Anda di halaman 1dari 153

PENCEMARAN AIR

&
PENGOLAHAN AIR LIMBAH

i
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000, 00 (lima
miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terbit sebagai dimaksud pada Ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
PENCEMARAN AIR
&
PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Wayan Budiarsa Suyasa

UdAyAnA UniveRSity PReSS


2015

iii
PENCEMARAN AIR
&
PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Penulis:
Wayan Budiarsa Suyasa

Penyunting:
Jiwa Atmaja

Cover & Ilustrasi:


Repro

Design & Lay Out:


i Wayan Madita

Diterbitkan oleh:
Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana denpasar
Jl. P.B. Sudirman, denpasar - Bali telp. (0361) 255128
unudpress@gmail.com http://penerbit.unud.ac.id

Cetakan Pertama:
2015, x + 142 hlm, 15 x 23 cm

ISBN:

Hak Cipta pada Penulis.


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

iv
PRAKATA

ertumbuhan Penduduk dan pembangunan diikuti


P oleh peningkatan berbagai aktivitas dan kegiatan
usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia. tidak dapat
dihindari, dampak ikutan dari peningkatan pembangunan
tersebut adalah timbulnya limbah yang berdampak pada
terjadinya peningkatan pencemaran. Aktivitas produksi
yang akan menghasilkan produk yang diinginkan dan
hasil samping yang tidak dapat dihindari sebagai beban
pengelolaan.Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik
(rumah tangga) yang keberadaannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis.
Air limbah yang tidak dikelola akan menimbulkan
dampak yang luar biasa pada perairan, khususnya sumber
daya air. Kelangkaan sumberdaya air pada masamendatang
dan bencana alam semisal erosi, banjir, dan kepunahan
ekosistem perairan tidak pelak lagi dapat terjadi apabila
kaum akademisi tidak peduli terhadap permasalahan
tersebut.
Sumberdaya air selain merupakan sumber daya
alam juga merupakan komponen ekosistem yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan akan air
cenderung semakin meningkat dari waktu ke waktu,

v
baik untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti
untuk air minum, air bersih dan sanitasi maupun sebagai
sumber daya yang diperlukan bagi pembangunan ekonomi
seperti untuk pertanian, industri, pembangkit tenaga
listrik dan pariwisata. Air yang digunakan untuk berbagai
kebutuhan dan keperluan hingga saat ini dan untuk kurun
waktu mendatang masih mengandalkan pada sumber air
permukaan, khususnya air sungai. Ketersediaan sumber
daya air sungai cenderung menurun karena penurunan
kualitas dan kuantitas yang tersedia juga karena kualitas
yang ada menjadi tidak dapat dimanfaatkan karena adanya
pencemaran.Pengelolaan air limbah merupakan salah satu
prioritas dalam pengelolaan lingkungan di indonesia. Air
mempunyai karakteristik fisik dan kimiawi yang sangat
mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya. Apabila
terjadi perubahan kualitas perairan, terutama oleh bahan
pencemaran lingkungan, maka daya dukung air tersebut
terhadap kehidupan akan teracam.
dalam buku ini akan dibahas tentang air itu sendiridari
sifat alamiahnya hingga berubah menjadi air limbah yang
mengandung berbagai bahan pencemar akibat pemakaian
dari berbagai aktivitas manusia. Selanjutnya, akan dikupas
indikatornya, bagaimana upaya dan teknik pengelolaannya
dalam upaya mengembalikan kualitas air. Buku ini lebih
diperuntukan bagi pelajar, mahasiswa untuk dipahami dan
menjadikan landasan berinovasi dalam pengelolaan air
limbah.

denpasar, 03 november 2014


Penyusun

v
i
DAFTAR ISI

Prakata ........................................................................... v
Daftar Isi ....................................................................... vii
Daftar Tabel ................................................................... ix
Daftar Gambar .............................................................. x

Bab i. Kimia Lingkungan Air


1.1 Sifat-sifat Air .......................................................... 1
1.2 Komposisi Air Alami ............................................. 5
1.3 Siklus Hidrolisa .................................................... 6
1.4 Molekol Air dan ikatan Hidrogen ...................... 7
1.5 Gas-gas dalam Air .................................................. 13

Bab ii. Pencemaran Air


2.1 timbulnya Pencemaran Air ................................. 24
2.2 Sumber dan Jenis Pencemar Air ......................... 25
2.3 indikator pencemaran Air ................................... 30
2.4 Parameter fisik Pencemaran Air .......................... 32
2.5 Parameter Kimia Pencemaran Air ....................... 37
2.6 dampak Pencemaran Air ...................................... 44

vii
Bab iii. Air Limbah
3.1 Sifat-sifat Air Limbah ........................................... 48
3.2 Karakter Fisik Air Limbah ................................... 50
3.3 Karakter Kimia Air Limbah ................................. 53
3.4 Baku Mutu Air ....................................................... 56
3.5 Karakteristik Limbah domestik .......................... 57
3.6 Pengolahan Air Limbah ........................................ 59
3.7 Komponen Pengolahan Air Limbah ................... 71
3.8 Mikroorganisme Pengurai Air Limbah ............. 75
3.9 Pengolahan Biologis dengan Lumpur Aktif ...... 81
3.10 Kurva Pertumbuhan Mikroba ........................... 82
3.11 Cara Pengolahan Air Limbah ............................ 88
3.12 tahap Pengolahan Air Limbah .......................... 96
3.13 Kolam Oksidasi .................................................... 104

Bab iv. eksplorasi Konsorsium Mikroorganisme


dalam Suspensi Aktif
4.1 Teknik Pembibitan (seeding) Mikroorganisme
(active sludge) .................................................. 110
4.2 Biodegradasi Rhodamin b dengan Biosistem ........... 120

Bab V Penutup ................................................................ 136


Daftar Pustaka ................................................................. 140

vii
i
DAFTAR TABEL

tabel 1.1 Perbandingan konsentrasi ion ion utama pada


air tawar dan air laut (% dari konsentrasi total
ion) ~ 5
Tabel 1.2. Harga Konstanta Gas dari Beberapa Macam Gas
dalam Air pada 25oC ~ 14
tabel 1.3. Konsentrasi jenuh kelarutan Oksigen dalam Air
dalam berbagai temperatur ~ 20
tabel 2. 1. Jenis Pencemar dan Sumbernya ~ 26
Tabel 2.2. Klasifikasi Padatan di Perairan Brdasarkan
Ukuran diameter ~ 35
tabel 2.3. ion-ion yang biasa ditemukan di perairan ~ 37
tabel 2.4. Kadar Oksigen dan Kaitannya dengan
Organisme akuatik ~ 39
tabel. 2.5. Jenis Penyakit Air Beserta Pembawanya ~ 46
tabel 3.1 Sifat-Sifat Air Limbah dan Sumbernya ~ 49
tabel 3.2. Perkiraan volume aliran limbah cair dan
beban BOd yang dihasilkan dari berbagai jenis
bangunan dan pelayanan ~ 59
tabel 3.3. Mikroba yang Berperan dalam Proses
Biodegradasi ~ 76
Tabel 4.1. Komposisi Air Limbah dan Gula Pasir pada
Proses Aklimatisasi ~ 118

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi ~ 7


Gambar 1.2. Ikatan H2O Cair ~ 8
Gambar 1.3. Diagram titik didih senyawa hidrogen ~ 10
Gambar.3.1. Komposisi dan Persentase Komponen Bahan
Organik dalam limbah ~ 58
Gambar 3.2 Aerasi dengan memasukkan udara ke dalam
air limbah ~ 61
Gambar 3.3. Aerasi dengan Menggunakan Baling-
Baling ~ 62
Gambar 3.4. Struktur ABS ~ 79
Gambar 3.5. Struktur LAS ( Dodecyl Benzena
Sulfonat) ~ 79
Gambar 3.6. Kurva Pertumbuhan Bakteri ~ 85
Gambar 3.7. Skema Diagram Pengolahan Fisik ~ 90
Gambar 3.8. Skema Diagram pengolahan Kimiawi ~ 91
Gambar 3.9. Skema Diagram pengolahan Biologi ~ 95
Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Kontak Stabilisasi ~ 120
Gambar 4.2. Biosistem ~ 133

x
BAB I
KIMIA LINGKUNGAN AIR

1.1 Sifat-Sifat Air

ir memiliki struktur molekul yang sangat


A sederhana, hanya terdiri atas unsur H dan O
namun memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupandan
keberlangsungannya di bumi ini. Kehidupan sangat
tergantung pada keberadaan air, tidak ada kehidupan di
bumi tanpa adanya air. Fungsi utama air bagi kehidupan
yang tidak dapat digantikan adalah multak diperlukan
dalam proses fotosintesis, pendistribusian nutrien dan
pengontrol suhu tubuh. Keberadaan air bagi kehidupan di
bumi ditentukan oleh siklus air. didalam siklus air volume
total air di bumi sesungguhnya tetap, namun distribusinya
mengalami perubahan-perubahan seiring dengan gangguan
terhadap siklus air. Pendistribusian air ini tidak merata
di seluruh bagian dari bumi. Hal ini disebabkan karena
distribusi curah hujan yang tidak merata di berbagai daerah.
Ada daerah yang curah hujannya tinggi dan berkembang
menjadi daerah yang subur, sebaliknya daerah yang curah
hujannya sangat rendah menjadi gersang dan tandus.
Sifat dan peranan air menentukan terjadinya fenomena
menyangkut air tersebut. Air dapat berbentuk padat (es),

1
cair dan gas (uap air) yang ternyata menunjukkan sifat-sifat
yang istimewa dan unik bila dibandingkan dengan sifat
yang ditunjukkan oleh senyawa-senyawa lainnya. Sebagai
contoh : es mengapung di air; sifat ini berbeda dengan sifat bentuk
padat pada umumnya yang kerapatannya lebih besar dari bentuk
cairnya. Ternyata penyimpangan sifat dari es ini memungkinkan
bagi biota akuatik untuk dapat mempertahankan hidupnya di
musin dingin.
Air merupakan pelarut yang sangat baik karena dapat
melarutkan berbagai macam senyawa ionik dan polar.
dengan demikian, air bertindak sebagai media untuk
transportasi senyawa-senyawa nutrisi bagi tanaman, hewan
dan senyawa-senyawa yang berasal dari limbah yang
bersifat toksik ataupun polutan.
Air merupakan komponen utama penyusun makhluk
hidup, hampir 98% tubuh suatu makhluk hidup, tersusun
oleh air. Bumi merupakan planet air, yang menutupi sekitar
71% permukaan bumi dalam bentuk lautan. Air terdapat
dalam berbagai bentuk misalnya uap air, es, cairan dan
salju. Air tawar terutama terdapat di badan air di daratan
dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus
hidrologi yang berlangsung secara kontinyu.
Air merupakan sumber daya vital bagi kehidupan
makhluk hidup. terganggunya suatu keseimbangan siklus
air / siklus hidrologi, akan berdampak terhadap lingkungan
secara luas. dampak dari kerusakan lingkungan ini bagi
manusia adalah terganggunya sanitasi dan kesehatan
serta berkurangnya jumlah cadangan air.ikatan polarnya

2
senyawa air mudah bersenyawa sehingga air tergolong
pelarut yang universal. Air di alam ini tidak terdapat dalam
bentuk yang murni, namun bukan berarti bahwa air tersebut
dalam keadaan tercemar. Karakteristik dan sifat yang khas
dari air adalah sebagai berikut (Miller, 1992) :
o Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan,
yaitu 00C (320F)- 1000C, air berwujud cair. Suhu
00C merupakan titik beku (freezing point) dan
suhu 1000 C merupakan titik didih (boiling point).
tanpa sifat tersebut air yang terdapat pada
jaringan tubuh makhluk hidup maupun air
yang terdapat di laut, sungai danau dan badan
air akan terdapat sebagai bentuk padatan atau
gas, sehingga tidak akan terdapat kehidupan
di muka bumi ini, karena sekitar 60%-90% sel
mahluk hidup adalah air.
o Perubahan suhu air berlangsung lambat
sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan
panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan
air tidak menjadi panas atau dingin dalam
seketika. Perubahan air yang lambat mencegah
terjadinya tekanan pada mahluk hidup karena
adanya perubahan suhu yang mendadak dan
menyebabkan air baik digunakan sebagai
pendingin mesin.
o Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses
penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah
adalah proses perubahan air menjadi uap air.

3
Proses ini memerlukan energi panas dalam
jumlah yang besar.
o Air merupakan pelarut yang baik. Air mampu
melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air
dapat mencuci racun/toksik/pencemar yang
terdapat di dalam tubuh atau badan air.
o Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.
Suatu cairan dikatakan memiliki tegangan
permukaan yang tinggi jika tekanan antarmolekul
cairan tersebut tinggi. tegangan permukaan
air menyebabkan air memiliki sifat membasahi
suatu bahan secara baik (Higher wetting ability).
tegangan permukaan yang tinggi menyebabkan
terjadinya sistem kapiler, yaitu kemampuan
untuk bergerak dalam pipa kapiler. Sifat kapiler
ini menunjang sistem transportasi unsur hara
dari dan ke tanaman.
o Air merupakan satu-satunya senyawa
yang meregang ketika membeku. Pada saat
membeku, air meregang sehingga air memiliki
Kandungan densitas (massa/volume) yang
lebih rendah daripada air. dengan demikian es
akan mengapung di air. Sifat ini mengakibatkan
danau-danau beriklim dingin hanya membeku
pada bagian permukaan sehingga kehidupan
organisme akuatik tetap berlangsung.
Airmerupakansenyawa paling dikenaldanmemegang
peranan penting dalam kehidupan di bumi adalah zat cair

4
yang memiliki sifat-sifat istimewa dan unik yang berpangkal
dari adanya ikatan hidrogen. Walaupun ikatan hidrogen
ini lebih lemah dari ikatan ionik ataupun ikatan kovalen
akan tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisika dari air,
menjadikan air sebagai suatu senyawa yang berperanan
penting bagi kehidupan.

1.2 Komposisi Air Alami


Air alami sesungguhnya merupakan suatu larutan
yang mengandung zat terlarut dalam berbagai konsentrasi.
Air yang mengandung sekitar 1000 ppm padatan yang
terlarut umumnya digolongkan sebagai air tawar. Air laut
rata-rata mengandung sekitar 35.000 ppm padatan yang
terlarut. Sedangkan air payau konsentrasi padatan yang
terlarut berada di antara batas-batas antara air tawar dan air
laut. Konsentrasi ion-ion pada air tawar jauh lebih rendah
dari konsentrasi ion-ion dalam air laut; begitupun distribusi
ionionnya sangat berbeda.

Tabel 1.1 Perbandingan konsentrasi ion ion utama pada air tawar
dan air laut (% dari konsentrasi total ion)

Ion Air Tawar Air Laut


-
HCO3 41,0 0,2
Ca2+ 16,0 0,9
Mg2+ 14,0 4,9
na+ 11,0 41,0
Cl- 8,5 49,0

5
Pada air laut kation utamanya adalah na+ dan
anion utamanya adalah Cl. Pada air tawar, Ca2+ dan Mg2+
merupakan kation utama, sedangkan anionnya adalah HC03-
. ion-ion pada air tawar berasal dari pelapukan batu-batuan
dan tanah.

1.3 Siklus Hidrologi


Siklus hidrologi adalah proses perputaran air termasuk
perubahan wujud air di bumi yang berlangsung terus
menerusmembentuksiklus.Airdibumisecaraterus-menerus
mengalami siklus melalui proses penguapan, transpirasi,
kondensasi dan presipitasi, peresapan kedalam tanah
(pengisian air tanah), pengaliran permukaan, pemakaian
oleh kehidupan dan aktivitas manusia, pelepasan kembali
ke badan air. Pendistribusian air melalui siklus yang tidak
henti ini dimotori oleh peran energi matahari dan gaya
gravitasi bumi. Panas matahari menghangatkan permukaan
bumi dan menyebabkan air dari danau, sungai lautan
dan bagian-bagian hidrosfir lain mengalami penguapan
(evaporasi).
demikian pula tanaman-tanaman mengalami
transpirasi. Uap air yang terjadi masuk ke dalam atmosfir
mengalami pendinginan sehingga terjadi kondensasi dan
membentuk awan. Awan ini terbawa oleh angin ke bagian
lain dari bumi. Molekul-molekul air yang terdispersi
menempel pada partikel-partikel debu yang ada di atmosfir
bergabung membentuk butiran-butiran air yang seterusnya
setelah mencapai berat yang cukup untuk jatuh ke

6
permukaan bumi sebagai hujan. Presipitasi ini dapat berupa
hujan, salju, embun tergantung pada kondisi lingkungannya.
Sebagian dari hujan ini jatuh langsung ke daerah hidrosfir,
yang lainnya jatuh di atas tanah atau batu-batuan. Sebagian
dari air ini mengalir melalui permukaan menuju sungai atau
danau dan sebagian lainnya meresap ke dalam tanah. Air
yang meresap ke dalam tanah ini mencapai lapisan yang
kedap air dan disebut air tanah (ground water). Selanjutnya
secara perlahan air tanah ini meresap menuju hidrosfir
untuk melengkapi siklusnya.

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi

1.4 Molekul Air dan Ikatan Hidrogen


Air mempunyai rumus molekul H2O. Antara atom O
dankedua atom H terbentuk ikatan kovalen; namunkarena
atom oksigen bersifat lebih elektronegatif dibanding atom

7
hidrogen maka molekul air bersifat polar. Sudut ikatan
antara H dan O dalam molekul H 2O adalah 104,5o. Sifat polar
yang kuat dari air sangat berperan dalam pembentukan
ikatan hidrogen. Jenis ikatan ini umumnya terjadi antara
molekul-molekul yang bersifat polar yang mengandung H
dengan senyawa-senyawa yang mengandung O, F dan N.
Dalam hal ini H atom yang bermuatan positif akan tertarik
oleh atom yang bersifat elektronegatif.
Satu molekul air dapat membentuk empat ikatan
hidrogen. Atom O dapat membentuk dua ikatan hidrogen
karena mempunyai dua pasang elektron bebas sedangkan
masing-masing atom H membentuk satu ikatan hidrogen
dengan atom O pada molekul lain yang berdekatan. dalam
keadaan cair, molekul-molekul air senantiasa bergerak
dan ikatan hidrogen secara terus-menerus terbentuk dan
terputus. Susunan molekul-molekulnya bersifat acak.

Gambar 1.2. Ikatan H2O Cair

8
dalamkeadaanpadat(es)gerakanmolekul-molekulnya
minimal dan molekul-molekulnya terorientasi sedemikian
rupa sehingga terbentuk ikatan hidrogen yang maksimal.
Molekul-molekulnya tersusun dalam heksagonal beraturan
membentuk struktur tiga dimensi yang teratur dan kuat.
Rongga yang terjadi pada susunan ini besarnya ditentukan
olehsudutikatandarimolekul-molekulair.Akibatterjadinya
rongga ini maka volume es lebih besar dari bentuk cairnya.
Akibatnya jarak molekul molekul air pada keadaan cair
lebih rapat daripada dalam keadaan padat (es).

