsium chanel pembuluh darah
Angiotensin I ACEI

Vasokontriksi
pembuluh darah
Penurunan
tekanan darah

Peningkatan
resistensi perifer Angiotensin II ACE

Peningkatan tekanan Aldosteron


darah

Reabsorbsi Na dan air


di ginjal

HIPERTENSI
Peningkatan volume
darah dan EDV

Keterangan

= menghambat
Skema 2.1 Kerangka teori
30

Kerangka Konsep
variable bebas

Ekstrak Bawang putih

Variabel terikat

Hipertensi

Ekstrak Seledri

Skema 2.2 Kerangka konsep

Hipotesis
1. Terdapat penurunan tekanan darah pada tikus putih jantan galur wistar
(Rattus norvegicus) yang hipertensi yang diberi ekstrak bawang putih
(Allium sativum).
2. Terdapat penurunan tekanan darah pada tikus putih jantan galur wistar
(Rattus norvegicus) yang hipertensi yang diberi ekstrak seledri (Apium
graveolens L.).
3. Terdapat perbedaan efektivitas ekstrak bawang putih (Allium sativum) dan
ekstrak seledri (Apium graveolens L.) terhadap penurunan tekanan darah
pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus) yang hipertensi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam lingkupan bidang Farmakologi dan Ilmu Penyakit
Dalam.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih satu tahun dimulai dari bulan Juli
2017 sampai bulan Mei 2018. Penelitian mulai dilakukan setelah mendapat
ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya
Gunung Jati. Tempat penelitian dilakukan pada Laboratorium Pusat Studi
Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian pre
test and post test with control group design dengan menggunakan tikus putih jantan
galur wistar (Rattus norvegicus) sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel
dilakukan secara simple random sampling.
Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur wistar
(Rattus norvegicus).
3.4.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah tikus putih galur wistar dengan usia
3–4 bulan yang didapat dari Laboratorium Pangan dan Gizi PAU Universitas
Gadjah Mada yang dibuat Hipertensi terlebih dahulu.
3.4.3 Sampel Penelitian
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah tikus yang memenuhi kriteria
inklusi.

34
35

3.4.3.1 Kriteria Inklusi


1. Tikus putih jantan yang dibuat hipertensi;
2. Usia 3–4 bulan;
3. Berat tikus 180–220 gram;
4. Kondisi sehat dan aktif yaitu tikus yang mempunyai aktivitas normal dan
tidak cacat.
3.4.3.2 Kriteria Eklusi
Tikus putih mengalami diare selama penelitian berlangsung.
3.4.4 Cara Sampling
Kelompok sampel dibagi menjadi 4 kelompok, dengan 2 kelompok kontrol dan
2 kelompok perlakuan dilakukan secara simple random sampling, yaitu
pengelompokan dilakukan secara random. Kelompok penelitian terdiri dari:
1. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol negatif yaitu tikus jantan galur
wistar yang hipertensi yang diberi aquades.
2. Kelompok 2 sebagai kontrol positif yaitu tikus putih jantan galur wistar
hipertensi yang diberikan obat captopril dengan dosis 2,5 mg.
3. Kelompok 3 sebagai kelompok perlakuan 1 yaitu tikus putih jantan galur
wistar hipertensi yang diberi ekstrak bawang putih dengan dosis 60
mg/kgBB.
4. Kelompok 4 sebagai kelompok perlakuan 2 yaitu tikus putih jantan galur
wistar hipertensi yang diberi ekstrak seledri dengan dosis 10 mg/kgBB.

