Anda di halaman 1dari 17

BAB I

TINDAKAN ALVEOLEKTOMI

A. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan


1. 1 set pakaian OK (pakaian, 16. Hemostat
17. Needle Holder
penutup kepala, masker,
18. Pinset chirurgies
kacamata pelindung,lateks 19. Standard suture scissors
20. Soft tissue scissors
glove, sendal)
21. Suction Tip
2. Lap meja, alas steril untuk
22. Suture needle
pasien 23. Suture material/benang Jahit
3. Diagnostik set standar (kaca
(nylon)
mulut, sonde, eskavator, pinset, 24. Dappen glass
25. Mangkok melamin
eskavator)
26. Kapas, tampon dan cotton
4. Stetoskop/spigmonanometer
5. Nierbekken pellet
6. Syringe Disposable 3 cc 27. Alkohol 70%
7. Syringe disposable 5 cc (dua 28. Povidone Iodine 10%
29. Larutan saline/NaCl
buah)
30. Epinephrine (Adrenaline) 1 ml,
8. Local Anaesthesia
diberikan 0,2-1,0 ml SC atau
(Pehacaine/Lidokain HCL) 2
IM
ampul
31. Hemiseal/hemospon
9. Scalpel handle no.3&Blade
32. Alvolgil
No.15 33. Minosep Gargle
10. Raspatorium/molt periosteal 34. BecomC @500mg (tablet)
35. Asam mefenamat @500mg
elevator
11. Flep retractor (tablet)
12. Straight handpiece serta bur 36. Amoxicillin @500 mg (tablet)
37. Asam traneksamat @500mg
tulang round dan fissure bur
13. Bone File (tablet)
14. Knable tang 38. Kalium diklofenak @50mg
15. Bur Tulang
(tablet)

B. Persiapan Alveolektomi
1. Persiapan, meliputi persiapan mental, jasmani dan rohani
2. Kondisi pasien harus dalam kedaan sehat, tidak capek, serta tidak ada
keluhan nyeri.
3. Penerapan prinsip sterilisasi, instrumentasi

1
3

C. Penatalaksanaan Alveolektomi
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada tindakan
alveolektomi.
2. Informed Consent
3. Pengukuran tekanan darah pasien
4. Asepsis (operator, asisten, dan pasien)
a. Operator
Cuci tangan dengan cairan desinfektan, menggunakan perlengkapan
bedah dengan tepat (gaun, handscon, masker, topi menutupi rambut,
sandal yang bersih)
b. Pasien
Memasang duk steril pada pasien, desinfeksi intraoral menggunakan
povidon iodine 10% dengan gerakan sentrifugal serta ekstraoral
menggunakan alkohol 70%.
c. Pengaplikasian anastesi topikal diikuti dengan melakukan anastesi
infiltrasi pada daerah Alveolar ridge labially maxillary yaitu disekitar
regio gigi kaninus rahang atas kiri. Tunggu ±1 menit hingga anastesi
berjalan sebelum dilakukan tindakan alveolektomi

D. Pembukaan Flap
Pada tahap ini akan dilakukan insisi untuk membuat flap. Flap yang akan
dibuat yakni dengan teknik full thickness (mukoperiosteum) menggunakan
scalpel. Insisi yang akan digunakan pada kasus ini ialah insisi horizontal. Insisi
dibuat pada daerah labial yaitu pada daerah alveolar yang akan dikurangi. Insisi
dibuat ± sepanjang 1,5 cm.
Prosedur ini dilakukan untuk memisahkan mukoperiosteal flap dan tulang.
Periosteal elevator/raspatorium diletakkan sampai berkontak langsung dengan
tulang melalui periosteum garis insisi.
3

Gambar 2.Desain pembukaan flap


Tujuan tahap ini ialah untuk mendapatkan lapang pandang yang baik, jalan
masuk alat yang cukup, dan trauma seminimal mungkin. Beberapa prinsip yang
mendasari desain flap mukoperiosteal yaitu:
a. Menyediakan ruang yang cukup bagi daerah yang akan dioperasi
b. Dasar flap harus lebar sehingga jaringan lunak mendapatkan suplai darah
yang cukup setelah penutupan luka
c. Untuk menghindari pendarahan full thickness mukoperiosteal flap harus
ditinggikan.
d. Insisi harus didesain sedemikian rupa sehingga flap dapat menutupi tulang
padat.