1.4.1 Titik Didih dan Titik Leleh


titik didih senyawa hidrogen dan unsur-unsur
golongan vi A pada umumnya meningkat secara teratur
sesuai dengan kenaikan berat molekulnya : H2S, H2Se dan
H2te. di luar dugaan H2O yang berat molekulnya paling
kecil ternyata mempunyai titik didih paling tinggi jauh di
atas titik didih senyawa-senyawa lainnya.
tingginya titik didih air ini adalah akibat adanya
ikatan hidrogen di antara molekul-molekul H2O ini;
sedangkan pada senyawa-senyawa lainnya keberadaan
ikatan hidrogen ini tidak signifikan.Pada penguapan air
dari cair menjadi uap, diperlukan energi tambahan dalam
bentuk panas untuk memutuskan ikatan hidrogen ini;
sehingga titik didih air menjadi jauh lebih tinggi dari yang
diprediksikan.Seandainya air memiliki titik didih seperti
yang diprediksikan (sekitar –80oC) maka pada temperatur
rata-rata dari permukaan bumi ini akan berada dalam

9
bentuk uap sehingga kehidupan di bumi tidak mungkin
berlangsung.Air juga mempunyai titik lebur yang tinggi
karena diperlukan sejumlah energi dalam bentuk panas
untuk memutuskan ikatan hidrogen agar terjadi perubahan
dari bentuk padat (es) menjadi bentuk cair.

Gambar 1.3.Diagram titik didih senyawa hidrogen

1.4.2 Kapasitas Panas


Kapasitas panas adalah panas yang diperlukan untuk
menaikkan temperatur 1 gram senyawa sebesar 1oC. Ternyata air
mempunyai kapasitas panas paling tinggi yaitu 1 kalori untuk
menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1oC.dari batasan di
atas, makin tinggi kapasitas panas suatu senyawa makin
kecil kenaikan temperaturnya bila menyerapsejumlah panas
tertentu dari makin kecil penurunan temperaturnya bila
melepaskan sejumlah panas yang sama.Sifat ini besar sekali
implikasinya terhadap iklim di bumi; sebab dengan adanya
sifat ini lautan mampu menyerap panas dalam jumlah yang
sangat besar tanpa mengalami kenaikan temperatur yang

10
berarti. dengan kata lain, air mampu meredam terjadinya
perubahan temperatur yang drastis di muka bumi.

1.4.3 Panas Peleburan dan Panas Penguapan


Panas peleburan, yaitu panas yang diperlukan oleh
1 gram zat padat untuk berubah menjadi cair pada titik
lelehnya. Sebaliknya, sejumlah panas yang sama akan
dilepaskan pada perubahan 1 gram zat zair menjadi zat
pada pada titik bekunya.Panas peleburan, yaitu panas yang
diperlukan oleh 1 gram zat cair untuk berubah menjadi uap
pada titik didihnya. Sejumlah panas yang sama dilepaskan
pada pengembunan 1 gram uap menjadi cair pada titik
didihnya.Pada proses peleburan, terjadi penyerapan panas
tetapi temperatur tidak meningkat sampai seluruhnya
meleleh. Sebaliknya pada proses pembekuan, panas
dilepaskan ke lingkungan tetapi temperatur tidak turun
sampai seluruhnya membeku. demikian pula halnya
pada proses penguapan dan pengembunan, tidak terjadi
perubahan temperatur sampai prosesnya selesai.
Karena peleburan dan panas penguapan terkait dengan
kapasitas panas maka tidak heran kalau air mempunyai
panas peleburan dan panas penguapan yang lebih tinggi
dari senyawa-senyawa lainnya. Hal ini juga akibat dari
adanya ikatan hidrogen pada molekul-molekulnya. Pada
proses peleburan es maupun penguapan air diperlukan
energi panas untuk memutuskan ikatan hidrogen tersebut.
Untuk menguapkan sejumlah kecil air diperlukan energi
panas yang relatif besar. Kenyataan ini mempunyai arti yang

11
penting bagi manusia karena dengan adanya penguapan
sedikit air dari kulit (berkeringat) dapat menurunkan suhu
tubuh secara efisien. Dengan demikian, tubuh hanya
kehilangan air relatif kecil sehingga tidak menimbulkan
goncangan kesetimbangan cairan tubuh.
Panas penguapan yang tinggi dari air ini juga
mempengaruhi iklim dari bumi. Pada musim panas air
menguap dari permukaan badan air seperti lautan, danau,
dan sebagainya. Panas yang diperlukan untuk penguapan
ini diambil dari lingkungan di sekelilingnya, sehingga
daerah di sekitamya terasa sejuk. Pada musim dingin,
pada waktu air membeku terjadi pelepasan panas sehingga
daerah sekitarnya terasa lebih hangat.

1.4.4 Hubungan Temperatur dengan Kerapatan


Kerapatan didefinisikan sebagai berat per satuan
volume. Kerapatan zat cair umumnya meningkat dengan
turunnya temperatur dan mencapai maksimum pada titik
bekunya. Tidak demikian halnya dengan air. Bila temperatur air
menurun, kerapatannya mencapai maksimum pada 4oC (empat
derajat di atas titik bekunya), dan selanjutnya menurun sampai
titik bekunya tercapai pada 0oC. Dengan demikian kerapatan es
lebih kecil dari air sehingga es akan mengapung di permukaan
air.
Sifat istimewa dari es ini diakibatkan terbentuknya
susunan kisi yang berongga pada waktu air membeku.
ternyata sifat es ini mempunyai arti penting bagi kehidupan
akuatik. Pada waktu musim dingin, air permukaan danau

12
mulai membeku membentuk lapisan es yang mengapung
menutupi permukaan air dan bertindak sebagai dinding
penyekat yang mencegah air yang ada dibawahnya
kehilangan panas. dengan demikian, proses pembekuan
tidak sampai mencapai dasar danau dan hanya terbatas
setebal beberapa kaki saja. Akibatnya, ikan-ikan dan
organisme-organisme akuatik lainnya dapat hidup dalam
air yang ada di bawah lapisan es tersebut.
Akibat lain yang dapat terjadi dari fenomena di atas
adalah kerusakan pada karang-karang dan lingkungan.
Air yang terperangkap masuk ke celah-celah karang
bila membeku maka tenaga ekspansi yang timbul begitu
besarnya sehingga mengakibatkan karang-karang tersebut
retak; dan hal ini merupakan faktor penting dari pelapukan
batu karang.

1.5 Gas-gas dalam Air


Gas yang terlarut dalam air mempunyai arti yang
amat penting terutama bagi ekosistem air. Biota akuatik
sangat membutuhkan oksigen dan tanaman-tanaman air
memerlukanCO2untukprosesfotosintesa.Kelarutangas-gas
di dalam air menuruti Hukum Henry yang menyatakan
bahwakelarutan suatu gas dalam zat cair sebanding dengan
tekanan parsialnya.
Berdasarkan pernyataan di atas, bila kelarutan gas
di dalam air adalah X, maka dapat dinyatakan dalam
bentuk-persamaan berikut :
(X(aq)) = k. Px(4.1)

13
Dimana k adalah konstanta gas tersebut pada suhu tertentu
dan Px adalah tekanan parsial dan gas tersebut.
Perlu dicatat bahwa hukum Henry ini tidak berlaku bagi
gas‑gas yang bereaksi dengan pelarutnya; seperti misalnya gas
CO2 atau gas SO2.Tabel berikut menyatakan nilai k dari beberapa
macam gas dalam air pada 25oC.

Tabel 1.2.Harga Konstanta Gas dari Beberapa Macam Gas


dalam Air pada 25 oC

Gas K (mol.1-1.atm-1)
O2 1,28 x 10-3

CO2 3,38 x 10-2

H2 7,90 x 10-4

n2 6,48 x 10-4

CH2 1,34 x 10-3

Kelarutan jenuh oksigen pada 25oC dalam air dapat


diperhitungkan secara sederhana dengan berpegang pada
tekanan udara 1 atm dan tekanan uap air pada 25oC 0,0313
atm dan udara kering mengandung 20,95% volume oksigen.
dari ketentuan ini, tekanan parsial oksigen didapatkan dari
perhitungan :
PO2= 20,95 x 10-2 x (1,0000 - 0,0313 atm) = 0,2029 atm.
Seanjutnya berdasarkan hukum Henry konsentrasi
molar dari oksigen terlarut :

14
(O2(aq)) = k. P O2
= 1,28 x 10-3 mol 1-1 atm-1 x 0,2029 atm
= 2,60 x 10-4 mol 1-1
Karena massa molekul O2 = 32 maka kelarutannya menjadi:
(2,60 x 10-4 mol 1-1 ) x 32 g/mol = 8,32 mg/L atau 8,32 ppm.

1.5.1 Oksigen dalam Air


di samping untuk kelangsungan kehidupan biota
akuatik, oksigen terlarut juga digunakan untuk menguraikan
bahan‑bahan organik dalam air. Bila bahan-bahan jenis ini
cukup banyak mencemari badan air maka jumlah oksigen
yang dikonsumsi untuk menguraikan bahan-bahan
tersebut semakin banyak. Konsekuensinya kandungan
oksigen terlarut dalam air turun sampai sedemikian rendah
sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan biota
akuatik yang ada dalam perairan tersebut. Banyak ikan-ikan
akan mati, bukan karena keracunan zat-zat pencemar tetapi
akibat dari kekurangan oksigen.
Hampir seluruh oksigen yang ada dalam air berasal
dari atmosfer. Kemampuan suatu badan air untuk mengisi
oksigen kembali dengan cara kontak dengan atmosfer
merupakan faktor penting dalam mempertahankan
kandungan oksigen dalam air.
Oksigen yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan
air yang berwarna hijau melalui proses fotosintesis pada
siang hari tidak dapat diharapkan untuk meningkatkan
kandungan oksigen dalam air karena oksigen tersebut
digunakan kembali untuk proses metabolisme oleh
organisme tersebut pada malam harinya.

15
Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada
temperatur air, tekanan parsial oksigen dalam atmosfir dan
kandungan garam dalam air. dari perhitungan yang telah
dilakukan pada pembicaraan terdahulu terlihat bahwa
konsentrasi oksigen dalam air pada 25oC yang berada dalam
keadaan setimbang dengan udara pada tekanan 1 atmosfer
hanyalah 8,32 mg/L atau 8,32 ppm. Jadi bila dalam air ini
terjadi proses yang memerlukan oksigen, maka kandungan
oksigen terlarut akan dengan cepat menurun mendekati
nol seandainya tidak dilakukan tindakan-tindakan untuk
mengatasinya seperti pengoperasian mekanisme reaerasi
yang efisien dalam air.
Penggunaan oksigen untuk menghancurkan senyawa-
senyawa organik dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi berikut :
{CH2O} + O2 CO2 + H2O (4.2)
ternyata dari persaman stoikiometri di atas, untuk
mengkonsumsi kandungan oksigen sebesar 8,32 mg per
liter pada 25oC ini hanya 7,8 mg per liter bahan organik
{CH2O} sudah cukup.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan gas-gas dalam
air terutama pada kelarutan oksigen dalam air sangatlah
penting artinya. Kenaikan temperatur akan menurunkan
kelarutan gas-gas dalam air seperti terlihat pada data
berikut. Pada 0oC kelarutan oksigen dalam air adalah
14,74 mg/L, sedangkan pada 35oC kelarutannya 7,03 mg/L.
dengan kenaikan suhu air, kelarutan oksigen dalam air akan
menurun. Keadaan ini dibarengi dengan meningkatnya

16
kecepatan metabolisme (pernafasan) dari organisme
perairan sehingga menyebabkan adanya suatu keadaan di
mana naiknya kebutuhan oksigen diikuti oleh penurunan
kelarutan gas tersebut dalam air.

1.5.2 Oksigen Terlarutdalam Air


Gas yang terlarut dalam air sangat penting artinya bagi
kehidupan di air. Hal ini karena gas-gas diperlukan dalam
proses fotosintesis dan respirasi. Oksigen di dalam air yang
digunakan oleh organisme hidup adalah oksigen terlarut,
bukan atom O dalam molekul H2O. Untuk tersedianya
air yang sehat, jumlah oksigen dan gas-gas yang lainnya
haruslah dijaga setinggi mungkin. Kelarutan oksigen dalam
air tergantung pada suhu dan kadar garam. Jika dalam
air terjadi proses pemakaian oksigen maka kadar oksigen
terlarut menjadi makin kecil dan bahkan dapat mencapai
nol yang tentu saja hal ini sangat merugikan bagi ekosistem
dalam badan air tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut
maka dalam badan air harus ada suatu proses reoksigenasi.
Proses ini tergantung dari kinetika yang dapat menghambat
masuknya udara ke dalam air seperti suhu, turbulensi, dan
adanya partikel dalam badan air.
Pengaruh suhu terhadap kelarutan gas dalam air
ditunjukan dengan persamaan Clausius Clapeyron:
log C2/C 1 =  H/2,303 R ( 1/t 1- 1/t 2(4.3)
dimana:
C = konsentrasi gas;
T = suhu mutlak (K);

17
dH = kalor larutan dalam kal/mol;
R = konstanta gas (1,987 kal/K.mol).

Kelarutan oksigen dalam air pada suhu 25oC dalam


keseimbangan dengan udara pada tekanan 1 atmosfer sebesar
8,32 mg/L. Dalam keadaan setimbang dengan udara, air tidak
dapat mengandung kadar oksigen terlarut yang terlampau tinggi
dibandingkan dengan banyak jenis zat terlarut yang lainnya. Bila
terjadi proses penggunaan oksigen dalam air, kadar oksigen terlarut
dapat dengan cepat mencapai nol tanpa adanya proses mekanisme
reaerasi yang efisien dalam air, seperti aliran turbulensi pada
sungai‑sungai yang dangkal atau aerasi dengan pemompaan udara
ke dalam tangki yang merupakan fasilitas pengolahan pada suatu
perlakuan sekunder terhadap limbah dengan lumpur aktif.
Selain untuk kelangsungan kehidupan ekosistem air, oksigen
dalam air digunakan untuk menguraikan senyawa‑senyawaorganik
dengan reaksi sbb:
CH2O + O2------ CO2 + H20
Berat bahan organik-organik yang diperlukan
untuk mengkonsumsi 8,3 mg O2 dalam satu liter air yang
seimbang dengan atmosfer pada suhu 25oC adalah 7,8 mg
CH2O. Jadi mikroorganisme yang sedang menghancurkan
bahan organik hanya mampu merubah 7 sampai 8 mg
bahan organik saja, bila mikroorganisme itu mengkonsumsi
oksigen jenuh dalam satu liter air pada suhu 25oC.
Banyaknya oksigen yang terlarut dalam air dalam
mg/L disebut oksigen yang terlarut (dissolved Oksigen =
dO).Ada beberapa cara menentukan dO seperti metode

18
Winkler & Altenberg dan cara elektrokimia. Metode
Winkler dan Altenberg berdasarkan pada sifat-sifat gas
oksigen yang terlarut dalam air dengan prinsip kerja sebagai
berikut: Segera setelah pengambilan cuplikan dalam air,
ditambahkan dengan larutan MnSO4 (350 g/L) dan 1 mL,
larutan alkali yodium (terdiri dari 15 g i2, 3 g naOH dan 1 g
nan3), dalam 100 ml aquadest. Botol ditutup dan dikocok
kuat-kuat, kemudian dibiarkan selama 5 menit. dilakukan
pengocokan lagi, kemudian secara perlahan ditambahkan 2
ml H2SO4 pekat dan dititrasi dengan natriumtiosulfat.
Reaksi penetapan oksigen terlarut adalah sebagai
berikut:

MnSO4  2NaOH  Mn(OH)2  Na2SO4


3Mn(OH )2  H 2O2  Mn3O4  3H 2O
Mn3O4  2KI  4H 2 SO4  I 2  MnSO4  K2 SO4  4H 2O
I 2  2Na2 S2O3  NaI  Na2 S4O6

Gangguan nitrit :

H 2 SO4  2KI  2HNO3  K 2 SO4  2H 2O  2NO  I 2


4NO  2H 2O  O2  4HNO3

Adanya nan3 :
2NaN3  H 2 SO4  Na2 SO4  2HNO3
HNO2  HN3  N 2  N 2O  H 2O

Perhitungan kadar :

Oksigen terlarut (mg/L) = v x n/vo

19
Dimana:
n = normalitas;
v = volume na2S2O3;
vO = volume cuplikan.

Selama penetapan sebaiknya dialirkan gas n2, dan


gangguan akan terjadi oleh adanya garam-garam besi,
kromat, hipoklorit, klor bebas, tanin, lignin dan asam
humat.
Metode pengukuran oksigen terlarut dengan metode
elektrokimia memiliki prinsip reduksi gas oksigen pada
katoda akan menyebabkan timbulnya arus yang besarnya
proporsional dengan tekanan parsial dari oksigen
dalam larutan. Prinsip kerjanya dengan membuat arus
baku dengan mengukur air yang jenuh dengan udara,
kemudian dilakukan penetapan dengan pembanding yang
memberikan ekspresi hasilnya dengan kadar oksigen dalam
% konsentrasi jenuh. Jika menghendaki kadar dalam mg/L
maka digunakan tabel transformasi.