3.4.5 Besar Sampel


Kelompok sampel dibagi 4 kelompok. Besarnya sampel tiap kelompok
ditentukan dengan rumus Federer. Bila dihitung sebagai berikut:
36

(n–1) (t–1) ≥ 15

(n–1) (4–1) ≥ 15

3n – 3 ≥ 15

3n ≥ 18

N ≥6
Keterangan:
n= Jumlah sampel
t= Jumlah kelompok
Jadi, jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 x 6 = 24
ekor tikus. Dalam penelitian ini, tikus dibagi dalam kelompok kontrol negatif,
kontrol positif, dan dua kelompok uji. Jumlah sampel setiap kelompok
sebanyak 6 ekor, sehingga didapatkan besar sampel sejumlah 24 ekor tikus.
Untuk menghindari terjadinya drop out maka sampel ditambah 10% dari setiap
kelompok dan total besar sampel menjadi 28 ekor.
Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak bawang putih dan ekstrak
seledri.
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hipertensi.
37

Definisi Operasional
Tabel 5 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala

1. Ekstrak Bawang Putih yang telah Timbangan Dosis : 60 Nominal


Bawang dilakukan ekstraksi mg/kgBB
Putih dengan cara maserasi
diberikan kepada tikus
putih jantan sebagai anti
hipertensi
2 Ekstrak Seledri yang telah Timbangan Dosis : 10 Nominal
Seledri dilakukan ekstraksi mg/kgBB
dengan cara maserasi
diberikan kepada tikus
putih jantan sebagai anti
hipertensi
1 Hipertensi Peningkatan tekanan blood Tekanan darah Rasio
darah tikus putih jantan pressure Sistolik dan
yang diukur dengan cara analyzer Diastolik
tail cuff method (mmHg)
mengunakan alat blood
pressure analyzer.
Metode ini me
mungkinkan peneliti
untuk mengetahui
tekanan darah sistolik
dan diasolik
38

Cara pengumpulan Data


3.7.1 Alat dan Bahan
3.7.1.1 Alat
Alat yang digunakan adalah kandang hewan coba, timbangan electrical
scale, oven, sonde, blood pressure analyzer, spuit tumpul dan vacum rotary
evaporator.
3.7.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah ekstrak bawang putih, Ekstrak Seledri,
aquades, NaCl 8%, makanan dan minuman standar untuk tikus, dan ethanol
70%.
3.7.2 Prosedur Penelitian
1. Prosedur pembuatan ekstrak bawang putih dan ekstrak seledri.
Metode yang digunakan pada penelitian ini untuk mengekstrak bawang
putih (Allium sativum) dan seledri (Apium graveolens L.) adalah metode
maserasi. Pada bawang putih metode maserasi ini menggunakan pelarut
etanol 70%. Sebanyak 500 gram bawang putih terlebih dahulu dikupas
kulitnya lalu dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan daam oven pada suhu
40oC sampai kering. Kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk kering.
Serbuk kering direndam dalam 2 liter pelarut etanol 70% selama 3x24
jam. Kemudian diambil filtratnya dengan penyaringan. Pengadukan pada
metode maserasi dilakukan sebanyak 12 kali selama 15 menit. Kemudian
dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dari ampas. Hasil
saringan kemudian diuapkan dengan rotary vacuum evaporator sampai
kental. Ekstrak bawang putih disimpan dalam lemari es pada suhu 4 oC
dan tidak terkena cahaya matahari langsung.
Seledri segar sebanyak 1 kg dicuci bersih dengan air mengalir dan
ditiriskan menggunakan tampah. Kemudian daun seledri dioven pada
suhu 40 °C sampai kering, lalu dihaluskan dengan blender dan diayak
menggunakan ayakan berukuran 50 mesh. Simplisia halus direndam
39

