Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Abses Bartholin
Disusun Oleh :

Nadira Alia Binti Mohmad 102018203

Pembimbing :
dr. Unggul Yudatmo, Sp.OG(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN


KANDUNGAN
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 06 MEI 2019 – 13 JULI 2019

BAB I
PENDAHULUAN
2

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun


2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SKDI tahun
1991, yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun
meskipun tidak terlalu signifikan. Target global MDGs (Millenium Development
Goals) ke 5 adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.Salah satu dari penyebab kematian ibu
terbesar di Indonesia adalah hipertensi dalam kehamilan yang termasuk di
dalamnya adalah preeklampsia.1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka
kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi
penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-
eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia
diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total
sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil atau
wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002,
terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu
preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di
Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%.
Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama
negara yang sedang berkembang.2
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara
mendasar dan telah dilakukan pula berbagai penelitian untuk memperoleh
penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk
preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih
menjadi kendala dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini

2
3

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta


penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak.3

BAB II

3
4

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. LKS

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Tanjungpura

Status Pernikahan : Sudah Menikah

Tanggal Masuk : 10 Juni 2019

DATA SUBJEKTIF

Anamnesa

Keluhan Utama : Bengkak pada kedua kaki


Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang kontrol rutin kehamilan dengan keluhan adanya bengkak pada
kedua kaki. Bengkak sering timbul dari usia kehamilan 8 bulan hingga sekarang.
Penglihatan kabur (-), riwayat keluar lendir darah (-), keluar air (-), kontraksi
masih jarang dan gerakan janin sering dirasakan. Selama kehamilan ini, tekanan
darah selalu normal saat kontrol, biasanya 120/80mmHg.

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Riwayat Obstetrik
◦ G4P3A0
◦ Anak 1 : Laki-laki / 3100 gram / Bidan / 17 tahun / lahir normal
◦ Anak 2 : Laki-laki / 3200 gram / Bidan / 12 tahun / lahir normal
◦ Anak 3 : Perempuan / 3350 gram / Dokter / 2 tahun / lahir SC a/i
preeklampsia
• Riwayat Menstruasi

4
5

◦ HPHT : 16 September 2018


◦ Taksiran Persalinan : 23 Juni 2019
◦ Menarke : 14 tahun
◦ Lama menstruasi : 7 hari
◦ Jumlah darah : Banyak (3 pembalut/hari)
◦ Siklus : 30 hari
◦ Metroragia : Tidak pernah
◦ Dysmenorea : Nyeri sedikit pada pinggang
• Riwayat Ginekologi
◦ Leukorea (-)
◦ Riwayat IMS : Gonorrhea (-), Chlamydia (-), Herpes (-)
◦ Endometriosis (-)
◦ Leiomyoma (-)
◦ Abnormal Pap Smear (-)
• Riwayat KB :
◦ KB pil 1 bulan : 3 bulan setelah kelahiran anak pertama
◦ KB suntik 3 bulan : 4 tahun setelah KB pil
◦ KB IUD : 5 tahun setelah kelahiran anak kedua
• Riwayat ANC
◦ Bidan Puskesmas, Tablet besi (+), Tablet Asam folat (+)
• Riwayat Penyakit Dahulu
◦ Diabetes (-)
◦ Hipertensi (+)
◦ Anemia (-)
◦ Migrain (-)
◦ Asma (-)
• Riwayat Operasi (-)
• Riwayat Alergi (-)
• Riwayat Pengobatan (-)
• Riwayat Sosial
◦ Status : Menikah 1x selama 18 tahun
◦ Merokok : (-)
◦ Alkohol : (-)
◦ Obat terlarang : (-)
• Riwayat Penyakit Keluarga
◦ Kanker payudara : (-)
◦ Kanker ovarium : (-)
◦ Kanker servik : (-)
◦ Kanker Usus : (-)
◦ Hipertensi : (+)
◦ Penyakit Jantung : (-)
◦ Diabetes : (+)
◦ Gangguang pembekuan darah : (-)