Tabel 1.3. Konsentrasi jenuh kelarutan Oksigen dalam Air


dalam berbagai temperatur

Temperatur (C) Air Tawar (mg/L) Air Laut (mg/L)


0 14,6 11,3
5 12,8 10,1
10 11,3 9,0
15 10,1 8,2
20 9,2 7,4

20
Temperatur (C) Air Tawar (mg/L) Air Laut (mg/L)
25 8,3 6,7
30 7,6 6,1
35 6,9 5,5
Sumber: Greg Laidler(1991)

Banyaknya gas oksigen (mg/ml) yang dapat digunakan


untuk mengoksidasi senyawa organik dan anorganik yang
bisa teroksidasi dalam air disebut kebutuhan oksigen
kimiawi atau chemical oxygen demand= COd. Angka COd
dapat digunakan untuk mengevaluasi O2 yang dapat
digunakan untuk mengoksidasi garam anorganik dan
organik dalam cuplikan, baik yang mengalami biodegradesi
maupun yang tidak.
Prinsip kerja penentuan COd adalah dengan oksidasi
cuplikan dengan K2Cr2O7 yang berlebihan pada suasana
asam dan suhu didih. dilakukan penambahan katalisator
Ag2SO4 dan zat pengkompleks HgSO4. Kelebihan bikromat
dititrasi dengan larutan ferri ammoniumsulfat. Lima puluh
ml cuplikan air yang sebelumnya disaring atau didekantasi
ditambah dengan 1 gram HgSO4 dan 5 ml H2SO4 dan
ditunggu sampai larut dan tidak ada endapan AgCl yang
terjadi kemudian ditambahkan 25 ml larutan K2Cr2O7 0,25
n dan 70 ml H2SO4. Setelah itu dipanaskan dengan sistem
pendingin balik selama 2 jam kemudian diencerkan dengan
air. Selanjutnya ditambahkan indikator (Ferroine) dan
dititrasi dengan larutan baku Ferri ammoniumsulfat.
Jumlah oksigen total dalam mg/L yang dapat digunakan
untuk reaksi kimia sebagai berikut :

21
C  O2 CO2
4H  O2  H 2O
N  O2  NO  NO2
S  O2  SO2  SO3
p  O2  P2O5

Pengerjaannya adalah dengan prinsip kerja fisis


yaitu dengan melewatkan air ke dalam tanur pemanas
bertemperatur tinggi (900oC). Zat yang dapat dioksidasi
akan teroksidasi secara sempurna pada suhu tersebut.
Jumlah oksigen dalam mg/L yang dibutuhkan oleh
bakteri aerobik untuk menguraikan dan menstabilkan
sejumlah senyawa organik dalam air melalui proses oksidasi
biologis aerobik dikenal dengan istilah BOd.Setelah
diinkubasi selama 5 hari maka hasil penetapan tersebut
disebut BOd 5. Jadi jumlah oksigen dalam mg/L yang
diperlukan dalam kondisi penetapan inkubasi selama 5 hari
dalam suhu 20oC dalam kegelapan menyatakan degradasi
zat organik terhadap oksigen melalui cara biologis.
Sebenarnya oksidasi senyawa organik secara biologis
yang sempurna dapat terjadi dalam waktu 21-28 hari,
namun biasanya penetapan dilakukan dengan BOd5. Hal
ini dilakukan karena sudah dapat diketahui bahwa tahap
oksidasi yang berlangsung sebesar 70%, dan menunggu
sampai 21-28 hari untuk suatu analisa yang memerlukan
waktu cepat, terlalu lama dalam waktu 5 hari bakteri-bakteri
nitrogen hampir secara sempurna telah menggunakan
oksigen yang ada :

NH 4  NO 2  NO 3

22
Cara penetapan BOd5 mengikuti prosedur seperti
berikut. Sejumlah volume tertentu dari cuplikan dimasukan
ke dalam labu takar dengan diencerkan dengan air yang
telah jenuh dengan oksigen. derajat keasaman dibuat
netral, kemudian cuplikan dibagi menjadi dua bagian dan
dimasukan ke dalam tabung inkubasi tanpa ada gelembung
udara yang tersisa salah satu cuplikan ditetapkan nilai
oksigen terlarutnya (dO) sedangkan tabung yang lainnya
diinkubasi dalam almari inkubasi dalam kondisi gelap
dan suhu inkubasi 20oC selama 5 hari. Setelah itu cuplikan
yang diinkubasi ditetapkan kandungan oksigennya (dO).
Perbedaan harga dO dari yang diinkubasi dengan cuplikan
yang tidak diinkubasi adalah nilai BOd5 cuplikan tersebut.
Pada proses penetapan BOd5 ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi yakni: gangguan cahaya yang dapat
menyebabkan proses fotosintesa sehingga kadar oksigen
bertambah, perubahan suhu, pH, elemen-elemen toksis,
dan timbulnya gelembung udara pada proses pengerjaan
pengukuran.
Untuk lebih memastikan nilai BOd5 suatu cuplikan
perlu dilakukan perbandingan dengan larutan standar
glukosa 300 mg/L (nilai BOd = 224 mg) atau dengan larutan
standar asam glutamat 300 mg/L (nilai BOd 217 mg). Jika
nilai COd<BOd 21, maka cuplikan yang diperiksa berisi
zat-zat organik yang bisa terbiodegradasi. Perbandingan
nilai COD:BOD5 untuk limbah rumah tangga sebesar 1,5,
sedangkan untuk limbah industri sebesar 2,2.

23
BAB II
PENCEMARAN AIR

2.1 Timbulnya Pencemaran Air

kosistem adalah suatu sistem ekologi yang


e terbentuk dari komponen abiotik dan biotik
dengan interaksi diantaranya yang membentuk identitas
dan kapasistas ekosistem.Manusia adalah bagian penting
dalam suatu ekosistem yang dapat berperan secara internal
maupun eksternal dari suatu ekosistem. Keterlibatan
manusia menjadi bagian dari ekosistem memiliki dampak
yang signifikan terhadap perubahan ekosistem. Untuk
pertumbuhan dan memenuhi keperluan hidupnya
manusia menjadikan lingkungan sebagai sumberdaya
dalam memenuhi berbagai aktivitas produksinya. dalam
melakukan aktivitas, manusia maupun makhluk hidup
lain menghasilkan bahan buangan yang biasa disebut
limbah. namun, yang menjadi persoalan adalah limbah
dalam jumlah yang besar dan dapat berbahaya dari suatu
aktivitas yang intensif, yaitu industri. industri dalam skala
kecil hingga besar telah merupakan sumber pencemar bagi
lingkungan tanah, air dan udara dari berbagai limbah yangg
dapat berbentuk padat, cair dan gas.

24
Sumber pencemar merupakan sumber zat/bahan asing
yang masuk ke lingkungan dan menimbulkan perubahan
pada lingkungan. Perubahan pada lingkungan dapat
terjadi tergantung pada besarnya jumlah maupun tingkat
toksik dari limbah yang dimasukan ke lingkungan serta
faktor kapasitas media lingkungan dalam menampung
limbah untuk tidak terjadi pencemaran ataupun kerusakan
media lingkungan itu sendiri. Beban pencemar yang
masuk melampaui daya dukung lingkungan akan terjadi
pencemaran dan kerusakan dan demikian sebaliknya. Jika
beban lingkungan terlalu besar, lingkungan membutuhkan
waktu untuk memperbaiki diri dan jika perbaikan sulit
dilakukan, maka terjadi pencemaran lingkungan.

2.2 Sumber dan Jenis Pencemar Air


Sumber pencemar yang berasal dari aktivitas manusia
dapat diidentifikasi kedalam suatu lokasi tertentu (point
source) atau tak tentu/tersebar (non point/diffuse source).
Kedua jenis sumber pencemar itu harus diperhitungkan
dan dianalisis dalam menentukan beban pencemaran yang
masuk ke suatu media lingkungan. Sumber tertentu lebih
mudah diidentifikasi karena kejelasan hubungan antara
suatu akktivitas sebagai sumber pencemar, sementara
sumber tidak tentu meliputi sebaran berbagai aktivitas
yang luas serta menyangkut dampak yang tidak langsung.
Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil,
cerobong asap pabrik dansaluran limbah industri. Pencemar
yang berasal dari point source bersifat lokal. efek yang

25
ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik
limbah yang dihasilkan. Sumber pencemar non point source
dapat berupa campuran sumber tertentu dalam jumlah
yang banyak, misalnya limpasan dari daerah pertanian
yang mengandung pupuk dan pestisida, limpasan dari
daerah pemukiman (domestik) dan limpasan dari daerah
perkotaan.
Sumber pencemar dari berbagai aktivitas manusia
baik berasal dari lokasi tertentu maupun tidak tertentu
dapat menghasilkan bahan pencemar berupa padatan,
cairan maupun gas. Bahan pencemar yang masuk ke media
air dapat terlarut, tersuspensi, tersedimentasi dan lepas
sebagai gas. Pengelompokan bahan pencemar berkaitan
dengan janis aktivitas ditunjukan dalam tabel 2.1.
Tabel 2. 1. Jenis Pencemar dan Sumbernya

Sumber Tertentu Sumber Tak Tentu


(point source) (non point source)
No Jenis Pencemar Limbah Limbah Limpasan Limpasan
Domestik Industri Daerah Daerah
Pertanian Perkotaan
1 Limbah yang dapat X X X X
menurunkan kadar oksigen

2 nutrien X X X X

3 Patogen X X X X

4 Sedimen X X X X

5 Garam-garam - X X X

6 Logam yang toksik - X - X

7 Bahan organik yang toksik - X X -

8 Pencemaran panas - X - -
Sumber : Davis dan Cornwell,1991

26
Sumber pencemar juga dapat dikelompokan menjadi
sumber pencemar langsung dan sumber pencemar tidak
langsung. Sumber pencemar langsung adalah sumber
pencemar yang langsung keluar dari sumbernya masuk ke
media sebagai sumber dampak. Sumber pencemar langsung
antara lain dari kegiatan industri, rumah tangga, pertanian,
peternakan dan sebagainya. Sumber tidak langsung adalah
kontaminan yang memasuki lingkungan melalui media
perantara, misalnya tanah, air tanah dan hujan sebelum ke
target penerima dampak. Jenis bahan buangan dari sumber
pencemar langsung maupun tidak langsung dapat berbagai
bentuk sebagai berikut :

a. Bahan Buangan Padat


Bahan buangan padat adalah bahan buangan yang
berbentukpadat,baikyangkasarmaupunyanghalus.Bentuk
bahan buangan ini di perairan dapat tersuspensi, terlarut
atau bahkan mengendap. Hal ini akan mempengaruhi
kekeruhan dan berat jenis perairan. Bahan buangan ini
kadangkala menimbulkan warna dan bau spesifik di
perairan. Jika warna perairan gelap, akan mempengaruhi
penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sinar matahari sangat
berguna untuk fotosintesis.

b. Bahan Buangan Organik


Mencakup bahan buangan yang dapat didegradasi
oleh mikroorganisme. Hal yang penting adalah sebaiknya
tidak mebuang bahan buangan organik ini ke dalam perairan

27
karena akan menyuburkan perairan, sehingga timbul
bakteri pathogen. Bahan buangan organik sebaiknya dibuat
kompos atau untuk diproses menghasilkan gas metan.

c. Bahan Buangan Anorganik


Bahan buangan anorganik berupa bahan buangan/
limbah yang sulit terurai/didegradasi oleh mikroorganisme.
Apabila masuk ke dalam perairan, maka akan terjadi
peningkatan ion logam di perairan. yang berasal dari
industri misalnya timbal (Pb), Cadmium (Cd), Air Raksa
(Hg), Kroom (Cr), nikel (ni).

d. Bahan Buangan Olahan Bahan Makanan


Merupakan bahan buangan organik yang memiliki
kekhasan, yaitu bau yang sangat menyengat hidung.
Apabila bahan makanan mengandung protein dan gugus
Amin, maka akan menjadi senyawa amonia yang mudah
menguap dan berbau busuk. Mikroorganisme yang
terdapat di dalamnya, juga terdapat bakteri pahtogen yang
membahayakan kesehatan manusia.

e. Bahan Buangan Cairan Berminyak


Bahan buangan yang tidak dapat larut dalam
air, sehingga akan mengapung di permukaan perairan.
Lapisan minyak akan menghalangi cahaya matahari masuk
sehingga menghambat proses fotosintesis. Peristiwa ini akan
menurunkan kadar dO (Dissolved Oxygen) di perairan.

28
f. Bahan Buangan Zat Kimia
Bahan buangan zat kimia terdiri dari bahan sabun/
detergent, bahan pemberantas kimia (insektisida), Zat
warna kimia. Bahan buangan sabun di perairan ditandai
dengan adanya buih-buih sabun di permukaan perairan.
Sabun berasal dari asam lemak (Stearat, Palmitat atau Oleat)
yang direaksikan dengan na(OH) atau K(OH). Beberapa
sifat sabun adalah larutan sabun akan menaikkan pH dan
mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Bahan
antiseptik yang ditambahkan dalam sabun akan menggangu
organisme di dalam air dan terdapat sebagian bahan sabun
yang tidak dapat dipecah oleh mikroorganisme. Pemakaian
basa natrium (na) atau Kalium (K) dapat meningkatkan
kesadahan air. Pemakaian bahan pemberantas hama
(insektisida) pada lahan pertanian menimbulkan sisa bahan
insektisida yang cukup banyak. insektisida sulit dipecah
atau diurai oleh mikroorganisme dan membutuhkan waktu
yang lama. Akibat yang ditimbulkan oleh insektisida akan
menurunkan kadar oksigen terlarut di dalam air.

g. Zat Warna Kimia


Banyak digunakan dalam industri, untuk membuat
produk menjadi menarik. Zat warna merupakan racun dan
bersifat carcinogenic bagi tubuh karena tersusun dari zat
kimia yaitu chromogen dan Auxochrome
Jenis polutan antropogenik adalah polutan yang
masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya
kegiatan domestic (rumah tangga), kegiatan urban

29
(perkotaan), maupun kegiatan industri. Berdasarkan sifat
toksiknya, polutan/pencemar dibedakan menjadi dua,
yaitu polutan tak toksik (non toxic polutans) dan polutan
toksik (toxic pollutans).Polutan tak toksik biasanya berada
pada ekosistem secara alami, bersifat mencemari jika
terdapat dalam jumlah yang berlebihan, sehingga dapat
mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui proses
fisika dan kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri dari
bahan-bahan tersuspensi dan nutrient. Bahan-bahan
tersuspensi mempengaruhi sifat fisika perairan, misalnya
meningkatkan kekeruhan dan menghambat penetrasi
sinar matahari. Keberadaan nutrient dan unsur hara yang
berlebihan dapat menimbulkan pengayaan perairan, yang
mengganggu kesetimbangan ekosistem akuatik secara
keseluruhan.Sementara polutan toksik dapat menyebabkan
kematian (lethal) dan tidak menyebabkan kematian (sub
lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku,
dan morfologi organisme akuatik. Polutan toksik biasanya
berupa bahan-bahan yang bukan alami, misalnya pestisida
dan detergent.

2.3 Indikator Pencemaran Air


Air yang tercemar, memiliki karakteristik khusus
yang dapat dibedakan dari air bersih, baik secara fisik, kimia
maupun biologi. Semakin banyaknya jumlah manusia/
penduduk maka makin banyak bahan buangan di alam.
Kondisi ini akan menyebabkan kualitas air mengalami
penurunan seperti dikemukakan di atas. Perubahan fisik

30
kimia dan biologi lingkungan perairan dapat ditunjukan
dengan berbagai indikator/tanda bahwa air dalam keadaan
tercemar. indikator tersebut (1) Suhu sangat penting
dalam suatu perairan, karena menentukan jenis organisme
yangdapathidup.Kegiatanindustriseringkalimenggunakan
mesin reaktor dalam proses produksi. Apabila hal ini
dibuang ke perairan maka akan mengakibatkan perubahan
suhu perairan. Perubahan suhu perairan juga dapat terjadi
karena peristiwa alam, yang mengakibatkan peningkatan
kesuburan perairan sehingga akan timbul jenis tanaman
air yang menimbulkan pencemaran (Red Tide). (2)
derajat Keasaman (pH) bagi kehidupan normal berkisar
antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung
dari jumlah ion Hidrogen yang didonorkan. Limbah
yang dibuang ke perairan dapat mengurangi pH menjadi
<7(Asam) maupun >7(Basa). (3) indikator Fisik yang mudah
terdeteksi oleh panca indera manusia adalah Warna, Rasa
dan Bau. Perubahan itu disebabkan oleh jenis dan jumlah
bahan buangan/limbah di perairan. Warna, Rasa dan Bau
dapat mengurangi estetika bagi penggunaan air untuk
keperluan air minum. (4) timbulnya endapan, Koloidal
dan Bahan terlarut.
endapan, Koloidal dan Bahan terlarut berasal dari
bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bentuk
menjadi endapan maupun koloidal tergantung pada daya
larut bahan buangan tersebut. endapan yang tidak dapat
larut sempurna akan berada di dasar perairan, sedangkan
yang sebagian larut akan membentuk koloidal di perairan.

31
Koloidal ini akan menghalangi masuknya cahaya matahari
ke perairan. Jika cahaya matahari kurang di perairan, maka
mikroorganisme tidak dapat melakukan fotosintesa dengan
sempurna. Fotosintesa dibutuhkan untuk menghasilkan
oksigen yang cukup bagi organisme perairan. Semakin
banyak endapan, koloidal maupun Bahan terlarut akan
meningkatkan BOd (Biological Oxygen Demand) di perairan.
(5) Mikroorganisme berperan dalam mendegradasi bahan
buangan. Semakin banyak bahan buangan di perairan
maka akan semakin banyak mikroorganisme yang akan
mendegradasinya. Seiring perkembangan mikroorganisme,
kemungkingan akan timbul juga mikroba patogen. Mikroba
Pathogen akan menimbulkan berbagai macam penyakit. (5)
Radioaktif telah banyak dipergunakan di segala bidang,
antara lain pertanian, kedokteran, industri dan lain
sebagainya. Sejak awal terbentuknya bumi, radioaktivitas
telah ada dalam pembentukan Bumi melalui Reaksi Fusi
yang memerlukan energi yang sangat tinggi. namun
manusia dilarang untuk mebuang secara sengaja bahan-
bahan radioaktif ke perairan.

2.4 Parameter Fisik Pencemaran Perairan


Penentuan parameter pencemaran perairan secara
fisik ditentukan berdasarkan sifat-sifat fisika. Sifat fisika
perairan berkaitan dengan ukuran partikel padatan yang
terkandung dalam air serta suhu. Perubahan suhu perairan
tergantung pada penyerapan dan transfer panas partikel
partikel terlarut. Partikel-partikel yang terkandung dalam

32
perairan dapat berupa bahan organik maupun organik
yang memiliki sifat daya hantar panas yang bervariasi.
Berbagai kandungan bahan tersebutlah yang berpengaruh
pada suhu alami perairan disamping tentunya besarnya
panas yang diterimanya. Partikel-partikel yang terkandung
didalam perairan juga menentukan kecerahan perairanm,
warna dan ukuran padatan terlarut dan tersuspensi
didalamnya. Berikut ini Parameter Fisika spesifik yang
dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas Air :

2.4.1 Suhu
Badan air memiliki suhu, yang dipengaruhi oleh
musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan
air (altitude), waktu hujan dalam sehari, sirkulasi udara,
penutupan awan, aliran air serta kedalaman badan
air. Perubahan suhu berperan penting terhadap proses
fisika, kimia dan biologi badan air, yang juga berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme
akuatik memiliki kisaran tertentu yang paling baik bagi
pertumbuhannnya.
Perubahan suhu berpengaruh terhadap dinamika
kimia dan biokimia perairan. Pningkatan suhu akan
mendorong peningkatan reaksi-reaksi kimia di perairan,
peningkatan evaporasi dan pelepasan gas dari perairan.
Peningkatan suhu dapat berdampak pada peningkatan
pelepasanoksigensehinggaterjadi penurunankadaroksigen
terlarut dalam air. disisi lain peningkatan suhu perairan
alami sedikitdiatassuhu normal akan memicu pertumbuhan

33
mikroorganisme seiring dengan itu terjadi peningkatan
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Hal ini
dapat berdampak pada penyerapan oksigen terlarut yang
dapat menjadi pembatas bagi pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme. namun demikian kandungan oksigen
terlarut dapat kembali meningkat jika ada penurunan suhu
perairan alami.