dalam etanol 70 % sebanyak 2 liter pada toples kaca bertutup dengan


perbandingan 1:10 b/v selama 3x24 jam. Hasil rendaman kemudian
disaring. Filtrat dari rendaman tersebut dilakukan proses remaserasi
menggunakan etanol 70 % sesuai dengan proses maserasi sebelumnya.
Semua maserat di uapkan menggunakan rotary evaporator dan
dihasilkan ekstrak kental seledri.(25) Pembuatan ekstrak bawang putih dan
seledri ini dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi PAU Universitas
Gadjah Mada.
2. Langkah Penelitian
a. Adaptasi tikus putih jantan galur wistar dalam lingkungan
laboratorium.
Tikus putih jantan galur wistar diadaptasikan dalam kandang selama
tujuh hari dengan diberi makanan standar untuk tikus yaitu pellet dan
akuades secara ad libitum setiap hari. Pemberian pakan dilakukan
sebanyak dua kali perhari, yaitu pada pagi dan sore hari. Kebersihan
kandang dijaga dengan mengganti sekam dan membersihkan kandang
hewan uji setiap dua hari sekali. Kandang tikus harus terhindar dari
lingkungan yang bising untuk menjaga agar tikus tidak mengalami
stress yang dapat mempengaruhi penelitian.(25)
b. Induksi hipertensi dengan pemberian NaCl 8%.
Dua puluh delapan ekor tikus diberi larutan NaCl 8% sebanyak 3 ml
per hari. Pemberian larutan garam ini dilakukan dengan teknik sonde
untuk memastikan agar tidak ada yang terbuang atau tersisa. Teknik
sonde merupakan teknik pemberian kepada hewan coba elalui rongga
mulut dengan menggunakan spuit dan jarum suntik tumpul. Perlakuan
ini diberikan selama 7 (tujuh) hari untuk mendapatkan tekanan darah
diatas normal.(26)
c. Pengukuran tekanan darah sebelum diberi perlakuan.
40

Setelah tujuh hari diberi NaCl 8%, hewan uji dilakukan pengukuran
tekanan darah. Semua hewan coba diukur tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik dengan menggunakan alat blood pressure
analyzer dengan metode tail cuff method. Hasil pengukuran kemudian
dicatat untuk dianalisis secara statistik.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada tikus
hipertensi spontan atau hipertensi buatan. Pengukuran tekanan darah
dengan Tail Cuff method menggunakan alat blood pressure analyzer
untuk hewan uji. Metode ini memungkinkan peneliti untuk
mengetahui tekanan darah sistolik dan diastolik. Prinsip kerja
pengukuran tekanan darah adalah cuff pada ekor digelembungkan
sampai mencapai tekanan darah diatas tekanan darah sistolik,
sehingga nadi menghilang kemudian cuff dikurangi perlahan–lahan.
Pada saat tekanan darah mencapai dibawah tekanan sistolik nadi akan
muncul kembali. Cara pengukuran ini sesuai dengan cara pengukuran
tekanan darah menggunakan sphygmomanometer pada manusia.
Pengukuran tekanan darah pada metode tail cuff selain digunakan
pada tikus juga dapat digunakan pada mencit, anjing dan primata
kecil. Tekanan darah sistol normal untuk tikus putih jantan adalah
122,25 ± 7,63 mmHg dan diastol 78 ± 9,44 mmHg. Apabila nilai
tekanan darah diatas normal maka dapat dikatakan hipertensi.
d. Membagi kedalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Tikus putih jantan galur wistar dibagi kedalam 4 kelompok.
Kelompok kontrol negatif dengan tidak diberi perlakuan, kelompok
kontrol positif diberi captopril dengan dosis 2,5mg, kelompok
perlakuan 1 merupakan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak
bawang putih dengan dosis 60 mg/kgBB, kelompok perlakuan 2
merupakan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak seledri
dengan dosis 10mg/kgBB.
41

Pemberian ekstrak bawang putih dan ekstrak seledri dilakukan


satu kali setiap hari secara oral selama empat belas hari. Sebelumnya
ekstrak bawang putih dan seledri diencerkan dengan aquades
kemudian disedot menggunakan sonde yang ujungnya terbuat dari
karet dan dimasukkan melalui mulut tikus hingga mencapai lambung.
e. Pengukuran tekanan darah setelah diberi pengukuran.
Setelah tujuh hari perlakuan, melakukan pengukuran tekanan darah
yang kedua. Pengukuran tekanan darah diukur pada masing– masing
tikus secara random, baik kelompok perlakuan maupun kelompok
kontrol dengan menggunakan alat blood pressure analyzer dengan
metode tail cuff method.
Hasil pengukuran kemudian dicatat, lalu dibandingkan antara
pengukuran yang sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi
perlakuan dengan menggunakan uji statistik.
42

Alur Penelitian
Skema 3.1 Alur penelitian
Tikus putih jantan galur wistar 25 ekor

