Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM, HAM, DAN DEMOKRASI DALAM ISLAM

DISUSUN OLEH :

1. NOVITA SETIANINGSIH (24010118120008)


2. NOVITA DWI UTAMI (24010118120010)
3. NURUL ELVIANTI (24010118120013)
4. MAULIDI NADIYAH (24010118120014)
5. PUTRI WULANDARI (24010118120015)
6. SAFHIRA KUMALA DEWI (24010118120019)

UNIVERSITAS DIPONEGORO
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah dan Lagi
Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah
melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul “Konsep hukum, HAM, dan
demokrasi islam” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan dari
banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa
mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah membantu kami dalam rangka
menyelesaikan makalah ini.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek lainnya. Maka
dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana ini bisa
bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
berbagai permasalahan lainnya yang masih berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Semarang, 17 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep hukum, HAM, dan demokrasi


B. Sumber hukum islam
C. Fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat
D. Kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum di indonesia

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, sering kita jumpai maraknya perdebatan yang menyangkut kehidupan
masyarakat Indonesia maupun masyarakat luar negeri , beberapa contoh perdebatan yang terjadi
tidak lain mengenai hukum,HAM, dan juga demokrasi. Untuk itu ,kami selaku mahasiswayang
berjiwa islam mencoba untuk mengkilas balik ilmu yang mengenai hukum, HAM, dan juga
demokrasi islmayang berkaitan dengan konsep umum maupun agama. Yang melatarbelakangi
topic bahasan kami adalah tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam mengenai hukum,
HAM , dan demokrasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu konsep hukum, HAM, dan demokrasi islam?


2. Apa saja sumber hukum didalam islam ?
3. Bagaimana peran islam didalam kehidupan bermasyarakat?
4. Adakah kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia?

C. TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :


1. Mahasiswa dapat memahami dan menguasai materi yang telah disajikan dalam bentuk
makalah ini
2. Mahasiswa dapat menjalankan syariat islam berdasarkan sumber hukum islam
3. Mahasiswa dapat memahami peran mahasiswa yang berjiwa islam dan berjiwa kebangsaan
4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan materi dari makalah ini dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP HUKUM, HAM, DAN DEMOKRASI ISLAM

1. Konsep hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya
kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarakat berhak untuk memperoleh
pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau
ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.
Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada
wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah
dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua
pemeluknya. Dan hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat menurut istilah berarti hukum-hukum yang
diperintahkan Allah Swt untuk umatNya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan dengan amaliyah.

2. Konsep HAM
HAM adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki sejak berada dalam kandungan dan
setelah lahir ke dunia (kodrat) yang berlaku secara universal dan diakui oleh semua
orang.HAM adalah singkatan dari Hak Asasi Manusia, dimana masing-masing kata
tersebut memiliki makna. Kata “Hak” dalam hal ini berarti sebagai kepunyaan atau
kekuasaan atas sesuatu, sedangkan “Asasi” adalah sesuatu hal yang utama dan mendasar.
Jadi, pengertian HAM secara singkat adalah suatu hal yang mendasar dan utama yang
dimiliki oleh manusia.
Pada praktiknya, ada banyak sekali pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di
berbagai penjuru dunia. Pelanggaran HAM tersebut dilakukan semata-mata untuk
kekuasaan dan kepemilikan sumber daya yang ada di suatu tempat.

Ciri-ciri pokok hakikat HAM :


1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih,
2003).

3. Konsep Demokrasi Islam


Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha menerapkan prinsip-
prinsip Islam ke dalam kebijakan publik dalam kerangka demokrasi. Teori politik Islam
menyebutkan tiga ciri dasar demokrasi Islam: pemimpin harus dipilih oleh rakyat, tunduk
pada syariah, dan berkomitmen untuk mempraktekkan "syura", sebuah bentuk konsultasi
khusus yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dapat ditemukan dalam
berbagai hadits dengan komunitas mereka

Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut :

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik,


baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat
(warga negara).
3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat
penegakan hukum
5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan
mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat.
8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih)
pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan
sebagainya).