2.4.2 Kecerahan dan Kekeruhan


Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan,
yang ditentukan secara visual dengan menggunakan alat
Secci Dish. Satuan dari kecerahan adalah meter. Kecerahan
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan dan padatan tersuspensi serta faktor ketelitian.
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan Mg/L. Padatan
tesuspensi menyebabkan peningkatan kekeruhan, namun
tidak semua padatan dapat menyebabkan kekeruhan.
Sebagaicontoh air laut memiliki padatan terlarut yang tinggi,
namun memiliki kekeruhan yang rendah. Oleh karena itu,
kekeruhan juga disebabkan oleh aliran di perairan. Pada
air permukaan yang tergenang (lentik), misalnya danau,
kekeruhan disebabkan oleh bahan tersuspensi atau partikel
koloid halus. Sedangkan di sungai kekeruhan banyak
disebabkan oleh partikel yang lebih besar seperti limpasan
tanah (Runoff) dari tempat yang lebih tinggi. Semakin tinggi
kekeruhan, akan mempengaruhi sistem pernafasan dan
daya pandang organisme akuatik.

34
2.4.3 Warna
terdapat dua warna di perairan, yaitu warna tampak
(Apparent Color) dan warna sesungguhnya (true color).
Warna sesungguhnya disebabkan oleh partikel terlarut
di perairan dan warna tampak disebabkan oleh partikel
terlarut dan tersuspensi. Warna perairan ditimbulkan
oleh bahan organik dan bahan anorganik. Oksida Besi
menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida
Mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan dan
kehitaman. intensitas warna cenderung meningkat dengan
meningkatnya pH. Untuk segi estetis sebaiknya warna air
tidak melebihi 15 PtCo. (skala Platinum Cobalt). Untuk
kepentigan air minum sebaiknya warna tidak melebihi
50PtCo. Warna juga dapat disebabkan olah alga di perairan
contoh oleh Blooming alga (Red Tide). Warna dapat
menghambat penetrasi cahaya untuk masuk ke perairan.

2.4.4 Padatan Total, Terlarut dan Tersuspensi


Padatan total (residu) adalah padatan yang tersisa
setelah sampel mengalami pengeringan pada suhu tertentu.
Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan menurut
ukuran diameter, dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2.Klasifikasi Padatan di Perairan Brdasarkan Ukuran Diameter

No Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter (μm) Ukuran Diameter


1 Padatan terlarut < 10-3 <10-6
2 Koloid 10-3-1 10-6-10-3
3 Padatan tersuspensi >1 > 10-3

35
Padatan tersuspensi total ( Total Suspended Solid atau
TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 μm)
yang tertahan di saringan millipore berdiameter 0,45 μm.
tSS terdiri dari Lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik yang terdiri dari kikisan tanah dan erosi tanah yang
terbawa ke badan air.
Padatanyang menetap(Settleable solid) adalahpadatan
tersuspensi yang dapat diendapkan selama periode tertentu
dalam wadah yang berbentuk kerucut terbalik (imhoff cone).
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau tdS)
adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan
koloid (diameter 10-6mm – diameter 10-3mm) yang berupa
senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak
tersaring pada kertas saring yang berdiameter 0,45 μm. tdS
biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa
ion-ion yang biasanya ditemukan di perairan. Jenis ion-ion
anorganik yang biasanya ditemukan di perairan antara lain
dapat dilihat pada tabel 2.3
Kandungan tdS perairan sangat dipengaruhi oleh
pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan pengaruh
anthropogenik(limbahdomestikdanindustri).Bahan-bahan
tersuspensi dan terlarut di perairan tidak bersifat toksik,
namun jika berlebihan dapat meningkatkan Kandungan
kekeruhan dan mempengaruhi proses fotosintesis di
perairan.

36
Tabel 2.3. ion-ion yang biasa ditemukan di perairan

Major Ion (Ion Utama) Secondary Ion (Ion Sekunder)

(1-1000 mg/liter) (0,01 mg-10 mg/liter)

1. Sodium (na) 1. Besi (Fe)

2. Kalsium (Ca) 2. Strontium (Sr)

3. Magnesium (Mg) 3. Kalium (K)

4. Bikarbonat (HCO3) 4. Karbonat (CO3)

5. Sulfat ( SO4) 5. nitrat (nO3)

6. Klorida (Cl) 6. Flourida (F)

7. Boron (B)

8. Silika (SiO2)

2.5 Parameter Kimia Pencemaran Perairan


Penentuan parameter pencemaran perairan secara
kimia ditentukan berdasarkan sifat-sifat kimia. Sifat kimia
adalah sifat yang ditentukan dengan terjadinya reaksi
yang melibatkan ionik, masuknya unsur maupun senyawa
kimia kedalam air dan terjadi reaksi yanng dapat merubah
bentuk hasil semula. dengan demikian sifat kimia adalah
keberadaan unsur/senyawa dalam perairan sebagai hasil
dari reaksi kimia. Bebrapa parameter kimia perairan adalah
sebagai berikut:

37
2.5.1 Derajat Keasaman (pH)
nilai pH ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen
dalam air, semakin besar konsentrasi ion hidrogen dalam air
semakinrendahnilaipHdanperairansemakinbersifattoksik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan
pH, dan menyukai kondisi pH yang berkisar antara 7,0 -
8,5. Kondisi pH sangat mempengaruhi dinamika kimiawi
unsur/senyawa dan proses biokimiawi perairan, misalnya
proses nitrifikasi akan terhambat dengan menurunnya pH
perairan. namun demikian,logam berat dalam kondisi
ionnya dan meningkatkan tinkat toksisitasnya pada pH
yang rendah. Penurunan pH perairan mulai dari pH 6 akan
mempengaruhi kelimpahan keanekaragaman plankton
dan bentos, sementara pH 5 kebawah akan mempengaruhi
penurunan yang signifikan pada biomassa zooplankton dan
peningkatan filamen algae hijau, dan pada pH 4 sebagian
besar tumbuhan hijau akan mati.

2.5.2 Oksigen Terlarut/Disolved Oksygen (DO)


Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut pada
perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami
bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air
dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Ikan dan organisme
akuatik di perairan membutuhkan oksigen terlarut
dalam jumlah yang cukup. Kebutuhan oksigen sangat
berhubungan erat dengan suhu. Kadar logam berat yang
tinggi dapat mempengaruhi system respirasi organisme
akuatiksehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah

38
dan kadar logam berat tinggi akan dapat menyengsarakan
organisme akuatik.
Tabel 2.4.Kadar Oksigen dan Kaitannya dengan
Organisme akuatik
Kadar Oksigen
Pengaruh terhadap kelangsungan
Terlarut(mg/
hidup organisme
liter)

< 0,3 Hanya sedikit ikan yang dapat bertahan pada


masa pemaparan singkat

0,3 – 1,0
Pemaparan lama akan dapat mengakibatkan
kematian ikan

1,0-5,0 ikan dapat bertahan hidup tetapi


pertumbuhannya terganggu

> 5,0
ideal bagi sebagian besar organisme akuatik

2.5.3 Kebutuhan OksigenBiokimiawi/Biochemical Oxygen


Demand (BOD)
dekomposisi bahan organik umumnya terjadi dalam
dua tahap, pertama yaitu oksidasi bahan organik menjadi
bahananorganik.selanjutnyayaituoksidasibahananorganik
yang tidak stabil menjadi bahan organik yang lebih stabil.
BOd5 merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk
mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan
air.
Proses oksidasi bahan-bahan organik dilakukan oleh
berbagai jenis mikroba dalam air. Ketersediaan nutrient

39
sangat mendukung proses oksidasi tersebut. Keberadaan
bahan-bahan toksik akan dapat mengganggu kemampuan
mikroba dalam mengoksidasi bahan organic. Perairan yang
telah memiliki Kandungan BOd5 5,0-7,0 mg/liter dianggap
masih alami, sedangkan perairan yang memiliki Kandungan
BOd5> 10 mg/liter dianggap telah mengalami pencemaran.
Kandungan BOd5 industri pangan antara 500-4000 mg/liter
(Rao, 1991)

2.5.4 Kebutuhan Oksigen Kimiawi/Chemical Oksygen


Demand (COD)
COd menggambarkan jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan kimiawi
secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi
maupun yang sukar didegradasi secara biologi. Pengukuran
COd didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua
bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida
dan air dengan bantuan oksidator kuat (Kalium dikromat/
K2Cr2O7) dalam suasana asam.
Perairan yang memiliki kadar COd tinggi tidak ideal
bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Kandungan
COd pada perairan yang tidak tecemar biasanya berkisar
kurang dari 20 mg/liter. Sedangkan pada perairan yang
tercemar lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri
dapat mencapai 60.000 mg/liter (Effendi, 2003)

40
2.5.5 Nitrit (NO 2-)
nitrit bersifat toksik dalam perairan, kandungan
nitrit di perairan ditentukan oleh pencemarn oleh
senyawaan n dan terhambatnya proses pembentukan
nitrat oleh mikroorganisme hal ini berkaitan juga dengan
ketersediaan oksigen terlarut. Umumnya, perairan alami
memiliki kadar nitrit dalam jumlah sedikit, dan segera
teroksidasi menjadi nitrat yang menyebabkan kandungan
nitrat lebih tinggi dari nitrit. Sumber nitrit berkaitan
dengan sumber yang menghasilkan senyawaan nitrogen,
sumber tersebut umumnya berasal dari limbah industri
dan limbah domestik. Perairan alami mengandung nitrit
sekitar 0,01 mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/
liter karena dapat bersifat toksik. Pada manusia konsumsi
nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya
proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin darah. (Effendi,
2003).

2.5.6 Nitrat (NO3)


nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami
dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman
dan alga. nitrat sangat mudah larut dalam air dan sangat
stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna
nitrogen di perairan, yang berlangsung pada kondisi aerob.
Kadar nitrat nitrogen perairan alami biasanya tidak lebih
dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat > 5 mg/liter menggambarkan
terjadinya pencemaran anthropogenik yang berasal dari
aktivitas manusia dan tinja hewan.

41
2.5.7 Besi (Fe)
Keberadaan besi pada perairan permukaan di pada
kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi
ditemukan dalam kation Ferro (Fe2+) dan Ferri (Fe3+). Pada
perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen
terlarut yang cukup, ion ferro yang yang bersifat mudah larut
dioksidasi menjadi ion ferri. Proses redoks besi melibatkan
bakteri sebagai mediator Kadar Besi pada perairan alami
berkisar antara 0,05-0,2 mg/liter (Boyd, 1988), kadar besi >
1,0 mg/liter dapat membahayakan kehidupan organisme
akuatik.

2.5.8 Kadmium (Cd)


Kadmium banyak digunakan dalam industri
metalurgi, pelapisan logam, pigmen, baterai, peralatan
elektronik, pelumas, peralatan fotografi, gelas, keramik,
tekstil dan plastik. Kadar Kadmium pada perairan alami
sekitar 0,0001-0,001 mg/liter. Untuk melindungi kehidupan
ekosistem akuatik sebaiknya perairan memiliki kadar
kadmium sekitar 0,0002 mg/liter (Effendi, 2003).

2.5.9 Timbal (Pb)


timbal pada perairan ditemukan dalam keadaan
terlarut atau tersuspensi. Kelarutan timbal sangat rendah
sehingga kadar timbal dalam air sangat sedikit. Kadar dan
toksisitas timbal ditentukan oleh kesadahan, pH, alkalinitas
dan kadar oksigen. Akumulasi timbal dalam tubuh
manusia mengakibatkan ganguan pada otak dan ginjal

42
dan kemunduran mental pada anak-anak yang sedang
berkembang. Pada Perairan yang diperuntukkan bagi air
minum sebaiknya kadarnya tidak melebihi 0,1 mg/liter
(Effendi, 2003)

2.5.10 Fosfat (PO4)


Fosfat banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau
detergen, bahan industri keramik dan minyak pelumas.
Kadar Fosfor yang diperkenankan bagi kepentingan air
minum adalah 0,2 mg/liter. Kadar fosfor pada perairan
alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/liter (Effendi, 2003).
Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai
senyawa Ortofosfat, Polifosfat dan Fosfat-organis.
Ortofosfat adalah senyawa monomer seperti H2PO4-, HPO42-
dan PO43-. Sedangkan Polifosfat (juga disebut “Condensed
Phosphates”) merupakan senyawa polimer seperti (PO3)63-
(heksametafosfat), P3O105- (tripolifosfat). Setiap senyawa
fosfat tersebut tedapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi
atau terikat di dalam sel organisme di dalam air. dalam air
limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk,
industri dan pertanian. di daerah pertanian, ortofosfat
berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai
melaluidrainasedan aliran hujan. Polifosfat dapatmemasuki
sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang
menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat
seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya.
Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja)
dan sisa makanan. Fosfat Organis dapat juga terjadi dari

43
ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis oleh bakteri
maupun tanaman.
Jika kadar fosfat pada air alami sangat rendah
(<0,01 mg P/l), pertumbuhan tanaman dan ganggang akan
terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop. Bila kadar lain
atau nutrient sangat tinggi, pertumbuhan ganggang dan
tanaman tidak terbatas (keadaan eutrop) (Allaerts, 1984).

2.6 Dampak Pencemaran Air


Jenis dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran
air banyak sekali ragamnya. dampak ini dapat terbagi dan
dikategorikan ke dalam empat kelas antara lain dampak
terhadap kehidupan biota air, kualitas air tanah, kesehatan
dan estetika lingkungan.

2.6.1 Dampak terhadap Kehidupan Biota Air


Zat pencemar di dalam air akan menurunkan kadar
oksigen yang terlarut didalam air. Oksigen diperlukan untuk
mendegradasi / menguraikan zat-zat pencemar. Kehidupan
air membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Jika kadar
oksigennya menurun sampai pada tingkat tertentu, maka
kehidupan biota perairan akan terganggu. Kematian biota
perairan antara lain ikan-ikan dan tumbuhan air juga
disebabkan oleh adanya zat-zat beracun. Jika bakteri mati,
maka proses penjernihan air limbah secara alamiah juga
akan mengalami hambatan. Polusi termal dari limbah juga
akan mengganggu kehidupan biota perairan.

44
2.6.2 Dampak terhadap Kualitas Air Tanah
Polutan akan meresap ke dalam tanah melalui pori-
pori tanah. Pada proses peresapan ini, tanah akan menjadi
jenuh. Hal ini akan menimbulkan gangguan terhadap air
tanah, sebagai salah satu sumber air minum yang paling
banyak digunakan.

2.6.3 Dampak terhadap Kesehatan


dampak terhadap kesehatan tergantung dari kualitas
air, karena air merupakan media bagi penyebaran penyakit.
Penularan penyakit dapat bermacam-macam yaitu : Air
sebagai media hidup bagi mahluk hidup termasuk mikroba,
air sebagai sarang penyebar penyaki dan jumlah air yang
berkurang menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan
manusia untuk membersihkan dirinya. di indonesia
terdapat beberapa penyakit yang dikategorikan sebagai
waterborn diseases atau penyakit yang dibawa oleh air.
Penyakit ini dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya
dapat masuk ke dalam sumber air yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba yang penyebarannya
melalui air cukup banyak, antara lain bakteri, protozoa dan
virus. di bawah ini akan diuraikan beberapa penyakit yang
termasuk dalam kategori waterborn diseases beserta agen
pembawanya.

45
Tabel. 2.5. Jenis Penyakit Air Beserta Pembawanya

Jenis
No Nama Pembawa Penyakit yang ditimbulkan
pembawa
virus 1 Rotavirus diare pada anak
2 Hepatitis A Hepatitis A
3 Poliomyelitis Polio( myelitis anterior acuta )
4 Vibrio cholerae Escherchia coli Cholera diare/ dysentriae
5 enteropatogenik Salmonella typhi thypus abdominalis
6 Salmonella parathypishigella dysentriae Parathypus
Protozoa 1 Entamoeba hystolitica Balantidia coli dysentrie amoeba balantidiasis
2 Giarda Lamblia Giardiasis
Metazoa 1 Ascaris lumbricoides Ascariasis
2 Clonorchis sinensis Chlonorchiasis
3 Diphyllobothrium latum diphylobothriasis
4 Taenia saginata / T.solium taeniasis
5 Schistosoma Scistosomiasia
Sumber : Gunadharma, 1997

2.6.4 Dampak terhadap Estetika Lingkungan


Proses industri menghasilkan hasil samping berupa
limbah / bahan buangan. Jumlah limbah yang dihasilkan
berbanding lurus dengan tingginya kegiatan produksi.
Limbah dapat diolah dengan cara diendapkan terlebih
dahulu, namun metode ini menimbulkan dampak bau
yang menyengat. Penumpukan limbah juga memerlukan
wilayah yang luas agar tidak mengganggu sanitasi dan
kesehatan di pemukiman penduduk. Masalah ini disebut
sebagai masalah estetika lingkungan. Limbah minyak dan
lemak juga menimbulkan masalah estetika lingkungan,
yaitu sekitar tempat pembuangan limbah menjadi licin.

46
Pada tempat pembuangan dan pengolahan limbah, masalah
bau umumnya timbul dari beberapa kegiatan antara lain :
tangki pembuang limbah industri, tangki pembusuk limbah
yang mengandung Hidrogen Sulfida (H2S) dan proses
pengolahan bahan organik.

47
BAB III
AIR LIMBAH

3.1 Sifat-Sifat Air Limbah

ir limbah mempunyai sifat-sifat yang dapat


A dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: sifat fisik,
sifat kimiawi dan sifat biologis. Adapun cara pengukuran
yang dilakukan pada setiap jenis dari sifat-sifat tersebut
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan
keadaannya. Analisis jumlah dan satuan biasanya
diterapkan untuk menelaah bahan kimianya, sedangkan
analisis menggunakan penggolongan, banyak diterapkan
untuk kandungan biologinya.
Adapun gambaran lengkap tentang sifat fisik, sifat
kimiawi, serta kandungan biologis dari air limbah serta
sumber utama munculnya sifat itu dapat dilihat pada tabel
2.1 di bawah (Matcalf dan eddy, 1979).