E. Pengambilan Tulang
Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bur, rongeur atau knabel
tang.pada saat pengambilan tulang dengan bur (straight-lowspeed) harus diikuti
dengan melakukan irigasi menggunakan larutan saline. Bur diputar perlahan dan
penggunaanya intermitten dengan penekanan yang cukup. Setelah pengambilan
tulang cukup, tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file. Lalu lakukan
pengecekan kembali dengan menggunakan jari telunjuk apakah masih ada bagian
alveolar yang tajam.
Selanjutnya lakukan reposisi pada flap kembali. Jika terdapat kelebihan
jaringan (overlap) dapat dilakukan pengurangann dengan gunting jaringan atau
blade, setelah itu ratakan jaringan lunak tersebut kembali ke tempatnya dengan
jari telunjuk. Sebelum dilakukan penjahitan, flap dibersihkan dengan
menggunakan aquades kembali agar sisa tulang terbuang serta diirigasi kembali
dengan povidon iodine.

F. Penjahitan
Pada tahap ini dilakukan pengembalian flap dengan penjahitan dimulai dari
bagian mesial regio Alveolar ridge labially maxillary terlebih dahulu kemudian
diikuti bagian yang lainnya. Akan dilakukan penjahitan dengan metode
3

terputus/interrupted suture. Diperkirakan 2 simpul yang akandiperlukan untuk


menutup flap. Jarum yang akan digunakan berukuran 3-0 dan dengan bentuk
melengkung serta benang dari bahan nonresorbable.
Adapun penjahitan menggunakan teknik interrupted ialah sebagai berikut:
a. Penjahitan dimulai dengan meletakan jarum pada needle holder, yaitu
pada ujung needle holder.
b. Jarum dimasukan ± 3mm dari tepi luka kearah flap, untuk mencegah
robeknya flap maka tepi luka dipenetrasi jarum satu persatu. Benang
dibuat simpul yaitu simpul surgical. Setelah jarum dimasukan dari tepi
luka maka seperti pada gambar, terdapat bagian yang pendek. Needle
holder diletakkan diantara ujung-ujung benang.

c. Bagian yang panjang diputar dua kali mengitari ujung needle holder.
Lingkaran-lingkaran tersebut diletakkan ditepi untuk membuat ikatan
(simpul) dan untuk menghindari kekusutan.

d. Bagian yang pendek dari benang dijepit dengan ujung dari needle holder.

e. Needle holder ditarik melalui lingkaran-lingkaran tadi dan ujung-ujung


dari benang sekarang berpindah tempat.
3

f. Simpul dikencangkan, putaran yang kedua pada simpul akan menjamin simpul
tidak akan berubah.

g. Needle holder diletakkan lagi diantara dua benang dan bagian yang panjang
diputar dua kali disekitar beak dari needle holder, tanpa menarik seluruh
simpul.

h. Bagian yang pendek dijepit lebih ujung dari needle holder dan ditarik melalui
lingkaran-lingkaran yang dibuat.

i. Simpul dikencangkan dan dua ujung benang berpindah tempat lagi.

Hal yang perlu diketahui bahwa penjahitan tidak boleh mengakibatkan tarikan
dari tepi luka yang dapat mengakibatkan kerusakan aliran darah dengan akibat
lanjut berupa nekrosis jaringan. Ataupun benang jahitan dapat merobek mukosa
dan menyebabkan terbukanya lagi daerah pembedahan.
Setelah itu berikan gigitan tampon yang telah dibasahi povidone iodine.
Instruksikan untuk menggigit tampon 30-60 menit. Tampon dapat diganti dengan
tampon steril sampai beberapa kali.