B. SUMBER HUKUM ISLAM

1.Al-Qur’an
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya.”

“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”


Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan
(syariat), dan budi pekerti (akhlak).

Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula
dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

َ‫ب ْٱل َٰ َعلَ ِمين‬ ِ َ‫صي َل ْٱل ِك َٰت‬


َ ‫ب ََل َري‬
ِ ‫ْب فِي ِه ِمن هر‬ ْ َ‫ٱَّللِ َو َٰلَ ِكن ت‬
ِ ‫صدِيقَ ٱلهذِى َبيْنَ َيدَ ْي ِه َوتَ ْف‬ ‫ُون ه‬ِ ‫َو َما َكانَ َٰ َهذَا ْٱلقُ ْر َءانُ أَن يُ ْفت ََر َٰى ِمن د‬

“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak
ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar,
membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).

Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan
para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu
Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan
mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang
disebut pula Mushaf Utsmani.

Al Quran merupakan sumber hukum yang pertama dalam Islam sehingga semua
penyelesaian persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Berbagai persoalan
yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat harus diselesaikandengan
berpedoman pada Al Quran.

2.Hadist

Menurut para ahli, hadis identik dengan sunah, yaitu segala perkataan, perbuatan,
takrir (ketetapan), sifat, keadaan, tabiat atau watak, dan sirah (perjalanan hidup) Nabi
Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan masalah hukum maupun tidak, namun
menurut bahasa, hadis berarti ucapan atau perkataan.
Adapun menurut istilah, hadis adalah ucapan, perbuatan, atau takrir Rasulullah
SAW yang diikuti (dicontoh) oleh umatnya dalam menjalani kehidupan.

Diriwayatkan dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan (perawi),


hadis dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

1. Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak sahabat. Kemudian,
diteruskan oleh generasi berikutnya yang tidak memungkinkan mereka sepakat untuk
berdusta. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang meriwayatkannya.
2. Hadis Mayhur
Hadis Mayhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang
tidak mencapai derajat mutawatir. Namun, setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh
sekian banyak tabi’in yang mencapai derajat mutawatir sehingga tidak
memungkinkan jumlah tersebut akan sepakat berbohong.
3. Hadis Ahad
Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja, sehingga
tidak mencapai derajat mutawatir.

Ditinjau dari segi kualitas perawinya, hadis dapat dibagi menjadi empat, yaitu sebagai
berikut.

1. Hadis Shaih
Hadis Shaih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya,
tajam penelitiannya, sanad yang bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan
dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.
2. Hadis Hasan
Hadis Hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang
kuat ingatannya, sanad-nya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan.
3. Hadis Da’if
Hadis Da’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat yang dipenuhi
hadis sahih atau hasan.
4. Hadis Maudu’
Hadis Maudu’ adalah hadis palsu yang dibuat orang atau dikatakan orang sebagai
hadis, padahal bukan hadis.

3.Ijtihad

Kata ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti


mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurunkan bahasa, ijtihadd
aritinya bersunggu-sunggu dalam mencurahkan pikiran.

Adapun menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran
secara bersungguh-sunggu untuk menetapkan suatu hukum.Oleh karena itu, tidak disebut
ijtihad apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu perkerjaan.
Ijtihad merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah Al Quran dan Hadis.
Ijtihad dilakukan jika suatu permasalahan sudah dicari dalam Al Quran maupun hadis,
tetapi tidak ditemukan hukumnya.

Namun, hasil ijtihad tetap tidak bleh bertentangan dengan Al Quran maupun
hadis. Orang yang melakukan ijtihad (mujtahid) dengan benar, dia akan mendapat dua
pahala. Adapun jika ijtihadnya slalah, dia tetap mendapatkan satu pahala.