48
Tabel 3.1 Sifat-Sifat Air Limbah dan Sumbernya

Sifat-sifat Air Limbah Sumber asal air limbah

Sifat fisik :
1 Warna Air buangan rumah tangga dan industri serta bangkai
benda organis
2 Bau Pembusukan air limbah dan limbah industry
3 endapan Penyediaan air minum, air limbah rumahtangga dan
industri, erosi tanah, aliran air rembesan

4 temperatur Air limbah rumahtangga dan industri


Sifat kimia :
- Organik
1 Karbohidrat Air limbah rumahtangga, perdagangan serta limbah
industri
2 Minyak, lemak, Air limbah rumahtangga, perdagangan serta limbah
industri
gemuk
3 Pestisida Air limbah pertanian
4 Fenol Air limbah industri
5 Protein Air limbah rumahtangga, perdagangan
6 deterjen Air limbah rumahtangga, industri
7 Lain-lain Bangkai bahan organik alamiah
Anorganik :
1 Kesadahan Air limbah dan air minum rumahtangga serta rembesan air
tanah
2 Klorida Air limbah dan air minum rumahtangga, rembesan air
tanah dan pelunak air
3 Logam berat Air limbah industri
4 nitrogen Air limbah rumahtangga dan pertanian
5 Ph Air limbah industri
6 Fosfor Air limbah rumahtangga dan industri serta limpahan air
hujan
7 Belerang Air limbah dan air minum rumahtangga serta limbah
industry
Bahan-bahan beracun :
- Gas-gas
1 Hidrogen sulfida Pembusukan limbah rumahtangga
2 Metan Pembusukan limbah rumahtangga
3 Oksigen Penyediaan air minum rumahtangga serta perembesan air
permukaan
Sifat biologis :
1 Binatang Saluran terbuka dan bangunan pengolah
2 tumbuh-tumbuhan Saluran terbuka dan bangunan pengolah
3 Protista Air limbah rumahtangga dan bangunan pengolah
4 virus Air limbah rumahtangga

49
3.2 Karakteristik Fisik Air Limbah
Karakter fisik air limbah ditentukan oleh polutan yang
masuk kedalam air limbah dan memberikan perubahan
fisik pada air limbah tersebut. Karakteristik fisik tersebut
adalah suhu, kekeruhan, warna dan bau yang disebabkan
oleh adanya bahan tersuspesi dan terlarut didalamnya.
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi
oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat
fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai
efek estetika dan kejernihan serta bau dan warna dan juga
temperatur.

3.2.1 Suhu
Fluktuasi suhu dalam air akan
berpengaruh terhadap kehidupan di dalamn.
Peningkatan dan penurunan suhu dalam air
dipengaruhi oleh derajat ketinggian tempat, komposisi
substrat, kekeruhan, curah hujan, angin, suhu limbah
dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam air. Kenaikan
suhu sebesar 10 oC dapat mengakibatkan ikan tertekan
dan laju metabolisme meningkat dua kali lipat. Suhu
optimal beberapa jenis moluska adalah 20 oC, dan
apabila melampaui batas tersebut akan mengakibatkan
berkurangnya aktivitas kehidupannya (Haslam, 1995).

3.2.2 Padatan Terlarut dan Tersuspensi


Besarnya padatan tersuspensi dalam suatu perairan
akan menurunkan penetrasi cahaya, sehingga akan dapat
menurunkan aktivitas fotosintesis fitoplankton dan algae.

50
Pada dasar perairan, padatan tersuspensi secara perlahan
akan menutupiorganisme bentos dandapatmempengaruhi
jaring-jaring pangan. Padatan tersuspensi dalam suatu
perairan disebabkan oleh banyak faktor seperti lumpur,
bahan organik, detritus, plankton, dan limbah domestik,
sehingga menimbulkan kekeruhan yang tinggi dalam
suatu perairan.
Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa
setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan
padasuhutertentu.Residudianggapsebagaikandungantotal
bahan terlarut dan tersuspensi dalam air. Selama penentuan
residu ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion
utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi
karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas – gas
lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup
dalam nilai padatan total (Boyd, 1988). Padatan yang
terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran
diameter partikel.
Padatan tersuspensi total (total suspended solid atau
tSS) adalah bahan dasar tersuspensi yang tertahan pada
saringan milipore dengan diameter pori 0,45 mikrometer.
tSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah erosi
tanah yang terbawa ke dalam air (Effendi, 2003).
Padatan yang mudah mengendap (Settable solid) adalah
jumlah padatan tersuspensi yang dapat diendapkan selama
periode waktu tertentu dalam wadah yang berbentuk
kerucut terbalik. Padatan terlarut total (total dissolved

51
Solid atau tdS) adalah bahan – bahan terlarut (diameter
<10-6mm) dan koloid (diameter 10-6 – 10-3) yang berupa
senyawa-senyawa kimia bahan lain, yang tidak tersaring
pada kertas saring berdiameter 0,45mikrometer (Rao, 1992).
tdS biasanya disebabkan oleh bahan organik yang berupa
ion – ion yang biasa ditemukan di perairan.
Berdasarkan sifat volatilitas (penguapan) pada suhu
6000C, padatan tersuspensi dan terlarut dibedakan menjadi
volatile solids dan non volatile atau fixed solids. Volatile solid
adalah bahan organik yang teroksidasi pada pemanasan
dengan suhu 6000C, sedangkan non volatile solid adalah
fraksi bahan organik yang tertinggal sebagai abu pada suhu
tersebut (Rao, 1992).
nilai tdS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan
batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik
(berupa limbah domistik dan industri). Bahan – bahan
tersuspensi yang terlarut dalam perairan alami tidak
bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan, terutama tSS
dapat meningkatkan nilai kekeruhan, yang selanjutnya
akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolam air
dan akhirnya berpengaruh terhadap fotosintesis di perairan
(Effendi, 2003).
Rasio antara padatan terlarut dan kedalaman rata
– rata perairan merupakan salah satu cara untuk menilai
produktivitas perairan. Perbandingan antara tdS dan
kedalaman rata – rata ini dikenal sebagai Morphoedaphic
index (Mei).

52
3.3 Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan dengan
adanya polutan dari bahan bahan kimia (chemical).
Chemical tersebut terdapat dalam bentuk terlarut dalam
bentuk ion-ion dan tersuspensi dalam bentuk senyawanya.
Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah
sebagai polutan akan menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan melalui berbagai kemungkinan reaksi biokimia.
Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam
limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak
sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih
berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang
beracun. Adapun bahan kimia yang penting yang ada di
dalam air limbah pada umumnya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Sugiharto, 1987) :
1. Bahan organik 7. Protein 12. Logam berat
2. pH 8. Karbohidrat 13. Metan
3. Klorida 9. Minyak& Lemak 14. nitrogen
4. Kebasaan 10. Fenol 15. Fosfor
5. Sulfur 11. Bahan anorganik 16. Gas
6. Zat beracun

3.3.1 Oksigen Terlarut


Kandungan oksigen (O2) terlarut merupakan hal
yang paling penting bagi kelangsungan hidup organisme
perairan, sehingga penentuan kadar O2 terlarut dalam
air dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu
air. Analisis O2 terlarut merupakan kunci yang dapat

53
menentukan tingkat pencemaran suatu perairan maupun
jenis penggolongan limbah yang diperlukan.
Menurut Husin (1988), kemampuan air untuk
membersihkan pencemaran secara alamiah adalah banyak
tergantung pada kadar O2 terlarut dan organisme
pengurai. Jika tidak ada senyawa beracun, maka
kandungan O2 terlarut minimum sebesar 2 mg/l sudah
cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara
normal. Kandungan O2 terlarut erat kaitannya dengan
karbondioksida (CO2), karena CO2 merupakan salah satu
gas yang penting untuk kehidupan organisme fotosintetik
yang akan dipergunakan dalam pembentukan senyawa
organik.

3.3.2 Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)


Kebutuhan oksigen biokimia (BOd) merupakan
ukuran banyaknya oksigen yang diperlukan oleh jasad
pengurai untuk merombak bahan organik yang ada dalam
perairan dalam volume air tertentu. Secara umum BOd
diukur dalam jangka waktu lima hari, sehingga dikenal
sebagai BOd5, artinya banyaknya oksigen yang diper-
gunakan oleh mikro-organisme pengurai dalam
menguraikan bahan organik baik yang terlarut maupun
yang tersuspensi selama lima hari pada suhu konstan 20
o
C (Alaerts dan Santika, 1984).
Peningkatan nilai BOd5 merupakan petunjuk adanya
penurunan kandungan oksigen terlarut yang disebabkan
oleh peningkatan jumlah populasi organisme pengurai

54
dan meningkatnya laju penguraian. Perairan yang
memiliki nilai BOd tinggi dan tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan kandungan oksigen terlarutnya
akan sangat berbahaya bagi kehidupan biota akuatik
yang ada (Saeni, 1989).

3.3.3 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)


Kebutuhan oksigen kimiawi (COd)
merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi seluruh bahan kimia dalam air. nilai COd
selalu lebih besar atau sama dengan kebutuhan oksigen
biokimia suatu perairan, hal ini karena jumlah senyawa
kimia yang dapat dioksidasi secara kimia lebih besar
dibandingkan dengan secara biokimia (Saeni, 1989).
Menurut Alaerts dan Santika (1987), kebutuhan oksigen
kimiawi merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi seluruh bahan organik secara kimia dengan
menggunakan oksidator kalium bikromat (K2Cr2O7)
dengan katalis perak sulfat (Ag2SO4). Parameter BOd dan
COd adalah dua parameter yang saling melengkapi, yakni
BOd biasanya digunakan sebagai indikator parameter
limbah yang mudah terurai seperti limbah domestik,
sedangkan COd biasanya digunakan sebagai indikator
pencemaran limbah yang tidak dapat terurai oleh bantuan
mikroorganisme seperti limbah industri.

55
3.3.4 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang mencemari perairan dapat
berasal dari kendaraan bermotor pada perairan, buangan
industri, maupun dari buangan domestik. Adanya minyak
dan lemak dalam suatu perairan dapat mengakibatkan
berkurangnya penetrasi sinar matahari ke dalam air,
menurunnya konsentrasi oksigen terlarut karena meng-
hambat difusi udara dengan permukaan air. Hal
tersebut akan dapat mengganggu kehidupan.
Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol atau
gliserol dengan asam gemuk. Gliserid dari asam gemuk ini
berupa cairan dalam keadaan biasa dikenal sebagai minyak
dan apabila dalam bentuk padat dan kental dikenal sebagai
lemak. Minyak dan lemak tergolong benda yang tidak
mudah diuraikan oleh bakteri. Bahan-bahan asam dapat
menghancurkannya untuk menghasilkan gliserin dan asam
gemuk (Sugiharto, 1987).

3.4 Baku Mutu Air


Penetapan kualitas air didasarkan pada Baku Mutu Air
yang berlaku. Untuk kriteria kualitas air minum ditetapkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 20 Tahun 1990,
tentang Pengendalian Pencemaran Air. Khusus untuk
Provinsi Bali telah dikeluarkannya Keputusan Gubernur
Bali nomor 515 tahun 2000 tentang Standar Baku Mutu
Lingkungan. Kualitas air laut yang peruntukkannya
sebagai tempat pariwisata, rekreasi (mandi, renang dan
selam) ditetapkan berdasarkan Baku Mutu Lingkungan
sesuai dengan Keputusan Menteri negara Kependudukan

56
dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep-02/MenKLH/1988
tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
Baku mutu air pada sumber air, disingkat baku mutu
air, adalah : batas kadar yang diperbolehkan bagi zat
atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun air tetap
berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air
laut adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau
komponen lain yang ada atau harus ada dan zat atau bahan
pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.
Air pada sumber air menurut kegunaannya
digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:

Golongan : air yang dapat digunakan sebagai


A air minum secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu
Golongan : air yang dapat digunakan sebagai air
B baku untuk diolah sebagai air minum
dan keperluan rumah tangga.
Golongan : air yang dapat dipergunakan untuk
C keperluan perikanan dan peternakan.
Golongan : air yang dipergunakan untuk keperluan
d dan dapat dimanfaatkan untuk usaha
perkotaan, industri, listrik tenaga air.

3.5 Karakteristik Limbah Domestik


Komponen limbah cair menurut (tchobanoglous
& eliassen dalam Soeparman, 2001) antara lain limbah
cair domestik (domestic waste water), limbah cair industri
(industrial waste water), rembesan dan luapan (infiltration and
inflow).

57
Gambar.3.1. Komposisi dan Persentase Komponen Bahan Organik
dalam limbah (tebbut, 1992)

Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari


perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan
sarana sejenisnya. Limbah cair domestik mengandung
susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis.
Senyawa ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari
aktivitas manusia. Penyusun utamanya berupa polysakarida
(karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam
nukleat (nucleid acid). Sumber limbah organik di perairan
adalah limbah domestik (rumah tangga dan perkotaan).
Komposisi bahan organik dalam limbah domestik
ditunjukkan dalam diagram di bawah ini (tebbut, 1992).
volume aliran limbah cair bervariasi tergantung pada tipe
rumah.Pada limbah cair terdapat beban BOd kira-kira 80
gram per orang per hari.

58
Tabel 3.2. Perkiraan volume aliran limbah cair dan beban BOd yang
dihasilkan dari berbagai jenis bangunan dan pelayanan

No Jenis Bangunan Volume Limbah Cair Beban BOD


(liter/orang/hari) (gram/orang/hari)
1 Perumahan 400 100
2 Penginapan (Hotel dan Motel) 200 80
3 Restoran 25-40 20
4 Rumah Sakit 600 – 1200 30
5 Pabrik 60 – 120 25
Sumber : Hammer, 1977

Menurut (Hammer,1977) komponen-komponen dalam


limbah cair akan mengalami penyusutan setelah mengalami
pengendapan dan diolah secara biologis sebanyak kurang
lebih 6 %.

3.6 Pengolahan Air Limbah


tujuan utama pengolahan limbah adalah untuk
mengurangi BOd, partikel tercampur serta membunuh
organisme patogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan
pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen
beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar
kosentrasi yang ada menjadi rendah. Untuk itu diperlukan
pengolahan yang bertahap (Sugiharto, 1987).

3.6.1 Pengolahan Secara Fisika


Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan
lanjutan terhadap air limbah, diinginkan agar bahan-bahan
tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap
atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih
dahulu. Penyaringan (filtering) merupakan cara yang

59
efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi
yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan
waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan
bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak
agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya.
Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan
bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan
lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan
aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasididalam pengolahan air limbah, biasanya
dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses
reverseosmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan
sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air
agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat
membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif,
dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya:
fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama
jika diinginkan untuk menggunakan kembali air limbah
tersebut.
teknologi membran (reverse osmosis) biasanya
diaplikasikan untuk penggunaan kembali air yang diolah.
Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

60
a. Proses Penambahan Oksigen (Aerasi)
Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam
air limbah merupakan tujuan pengolahan air limbah. Salah
satu usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut adalah
penambahan oksigen sehingga konsentrasi zat pencemar
akan berkurang atau hilang. Ada dua cara menambahkan
oksigen ke dalam air limbah, yaitu :
1. Memasukkan udara ke dalam air limbah
2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan
oksigen
b. Memasukkan udara ke dalam Air Limbah
Merupakan proses memasukkan udara atau oksigen
murni ke dalam air limbah melalui nozzle.

Gambar 3.2 Aerasi dengan memasukkan udara ke dalam air limbah

Apabila nozzle diletakkan di tengah – tengah, maka


akan meningkatkan kecepatan berkontaknya gelembung
udara tersebut dengan air limbah, sehingga proses
pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena
itu, biasanya nozzle ini diletakkan pada dasar bak aerasi.

61
Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar
yang dipompakan ke dalam air limbah oleh pompa tekan
(Sugiharto, 1987).

a. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan


oksigen
Merupakan cara mengontakkan air limbah dengan
oksigen malalui pemutaran baling – baling yang diletakkan
pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air
limbah akan terangkat ke atas dan dengan terangkatnya
maka air limbah akan mengadakan kontak langsung dengan
udara sekitarnya. Pengalaman menunjukkan bahwa 43
– 123 m3 udara diperlukan untuk menguraikan 1 kg BOd
atau bila menggunakan aerator mekanis diperlukan 0,7 -0,9
kg oksigen/jam untuk dimasukka ke dalam lumpur aktif
(Sugiharto, 1987).

Gambar 3.3. Aerasi dengan Menggunakan Baling-Baling

62
Pengolahan limbah dengan metode aerasi, yang paling
penting adalah pengaturan penyediaan udara dalam bak
aerasi, dimana bakteri aerob akan memakan bahan organik
di dalam air limbah dengan bantuan O2. Penyediaan ini
bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan lingkungan
dan kondisi sehingga bakteri pemakan bahan organik
dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik dan
kelangsungan hidupnya terjamin. Penyediaan udara yang
lancar dapat mencegah terjadinya pengendapan di dalam
bak aerasi. Adanya endapan akan menyebabkan terjadinya
penahanan pemberian oksigen ke dalam sel. dengan
demikian, akan menyebabkan timbulnya situasi bakteri
anaerobik. Oleh karena pemberian oksigen yang cepat
melalui jet aerator serta pemutaran dengan baling-baling
untuk mencegah timbulnya gumpalan akan meningkatkan
penyerapan oksigen.
Peralatan mekanik yang sering diguanakan dalam
pengolahan limbah cair dengan metode aerasi adalah
aerator. Beberapa jenis aerator diantaranya (Siregar, 2005):
1. Low speed surface aerator
2. High speed floating aerator
3. Submersible aerator
4. Disk diffuser

d. Low speed surface aerator


Pada Low speed surface aerator, sistem aerasi ini dapat
memenuhi dua fungsi secara bersamaan, yaitu pengadukan
air limbah dengan benar dalam upaya menjaga solid

63
tersuspensi dan terbentuknya sistem yang homogen, serta
memberikan oksigen yang dibutuhkan. Kemampuan
menyediakan oksigen bervariasi antara 1,6-1,8 kg O2/kW.
Aerator akan mengambil air dari bawah tangki dan
membuangnya ke permukaan. Air akan menjadi butiran
– butiran yang akan bersentuhan dengan udara sehingga
mengandung udara dan kembali masuk kedalam air limbah.
Low speed aerator terdiri atas rotor yang disentuhkan pada
Geared motor reducing dengan menggunakan connecting
shaft. Seluruh unit dapat diletakkan pada lantai beton atau
struktur besi, namun ada juga low speed aerator tipe floating
dimana seluruh unit diletakkan pada pontoon. Reducer yang
digunakan memiliki safety factor sama dengan atau lebih
besar dari dua. Bearing bersifat anti-air dan diperkuat untuk
mencegah axial dan radial stress pada aerator. Motor yang
digunakan adalah iP 55 yang tahan air (watertight) dengan
ventilasi luar yang menggunakan kipas. Rotor dapat
dibuat dari steel atau reinforced polyester yang di dalamnya
diisi dengan polyurethane foam. dengan menggunakan
reinforced polyester maka densitas rotor akan lebih kecil
dari satu sehingga mengapung. Hal ini akan memudahkan
pemasangan dan mengurangi dynamic axial stress pada
reducer.

e. High Speed Floating Aerator


Pada high speed floating aerator, sistem aerasi ini
dapat memenuhi dua fungsi secara bersamaan, yaitu
pengaduan air limbah dengan benar dalam upaya menjaga

64
solid tersuspensi dan terbentuknya sistem yang homogen,
serta memberikan oksigen yang dibutuhkan. Kemampuan
menyediakan oksigen bervariasi antara 1,3-1,5 kg O2/kW.
Sama halnya dengan low speed surface aerator, air
ditarikdari dasar bak dan dilemparkan ke udara sehingga
terjadi transfer oksigen ke air. Perbedaan utama terletak
pada kecepatan rpm dalam menggerakkan impeler. impeler
langsung dihubungkan dengan shaft dari motor secara
vertikal tanpa ada gear.High speed aerator diletakkan pada
fixed floating base sehingga tidak memerlukan lantai atau
struktur besi seperti low speed surface aerator.
High speed aerator terdiri atas stainless steel propeller,
rotoflector, dan air cooled electric motor (iP 56) tahan air dan
dipasang dengan posisi vertikal. Motor dan reflektor sudah
diseimbangkan untuk keperluan pengoperasian peralatan.
Channel pengisap yang terdapat dibawah aerator terbuat
dari stainless steel yang dipadukan dengan anti‑vortex
sehingga pengaturan feed cukup baik. Channel penghisap
ini juga dilengkapi dengan jaring – jaring untuk mencegah
kerusakan propeler. Floating base terbuat dari fiberglass
reinforced polyester dan diisi dengan polyurethane foam. di
sekelilingnya terdapat empat titik untuk mengikat aerator
dengan stainless steel cable yang diikatkan ke pinggir bak.
Karena tidak ada bagian-bagian yang harus ditempatkan di
dalam air, maintenance alat ini sangat mudah.