G. Instruksi Pasca Alveolektomi


3

Adapun hal-hal yang wajib diinstruksikan pada pasien setelah menjalani


prosedur bedah adalah sebagai berikut :
1. Terangkan: Pada pasien bahwa proses penyembuhan bergantung dari
ketaatan pasien dalam melaksanakan instruksi pasca bedah. Terangkan pula
bahwa kondisi yang biasa terjadi pasca pembedahan yakni rasa sakit,
perdarahan, dan pembengkakan
2. Instruksi meminum obat: Instruksikan pasien untuk rutin meminum obat
yang telah diresepkan
3. Tidak menghisap-hisap daerah luka: Instruksikan pasien agar tidak
menghisap-hisap daerah luka karena akan menghambat terjadinya proses
penyembuhan. Instruksikan pula untuk tidak sering membuang ludah maupun
mengunyah permen karet
4. Istirahat: Setelah pembedahan, pasien harus beristirahat dan tidak melakukan
pekerjaan berat 1-2 hari.
5. Rasa sakit: Rasa sakit dan tidak nyaman mencapai puncaknya pada waktu
kembalinya sensasi. Untuk mengurangi rasa sakit tersebut, instruksikan untuk
meminum analgetik yang telah diresepkan setiap 4 jam bila perlu.
6. Perdarahan: Perdarahan ringan biasa terjadi pada 24 jam pertama.
Perdarahan paling baik dikontrol dengan menggunakan penekanan. Ingatkan
pasien untuk menggigit tampon/kasa.
7. Pembengkakan: Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam
sesudah pembedahan. Ini sering terjadi sampai 1 minggu. Bila terjadi
pembengkakan, pasien diinstruksikan untuk kompres dingin (kantung es) pada
daerah wajah di dekat daerah yang dioperasi
8. Makan dan minum: Instruksikan pasien untuk makan-makanan yang lunak-
lunak dan dingin (ice cream, pudding, yogurt, milk, cold soup, orange juice).
Hindari makanan keras dan makan satu sisi dahulu.
9. Posisi Tidur: Instruksikan pasien untuk tidur dengan kepala agak dinaikkan
yaitu dengan diganjal dengan 1 atau 2 bantal tambahan. Ini dapat
mengurangi/mengontrol pembengkakan.
10. Oral Hygiene: Lakukan sikat gigi seperti biasa namun tidak menyikat dengan
tekanan yang berlebih pada daerah yang dioperasi. Gunakan obat kumur
mengandung antiseptik selama 24 jam pertama hingga 3-4 hari kemudian.
3

11. Medikasi: Berikan antibiotik, analgesik-anti inflamasi, anti-perdarahan,


vitamin dan obat kumur antiseptik.

H. Resep

R/ Amoxcicilin Tab 500 mg


No: XV
S 3 dd 1 .p.c
R/ Asam Mefenamat Tab 500 mg No:
X
S 3 dd 1 tab. p.c. p.r.n
R/ Asam Traneksamat tab 500 mg
No: X
S 2 dd 1 tab p.c p.r.n
I. Tahap Kontrol
R/ Kalium Diklofenak tab 50 mg
1. Instruksikan pasien untuk kembali kontrol kondisi ekstra oral dan intra oral 3
No: X
hari postalveolektomi. Tanyakan apa ada keluhan pasca operasi.
S 2 dd
2. Jahitan dibuka 1 minggu 1 tab
post p.c p.r.n Dilakukan pemeriksaa kembali
alveolektomi.
R/ meliputi
dengan teliti Becompenutupan
C tab @500 mg keberadaan
luka dan No:
bekuan darah. Biasanya
pasien akan datang dengan kedaan OHI-S yang buruk disebabkan kurangnya
pembersihan mekanis pada daerah tersebut karena adanya rasa sakit, sehingga
diinstruksikan untuk menggunakan obat kumur
3. Pasien diinstruksikan kembali untuk kontrol kedua 2 minggu post
alveolektomi. Anamnesa dan tanyakan apakah ada keluhan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Alveolektomi
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris
yang menonjol baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi juga berarti
pemotongan sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus
alveolaris yang tajam pada maksila atau mandibula, pengambilan torus palatinus
maupun torus mandibularis yang besar. Alveolektomi bertujuan untuk
mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi
gigitiruan. Tindakan ini meliputi pembuangan undercut atau cortical plate yang tajam,
mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi, dan menghilangkan
eksostosis.