Adaptasi selama 7 hari dengan aquades


dan pemberian pakan standar

Induksi hipertensi dengan NaCl 8%


3ml perhari selama 7 hari

Pre test

Pembagian kedalam kelompok kontrol


dan kelompok perlakuan

K1 K2 P1 P2

Pemberian Pemberian Pemberian Pemberian


pakan standar pakan pakan standar pakan standar
+ aquades standar + + esktrak + ekstrak
captopril 2,5 bawang putih seledri
mg/kgBB 60 mg/kgBB 10mg/kgBB

Perlakuan selama 14 hari

Post test

Membandingkan pre dan post test uji statistik


43

Analisis Data
Data yang diambil akan dianalisis secara statistik dengan uji normalitas yaitu
dengan uji Saphiro–Wilk karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 28 ekor (<50) untuk mengetahui apakah ada data yang diperoleh
distribusinya normal atau tidak. Jika distribusi data normal dilakukan uji T
berpasangan untuk melihat perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan, jika
distribusi data tidak normal dilakukan uji Wilcoxon. Analisis selanjutnya jika
distribusi data nomal adalah uji One Way Anova dan uji homogenitas
dilanjutkan dengan uji Post-hoc yang sesuai untuk melihat perbedaan antar
kelompok perlakuan. Jika distribusi data tidak normal maka dilakukan uji
Kruskal Wallis lalu dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.
Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian penulis meminta persetujuan etik terlebih
dahulu dari Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Unswagati.
Kemudian penulis juga mengajukan surat permohonan dan persetujuan untuk
melakukan penelitian di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM.
Penelitian yang dilakukan menggunakan subjek berupa tikus. Seluruh tikus
dirawat secara baik sebelum dilakukan percobaan atau penelitian. Pemberian
pakan dilakukan dua kali sehari dengan menggunakan pelet atau pakan tikus.
Kebersihan kandang dijaga setiap dua kali sehari untuk menjaga kesehatan
tikus. Penerangan diatur dengan siklus 12 jam terang (06.00–18.00) dan 12 jam
gelap (18.00–06.00). Tikus dipelihara dalam ruangan berventilasi dan
dikandangkan dengan suhu ruangan berkisar 28–32°C.
Pemusnahan hewan
Hewan coba yang selesai digunakan segera dimusnahkan sesuai etik hewan
percobaan yang semestinya. Cara terbaik untuk memusnahkan hewan coba
adalah teknik cervical dislocation dengan menggunakan alat-alat yang tersedia,
amat praktis dilakukan pada tikus. Dilakukan dengan cara memisahkan
tengkorak dan otak dari sumsum tulang belakang. Teknik untuk melakukan
44

metode ini ialah dengan memberikan tekanan ke bagian posterior dasar tulang
tengkorak dan sumsum tulang belakang. Bila sumsum tulang belakang terpisah
dari otak, refleks kedip menghilang, ransangan rasa sakit menghilang
Jadwal Penelitian

Kegiatan Waktu Penelitian


Penelitian 07/ 08 09 10 11 12 01/ 02 03 04
2017 2018

Pembuatan
Judul
Proposal
Penyusunan
Proposal
Konsultasi
Ujian
Proposal
Perbaikan
Pelaksanaan
Penelitian
Pengolahan
dan Analisis
Data
Ujian KTI

Tabel 6 Jadwal Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

1. Sukarmin. Pengaruh Terapi Healing Touch Terhadap. J Kesehat “Samodra


Ilmu.” 2016;7(1):24–9.

2. Nwankwo T, Yoon SS, Burt V, Gu Q. Hypertension among adults in the


United States: National Health and Nutrition Examination Survey, 2011-2012.
NCHS Data Brief [Internet]. 2013;(133):1–8. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24171916

3. kementerian kesehatan RI. Mencegah dan Mengontrol Hipertensi Agar. Pus


Data dan Inf Kementeri Kesehat RI. 2014;3–4.

4. Price S, dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses–Proses Penyakit Edisi 6


Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.; 2014. 583 p.

5. Reviews P. Role of natural herbs in the treatment of hypertension.


2011;(August 2016).

6. Imelda M, Kurniawan S. Peranan Garlic ( Bawang Putih ) pada Pengelolaan


Hipertensi. Cdk. 2013;40(10):746–50.