65
f. Submersible Aerator
Pada submersible aerator, sistem aerasi harus memenuhi
dua fungsi secara bersamaan, yaitu pengaduan air limbah
dengan benar dalam upaya menjaga solid tersuspensi dan
terbentuknya sistem yang homogen, serta menyediakan
oksigen yang dibutuhkan. Peralatan ini banyak digunakan
dalam iPAL skala kecil dan sedang karena sangat baik
untuk menambahkan oksigen pada plant yang sudah ada.
Pilihan power yang tersedia adalah 0,75-55 kW.
Operasi dari submersible aerator seluruhnya berada
di dalam air. turbin impeler yang terdapat dalam aeration
housing menyebabkan terjadinya kondisi vakum. Akibatnya,
udara terisap dari permukaan air masuk ke bawah melalui
pipa. Sementara itu, air masuk ke dalam turbin melalui
celah antara motor dan aerator housing dan tercampur
dengan udara sebelum dikeluarkan melalui difusor dengan
kecepatan tinggi. Kecepatan tinggi ini menyebabkan
terbentuknya butiran-butiran halus dari udara yang
menjamin tercapainya transfer oksigen yang diinginkan.
Pengoperasian alat ini membutuhkan sedikit
keahlian. Kebutuhan oksigen dapat bervariasi dengan
menghubungkannya dengan air blower melalui pipa udara,
yang dapat meningkatkan transfer oksigen hingga 50%.
Submersible aerator terdiri atas electrical motor (squirrel
cage class F insulation) yang di-coupling langsung dengan
impeler. Motor yang digunakan serupa dengan submersible
pump, waterproof type. impeler dan shaft terbuat dari stainless
steel, sedangkan diffusor plate dan housing terbuat dari
galvanized steel.

66
Submersible aerator dimasukkan ke dalam air dengan
menggunakan rantai yang dihubungkan ke lifting lug yang
terdapat di atas motor. Penggunaan alat pembantu untuk
mengangkat dapat dilakukan, tergantung pada berat alat
ini.

g. Disk Diffuser
Pada disk diffuser, sistem aerasi harus memenuhi
dua fungsi secara bersamaan, yaitu pengaduan air limbah
dengan benar dalam upaya menjaga solid tersuspensi dan
terbentuknya sistem yang homogen, serta menyediakan
oksigen yang dibutuhkan. Penggunaan diffuser harus
dilakukan bersamaan dengan blower sebagai alat penghasil
udara yang dilewatkan melalui diffuser. Diffuser dapat
berupa fine bubble dan coarse bubble dengan berbagai material
dan bentuk.
Udara yang disuplai oleh blower dilewatkan melalui
diffuser yang terdiri atas membran karet yang diikatkan pada
disk. Saat udara bertekanan masuk ke dalam diffuser maka
terjadi bukaan pada diffuser dan udara keluar, menghasilkan
gelembung-gelembung udara pada air. Jika suplai udara
dihentikan maka diffuser akan tertutup secara otomatis.
Disk diffuser terbuat dari materi anti-korosi, misalnya
keramik, PvC, dan ePdM. Setiap disk diffuser dari
manufacturer yang berbeda memiliki cara pemasangan
yang berbeda, ada yang menggunakan clamp, ada yang
menggunakan drat.

67
3.6.2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air limbah secara kimia biasanya dilakukan
untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah
mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor,
dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan
kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan
tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan
sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan
menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik
dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah
larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan
koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut,
sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam
berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan
larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan
hidroksiapatit. endapan logam tersebut akan lebih stabil
jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.
Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan
sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu
direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan
reduktor (FeSO4, SO2, atau na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol
dansianidapadakonsentrasirendahdapatdilakukandengan
mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat,

68
aerasi, ozon hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat
memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara
kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena
memerlukan bahan kimia.

3.6.3. Pengolahan Secara Biologi


Semua air limbah yang biodegradable dapat diolah
secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan
secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling
murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah
berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan
segala modifikasinya.Pada dasarnya, reaktor pengolahan
secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended
growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth
reaktor).
di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan
tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif
terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara
lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. dibandingkan
dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan
BOd dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%)
dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi
yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai

69
kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih
pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula
menyisihkan BOd tersuspensi melalui proses absorbsi di
dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan
BOd tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun
yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan
tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti indonesia, waktu
detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi
maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk
mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar
yang ditetapkan. di dalam lagoon yang diaerasi cukup
dengan waktu detensi 3-5 hari saja .
di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme
tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk
lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi
telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. trickling filter 3. filter terendam


2. cakram biologi 4. reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi


penurunan BOd sekitar 80%-90%. ditinjau dari segi
lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara
biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis :
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya
oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya
oksigen.

70
Apabila BOd air limbah tidak melebihi 400 mg/l,
proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari
anaerob. Pada BOd lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.dalam prakteknya saat
ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak
lagi sesederhana seperti dalam uraian di atas. namun
pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus
melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang
ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses
produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai
acuan.

3.7. Komponen Pengolahan Air Limbah


Untuk air limbah misalnya, pengolahan dapat
dilakukan baik secara lumpur aktif (activated sludge), penapis
biologis (trickling filter), kolam oksidasi (oxidation ponds), dan
sebagainya, kesemuannya melibatkan peranan mikroba di
dalamsuatu proses. dengan demikian, untuk mencapai hasil
yang maksimum, perhitungan sifat serta bentuk mikroba
yang terlibat di dalamnya harus mendapatkan perhatian,
agar jasad hidup tersebut dapat berkembang secara baik
sesuai dengan lingkungannya (Suriawiria, 1996).

a. Lumpur aktif
Lumpur aktif adalah materi tidak larut yang selalu
tampak kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan,
tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan sellulosa,
dan di dalamnya terhimpun kehidupan mikroba. didalam

71
lumpur aktif mikroorganisme dibagi kedalam empat
kelompok (1) Mikroorganisme pembentuk flok yaitu bakteri
yang berperan dalam pembentukan flok, (2) Kelompok
saprofit sebagian besar masih terdiri dari bakteri yang
berperan dalam memecah senyawa-senyawa organik, (3)
Kelompok predator yaitu protozoa, memanfaatkan bakteri
sebagai makanannya, dan (4) mikroorganisme pengganggu
yaitu bakteri berfilamen dan jamur yang dapat mengurangi
rapat massa dan menimbulkan bulking. Reaksi asimilasi
dalam proses lumpur aktif dapat ditulis sebagai berikut:

CHOnS + O + nutrien  CO + nH + C H nO + produk lain + sel baru


bakteri
2 2 3 5 7 2

Materi organik Senywa organik sederhana

Proses lumpur aktif banyak dipakai dalam pengolahan


air limbah yang mengandung senyawa organik tinggi,
terutama berbentuk domestik, atau buangan yang berasal
dari pemukiman padat.
Bentuk pengolahan limbah dengan menggunakan
lumpur aktif sangat sederhana dilengkapi dengan bak
aerasi dan bak sedimentasi. di dalam bak aerasi terjadi
proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme
(Suriawiria, 1996).

b. Penapis biologis (filter trickling)


Saringan atau filter trickling adalah bejana yang
tersusun oleh lapisan materi yang kasar, keras, tajam dan
kedap air. Kegunaannya adalah mengolah air limbah dengan

72
mekanisme aliran air yang jatuh dan mengalir perlahan-
lahan melalui batu untuk kemudian tersaring (Suriawiria,
1996).

c. Proses penambahan oksigen (Aerasi)


Penambahan oksigen bertujuan untuk meningkatkan
kenyamanan lingkungan dan kondisi sehingga pemakan
bahan organik dapat tumbuh dan berbiak dengan baik
sehingga kelangsungan hidupnya terjamin. Penyediaan
udara yang lancar dapat mencegah terjadinya pengendapan
di dalam bak aerasi. Adanya endapan akan menyebabkan
terjadinya penahanan pemberian oksigen ke dalam sel.
dengan demikian akan menyebabkan timbulnya situasi
bakteri anaerobik. Pada praktiknya terdapat 2 cara untuk
menambahkan oksigen ke dalam air limbah, yaitu:
1. Memasukan udara ke dalam air limbah
Cara ini dilakukan dengan memasukan udara atau
oksigen murni ke dalam air limbah melalui benda porous
atau nozzle.Apabila nozzle diletakkan di tengah-tengah,
maka akan meningkatkan kecepatan kontaknya gelembung
udara tersebut dengan air limbah, sehingga proses
pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena
itu, biasanya nozzle diletakkan pada dasar bak aerasi.
Udara yang dimasukkan adalah udara yang berasal dari
luar yang dipompakan kedalam air limbah oleh pompa
tekan(Sugiharto, 1987).

73
2. Memaksa Air ke Atas untuk Kontak dengan Oksigen
ini dilakukan dengan cara mengontakkan air limbah
dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling yang
diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari
pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas sehingga
air limbah akan mengadakan kontak langsung dengan
udara sekitarnya.Bakteri diperlukan untuk menguraikan
bahan organik yang ada dalam air limbah. Oleh karena itu,
diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan
bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang
biak apabila jumlah makanan yang terkandung di
dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri
dapat dipertahankan secara konstan. tahap pertumbuhan
mikroorganisme dapat dibagi dalam 4 tahap, yaitu :
1. Fase Lag : merupakan waktu yang dibutuhkan
mikroorganisme untuk aklimatisasi yang mana
laju pertumbuhan mendekati nol yang berarti
suspensi mikroba dan kandungan senyawa
organik tidak mengalami perubahan.
2. Fase eksponensial : jumlah sel meningkat secara
eksponensialkarenamikroorganismemengalami
fase pertumbuhan, laju konversi substrat
mencapai maksimun pada fase ini dan terjadi
akumulasi produk-produk metabolit. Pada fase
ini suspensi mikroba mencapai maksimal dan
kandungan senyawa organik terlarut menjadi
minimun. Keberlangsungan kondisi puncak
fase eksponensial tergantung pada komposisi
biomassa, nutrien dan kondisi lingkungan.

74
3. Fase stasioner : fase dengan kecepatan
pertumbuhan dan kematian sel seimbang, tidak
ada peningkatan sel dan metabolisme menurun,
akumulasi metabolit toksik tinggi yang akhirnya
menuju fase terakhir, yaitu kematian.
4. fase kematian : sebagian besar sel mati sehingga
sehingga produktivitas menurun, akumulasi
metabolit toksik tetap tinggi (Sugiharto, 1987).

3.8 Mikroorganisme Pengurai Komponen Limbah


Prosespenangananairlimbahsecarabiologisterdiriatas
campuran mikroorganisme yang mampu memetabolisme
limbah organik. Mikroorganisme yang diketemukan
dalam air dan air limbah digolongkan dalam empat group,
yaitu: virus, organisme prokariotik, organisme eukariotik,
dan invertebrata sederhana. Organisme prokariotik dan
eukariotik bersel tunggal, sedangkan invertebrata bersel
jamak. virus adalah partikel-partikel yang tidak hidup
dan berikatan dengan mikroorganisme yang mendapat
perhatian utama baik dalam air maupun dalam penanganan
air limbah (Laksmi,1990).
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme
terpenting dalam sistem penanganan air limbah. dalam air
dan penanganan air limbah bakteri penting karena kultur
bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan
organik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari
air limbah. Beberapa jenis mikroba yang berperan dalam
proses biodegradasi disajikan dalam tabel 3.3

75
Tabel 3.3.Mikroba yang Berperan dalam Proses Biodegradasi

Fungi Bakteria Actinomycetes


Alternaria
Aspegilius Bacillus
Chaetomium
Cellulomonas
Coprinus Micromonospora
Fomes Corynebacterium
Fusarium nocardia
Myrothecium Cytphaga
Pincillium Streptomyces
Polyangium
Polyporus
Streptosporangium
Rhizoctonia Pseudomonas
Rhizopus
trametes Sporocytophaga
trichoderma
trichothecium vibrio
verticilium
Zygorhynchus

3.8.1 Kebutuhan Nutrien


Untuk mencapai penanganan limbah secara biologis
yang memuaskan, limbah harus mengandung karbon,
nitrogen, fosfor, dan unsur kelumit yang cukup untuk
mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum
(Laksmi,1990).
Kebutuhan nutrisi yang sebenarnya akan berhubungan
dengan cara proses penanganan biologis dilakukan. Proses
dengan laju tinggi akan mempunyai laju sintesis mikroba
yang tinggi. Akan tetapi untuk sistem penanganan bilogis
dengan pertumbuhan yang stasioner atau menurun, seperti
halnya pada kebanyakan sistem penanganan, akan terdapat

76
laju sintesis mikroba dan kebutuhan nutrien yang lebih
rendah.
nutrien yang dibutuhkan harus ditambahkan
sesuai dengan laju sintesis sel. Secara praktis, bila limbah
kekurangan nutrien, maka nutrien harus ditambahkan
pada sistem yang sebanding dengan nutrien dalam padatan
mikroba yang hilang dalam efluan dan atau dibuang dari
sistem (Laksmi,1990).
Air limbah rumah tangga merupakan sumber yang
banyak ditemukan di lingkungan. Salah satu komponennya
yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan berasal dari
deterjen yang merupakan salah satu bahan pembersih di
rumah tangga. Penggunaan deterjen pada domestik hanya
digunakan sebagai pembersih perabot/lantai. Pengguna
deterjen terbesar adalah pada sektor industri, antara lain
(a) industri minyak bumi, untuk eksplorasi, memecah
emulsi crude oil dan mengatasi tumpahan minyak di lepas
pantai, (b) industri tekstil, sebagai penghilang lemak pada
kain, peningkatan kualitas pewarnaan tekstil, melicinkan
benang dan finishing kain, (c) industri argo, sebagai bahan
campuran pestisida/herbisida/biodispersan dan sebagai
wetting agent, (d) industri logam, sebagai pencegah korosi,
finishing permukaan logam dan penghilangan lemak dan
kotoran pada logam, (e) industri kertas, sebagai penghilang
tinta dan finishing kertas (Rochman, 2004).
deterjendalamartiluasadalahbahanyangdigunakan
sebagai pembersih, termasuk sabun cuci piring alkali dan
cairan pembersih. Definisi yang lebih spesifik dari deterjen

77
adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa
petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Surfaktan
merupakan bahan pembersih utama yang ada terdapat
di dalam deterjen. Surfaktan di dalam deterjen berfungsi
sebagai bahan pembasah yang menyebabkan menurunnya
tegangan permukaan air sehingga air lebih mudah meresap
ke dalam kain yang dicuci. Selain itu molekul-molekul
surfaktan membentuk ikatan-ikatan diantara partikel
kotoran dan air. Keadaan ini memungkinkan karena
molekul surfaktan bersifat bipolar, dimana salah satu
ujungnya bersifat nonpolar dan larut di dalam kotoran,
sedangkan ujung yang lainnya bermuatan dan larut dalam
air (Fardius, 1992).
Pada awalnya, surfaktan jenis Alkil Benzena
Sulfonat (ABS) banyak digunakan oleh industri deterjen.
ABS dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradasi
sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai
‘non‑biodegradable’. dalam pengolahan limbah konvensional,
ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos
dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan.
Lapisan permukaan molekul surfaktan pada batas antarfase
udara-air dapat mencegah perpindahan oksigen. Pengaruh
ini bertambah dengan bertambah panjangnya rantai alkil
dalam surfaktan ABS. Perpindahan oksigen telah dikurangi
sampai 70 % tetapi sulit untuk menduga dalam kondisi
lingkungan yang berbeda.

78
Biodegradasi ABS sangat lambat, karena adanya
struktur rantai cabang. Makin panjang dan makin bercabang
rantai hidrokarbon, adalah makin toksik karena makin
stabil sehingga sukar dibiodegradasi. ABS tahan terhadap
pengolahan limbah, sehingga senyawa itu tidak banyak
digunakan lagi. tegangan permukaan air menjadi sangat
rendah oleh deterjen, sehingga terjadi defloklasi koloid-
koloid, flotasi (pengapungan) padatan, teremulsinya lemak
dan minyak serta matinya bakteri. Keadaan yang tidak
menguntungkan ini menyebabkan ABS diganti dengan
surfaktan yang dapat diuraikan secara biologis, antara lain
Linier Alkil Sulfonat (LAS), salah satunya adalah dodecyl
Benzena Sulfonat (dBS) (Suriawiria, 1996)

Gambar 3.5.Struktur LAS ( dodecyl Benzena Sulfonat)

79
LAS mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun
belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS lebih
mudah terurai karena tidak mempunyai rantai cabang dan
tidak mengandung C tersier, sehingga berpeluang untuk
mengalami penguraian secara biologis (darmayasa, 2000).
Hal-hal yang tak kalah pentingnya, surfaktan yang
terkandung dalam badan air menyebabkan penurunan
oksigen terlarut. Ada tiga faktor yang menyebabkan
penurunan oksigen terlarut, yaitu:
1. Biodegradasi limbah oleh mikroba memerlukan
oksigen dalam prosesnya. Makin banyak limbah
deterjen terlarut, makin besar penurunan oksigen
terlarut.
2. Buih di permukaan air akan menghalangi
oksigen dari udara yang masuk dalam air.
Meskipun airnya tidak sampai berbuih, molekul
deterjen cenderung terkonsentrasi di permukaan
(surface active agent). dengan demikian, akan
menghambat penetrasi oksigen dari udara ke
permukaan air.
3. deterjen yang di dalamnya terkandung senyawa
fosfat, akan menyubur kembangkan algae dan
enceng gondok. Hal ini tentu cukup menghalangi
penetrasi oksigen dari udara ke permukaan air.
Kehadiran fosfat di perairan sering menimbulkan
ledakan pertumbuhan (blooming) alga, sehingga
terjadi eutrofikasi.

