Disusun oleh:
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
RINGKASAN
Kota Pontianak adalah salah satu kota besar di Kalimantan Barat, pusat
aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Perkembangan pesat di Pontianak ini
membuat mereka yang tidak mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang cukup menjadi belum beruntung sehingga harus menjadi pengamen dan
mengemis yang sering kali kita temui di jalanan besar Pontianak. Beberapa anak
usia sekolah yang seharusnya mengenyam pendidikan namun harus menjadi
pengemis, berjualan koran, dan mengamen.
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah
singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli
1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang
bersifat non formal, dimana anak- anak bertemu untuk memperoleh informasi dan
pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai
media perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang
berbentuk padat. Menurut kamus lingkungan sampah diistilahkan sebagaibahan
yang tidak mempunyai nilai dan tidak berharga untuk maksud biasa atauutama
dalam pembikinan atau pernakaian barang rusak atau bereacat dalam materi
berlebihan atau ditolak atau dibuang. Masyarakat Kota Pontianak memiliki
kebiasaan membuang sampah di Sungai, Parit dan Selokan, sehingga dapat
mencemari lingkungan perairan.
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Pontianak adalah salah satu kota besar di Kalimantan Barat, pusat
aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Perkembangan pesat di Pontianak ini
membuat mereka yang tidak mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang cukup menjadi belum beruntung sehingga harus menjadi pengamen dan
mengemis yang sering kali kita temui di jalanan besar Pontianak. Beberapa anak
usia sekolah yang seharusnya mengenyam pendidikan namun harus menjadi
pengemis, berjualan koran, dan mengamen.
Kekerasan terhadap anak (fisik, psikis, dan seksual) dapat membawa dampak
permanen dan berjangka panjang. Karena itu, penanggulangannya perlu
disegerakan, mulai dari sekarang! Secara yuridis formal, perintah melindungi anak-
anak dari kekerasan sudah diamanatkan UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak pada pasal 13 yang menyebutkan bahwa “Setiap anak selama
dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan,
diskriminasi eksploitasi, baik ekonomi maupun seks, penelantaran, kekejaman,
kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan salah lainnya” dan pada
pasal 1 disebutkan bahwa ”orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah
dan/atau ibi tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat”. Bahkan, Pasal 28B ayat 2 UUD
1945, secara eksplisit menjamin perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi dan
diskriminasi (Rangkuti, 2007).
5
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang
berbentuk padat. Menurut kamus lingkungan sampah diistilahkan sebagaibahan
yang tidak mempunyai nilai dan tidak berharga untuk maksud biasa atauutama
dalam pembikinan atau pernakaian barang rusak atau bereacat dalam materi
berlebihan atau ditolak atau dibuang. Masyarakat Kota Pontianak memiliki
kebiasaan membuang sampah di Sungai, Parit dan Selokan, sehingga dapat
mencemari lingkungan perairan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak jalanan digambarkan sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat
stratifikasi sosial rendah atau merupakan golongan bawah “grassroots” dengan
status sosial serta posisi kekuasaan/wewenang (power/autority) yang tidak jelas.
Tidak memiliki banyak akses ke sumber daya serta tidak memiliki kemampuan
untuk menjadi subjek (Ritzer dan Godman, 2004).
Kota Pontianak adalah salah satu kota besar di Kalimantan Barat, pusat
aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Perkembangan pesat di Pontianak ini
7
membuat mereka yang tidak mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang cukup menjadi belum beruntung sehingga harus menjadi pengamen dan
mengemis yang sering kali kita temui di jalanan besar Pontianak. Beberapa anak
usia sekolah yang seharusnya mengenyam pendidikan namun harus menjadi
pengemis, berjualan koran, dan mengamen.
Seperti yang kita semua tahu bahwa anak-anak merupakan aset bangsa yang
sangat berharga, anak-anak berperan sebagai estafet bagi kepemimpinan suatu
bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa.
Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan
sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia
yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Karena itu
masalah anak adalah masalah yang benar- benar harus kita selesaikan bersama.
8
Pemerintah sebagai pemegang keputusan tertinggi telah melakukan upaya
Bantuan Pangan. Dengan hadirnya sembako murah, sedikit banyak mesyarakat dari
keluarga tidak mampu merasa diringankan untuk memenuhi kebutuhannya(
Kompas, 20 januari 2003). Di bidang Pendidikan pemerintah juga telah
menggalangkan program wajib belajar dua belas tahun dengan didanai oleh
pemerintah dengan Program Indonesia Pintar (PIP) pada Kartu Indonesia Pintar
(KIP) sehingga biaya yang diperlukan untuk sekolah dapat diringankan bahkan
bebas biaya sekolah serta dapat uang tunjangan.
Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika
dikelola dengan prosedur yang benar (Panji Nugroho, 2013). Sampah sebagai suatu
benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang,yang
dihasilkan oleh kegiatan manusia. Sedangkan Menurut definisi World Health
Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006).
Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial (sulit erselesaikan). Bahkan,
dapat diartikan sebagai masalah kultural/kebiasaan karena dampaknya mengenai
berbagai sisi kehidupan, terutama di kota besar. Kepala Bidang Revitalisasi
Lingkungan dan Pengembangan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Pontianak
mengatakan, berdasarkan perhitungan perkiraan dari volume armada angkut
sampah yang ada, jumlah produksi sampah di Kota Pontianak mencapai kurang
lebih 400 ton per hari (Pontianak SP, 2018)
9
BAB III
METODE PENULISAN
Melakukan pendekatan terhadap orang tua dan anak-anak jalanan yang
berusia 6-12 tahun agar mendapat kepercayaan mereka supaya gagasan ini dapat
direalisasikan. Tidak mudah untuk mendapat kepercayaan itu, mungkin saja
dianggap sebagai komplotan penjual anak atau orang yang berniat jahat pada anak
jalanan. Karena itulah kerja sama dengan pemerintah perlu dilaksanakan, selain
pemerintah perlu ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendukung
gagasan ini dan menjadi penanggung jawab saat kegiatan dilaksanakan. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang dipilih mesti LSM yang telah dipercaya oleh
masyarakat setempat atau LSM yang memang bergerak dibidang pemberdayaan
anak jalanan.
Gagasan ini akan di mulai dari kelompok kecil yang berjumlah antara 15-
20 anak. Anak-anak jalanan akan dilatih dan hasil penjualan akan disimpan sebagai
kas dan akan dibagikan pada mereka setelah uang yang dikumpulkan cukup bagi
mereka untuk memulai usahanya sendiri dengan bekal pengetahuan wirausaha yang
diberikan pada mereka. Setelah anggota kelompok ini menguasai keterampilan
yang diberikan, mampu menguasai pengetahuan entrepreneur, dan tabungan yang
dimiliki anggota dari hasil penjualan produk mencukupi mereka dapat membuka
bidang usaha sendiri dan memberi pekerjaan pada anak jalanan lainnya. Dengan
demikian akan ada regenerasi dalam pelaksanaan gagasan ini dan tidak terpusat
pada satu perkumpulan anak jalanan saja.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
Kondisi Anak Jalanan
Dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyebutkan bahwa, “fakir miskin dan
anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung
jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak
jalanan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama
dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, dan UUD 1945 mengakui adanya
hak dasar hak asasi manusia. Hal ini selaras dengan UU No.39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, Pasal 6 ayat 1, bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Karena salah satu tujuan penyelenggaraan
pendidikan ialah untuk membentuk sikap moral dan watak yang berbudi luhur.
Berdasarkan hasil survei dan pemetaan sosial anak jalanan pada tahun 1999
yang dilakukan oleh Unika Atmajaya Jakarta dan Departemen Sosial dengan
dukungan Asia Development Bank, jumlah anak jalanan adalah 39.861 orang, yang
tersebar di 12 kota besar. Pada tahun 2004, menurut Pusat Data dan Informasi
Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial, jumlah anak jalanan sebesar 98.113
orang, yang tersebar di 30 provinsi.
Anak-anak yang hidup dijalanan sangat rentan mendapat perlakuan
kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum di jalanan, siapa yang kuat
merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan
dan kemanjaan, namun tidak dengan mereka yang harus terpaksa untuk berjuang
11
sendirian mempertahankan hidup. Fisik dan jiwa mereka yang masih rentan, secara
terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam, yaitu dunia jalanan.
12
menggalangkan program wajib belajar dua belas tahun dengan didanai oleh
pemerintah dengan Program Indonesia Pintar (PIP) pada Kartu Indonesia Pintar
(KIP) sehingga biaya yang diperlukan untuk sekolah dapat diringankan bahkan
bebas biaya sekolah serta dapat uang tunjangan.
13
Strategi Mengimplementasikan Gagasan untuk Mencapai Tujuan
Gagasan ini akan di mulai dari kelompok kecil yang berjumlah antara 15-
20 anak. Anak-anak jalanan akan dilatih dan hasil penjualan akan disimpan sebagai
kas dan akan dibagikan pada mereka setelah uang yang dikumpulkan cukup bagi
mereka untuk memulai usahanya sendiri dengan bekal pengetahuan wirausaha yang
diberikan pada mereka. Setelah anggota kelompok ini menguasai keterampilan
yang diberikan, mampu menguasai pengetahuan entrepreneur, dan tabungan yang
dimiliki anggota dari hasil penjualan produk mencukupi mereka dapat membuka
bidang usaha sendiri dan memberi pekerjaan pada anak jalanan lainnya. Dengan
demikian akan ada regenerasi dalam pelaksanaan gagasan ini dan tidak terpusat
pada satu perkumpulan anak jalanan saja.
14
BAB V
KESIMPULAN
Setelah terbentuk sikap baru yang positif, barulah setelah itu kami
mengajarkan kepada anak jalanan tentang daur ulang dan teknik kewirausahaan
kepada anak jalanan. Karena akan lebih mudah melakukan pembinaa kepada anak
yang telah ditanamkan sikap positif dalam diri mereka. Selain itu juga akan
ditanamkan kepada anak tentang pentingnya hidup mandiri. Dengan upaya ini saya
memilki keyakinan bahwa gagasan ini yaitu memberi solusi kepada anak jalanan
akan terimplementasi dengan baik.
15
DAFTAR PUSTAKA
Chandra,Budiman.2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan.EGC. Jakarta
Kolopaking,Lala M. 2003. Sosiologi Umum. Bogor : Pustaka Wirausaha Muda
Bogor
Nugroho Panji, 2013. Panduan Membuat Kompos Cair. Jakarta: Pustaka Baru
Press.
Rangkuti, Parlaungan Adil. 2007. Membangun Kesadaran Bela Negara. Bogor:
IPB Press
16