DATA OBYEKTIF

5
6

Kesan Umum : Tidak tampak sakit


Kesadaran : CM
GCS : E4V5M6
Vital Sign :
 Suhu Axila : 36,5 0C
 Heart Rate : 85 x/mnt
 Pernafasan : 20 x/mnt
 Tekanan darah : 190/120 mmHg
Pemeriksaan Fisik :
 Kepala : CA -/- SI -/- IK -/- , reflek cahaya +/+, pupil isokor 3/3.
 Thorax :
o Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-)
o Paru-paru : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-
 Abdomen : Supel (+), NT Epigastrium(-), H/L tidak teraba, BU (+)
normal,
 Ekstremitas : edema +/+, hangat +/+
Status Obstetric
 His (-)
 DJJ 140-144 x/menit
 TFU 31 cm
 Leopold
 Leopold I : Teraba massa bulat kenyal
 Leopold II : Punggung Kanan
 Leopold III : Teraba massa bulat keras
 Leopold IV : Kepala belum masuk PAP
 Pemeriksaan Dalam Vagina
 Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 9.3
Leukosit 9800
Hematokrit 28.0
Trombosit 321000
Gula darah sewaktu 158
CT 9
BT 3
HBsAg _
Ureum 9.1
Creatinine 0.55
Urine Lengkap
Protein +1

6
7

Reduksi -
Bilirubin -
Urobilin -
Leukosit 2-3
Eritrosit 1-2
Epitel 1-2
Silinder -
Kristal -

USG

CTG

» ASSESSMENT

7
8

 G4P3A0 38 mg + PEB
» PENATALAKSANAAN
 Planning Diagnosis :
 Darah Lengkap
 Urine Lengkap
 GDS
 SGOT/SGPT
 LDH
 Ureum/Creatinin
 HBsAg
 USG
 NST
 Planning Theraphy
 Bolus pelan MgSO4 40% 4g IV encerkan 10cc
 IVFD RL+MgSO4 40% 8 gr 20 tpm
 Methyldopa 4 x 500 mg/oral
 SC apabila MAP < 130 mmHg
 Raber Anastesi
 CTG
 Observasi urine output

» Follow Up Pasien
Hari / Tanggal Keluhan dan Terapi Pasien
10/06/2019 jam 21.00 S : Keluhan –
O : KU CM, TD 160/80 mmHg, Nadi 100 x/menit, Napas
20 x/menit, Suhu 36,2 0C.
A : G4P3A0 gravida 38 minggu dengan preeklampsia berat
P : Rencana Sectio Caesarean dan MOW
10/06/2019 jam 22.00 S : Keluhan lemas
O : KU CM, TD 140/70 mmHg, Nadi 98 x/menit, Napas

8
9

20 x/menit, Suhu 36,0 0C, BBL 3.400 gram, PB 52 cm.


A : P4A0 Post SC dan MOW a/i Preeklampsia dan Bekas
SC
P : IVFD RL 500 cc + 1 ampul oxytocin + MgSO4 40 %
20 cc untuk 20 tpm hingga 24 jam post SC
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV
Ketorolac 3 x 1 ampul IV
Metildopa 3 x 500 mg per oral
11/06/2019 S : nyeri pada luka operasi
O : KU CM, TD 150/90 mmHg, Nadi 90 x/menit, Napas
20 x/menit, Suhu 36,5 0C.
A : P4A0 Post SC dan MOW a/i Preeklampsia dan Bekas
SC
P : IVFD RL 500 cc + 1 ampul oxytocin + MgSO4 40 %
20 cc untuk 20 tpm hingga 24 jam post SC dilanjutkan
IVFD 500 cc untuk 20 tpm
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV
Ketorolac 3 x 1 ampul IV
Metildopa 3 x 500 mg per oral
12/06/2019 S : nyeri pada luka operasi
O : KU CM, TD 150/100 mmHg, Nadi 98 x/menit, Napas
20 x/menit, Suhu 36,8 0C.
A : P4A0 Post SC dan MOW a/i Preeklampsia dan Bekas
SC
P : IVFD RL 500 cc untuk 20 tpm
Cefadroxil 2 x 500 mg per oral
Asam mefenamat 3 x 500 mg per oral
Vit C 3 x 1 tablet per oral
Metildopa 3 x 500 mg per oral
13/06/2019 S : nyeri pada luka operasi
O : KU CM, TD 150/90 mmHg, Nadi 92 x/menit, Napas
20 x/menit, Suhu 36,5 0C.

