TINDAKAN ALVEOLEKTOMI
B. Persiapan Alveolektomi
1. Persiapan, meliputi persiapan mental, jasmani dan rohani
2. Kondisi pasien harus dalam kedaan sehat, tidak capek, serta tidak ada
keluhan nyeri.
3. Penerapan prinsip sterilisasi, instrumentasi
1
3
C. Penatalaksanaan Alveolektomi
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada tindakan
alveolektomi.
2. Informed Consent
3. Pengukuran tekanan darah pasien
4. Asepsis (operator, asisten, dan pasien)
a. Operator
Cuci tangan dengan cairan desinfektan, menggunakan perlengkapan
bedah dengan tepat (gaun, handscon, masker, topi menutupi rambut,
sandal yang bersih)
b. Pasien
Memasang duk steril pada pasien, desinfeksi intraoral menggunakan
povidon iodine 10% dengan gerakan sentrifugal serta ekstraoral
menggunakan alkohol 70%.
c. Pengaplikasian anastesi topikal diikuti dengan melakukan anastesi
infiltrasi pada daerah Alveolar ridge labially maxillary yaitu disekitar
regio gigi kaninus rahang atas kiri. Tunggu ±1 menit hingga anastesi
berjalan sebelum dilakukan tindakan alveolektomi
D. Pembukaan Flap
Pada tahap ini akan dilakukan insisi untuk membuat flap. Flap yang akan
dibuat yakni dengan teknik full thickness (mukoperiosteum) menggunakan
scalpel. Insisi yang akan digunakan pada kasus ini ialah insisi horizontal. Insisi
dibuat pada daerah labial yaitu pada daerah alveolar yang akan dikurangi. Insisi
dibuat ± sepanjang 1,5 cm.
Prosedur ini dilakukan untuk memisahkan mukoperiosteal flap dan tulang.
Periosteal elevator/raspatorium diletakkan sampai berkontak langsung dengan
tulang melalui periosteum garis insisi.
3
E. Pengambilan Tulang
Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bur, rongeur atau knabel
tang.pada saat pengambilan tulang dengan bur (straight-lowspeed) harus diikuti
dengan melakukan irigasi menggunakan larutan saline. Bur diputar perlahan dan
penggunaanya intermitten dengan penekanan yang cukup. Setelah pengambilan
tulang cukup, tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file. Lalu lakukan
pengecekan kembali dengan menggunakan jari telunjuk apakah masih ada bagian
alveolar yang tajam.
Selanjutnya lakukan reposisi pada flap kembali. Jika terdapat kelebihan
jaringan (overlap) dapat dilakukan pengurangann dengan gunting jaringan atau
blade, setelah itu ratakan jaringan lunak tersebut kembali ke tempatnya dengan
jari telunjuk. Sebelum dilakukan penjahitan, flap dibersihkan dengan
menggunakan aquades kembali agar sisa tulang terbuang serta diirigasi kembali
dengan povidon iodine.
F. Penjahitan
Pada tahap ini dilakukan pengembalian flap dengan penjahitan dimulai dari
bagian mesial regio Alveolar ridge labially maxillary terlebih dahulu kemudian
diikuti bagian yang lainnya. Akan dilakukan penjahitan dengan metode
3
c. Bagian yang panjang diputar dua kali mengitari ujung needle holder.
Lingkaran-lingkaran tersebut diletakkan ditepi untuk membuat ikatan
(simpul) dan untuk menghindari kekusutan.
d. Bagian yang pendek dari benang dijepit dengan ujung dari needle holder.
f. Simpul dikencangkan, putaran yang kedua pada simpul akan menjamin simpul
tidak akan berubah.
g. Needle holder diletakkan lagi diantara dua benang dan bagian yang panjang
diputar dua kali disekitar beak dari needle holder, tanpa menarik seluruh
simpul.
h. Bagian yang pendek dijepit lebih ujung dari needle holder dan ditarik melalui
lingkaran-lingkaran yang dibuat.
Hal yang perlu diketahui bahwa penjahitan tidak boleh mengakibatkan tarikan
dari tepi luka yang dapat mengakibatkan kerusakan aliran darah dengan akibat
lanjut berupa nekrosis jaringan. Ataupun benang jahitan dapat merobek mukosa
dan menyebabkan terbukanya lagi daerah pembedahan.
Setelah itu berikan gigitan tampon yang telah dibasahi povidone iodine.
Instruksikan untuk menggigit tampon 30-60 menit. Tampon dapat diganti dengan
tampon steril sampai beberapa kali.
H. Resep
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Alveolektomi
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris
yang menonjol baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi juga berarti
pemotongan sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus
alveolaris yang tajam pada maksila atau mandibula, pengambilan torus palatinus
maupun torus mandibularis yang besar. Alveolektomi bertujuan untuk
mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi
gigitiruan. Tindakan ini meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam,
mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi, dan menghilangkan
eksostosis.
B. Tujuan
1. Menbuang ridge alveolus yang tajam dan menonjol
2. Membuang tulang interseptal yang sakit sewaktu dilakukan gingivektomi
3. Untuk memperbaiki abnormalitas dan deformitas pada prosesus alveolaris
ridge yang mempengaruhi artificial denture atau alat-alat lain.
4. Mengurangi tuberositas melalui pengurangan undercut tubermaksila.
C. Indikasi Alveolektomi
1. Kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge di maksila atau
untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi.
2. Gigi dengan abses yang perlu dihilangkan pusnya.
3. Rahang yang perlu dipreparasi untuk tujuan prostetik yaitu untuk meperkuat
stabilitas dan retensi gigi tiruan
4. Alveolar ridge yang runcing dan dapat menyebabkan neuralgia, protesa tidak
stabil, protesa sakit waktu dipakai.