Ijtihad dalam kehidupan modern memang sangat diperlukan mengingat dinamika


kehidupan masyarakat yang selalu berkembang sehingga persoalan yang dihadapi pun
semakin kompleks.

Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda.


Ijtihad dilakukan jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, tetapi
tidak dijumpai dalam Al Quran maupun hadis. Meskipun demikian, ijtihad tidak bisa
dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orng-orang yang memenuhi syarat yang boleh
berijtihad.

Orang yang berijtihad harus memiliki syarat sebagai berikut :

a. Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam;

b. Memiliki pemahamaan mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul


fiqh, dan tarikh (sejarah);

c. Harus mengenal cara meng-istimbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas;

d. Memiliki akhlaqul qarimah.

Bentuk ijtihad dapat dikelompokkan menjadi tida macam, yaitu sebagai berikut.

1. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam memutuskan suatu perkara atau
hukum. Ijama dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan
secara khusus dalam kitab Al Quran dan Sunah.
2. Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu maslah yang belum ada kedudukan
hukumnya dengan maslah lama yang pernah karena ada alasan yang sama.
3. Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan
atas pertimbangan kegunaan dan manfaatnya.

Dilihat dari prosesnya, ijtihad dapat dibagai menjadi dua. Pertama, ijtihad
insya’i yang dilakukan oleh seseorang untuk menyimpulkan hukum mengenai peristiwa
baru yang belum pernah diselesaikan oleh hujtahid sebelumnya.

Kedua, ijtihad tarjihi atau ijtihad intiqa’i yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk memilih pendapat para mujtahidin terdahulu mengenai masalah
tertentu. Kemudian, menyelesaikan pendapat mana yang memiliki dalil lebih kuat serta
relevan dengan kondisi saat ini.

C. FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN


BERMASYARAKAT
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan
pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan
dinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial memiliki kepentingan.
Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin
bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan konflik. Maka hal itu
membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapat dicapai secara adil, maka
dibutuhkan penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian disebut
dengan hukum islam yang dan menjadi pedoman setiap pemeluknya.

Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:

1. Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,


2. Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
3. Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).

Orientasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam
kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal
abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan
hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan
(dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah
dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.

Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:

1. Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepadaKu”. Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak palilng
menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.

2. Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan


kemungkaran).

Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk
mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.

A. Fungsi zawajir (penjeraan)

Adanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga
dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut melakukan
kejahatan.

4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)

Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk
menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian
umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi
enginering social.

Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum
tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.

D. KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PERUMUSAN DAN


PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Beberapa kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum indonesia, yaitu
:

1. Lahirnya UUD 1945

Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar Indonesia


Merdeka.Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi
peran kaum muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret
1945. Lebih jelas lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas
merumuskan tujuan dan maksud didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9
orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali satu orang beragama
Kristen. Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia
terjadi banyak pertentangan antar (mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam
bukunya Piagam Jakarta) kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler.
Kelompok Nasionalis Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim,
KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar
negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan Soekarno
menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari agama. Namun
Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga melahirkan sebuah
rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari
Mukaddimah UUD 1945. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17
Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18
Agustus 1945 tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat
“Yang Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama.
Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan” Yang
Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.
Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan
dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan
para ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno
keliling menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari
Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia
segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