80
3.9 Pengolahan Limbah Biologis dengan Lumpur Aktif
dalam penanganan air limbah, mikroorganisme
merupakan dasar fungsional untuk sejumlah proses
penanganan. Proses penanganan air limbah secara biologi
terdiri atas campuran mikroorganisme yang mampu
memetabolismelimbahorganik.Salahsatuprosespengolahan
limbah mikroorganisme adalah dengan menggunakan
Lumpur aktif. Lumpur aktif merupakan proses pengolahan
biologis secara aerobik dengan menggunakan sistem
suspended growth. Mikroorganisme yang berada dalam
bentuk suspensi bekerja dengan mengikat substrat organik
kemudian menguraikannya dengan enzim eksoseluler
sehingga menjadi terlarut. dari proses pemecahan senyawa-
senyawa organik, mikroorganisme mendapat sumber
karbon dan energi.
di dalam lumpur aktif mikroorganisme dibagi ke
dalam empat kelompok (1) mikroorganisme pembentuk
flok yaitu bakteri yang berperan dalam pembentukan
flok, (2) kelompok saprophyte sebagian besar masih terdiri
dari bakteri yang berperan dalam memecah senyawa-
senyawa organik, (3) kelompok predator, yaitu protozoa,
memanfaatkan bakteri sebagai makanannya, dan (4)
mikroorganisme pengganggu, yaitu bakteri berfilamen
dan jamur yang dapat mengurangi rapat massa dan
menimbulkan bulking. dengan demikian di dalam lumpur
aktif pun terdapat suatu ekosistem alam yang mana dalam
sistem pengolahan limbah dapat diisolasi dan direkayasa
untuk efisisensi pengolahan.

81
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme
terpenting dalam sistem penanganan limbah karena
kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan
bahan organik yang tidak diinginkan dari air limbah. Oleh
karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk
menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan
berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung
di dalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri
dapat dipertahankan secara konstan (Laksmi, 1990).
dalam sistem biologis, bakteri menggunakan
limbah untuk mensintesis bahan pembentuk sel baru dan
menyediakan energi untuk sintesis. Bakteri juga dapat
menggunakan suplai makanan yang sebelumnya sudah
terakumulasi secara internal untuk respirasi dan cadangan
itu akan digunakan apabila tidak ada sumber makanan
dari luar. Sintesis dan respirasi endogenus berlangsung
secara simultan dalam sistem biologis dan sintesis akan
berlangsung lebih banyak bila terdapat makanan eksogenus
yang berlebihan, sedangkan respirasi endogenus akan
mendominasi bila suplai makanan eksogenus sedikit atau
tidak ada. Adanya bahan organik (makanan), metabolisme
mikroba akan menghasilkan sel-sel baru dan energi serta
padatan mikroba akan meningkat (Sugiaharto, 1987).

3.10 Kurva Pertumbuhan Mikroba


Bila mikroba ditumbuhkan pada media yang sesuai
dan dengan keadaan optimum maka pertumbuhannya akan
meningkat dengan waktu yang relatif singkat. Pertumbuhan

82
mikroba, yaitu peningkatan jumlah (populasi) sel mikroba
akibat pembelahan sel. Selang waktu yang diperlukan sel
untuk membelah disebut doubling time atau generation time.
Doubling time tiap organisme sangat bervariasi. Kebanyakan
bakteri memiliki doubling time antara 1 sampai 3 jam, tetapi
beberapa bakteri mampu membelah dalam waktu 10 menit,
dan bakteri lain ada yang memiliki doubling time beberapa
jam bahkan beberapa hari.Kurva pertumbuhan bakteri
dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Fase adaptasi atau fase lag
Fase lag merupakan fase penyesuaian bakteri
terhadap lingkungan dimana bakteri tersebut
ditumbuhkan. Pada fase lag belum terjadi
pertambahan jumlah sel. Fase lag dapat singkat
atau lama tergantung pada sejarah kultur bakteri
tersebut dan kondisi pertumbuhannya.

2. Fase eksponensial
Pada fase eksponensial terjadi pembelahan sel
dimanapadaawalnyaterjadipeningkatanjumlah
sel dengan kecepatan lambat, tetapi meningkat
dengan cepat sehingga terjadi peningkatan
jumlah sel yang luar biasa. Jika sebuah kultur
yang berada pada fase eksponensial diinokulasi
ke dalam medium yang sama pada kondisi
pertumbuhan yang sama, ternyata fase lag tidak
akan terjadi dan pertumbuhan eksponensial
langsung dimulai.

83
3. Fase stasioner
Fase stasioner membatasi pertumbuhan
eksponensial, yaitu tidak terjadi peningkatan
maupun penurunan jumlah sel bersih. Fase ini
terjadi karena nutrien yang dibutuhkan oleh
bakteri telah berkurang. Meskipun biasanya
tidak terjadi pertumbuhan lagi pada fase ini,
banyak fungsi sel yang masih berlangsung
seperti metabolisme energi dan beberapa proses
biosintesis. Pada beberapa organisme, mungkin
masih terjadi pertumbuhan lambat pada fase
stasionernya, tetapi jumlah sel yang membelah
diimbangi oleh jumlah sel yang mati sehingga
tidak terjadi peningkatan maupun penurunan
bersih dalam jumlah selnya. Jika suatu inokulum
diambildarikulturyangsudahtua(fasestasioner)
dan diinokulasi pada medium yang sama, maka
fase lag biasanya terjadi meskipun jika semua sel
dalam inokulumnya adalah viable, yaitu mampu
untuk membelah diri. Hal ini disebabkan karena
sel biasanya menghabiskan berbagai zat penting
dan diperlukan waktu untuk mensintesanya
kembali.
4. Fase kematian
Pada fase kematian jumlah sel akan berkurang
karena nutrisi dalam media telah habis dan
cadangan makanan dalam sel juga telah habis.
Pada kurva pertumbuhan, fase kematian pada

84
siklus pertumbuhan juga merupakan fase
eksponensial, tetapi pada kebanyakan kasus
kecepatankematianseljauhlebihlambatdaripada
kecepatan pertumbuhan eksponensialnya.

Fase stasioner
Jumlah sel

Fase eksponensial Fase kematian

Waktu

Gambar 3.6. Kurva Pertumbuhan Bakteri

3.10.1 Pengukuran Pertumbuhan Mikroba Berdasarkan


Turbiditas
Salah satu metode untuk mengukur pertumbuhan
atau memperoleh perkiraan jumlah atau massa sel adalah
dengan melakukan pengukuran turbiditas (kekeruhan).
Suatu suspensi sel memiliki penampakan seperti cairan
yang keruh (turbid) jika dilihat dengan mata karena sel-sel
menghamburkan sinar yang melewati suspensi tersebut.
Makin banyak mengandung sel, makin banyak sinar yang
dihamburkan.
turbiditasdapatdiukurmenggunakanalatphotometer
atau spektrofotometer, yaitu peralatan yang melewatkan

85
sinar melewati suspensi sel dan mendeteksi jumlah sinar
yang dihamburkan. Perbedaan utama antara kedua
instrumen ini adalah bahwa sebuah photometer dilengkapi
dengan filter sederhana (biasanya merah, hijau, atau biru)
untuk menghasilkan sinar pada panjang gelombang yang
relatif luas, sedangkan sebuah spektrofotometer dilengkapi
dengansebuah prisma atau kisi difraksi untuk menghasilkan
pada panjang gelombang sempit untuk diarahkan ke
sampel kedua peralatan tersebut hanya mengukur sinar
yang dihamburkan, dan hasil pembacaan dicatat dalam
satuan photometer (misalnya satuan Klett untuk photometer
Klett-Summerson) atau satuan optical density (Od) untuk
spektrofotometer.
Pada konsentrasi sel yang tinggi, cahaya yang
dihamburkan jauh dari satuan pendeteksi oleh satu sel dapat
dihamburkan kembali oleh sel lain, dan jika hal ini terjadi,
hubungan satu persatu antara jumlah sel dan turbiditas
kehilangan kelinearannya. Meskipun demikian, pada batas
tertentu pengukuran turbiditas dapat menjadi akurat dan
memiliki kelebihan dalam kecepatan dan kemudahan
dalam pelaksanaanya. Pengukuran turbiditas secara luas
telah digunakan untuk mengikuti kecepatan pertumbuhan
kultur mikroba, sampel yang sama dapat diuji berulang-
ulang, dan hasil pengukuran diplot pada plot semilogaritmik
versus waktu dan digunakan untuk mengukur generation
time pada kultur yang sedang tumbuh.
Sebelum alat spektrofotometer digunakan untuk
mengukur sampel, terlebih dahulu alat harus dikalibrasi
dengan medium steril yang sama digunakan untuk

86
menumbuhkan mikroba yang diteliti. Selain itu, sebelum
menggunakan turbiditas sebagai perkiraan jumlah
atau massa sel, harus disiapkan kurva standar terlebih
dahulu untuk tiap mikroba yang akan dipelajari, untuk
menghubungkan antara hasil pengukuran langsung jumlah
sel dengan hasil pengukuran tidak langsung dari turbiditas.
Untuk memperoleh korelasi antara konsentrasi sel dengan
rapat optis (O.d) suatu biakan dapat dilakukan dengan
mengukur konsentrasi padatan tersuspensi yang menguap
(vSS) sebagai perkiraan konsentrasi mikroba dalam biakan.
Biakan yang sama kemudian diencerkan dan O.d berbagai
pengenceran tersebut diukur. Setelah nilai O.d didapat dan
konsentrasi sel (vSS) pada setiap pengenceran dihitung,
maka kurva yang menggambarkan korelasi antar O.d
dengan konsentrasi mikroba dapat dibuat. Sekali kurva
standar ini diperoleh, maka sejumlah besar biakan mikroba
dapat diukur kekeruhannya dan konsentrasinya segera
diketahui dengan cara membaca kurva standar (Siri, 1990).

3.10.2 Pengukuran VSS (Volatile Suspended Solid)


Pengukuran vSS (volatile Suspended Solid) atau
konsentrasi padatan tersuspensi yang menguap umumnya
digunakan sebagai perkiraan konsentrasi mikroorganisme
dalam unit penanganan biologik. vSS diperoleh dengan
memanaskan residu hasil analisa zat padat total pada suhu ±
550 0 C . bagian yang terbakar atau hilang selama pemanasan
disebut sebagai residu volatile (volatile suspended solid) atau
zat padat organik, dan bagian yang tersisa disebut residu
terikat atau zat padat anorganik (Alaerts, 1990).

87
3.11. Cara Pengolahan Air Limbah
industri primer pengolahan hasil hutan merupakan
salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi
lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri
pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang
dihasilkannya mungkin sudah memadai, tidak demikian
bagi industri kecil atau sedang. namun demikian, mengingat
penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair
bagi lingkungan.Penerapan teknologi pengolahan air limbah
adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik
maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan
dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi
pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan
teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk
menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan
dikembangkan selama ini. teknik-teknik pengolahan air
buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum
terbagi menjadi 3 metode pengolahan:
1. Pengolahan secara fisika
2. Pengolahan secara kimia
3. Pengolahan secara biologi

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode


pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-
sendiri atau secara kombinasi.

88
3.11.1 Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan
lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan
tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap
atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih
dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang
efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi
yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses
pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan
waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan
bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak
agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya.
Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan
bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan
lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan
aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan,
biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi
atau proses reverseosmosis-nya, akan dilaksanakan untuk
menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari
dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau
menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses
osmosa.Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif,
dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya:
fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama

89
jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan
tersebut.
teknologi membran (reverse osmosis) biasanya
diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama
jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air
yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

Penapisan
Pemisahan Presipitasi Klarifier
Cair - Padatan
Tipe konvensional
Tipe resirkulasi berlumpur
Tipe selimut lumpur
Tipe pallet selimut lumpur
pemekatan
Flotasi
Filtrasi Filtrasi Filtrasi lambat
Filtrasi cepat
Tipe bertekaran
Tipe gravitasi
Filtrasi precoat

Filter membran Mikro filter


Ultra filter
Reverse osmosis
Dialisis elektris
Filter vacuum rotasi
Filter tekan/press
Belt press
Configurasi Presipitasi sentrifugasi
Dehidrasi sentrifugasi

Gambar 3.7. Skema diagram Pengolahan Fisik

90
3.11.2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya
dilakukanuntukmenghilangkanpartikel-partikelyangtidak
mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa
fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan
bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-
bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui
perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak
dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-
koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi,
dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Netralisasi

Pengolahan Koagulasi & Flokulasi


Kimia - Fisik
Oksidasi dan/atau Reduksi
Oksidasi kimia/reduksi

Aerasi

Elektrolisis

Ozonisasi
UV

Adsorbsi Karbon aktif

Alumina aktif

Penukarion Resin penukar kation

Resin penukar anion

Resin penukar anion

Zeolite

Gambar 3.8. Skema diagram pengolahan Kimiawi

91
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah
larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan
koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut,
sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam
berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan
larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan
hidroksiapatit. endapan logam tersebut akan lebih stabil
jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.
Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan
sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu
direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan
reduktor (FeSO4, SO2, atau na2S2O5).
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol
dansianidapadakonsentrasirendahdapatdilakukandengan
mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat,
aerasi, ozon hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat
memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara
kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena
memerlukan bahan kimia.

3.11.2. Pengolahan secara Biologi


Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah
secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan
secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling
murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah
berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan

92
segala modifikasinya.Pada dasarnya, reaktor pengolahan
secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended
growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth
reaktor).
di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan
tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif
terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara
lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. dibandingkan
dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan
BOd dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%)
dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi
yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai
kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih
pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula
menyisihkan BOd tersuspensi melalui proses absorbsi di
dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan
BOd tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun
yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan
tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti indonesia, waktu
detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi
maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk
mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar

93
yang ditetapkan. di dalam lagoon yang diaerasi cukup
dengan waktu detensi 3-5 hari saja.
di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme
tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk
lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi
telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi
penurunan BOd sekitar 80%-90%.
ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung
proses penguraian secara biologi, proses ini dapatdibedakan
menjadi dua jenis:
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya
oksigen;
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya
oksigen.

Apabila BOd air buangan tidak melebihi 400 mg/l,


proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari
anaerob. Pada BOd lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.

94
Pengolahan aerob

Pengolahan Proses lumpur aktif


Biologi

Metode standar

Aerasi

Proses bebas buki

Saluran oksidasi

Proses nitrifikasi dan denitrifikasi

Pengolahan film biologi

Lagoon
Filter trikling

Cakram biologi

Aerasi kontak

Proses filter biologi diaerasi

Proses media unggun biologi

Anaerobic treatment Pencerna anaerobi

Proses UASB

Gambar 3.9. Skema diagram pengolahan Biologi

dalam praktiknya saat ini, teknologi pengolahan


limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana seperti
dalam uraian di atas. namun, pada prinsipnya, semua
limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah
pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali
dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di
atas dapat dijadikan sebagai acuan.

95
3.12. Tahap Pengolahan Air Limbah
tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk
mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air
terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba
patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan
oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air
limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
1. Pengolahan awal (Pretreatment).tahap
pengolahan ini melibatkan proses fisik yang
bertujuan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah.
Beberapa proses pengolahan yang berlangsung
pada tahap ini ialah screen and grit removal,
equalization and storage, serta oil separation.
2. Pengolahan tahap Pertama (Primary Treatment).
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama
ini masih memiliki tujuan yang sama dengan
pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah
pada proses yang berlangsung. Proses yang
terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
neutralization, chemical addition and coagulation,
flotation, sedimentation, dan filtration.
3. Pengolahan tahap Kedua (Secondary Treatment).
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk
menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah
yang tidak dapat dihilangkan dengan proses
fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum
digunakan pada pengolahan tahap ini ialah

96
activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter,
aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological
contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan tahap Ketiga (Tertiary Treatment).
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan
air limbah tahap ketiga ialah coagulation and
sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion
exchange, membrane separation, serta thickening
gravity or flotation.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment).Lumpur
yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap
pengolahan sebelumnya kemudian diolah
kembali melalui proses digestion or wet combustion,
pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation,
lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan
mengelompokkan karakteristik kontaminan dalam air
limbah dengan menggunakan indikator parameter yang
sudah ditampilkan di tabel di atas. Setelah kontaminan
dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara detail
mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan,
kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya,
teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna
sesuaidengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah
pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan
studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium
yang bertujuan untuk:

97
1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih
terdiri dari proses-proses yang sesuai dengan
karakteristik limbah yang akan diolah.
2. Mengembangkan dan mengumpulkan data
yang diperlukan untuk menentukan efisiensi
pengolahan yang diharapkan.
3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang
diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya.
Sedimentation. Sebuah primary sedimentation tank di
sebuah unit pengolahan limbah domestik. Sedimentation
tank merupakan salah satu unit pengolahan limbah yang
sangat umum digunakan.
Bottomline, perlu kita semua sadari bahwa limbah
tetaplah limbah. Solusi terbaik dari pengolahan limbah
pada dasarnya ialah menghilangkan limbah itu sendiri.
Produksi bersih (cleaner production) yang bertujuan untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan terbentuknya
limbah langsung pada sumbernya di seluruh bagian-bagian
proses dapat dicapai dengan penerapan kebijaksanaan
pencegahan, penguasaan teknologi bersih, serta perubahan
mendasar pada sikap dan perilaku manajemen. Treatment
versus Prevention? Mana yang menurut teman-teman
lebih baik?? Saya yakin kita semua tahu jawabannya.
Reduce, recyle, and reuse.
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang
meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi
(segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan
pengolahan limbah. dengan demikian, untuk mencapai

98
hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi
pengelolaan limbah perlu dilakukan dan bukan hanya
mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila
pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan
pengolahan limbah maka beban kegiatan di instalasi
Pengolahan Air Limbah akan sangat berat, membutuhkan
lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan
biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan
limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah)
akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan
limbah di iPAL. tren pengelolaan limbah di industri adalah
menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan,
segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya
dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta
minim tingkat pencemarnya. integrasi dalam pengelolaan
limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep
seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi
limbah (waste minimization).
Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi
limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah yang
sedikitdantingkatcemaranyangminimum.namun,terdapat
beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep
tersebut, yaitu: produksi bersih memulai implementasi
dari optimasi proses produksi, sedangkan minimasi
limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan
dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan. Produksi Bersih
menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan
pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar

99
atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan
bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau
bersih. Selain itu, diupayakan menggunakan peralatan yang
hemat air dan hemat energi. dengan kombinasi seperti itu
maka limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan tingkat
cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut
diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan.
Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di
berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif
dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan
beberapa keuntungan, antara lain.
a. Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih
efektif dan efisien;
b. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan
pencemar;
c. Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu
media ke media yang lain;
d. Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan;
e. Mengurangi biaya penaatan hukum;
f. terhindar dari biaya pembersihan lingkungan
(clean up);
g. Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar
internasional;
h. Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel
dan sukarela.
Minimasi limbah merupakan implementasi untuk
mengurangi jumlah dan tingkat cemaran imbah yang

100
dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara
pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah.
Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau
optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan
prasaranapengolahanseperti sistem perpipaan, meniadakan
kebocoran, ceceran, dan terbuangnya bahan serta limbah.
Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah
digunakan dalam proses untuk digunakan kembali dalam
proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu
dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati
agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi
atau menimbulkan pencemaran pada lingkungan.Setelah
dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka
limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk
selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah.Pada
kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan
baku yang baik, berkualitas dan tingkat kemunian bahannya
tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi alat proses menjadi
penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi
air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan
mencegah adanya bahan yang tercecer dan keluar dari
sistem produksi.
dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan
limbah.Untukmempermudahpemanfaatandanpengolahan
maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda
dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran
harus dipisahkan. Sedangkan limbah yang memiliki
kesamaan karekteristik dapat digabungkan dalam satu

101
aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada
proses produksi yang sama atau digunakan untuk proses
produksi yang lain. Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan
selanjutnya diolah pada unit pengolahan limbah untuk
menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan
baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi
baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan.
Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi
pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung
atau melalui pengolahan lanjutan. Pengolahan limbah
adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah
setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi
dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan
limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran
yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang
ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap
kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal
ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang
digunakan juga berbeda. namun akan tetap ada kemiripan
karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses
untuk menghasilkan produk yang sama.
Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah
atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya
yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif.
Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan
proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah.
Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan
proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment),

102
pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir
(post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk
mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya
agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan
utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan
pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya, pada
pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untukmengolah
limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan
untuk mengolah air limbah, yaitu: proses secara fisik,
biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara
memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti
menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses
dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling
tank/settling pond, dll.Proses biologi deilakukan dengan
cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap
air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi
biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth
filtration, aerobic process dan an‑aerobic process. Proses kimia
dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau
larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu.
Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses
dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara
sendiri-sendiri atau dikombinasikan.Pilihan mengenai
teknologi pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya
dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan
pengelolaannya.