B. Tujuan
1. Menbuang ridge alveolus yang tajam dan menonjol
2. Membuang tulang interseptal yang sakit sewaktu dilakukan gingivektomi
3. Untuk memperbaiki abnormalitas dan deformitas pada prosesus alveolaris
ridge yang mempengaruhi artificial denture atau alat-alat lain.
4. Mengurangi tuberositas melalui pengurangan undercut tubermaksila.

C. Indikasi Alveolektomi
1. Kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge di maksila atau
untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi.
2. Gigi dengan abses yang perlu dihilangkan pusnya.
3. Rahang yang perlu dipreparasi untuk tujuan prostetik yaitu untuk meperkuat
stabilitas dan retensi gigi tiruan
4. Alveolar ridge yang runcing dan dapat menyebabkan neuralgia, protesa tidak
stabil, protesa sakit waktu dipakai.
5. Tuberositas yang perlu dihilangkan untuk mendapatkan protesa yang stabil
dan enak dipakai
3

6. Eksisi eksositosis.
7. Perlunya menghilangkan undercut.
8. Keperluan perawatan ortodontik, bila pemakaian alat ortodontik tidak
maksimal maka dilakukan alveolektomi
9. Penyakit periodontal yang parah dan mengakibatkan kehilangan sebagian
kecil tulang alveolarnya.
10. Ekstraksi gigi yang traumatic maupun karena trauma eksternal.

D. Kontraindikasi Alveolektomi
1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis
3. Periodontitis

E. Klasifikasi Alveolektomi
1. Alveolektomi setelah pencabutan 1 gigi
Alveolektomi yang dilakukan setelah pencabutan satu gigi. Tindakan ini
dilakukan karena daerah yang edentulous sudah mengalami resorpsi sehingga
bila gigi tersebut dicabut akan terlihat prosesus alveolaris yang lebih menonjol.
Pada kasus gigi posterior yang tinggal sendiri menimbulkan kendala dan
memerlukan tindakan yang khusus karena sering mengalami ekstrusi atau supra-
erupsi. Tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk
mendukung hal tersebut. Pada lengkung rahang atas, keberadaan sinus
maksilaris menambah rumit masalah karena erupsi yang memanjang sering
disertai dengan penurunan sinus. Alveolektomi dilakukan segera setelah
pencabutan gigi atau sekunder. Serpihan tulang atau tulang yang terpisah dari
periosteum yang terjadi karena pencabutan dibuang terlebih dahulu. Diikuti
dengan reduksi undercut yang tidak dikehendaki dan tonjolan-tonjolan tulang
lainnya.
3

Prosedurnya sebagai berikut, suatu flep didisain sebagai jalan pembuka


untuk pelaksanaan perbaikan linggir alveolar, flep yang biasa digunakan adalah
tipe envelope, karena tipe ini memberikan lapangan pandang yang luas dan
mudah dalam pengerjaannya, flep dibuka ke pertemuan mukosa bergerak dan
tidak bergerak dan sedikit pengangkatan tepi mukoperiosteum sebelah palatal
agar tepi tulang alveolar dapat diperiksa, serpihan tulang atau tulang yang
terpisah dari periosteum yang terjadi karena pencabutan dibuang terlebih dahulu
kemudian diikuti dengan reduksi undercut dan tonjolan-tonjolan lainnya, hal ini
biasa dilakukan dengan menggunakan tang rongeur pemotong tulang atau
dengan menggunakan bur disertai irigasi larutan salin steril.

Permukaan tulang dihaluskan dengan menggunakan bone file dengan


tekanan dan tarikan, bagian yang dioperasi diirigasi dengan larutan salin steril
kemudian diamati kehalusan dari tulang dengan melakukan kompresi
menggunakan jari, kemudian luka ditutup dengan penjahitan terputus.