9
10

A : P4A0 Post SC dan MOW a/i Preeklampsia dan Bekas


SC
P : Cefadroxil 2 x 500 mg per oral
Asam mefenamat 3 x 500 mg per oral
Vit C 3 x 1 tablet per oral
Metildopa 3 x 500 mg per oral

BAB III
PEMBAHASAN

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai


dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan system organ lainnya pada usia kehamilan di atas 20
minggu preeklampsia sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuria yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai
gangguan multisystem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostic karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.3

10
11

Pada pasien ini didapatkan adanya kenaikan tekanan darah sistolik dan
diastolic yaitu 190/120 mmHg. Selain itu, didapatkan juga adanya kadar
proteinuria sebesar +1. Hal ini sesuai dengan kriteria preeklampsia berat
berdasarkan PNKP : Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia di Indonesia tahun
2016 yaitu sebagai berikut :3
• Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
• Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter.
• Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya.
• Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastric / regio kanan atas
abdomen
• Edema paru
• Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
• Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR),
atau didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Faktor resiko preeklampsia adalah sebagai berikut :3
◦ Usia ibu > 40 tahun
◦ Nullipara
◦ Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
◦ Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
◦ Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
◦ Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
◦ Kehamilan multiple
◦ IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
◦ Hipertensi kronik

11
12

◦ Penyakit ginjal
◦ Sindrom antifosfolipid (APS)
◦ Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
◦ Obesitas sebelum hamil
Pada pasien ini terdapat dua factor resiko yaitu usia ibu > 40 tahun dan
multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya. Riwayat pereklampsia
sebelumnya merupakan factor risiko tinggi terhadap preeklampsia. Hal ini
seharusnya membuat ibu mendapatkan tindakan pencegahan terhadap
preeklampsia yaitu dengan pemberian aspirin dosis rendah (75 mg hari) dan
suplemen kalsium (minimal 1 gram/hari) yang menurut PNPK : Diagnosis dan
Tatalaksana Preeklampsia tahun 2016 direkomendasikan dengan level evidence I
dengan rekomendasi A (berdasarkan metaanalisis dan uji klinis).3

Tabel 1. Kriteria Terminasi Kehamilan Preeklampsia3

Pada pasien ini dilakukan terminasi kehamilan karena usia kehamilan pasien
sudah cukup bulan yaitu 38 minggu sehingga tidak dilakukan manajemen
ekspektatif. Pemberian MgSO4 pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah dan
mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan
mortalitas maternal serta perinatal. Cara kerjanya sendiri belum dapat dimengerti
sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi
melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,
sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai
antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat

12
13

asfiksia dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang


mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Guideline RCOG
merekomendikasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5-10 menit,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau
setelah kejang terakhir. Pemantauan produksi urin, reflex patella, frekuensi napas
dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat.
Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang. 3
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolic ≥ 110 mmHg dengan
target penurunan tekanan darah menjadi < 160 mmHg dan diastolic < 110 mmHg. 3
Terdapat beberapa obat antihipertensi yang dapat digunakan sebagai berikut :
• Calcium channel blocker yang bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel,. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium
channel blocker dapat mngurangi afterload, sedangkan efeknya pada
sirkulasi vena hanya minimal. Akan tetapi pemberian calcium channel
blocker dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya takikardia,
palpitasi, sakit kepala, flushing dan edema tungkai akibat efek local
mikrovaskular serta retensi cairan. Nifedipine merupakan salah satu
calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak decade terakhir
untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis dan sebagai antihipertensi.
Penggunaan nifedipine oral menurunkan tekanan darah lebih cepat
dibandingkan dengan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal
pemberian. Nifedipine selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal
yang selektif dan bersifat natriuretic dan meningkatkan produksi urin.
Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap
15-30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan
calcium channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin
dan asidosis yang disebabkan akibat hipotensi relative setelah pemberian
calcium channel blocker.3

13
14

• Beta-blocker kardioselektif yang bekerja pada reseptor P1 dibandingkan


P2. Atenolol merupakan salah satu obat golongan beta-blocker yang dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat terutama digunakan untuk
jangka waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester
pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti-
hipertensi lainnya tidak efektif.3
• Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di system saraf pusat adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil
dengna hipertensi kronis. Obat ini telah digunakan sejak tahun 1960,
metildopa mempunyai safety margin yang luas (paling aman). Walaupun
metildopa bekerja terutama pada system saraf pusat, namun juga memiliki
sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan
darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relative
tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering,
mengantuk, depresi, hipertensi postural , anemia hemolitik dan drug-
induced hepatitis. Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per
oral 2 atau 3 kali sehari dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat
maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12
jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternative lain penggunaan
metildopa adalah intravena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g
tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapap melalu plasenta pada
jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.3 Pada pasien ini diberikan
metildopa 4 x 500 mg untuk antihipertensinya karena metildopa
merupakan obat antihipertensi yang paling aman karena memiliki safety
margin yang luas.
Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit
kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit
jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang serta memiliki
risiko kematian lebih tinggi termasuk yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskular. 3

14
15

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, cara


persalinan ibu hamil dengan preeklampsia harus diputuskan dengan pemeriksaan
antenatal rutin. Persalinan pervaginam dapat dilakukan. Keberhasilan section
caesarian pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu dapat mencapai 97 % dan pada
usia kehamilan 28 – 32 minggu mencapai 65 %. 4 Pada pasien ini, dilakukan section
caesarian karena sebelumnya pasien memiliki riwayat SC 2 tahun yang lalu.

BAB IV
KESIMPULAN

Pasien (41 tahun) G4P3A0 gravida 38 minggu kontrol dengan tekanan darah
190/120 mmHg dan adanya riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
dirawat dengan rencana sectio caesarian apabila Mean Arterial Pressure (MAP) <
130. Terapi yang diberikan telah sesuai dengan Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran : Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia tahun 2016 yaitu
diberikannya terapi MgSO4 untuk mencegah terjadinya kejang dan kejang
berulang, metildopa sebagai antihipertensi yang digunakan serta terminasi
kehamilan karena usia kehamilan sudah cukup bulan.
Selain itu, seharusnya pasien ini diberikan pencegahan sekunder berupa
aspirin dosis rendah (75 mg/hari) dan suplemen kalsium (maksimum 1 g/hari) di
atas usia kehamilan 20 minggu.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

1. Info Datin 2012. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014 : 1-8.


(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
ibu.pdf, diakses 11 Juni 2019).
2. Say L, Chou D, Gemmill A, Tuncalp O, Moller AB, Daniels J, et al. Global
causes of maternal death : a WHO systematic analysis. Lancet Glob Health
May 6, 2014.p.323-33. (https://www.thelancet.com/action/showPdf?
pii=S2214-109X%2814%2970227-X, diakses 11 Juni 2019)
3. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran : Diagnosis dan Tatalaksana Preeklamsia. 2016.h.1-
59.
4. ACOG. Gestational hypertension and preeclampsia. ACOG Practice
Bulletin Number 202 January 2019;133(01).p.1-25.

16

Anda mungkin juga menyukai