2. Lahirnya UU Perkawinan

Pengaturan perkawinan di Indonesia tidak dapat lepas dari keterlibatan tiga


pihak/kepentingan, yaitu kepentingan agama, kepentingan negara dan kepentingan
perempuan.M. Syura’i, S.H.I. dalam tulisannya tanggal 6 November 2010 yang berjudul
“Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan” menjelaskan bahwa
Kelahiran Undang-undang perkawinan telah mengalami rentetan sejarah yang cukup
panjang. Bermula dari kesadaran kaum perempuan Islam akan hak-haknya yang merasa
dikebiri oleh dominasi pemahaman fikih klasik atau konvensional yang telah mendapat
pengakuan hukum, mereka merefleksikan hal tersebut dalam pertemuan-pertemuan yang
kelak menjadi embrio lahirnya Undang-Undang Perkawinan. Arso Sosroatmojo mencatat
bahwa pada rentang waktu 1928 kongres perempuan Indonesia telah mengadakan forum
yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi dalam perkawinan di
kalangan umat Islam. Hal tersebut juga pernah dibicarakan pada dewan rakyat
(volksraad).
Umat Islam waktu itu mendesak DPR agar secepatnya mengundangkan RUU tentang
Pokok-Pokok Perkawinan bagi umat Islam, namun usaha tersebut menurut Arso
Sosroatmodjo tidak berhasil.Simposium Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (ISWI) pada
tanggal 1972 menyarankan agar supaya PP ISWI memperjuangkan tentang Undang-
Undang Perkawinan. Selanjutnya organisasi Mahasiswa yang ikut ambil bagian dalam
perjuangan RUU Perkawinan Umat Islam yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang
telah mengadakan diskusi panel pada tanggal 11 Februari 1973.
Akhirnya setelah bekerja keras, pemerintah dapat menyiapkan sebuah RUU baru.
Tanggal 31 Juli 1973 pemerintah menyampaikan RUU tentang Perkawinan yang baru
kepada DPR, yang terdiri dari 15 (lima belas) bab dan 73 (tujuh puluh tiga) pasal. RUU
ini mempunyai tiga tujuan, yaitu memberikan kepastian hukum bagi masalah-masalah
perkawinan sebab sebelum adanya undang-undang maka perkawinan hanya bersifat
judge made law, untuk melindungi hak-hak kaum wanita sekaligus memenuhi keinginan
dan harapan kaum wanita serta menciptakan Undang-undang yang sesuai dengan tuntutan
zaman.

Pada tanggal 17-18 September, wakil-wakil Fraksi mengadakan forum pandangan umum
atas RUU tentang Perkawinan sebagai jawaban dari pemerintah yang diberikan Menteri
Agama pada tanggal 27 September 1973. Pemerintah mengajak DPR untuk secara
bersama bisa memecahkan kebuntuan terkait dengan RUU Perkawinan tersebut.

Secara bersamaan, untuk memecahkan kebuntuan antara pemerintah dan DPR diadakan
lobi-lobi antara fraksi-fraksi dengan pemerintah. Antara fraksi ABRI dan Fraksi PPP
dicapai suatu kesepakatan antara lain:
1. Hukum agama Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau ditambah;
2. Sebagai konsekuensi dari poin pertama itu, maka hal-hal yang telah ada dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1964 dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tetap
dijamin kelangsungannya dan tidak akan diadakan perubahan; dan
3. Hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin disesuaikan dengan
undang-undang perkawinan yang sedang dibahas di DPR, segera akan dihilangkan.

Hasil akhir undang-undang perkawinan yang disahkan DPR terdiri dari 14 (empat belas)
bab yang dibagi dalam 67 (enam puluh tujuh) pasal, berubah dari rancangan semula yang
diajukan pemerintah ke DPR, yaitu terdiri dari 73 pasal.

3. Lahirnya Peradilan Agama

Peradilan Islam di Indonesia yang kemudian dikenal dengan istilah Peradilan Agama
telah ada dan dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Peradilan Agama ada dan seiring
dengan perkembangan kelompok masyarakat di kala itu, yang kemudian memperoleh
bentuk-bentuk ketatanegaraan yang sempurna dalam kerajaan Islam. Hal ini diperoleh
karena masyarakat Islam sebagai salah satu komponen anggota masyarakat adalah orang
yang paling taat hukum, baik secara perorangan maupun secara kelompok.Perjalanan
lembaga Peradilan Agama hingga era satu atap ini mengalami pasang surut dan tantangan
yang sangat berat, baik secara kelembagaan maupun secara konstitusional.

Lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperkokoh


keberadaan pengadilan agama. Di dalam undang-undang ini tidak ada ketentuan yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Pasa12 ayat (1) undang-undang ini semakin
memperteguh pelaksanaan ajaran Islam (Hukum Islam).