2. Alveolektomi setelah pencabutan 2 atau 3 gigi


Alveolektomi yang dilakukan setelah pencabutan dua atau tiga gigi rahang
atas atau rahang bawah. Prosedurnya hampir sama dengan yang diterangkan
diatas pada pencabutan satu gigi. Tindakan ini dilakukan apabila setelah
pencabutan gigi terdapat sisi marginal alveolar yang kasar dan tidak beraturan
atau jika ridge alveolar tinggi.
3

Pertama sekali bagian dari mukosa diinsisi bentuk oval dari mesial dan distal
ke soket gigi yang dicabut, tulang dihaluskan dengan ronguer dan bur,
selanjutnya diirigasi, kemudian luka dijahit, jika pada palpasi terdapat tulang
yang kasar pada soket yang dipencabutan, tulang dibentuk dengan
menggunakan bone file, dan bisa dikombinasikan dengan ronguer.
3. Alveolektomi setelah pencabutan Multiple
Setelah pemeriksaan klinis dan penilaian radiologi, dilakukan pencabutan
gigi dengan menggunakan anestesi lokal kemudian semua gigi dicabut satu
persatu dengan hati-hati.

Insisi dibuat pada ridge alveolar untuk memotong papilla interdental dan
Gingiva dilepaskan dari prosesus alveolaris; segera sesudah didapat ruangannya,
ujung-ujung tulang dibuang (tulang intraseptal dan penonjolan tulang)
menggunakan ronguer;
3

setelah mukoperiosteum diangkat, tulang dihaluskan dengan bone file,


sesudah itu permukaan tulang diperiksa kehalusannya dengan menggunakan
jari tangan, tepi dari flep juga dirapikan dengan gunting jaringan lunak agar
diperoleh kontak yang baik setelah pengambilan tulang.
3

selanjutnya larutan salin yang banyak digunakan untuk mengirigasi daerah


operasi kemudian diikuti dengan penjahitan luka; permukaan tulang yang
halus menghasilkan stabilitas dan retensi yang diharapkan pada gigitiruan
penuh

4. Alveolektomi pada edematous Alveolar Ridge


Setelah pencabutan gigi dan luka telah sembuh dalam waktu yang cukup
lama, sering terjadi permukaan tulang alveolar yang tidak rata. Hal ini biasanya
terjadi karena tidak memeriksa dengan teliti permukaan tulang setelah
pencabutan gigi
Dalam beberapa kasus, tulang harus dihaluskan untuk mencegah kerusakan dan

membuang hambatan pada pemasangan gigitiruan penuh. Apabila penonjolan


tulang besar, pertama sekali insisi dibuat sepanjang puncak ridge alveolar dari
penonjolan tulang yang dilokalisasi dan kemudian mukoperiosteum dibuka,
3

selanjutnya daerah tersebut dihaluskan dengan bone file dan tulang dipalpasi
untuk memastikan kehalusan dari tulang diikuti dengan irigasi larutan salin
yang banyak pada daerah operasi dan terakhir dilakukan penjahitan.

5. Alveolektomi kelainan kongenital Multiple Eksostosis


Kelainan ini jarang menimbulkan keluhan, biasanya terdapat pada
permukaan bukal maksila atau mandibula. Penyebabnya tidak diketahui dan
biasanya tidak membutuhkan perawatan kecuali eksostosisnya besar dan
mengganggu fungsi pengunyahan atau estetis. Teknik pembedahannya: Setelah
anastesi lokal diberikan, dilakukan insisi dengan membuat flep berbentuk
envelope, mukoperiosteum dibuka dengan hati-hati sampai permukaan
eksostosis didapatkan, selama pembukaan, jari tangan ditempatkan diatas flep
yang dibuat untuk mencegah terjadinya gerakan dari periosteal elevator yang
dapat menyebabkan perforasi.

kemudian eksostosis dikeluarkan dengan ronguer atau bur khusus dengan


penyemprotan larutan salin untuk mencegah panas yang berlebihan pada
tulang; selanjutnya permukaan tulang dihaluskan dengan bone file kemudian
kehalusan dari tulang diperiksa.
3

selanjutnya dilakukan irigasi yang banyak dengan larutan salin pada daerah
operasi dan permukaan jaringan lunak. Papilla gingival diratakan untuk
memudahkan penyatuan flep sebelum dilakukan penjahitan terputus.