5. Tuberositas yang perlu dihilangkan untuk mendapatkan protesa yang stabil
dan enak dipakai
3
6. Eksisi eksositosis.
7. Perlunya menghilangkan undercut.
8. Keperluan perawatan ortodontik, bila pemakaian alat ortodontik tidak
maksimal maka dilakukan alveolektomi
9. Penyakit periodontal yang parah dan mengakibatkan kehilangan sebagian
kecil tulang alveolarnya.
10. Ekstraksi gigi yang traumatic maupun karena trauma eksternal.
D. Kontraindikasi Alveolektomi
1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis
3. Periodontitis
E. Klasifikasi Alveolektomi
1. Alveolektomi setelah pencabutan 1 gigi
Alveolektomi yang dilakukan setelah pencabutan satu gigi. Tindakan ini
dilakukan karena daerah yang edentulous sudah mengalami resorpsi sehingga
bila gigi tersebut dicabut akan terlihat prosesus alveolaris yang lebih menonjol.
Pada kasus gigi posterior yang tinggal sendiri menimbulkan kendala dan
memerlukan tindakan yang khusus karena sering mengalami ekstrusi atau supra-
erupsi. Tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk
mendukung hal tersebut. Pada lengkung rahang atas, keberadaan sinus
maksilaris menambah rumit masalah karena erupsi yang memanjang sering
disertai dengan penurunan sinus. Alveolektomi dilakukan segera setelah
pencabutan gigi atau sekunder. Serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari
periosteum yang terjadi karena pencabutan dibuang terlebih dahulu. Diikuti
dengan reduksi undercut yang tidak dikehendaki dan tonjolan-tonjolan tulang
lainnya.
3
Pertama sekali bagian dari mukosa diinsisi bentuk oval dari mesial dan distal
ke soket gigi yang dicabut, tulang dihaluskan dengan ronguer dan bur,
selanjutnya diirigasi, kemudian luka dijahit, jika pada palpasi terdapat tulang
yang kasar pada soket yang dipencabutan, tulang dibentuk dengan
menggunakan bone file, dan bisa dikombinasikan dengan ronguer.
3. Alveolektomi setelah pencabutan Multiple
Setelah pemeriksaan klinis dan penilaian radiologi, dilakukan pencabutan
gigi dengan menggunakan anestesi lokal kemudian semua gigi dicabut satu
persatu dengan hati-hati.
Insisi dibuat pada ridge alveolar untuk memotong papilla interdental dan
Gingiva dilepaskan dari prosesus alveolaris; segera sesudah didapat ruangannya,
ujung-ujung tulang dibuang (tulang intraseptal dan penonjolan tulang)
menggunakan ronguer;
3
selanjutnya daerah tersebut dihaluskan dengan bone file dan tulang dipalpasi
untuk memastikan kehalusan dari tulang diikuti dengan irigasi larutan salin
yang banyak pada daerah operasi dan terakhir dilakukan penjahitan.
selanjutnya dilakukan irigasi yang banyak dengan larutan salin pada daerah
operasi dan permukaan jaringan lunak. Papilla gingival diratakan untuk
memudahkan penyatuan flep sebelum dilakukan penjahitan terputus.
penyembuhan yang lambat, resobsi tulang berlebihan, tulang yang patah atau
pengambilan tulang yang terlalu banyak dan osteomyelitis.
luka yang tertutup maupun flap yang telah dijahit.Hematom yang terjadi dapat
hematoma submukosal, subperiosteal, intramuscular, dan fasial. Terapi untuk
hematoma adalah dengan aplikasi dingin pada 24 jam pertama, lalu diikuti
dengan aplikasi panas. Kadang-pemberian antibiotik dianjurkan untuk
mencegah supurasi dari hematoma, dan analgesic untuk mengurangi rasa
sakitnya.
4. Tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak
Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum
pembuatan gigi tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi
pengambilan tulang yang terlalu banyak atau tulang tersebut patah. Karena itu
perlu dipertimbangkan untuk melakukan reposisi dengan menggunakan free
bone graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru, serta
mengurangi resobsi tulang.
5. Osteomyelitis
Komplikasi berupa osteomyelitis jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien
immunocompromise atau pasien yang telah mendapat radiasi pada rahang
yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke tulang rahang.Prinsip
penanganan osteomyelitis sama seperti pada kasus-kasus infeksi pyogenic,
yaitu insisi dan drainase pus dan terapi antibiotik. Antibiotik yang digunakan
antara lain metronidazole dan amokxicillin yang diberikan bersamaan.
Clindamycin yang dapat berpenetrasi dengan baik ke tulang juga efektif untuk
mengatasi infeksi bakteri anaerob.Jika fase akut sudah terlewati, dilakukan
pengambilan jaringan lunak yang nekrosis dan kuretase.Jika tulang telah
mengalami banyak pengurangan, dapat dimungkinkan dilakukan bone
grafting setelah infeksi benar-benar sudah dapat ditangani.
3
DAFTAR PUSTAKA
Archer., W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia:
Saunders.
Basa.,S, dkk. 2010. Preprosthetic and Oral Soft Tissue Surgery. United Kingdom:
Wiley-blackwell
Fragiskos., D. 2007. Oral surgery, 1st ed. Heidelberg: Springer.
Jainkittivong., A, Langlais., RP. Buccal and exostoses: Prevalence and concurrence
with tori. J Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000; 90: 48-52.
Quran., FAM, Dwairi., ZN. Torus palatinus and torus mandibularis in edentulous
patients. J of Contemporary Dental Practice 2006; 7(2): 1.
Sawair., FA, Shayyab., MH. Prevalence and clinical characteristics of tori and
jaw exostoses in a teaching hospital in Jordan. J Saudi Med (2009);
30(12): 1557-1562.