7. Nwokocha CR, Ozolua RI, Owu DU, Nwokocha MI, Ugwu AC.
Antihypertensive properties of Allium sativum (garlic) on normotensive and
two kidney one clip hypertensive rats. Niger J Physiol Sci. 2011;26(2):213–8.

8. Febriyanti E, Rahmatun DN, Thysmelia TA. Uji Perbandingan Efektivitas


Ekstrak Bawang (Allium sativum) Dengan Captopril Terhadap Tikus Jantan
Galur Wistar (Rattus norvegicus) Dengan Hipertensi. Fakultas Kedokteran
Unswagati. 2017.

9. Dewi K, Krisanti JD, OL. The Effect Of Celery Ethanol Extract (Apium
graveolens L.) On Male Adult’s Blood Pressure. J Med Planta. 2010;1.

44
45

10. S. D. Care You Self Hypertension. Jakarta: Penebar Plus; 2008.

11. Kumar V, Abbas AK, C. J. Buku Ajar Patologi Robbins. 9th ed. Nasar IM,
editor. Singapore: Elsevier Saunders; 2013. 379–383 p.

12. Chobanian A V, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green L a, Izzo JL et
al. Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNE 7).

13. Bolívar JJ. Essential hypertension: An approach to its etiology and neurogenic
pathophysiology. Int J Hypertens. 2013;2013.

14. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC;
2014.

15. Hu L, Huang X, You C, Li J, Hong K, Li P, et al. Prevalence and risk factors


of prehypertension and hypertension in Southern China. PLoS One [Internet].
2017;12(1):1–15. Available from: http://dx.doi.org/10.1371/journal.
16. Budi R. Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Sakkhasukma;
2013.

17. Jangid P, Tilwani K, Maheshwari M, Nagal M, Soni ND. Co-Relation of


Family History of Hypertension with Hypertension in the Young Male Adults
in Western Rajasthan. Indian J Clin Anat Physiol [Internet]. 2015;2(4):223.
Available from:http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:ijcap&vol
=2&issue=4&article=014
18. Daniell H. NIH Public Access. 2012;76(October 2009):211–20.

19. Blaustein MP, Leenen FHH, Chen L, Golovina V a, Hamlyn JM, Pallone TL,
et al. How NaCl raises blood pressure: a new paradigm for the pathogenesis of
salt-dependent hypertension. Am J Physiol Heart Circ Physiol [Internet].
2012;302(5):H1031-49. Available from:http://www.pubmedcentral.nih.gov/
46

articlerender.fcgi?artid=3311458&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
20. Oladimeji AM, Fawole O, Nguku P, Nsubuga P. Prevalence and factors
associated with hypertension and obesity among civil servants in Kaduna,
Kaduna State, June 2012. Pan Afr Med J [Internet]. 2014;18 Suppl 1(June
2012):13. Available from:http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.
fcgi?artid=4199344&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
21. Qurbany ZT. The Benefits Of Garlic ( Allium sativum ) AS Antihypertension.
2015;4:116–21.

22. Ruslie RH, Rsud D, Alam ZAP, Kanan KW. Peranan Bawang Putih (Allium
sativum) Terhadap Hipertensi.

23. Prawesti A shinta. Analisis Mikroskopis, Makroskopis, dan Skrining


Kandungan Kimia Daun seledri (Avium graviolens L.) dan Peterselli.
2010;2010.

24. Mukhriani. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif. J


Kesehat. 2014;VII(2):361–7.

25. Majidah D, Fatmawati DWA, Gunadi A,. Daya Antibakteri Ekstrak Daun
Seledri ( Apium graveolens L .) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans
sebagai Alternatif Obat Kumur (Antibacterial Activity of Celery Leaves
Extract [ Apium graveolens L . ] against Streptococcus mutans as an
Alternative). Kedokteran Gigi Universitas Jember, et al. 2014.

26. World Health Organization. Sodium in Drinking-water Background document


for development of WHO Guidelines for Drinking-water Quality. Guidel Drink
Water Qual. 1996;2.
47

Anda mungkin juga menyukai