F. Komplikasi Tindakan Alveolektomi


Setiap tindakan bedah yang dilakukan selalu ada kemungkinan untuk terjadi
komplikasi, begitu pula apda tindakan alveolektomi. Beberapa komplikasi yang dapat
muncul pasca alveolektomi antara lain rasa sakit, timbulnya rasa tidak enak pasca
operasi (ketidaknyamanan), hematoma, pembengkakan yang berlebihan, proses

penyembuhan yang lambat, resobsi tulang berlebihan, tulang yang patah atau
pengambilan tulang yang terlalu banyak dan osteomyelitis.

1. Rasa sakit dan ketidaknyamanan


Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat
kerja obat anastesi telah usai).Oleh karena itu, analgesic diperlukan untuk
mengontrol rasa sakit dan tdak nyaman setelah operasi dilakukan.
2. Pembengkakan yang berlebih
Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah
pembedahan. Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu.Aplikasi dingin
dilakukan pada daerah wajah dekat dengan daerah yang dilakukan
pembedahan.
3. Hematoma
Hematoma terjadi akibat adanya hemorrhage kapiler yang berkepanjangan.
Pada hematoma, daerah berakumulasi di dalam jaringan tanpa bisa keluar dari
3

luka yang tertutup maupun flap yang telah dijahit.Hematom yang terjadi dapat
hematoma submukosal, subperiosteal, intramuscular, dan fasial. Terapi untuk
hematoma adalah dengan aplikasi dingin pada 24 jam pertama, lalu diikuti
dengan aplikasi panas. Kadang-pemberian antibiotik dianjurkan untuk
mencegah supurasi dari hematoma, dan analgesic untuk mengurangi rasa
sakitnya.
4. Tulang yang patah atau pengambilan tulang yang terlalu banyak
Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum
pembuatan gigi tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi
pengambilan tulang yang terlalu banyak atau tulang tersebut patah. Karena itu
perlu dipertimbangkan untuk melakukan reposisi dengan menggunakan free
bone graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru, serta
mengurangi resobsi tulang.
5. Osteomyelitis
Komplikasi berupa osteomyelitis jarang terjadi, biasanya terjadi pada pasien
immunocompromise atau pasien yang telah mendapat radiasi pada rahang
yang menyebabkan berkurangnya suplai darah ke tulang rahang.Prinsip
penanganan osteomyelitis sama seperti pada kasus-kasus infeksi pyogenic,
yaitu insisi dan drainase pus dan terapi antibiotik. Antibiotik yang digunakan
antara lain metronidazole dan amokxicillin yang diberikan bersamaan.
Clindamycin yang dapat berpenetrasi dengan baik ke tulang juga efektif untuk
mengatasi infeksi bakteri anaerob.Jika fase akut sudah terlewati, dilakukan
pengambilan jaringan lunak yang nekrosis dan kuretase.Jika tulang telah
mengalami banyak pengurangan, dapat dimungkinkan dilakukan bone
grafting setelah infeksi benar-benar sudah dapat ditangani.
3

DAFTAR PUSTAKA

Archer., W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia:
Saunders.
Basa.,S, dkk. 2010. Preprosthetic and Oral Soft Tissue Surgery. United Kingdom:
Wiley-blackwell
Fragiskos., D. 2007. Oral surgery, 1st ed. Heidelberg: Springer.
Jainkittivong., A, Langlais., RP. Buccal and exostoses: Prevalence and concurrence
with tori. J Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000; 90: 48-52.
Quran., FAM, Dwairi., ZN. Torus palatinus and torus mandibularis in edentulous
patients. J of Contemporary Dental Practice 2006; 7(2): 1.
Sawair., FA, Shayyab., MH. Prevalence and clinical characteristics of tori and
jaw exostoses in a teaching hospital in Jordan. J Saudi Med (2009);
30(12): 1557-1562.

Anda mungkin juga menyukai