Suasana cerah kembali mewarnai perkembangan peradilan agama di Indonesia dengan


keluarnya Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
memberikan landasan untuk mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat dan
memantapkan serta mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan lingkungan
peradilan lainnya.

Dalam sejarah perkembangannya, personil peradilan agama sejak dulu selalu dipegang
oleh para ulama yang disegani yang menjadi panutan masyarakat sekelilingnya. Hal itu
sudah dapat dilihat sejak dari proses pertumbuhan peradilan agama sebagai-mana disebut
di atas. Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, penghulu keraton sebagai pemimpin
keagamaan Islam di lingkungan keraton yang membantu tug as raja di bidang keagamaan
yang bersumber dari ajaran Islam, berasal dari ulama seperti KaBjeng Penghulu Tafsir
Anom IV pada Kesunanan Surakarta. Ia pemah mendapat tugas untuk membuka
Madrasah Mambaul Ulum pada tahun 1905. Namun sejak tahun 1970-an, perekrutan
tenaga personil di lingkungan peradilan agama khususnya untuk tenaga hakim dan
kepaniteraan mulai diambil dati alumni lAIN dan perguruan tinggi agama.

Dari uraian singkat tentang sejarah perkembangan peradilan agama tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa peradilan agama bercita-cita untuk dapat memberikan pengayoman
dan pelayanan hukum kepada masyarakat.

4. Pengelolaan Zakat

Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat menetapkan bahwa


tujuan pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah
Zakat.
2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagaman dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna Zakat.

Guna untuk tercapainya tujuan yang lebih optimal bagi kesejahteraan umum untuk
seluruh lapisan masyarakat, maka UU tentang Pengelolaan zakat mencakup pula tentang
pengelolaan infaq, sodhaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat. Hanya saja sistem
pengadministrasian keuangannya dilakukan secara terpisah. Terpisah antara zakat dengan
Infaq, shodaqah, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
I.KESIMPULAN

A. KONSEP HUKUM, HAM, DAN DEMOKRASI ISLAM


a. Konsep hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinya kekacauan.

b. Konsep HAM
HAM adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki sejak berada dalam kandungan dan
setelah lahir ke dunia (kodrat) yang berlaku secara universal dan diakui oleh semua
orang.

c. Konsep demokrasi islam


Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip
Islam ke dalam kebijakan publik dalam kerangka demokrasi.

B. SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM


1. Al-qur’an
2. Hadist
3. Ijtihad

C. FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN


BERMASYARAKAT
1. Fungsi ibadah
2. Fungsi amr ma’ruf nahii munkar
3. Fungsi zawajir (penjeraan)
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah

D. KONTRIBUSI UMAT ISLAM DALAM PERUMUSAN DAN


PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan” menjelaskan bahwa


Kelahiran Undang-undang perkawinan telah mengalami rentetan sejarah yang cukup
panjang
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperkokoh keberadaan
pengadilan agama.
3. Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
memberikan landasan untuk mewujudkan peradilan agama yang mandiri, sederajat
dan memantapkan serta mensejajarkan kedudukan peradilan agama dengan
lingkungan peradilan lainnya.
4. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat

II.SARAN
DAFTAR PUSTAKA

https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-ham.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Islam
https://astonishing24.wordpress.com/2012/10/17/ciri-ciri-pemerintahan-penganut-
demokrasi/
http://www.mohlimo.com/pengertian-hukum-islam-sumber-dan-tujuan/
https://www.risalahislam.com/2013/10/sumber-ajaran-islam-al-quran-hadits.html
https://inspiring.id/sumber-hukum-islam/
https://nuruljazilahaeny.wordpress.com/hukum-islam/fungsi-hukum-islam-dalam-
kehidupan-masyarakat/
https://zyamassyaf.wordpress.com/2015/01/15/47/

Anda mungkin juga menyukai