103
Air limbah yang berasal dari limbah rumah sakit
merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat
potensial karena air limbah rumah sakit mengandung
senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan
mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-
organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit
terhadap masyarakat di sekitarnya.
dari hasil analisis kimia terhadap berberapa contoh air
limbah rumah sakit yang ada di dKi Jakarta menunjukkan
bahwa konsentrasi senyawa pencemar sangat bervariasi
misalnya, BOd 31,52 – 675,33 mg/l, ammoniak 10,79 – 158,73
mg/l, deterjen (MBAS) 1,66 – 9,79 mg/l. Hal ini mungkin
disebabkan karena sumber air limbah juga bervarisi
sehingga faktor waktu dan metoda pengambilan contoh
sangat mempengaruhi besarnya konsentarsi.

3.13. Kolam Oksidasi


Pengolahan air limbah secara biologis aerobik
secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yakni proses
biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture),
proses biologis dengan biakan melekat (attached culture)
dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam.
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem
pengolahan denganmenggunakanaktifitasmikroorganisme
untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam
air dan mikroorganime yang digunakan dibiakkan secara
tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses
pengolahan dengan sistem ini antara lain : proseslumpur

104
aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step
aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch
(kolam oksidasi parit) dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat, yakni
proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme
yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media.
Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan
cara ini antara lain: trickling filter atau biofilter, rotating
biological contactor (RBC),contact aeration/oxidation (aerasi
kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah
secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan
menampung air limbah pada suatu kolam yang luas
dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan
aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami,
senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk
mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau
memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses
aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah
dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi
(stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut
kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis
dengan biakan tersuspensi. Untuk memilih jenis teknologi
atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air
limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
: karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar
kualitas air olahan yang diharapkan.

105
dalam pemilihan teknologi pengolahan limbah
rumah sakit harus memperhatikan bebrapa faktor antara
lain, yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil olahan
yang diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia
dan yang tak kalah penting yakni sumber energi yang
tersedia. Berapa teknologi proses pengolahan air limbah
rumah sakit yang sering digunakan yakni antara lain:
proses lumpur aktif (activated sludge process), reaktor putar
biologis (rotating biological contactor, RBC), proses aerasi
kontak (contact aeration process), proses pengolahan dengan
biofilter “UpFlow“, serta proses pengolahan dengan sistem
“biofilter anaerob-aerob“.
dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir.
di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa
mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak
khlorinasi. di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah
dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh
microorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar
setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai
atau saluran umum. dengan kombinasi proses anaerob dan
aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOd,
COd), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (55), phospat
dan lainnya.Peoses dengan Biofilter “Anaerob-Aerob” ini
mempunyai beberapa keuntungan, yakni :
1. Adanya air buangan yang melalui media kerikil
yang terdapat pada biofilter mengakibatkan

106
timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti
kerikil atau yang disebut juga Biological film.
Air limbah yang masih mengandung zat organik
yang belum teruraikan pada bak mengendap bila
melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses
penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter
tergantung dari luas kontak antara air limbah
dengan mikro-organisme yang menempel pada
permukaan media filter tersebut. Makin luas
bidang kontaknya maka efisiensi penurunan
konsentrasi zat organiknya (BOd) makin
besar. Selain menghilangkan atau mengurangi
konsentrasi BOd dan COd, cara ini dapat juga
mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi
atau suspended solids (55) , deterjen (MBAS),
ammonium dan posphor.
2. Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring
air limbah yang melalui media ini. Sebagai
akibatnya, air limbah yang mengandung
suspended solids dan bakteri e.coli setelah
melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya.
efesiensi penyaringan akan sangat besar
karena dengan adanya biofilter up flow, yakni
penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke
atas akan mengurangi kecepatan partikel yang
terdapat pada air buangan dan partikel yang
tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan
di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-

107
aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah
dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa
membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan
untuk mengolah air limbah dengan kapasitas
yang tidak terlalu besar.
3. dengan kombinasi proses “Anaerob-Aerob“,
efisiensi penghilangan senyawa phospor
menjadi lebih besar bila dibandingankan
dengan proses anaerob atau proses aerob saja.
Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa
phospor anorganik yang ada dalam sel-sel
mikrooragnisme akan keluar sebagi akibat
hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi
yang dihasilkandigunakan untuk menyerap BOd
(senyawa organik) yang ada di dalam air limbah.
Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik
apabila perbandingan antara BOd dan phospor
(P) lebih besar 10. (Metcalf and eddy, 1991).
Selama berada pada kondisi aerob, senyawa
phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/
mikroorganisme dan akan sintesa menjadi
polyphospat dengan menggunakan energi yang
dihasik oleh proses oksidasi senywa organik
(BOd). bengan demikian dengan kombinasi
proses anaerob-aerob dapat menghilangkan
BOd maupun phospor dengan baik. Proses ini
dapat digunakan untuk pengolahan air limbah
dengan beban organik yang cukup besar.

108
Sedangkan beberapa keunggulan proses pengolahan
air limbah dengan biofilteranaerb-aerob antara lain, yakni :
a. Pengelolaannya sangat mudah.
b. Biaya operasinya rendah.
c. dibandingkan dengan proses lumpur aktif,
lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
d. dapat menghilangkan nitrogen dan phospor
yang dapat menyebabkan euthropikasi.
e. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
f. dapat digunakan untuk air limbah dengan beban
BO() yang cukup besar.
dapat menghilangan padatan tersuspensi (55) dengan
baik.

109
BAB IV
EKSPLORASI KONSORSIUM
MIKROORGANISME
DALAM SUSPENSI AKTIF

4.1 Eksplorasi Pemanfaatan Lumpur Aktif

erjadinya pencemaran air terutama air permukaan


t ditandai dengan adanya sampah, warna dan bau
air sungai maupun air laut yang terjadi dikota-kota besar
di indonesia. Pencemaran yang terjadi itu ditunjukan
baik secara kasad mata maupun berdasarkan analisis
laboratorium. Beberapa parameter kunci sering digunakan
untuk menunjukan telah terjadinya pencemaran seperti
tingginya kandungan BOd, PO4, COD nitrit, sulfida,
fenol dan bakteri (coliform) air sungai, air tanah dangkal
(sumur ) dan air laut. Pencemaran air laut terjadi dari
berbagai aktivitas wilayah pesisir maupun hulu yang
tidak memperhatikan lingkungan yang berdampak pada
pencemaran air laut.
Berbagai aktivitas masyarakat di perkotaan telah
berdampak terhadap perairan yang ada. Pembuangan
limbah cair dan adanya timbulan sampah dari masyarakat
secara luas dan berbagai kegiatan usaha yang padat menjadi
biang keladi berkembangnya permasalahan tersebut.
Secara umum teridentifikasi sebagai sumber pencemar
utama adalah kegiatan rumah tangga, usaha/kegiatan,

110
perdagangan dan rumah sakit. Pesatnya perkembangan
aktivitas masyarakat perkotaan membutuhkan ruang gerak
yang lebih luas, bertambahnya pusat-pusat perdagangan,
pemukiman dan perluasan akses pendukungnya memicu
alih fungsi lahan. Penyimpangan tata ruang pun kerap
terjadi. Perubahan tutupan hijau lahan menjadi bangunan
memerlukan pengelolaan lebih lanjut guna meminimalisir
dampaknya terhadap tata air dan perubahan iklim yang
dapat terjadi.
Perluasan wilayah pemukiman, perdagangan dan
industri dalam arti luas terus merambah wilayah baru,
terjadi peningkatan kepadatan wilayah perkotaan dan
perluasan wilayah terbangun ke arah hulu. Pembangunan
dengan peningkatan berbagai kegiatan manusia membawa
konsekuensi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan
yang sesungguhnya memiliki hubungan timbal balik yang
saling mendukung. Semakin pesat laju pembangunan
semakin besar upaya pengelolaan limbah yang harus
dilakukandan akumulasi ketidakseimbangnya antara beban
yang dikeluarkan dengan upaya menurunkan beban hingga
ketingkat aman akan mengancam terjadinya pencemaran
dan kerusakan sistem lingkungan.
Pengendalian pencemaran yang harus ditingkatkan
karena peningkatan pelepasan limbah ke lingkungan secara
langsung maupun tidak langsung. Lingkungan perairan
merupakan ekosistem yang paling parah mendapatkan
tekanan pencemaran. Pengalaman menunjukan penyebab
utama pencemaran pada air permukaan maupun air bawah

111
tanah adalah berbagai aktivitas domestik dan nondomestik
meliputi industri, pabrik, pertanian, peternakan, perikanan
dan sumber lainnya. Di samping perkembangan fisik
pembangunan, tekanan lingkungan juga terjadi dari prilaku
masyarakat umum, kalangan pengusaha dan pemerintah
yang belum mengoptimalkan pengelolaan limbah. Belum
terkelolanya secara baik limbah yang dihasilkan oleh
berbagai sumber dari berbagai wilayah yang kian pesat
berkembang, umumnya keadaan tersebut telah mengubah
atau mendegradasi fungsi ekosistem perairan yang ada.

1. Pembibitan Lumpur Aktif


Lumpur aktif merupakan larutan aktif yang diperoleh
dari proses pengolahan biologis secara aerobik dengan
menggunakan sistem suspended growth. Mikroorganisme
yang berada dalam bentuk suspensi disebut juga mixed
liquor suspended solid (MLSS), bekerja dengan mengikat
substrat organic kemudian menguraikannya dengan
enzim eksoseluler sehingga menjadi terlarut. dari proses
pemecahan senyawa-senyawa organic, mikroorganisme
mendapat sumber karbon dan energi.
di dalam Lumpur aktif mikroorganisme dibagi
kedalam empat kelompok.
(1) Mikroorganisme pembentuk flok, yaitu bakteri
yang berperan dalam pembentukan flok, (2)
kelompok saprophyte sebagian besar masih
terdiri atas bakteri yang berperan dalam
memecah senyawa-senyawa organic,

112
(3) kelompok predator, yaitu protozoa,
memanfaatkan bakteri sebagai makanannya,
dan
(4) mikroorganisme penggannggu, yaitu bakteri
berfilamen dan jamur yang dapat mengurangi
rapat massa dan menimbulkan bulking. dengan
demikian, di dalam Lumpur aktif pun terdapat
suatu ekosistem alam yang dalam sistem
pengolahanlimbahdapatdiisolasidandirekayasa
untuk efisisensi pengolahan. Gambaran reaksi
asimilasi oleh mikroorganisme yang perlu
dimaksimalkan perannya dalam proses Lumpur
aktif dapat ditulis sebagai berikut:

Seny.kompleks + O +2 nutrien sel CO2 + nH3 +


C5H7nO2 + Produk lain + sel baru

Proses pengolahan dengan menggunakan Lumpur


aktif adalah memanfaatkan mekanisme pengurangan bahan
organic terlarut maupun partikulatnya melalui adsorpsi dan
oksidasi. Untuk memaksimalkan kerja Lumpur aktif ini ada
beberapa factor yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
 Asal lumpur yang merupakan sumber
mikroorganisme yang akan diisolasi dan
ditumbuhkan, biasanya dari ekosistem perairan
terkontaminasi, tercemar atau pun perairan alami
yang memiliki sifat-sifat khas atau ekstrim.
 Pengudaraan (aerasi) : mengingat proses

113
biodegradasi adalah respirasi yang secara mutlak
membutuhkan oksigen yang mencukupi.
 Nutrien : nutrien khusus yang ditambahkan pada
tahap seeding dan aklimatisasi akan dikurangi
dan diganti secara bertahap dengan limbah yang
akan diolah.
 Penyediaanwaktukontakantaramikroorganisme
dengan polutan dalam air limbah yang sesuai,
hal ini tergantung pada konsentrasi polutan
(solid) dan tingkat penyisihan BOd yang
direncanakan.
 Waktu yang dibutuhkan untuk asimilasi material
telarut dan koloid serta penyisihan kedalam
padatan (endapan).

tahap pertumbuhan mikroorganisme dalam sistem


batch dapat dapat dibagi dalam 4 tahap yaitu :
 Fase Lag: merupakan waktu yang dibutuhkan
mikroorganisme untuk aklimatisasi dengan
laju pertumbuhan mendekati nol yang berarti
suspensi mikroba dan kandungan senyawa
organic tidak mengalami perubahan.
 Fase eksponensial: jumlah sel meningkat secara
eksponensial karena mikroorganismemengalami
fase pertumbuhan, laju konversi substrat
mencapai maksimun pada fase ini dan terjadi
akumulasi produk-produk metabolit. Pada fase
ini suspensi mikroba mencapai maksimal dan

114
kandungan senyawa organic terlarut menjadi
minimun. Keberlangsungan kondisi puncak
fase eksponensial tergantung pada komposisi
biomassa, nutrien dan kondisi lingkungan.
 Fase stasioner : fase dengan kecepatan
pertumbuhan dan kematian sel seimbang, tidak
ada peningkatan sel dan metabolisme menurun,
akumulasi metabolit toksik tinggi yang akhirnya
menuju fase terakhir yaitu kematian.
 fase kematian : sebagian besar sel mati sehingga
sehingga produktifitas menurun, akumulasi
metabolit toksik tetap tinggi.
Tahap Pengembangan Pengolahan dengan Lumpur aktif
Mikroorganisme tersuspensi dalam lumpur yang akan
digunakan untuk mengolah limbah secara biologis dapat
dikembangkan melalui seeding Lumpur yang dapat berasal dari
ekosistem alam yang terkontaminasi, tercemar maupun dari
ekosistem alam yang memiliki sifat‑sifat khas ataupun ekstrim.
Umumnya lokasi pengambilan bahan bibit disesuaikan dengan
limbah yang akan diolah sebagai suatu contoh untuk mengolah
limbah dari pembuatan tahu tempe maka bahan bibit diambil atau
mikroba diisolasi dari IPAL atau tempat pembuangan limbah tahu
tempe.

2. Screening
Prosedur screening merupakan langkah awal dari
pengembangan pengolahan dengan Lumpur aktif. Pada
tahap ini ditentukan sumber bibit (mikroorganisme) yang

115
akan ditumbuhkan meliputi tanah, Lumpur, tanah atau
Lumpur berpasir dan bakteri tertentu yang telah diisolasi
sebelumnya yang tersimpan dalam media agar. Langkah
screening dapat dijabarkan sebagai berikut:
 disiapkan mediacair (nutrien ) dengan komposisi
seperti pada tabel 3, dilarutkan dengan aquades
hingga volume 750 mL dalam erlenmeyer 1000
mL, ditutup rapat dengan kapas lalu disterilkan.
 Pindahkan secara aseptic 3 – 5 g sample tanah
atau lumpur yang telah disiapkan (tersimpan
dalam frezer) pada erlenmeyer yang berisi
media cair (1) yang telah didinginkan, lalu tutup
kembali dengan kapas dan di goyang dengan
shaker ( pemindahan dengan menggunakan
spatula yang steril).
 Pengamatan dilakukan dengan mengukur nilai
vSS-nya setiap hari
nilai vSS diharapkan mengalami peningkatan
hingga mencapai 2000 mg/L atau mencapai fase
tunak
3. Penumbuhan Biomassa Aktif (Seeding)
Pembibitan (seeding) merupakan langkah lanjut dari
hasil screening yang bertujuan menyiapkan biomassa
yang adaptable dan stabil dengan jumlah yang memadai.
didalam seeding digunakan nutrien yang lebih sederhana
(tunggal) dengan skala 10 – 20 kali lebih besar dari screening,
Langkah seeding dapat dijabarkan sebagai berikut:

116
 disiapkan bak pembibitan dengan volume 5
– 6 L dengan kondisi yang bersih (bebas vSS)
tidak ada endapan atau berkerak, disiapkan juga
kompresor udara atau aerator untuk mensuplai
udara yang cukup kedalam bak.
 Bibit yang dihasilkan dari proses screening
dipindahkan dengan hati hati sebanyak 300
mL(10% dari volume efektif) kedalam bak, lalu
diisi air bersih hingga 3 L.
 ditambahkan glukosa 1000 mg /L lalu udara
disuplai (aerator diaktifkan), oksigen terlarut
(DO) bak dijaga agar nilainya lebih besar dari 2
mg/L.
 Pengamatan dilakukan dengan mengukur vSS-
nya setiap hari hingga mencapai angka lebih
besar dari 2000 mg/L dan mencapai puncaknya.
4. Aklimatisasi
Proses aklimatisasi dilakukan setelah perkembangan
vSS hasil seeding mencapai puncaknya dan diharapkan
nilainya lebih dari 2000 mg/L. tahap aklimatisasi adalah
mengganti glukosa sebagai sumber karbon dengan air
limbah yang akan diolah secara berangsur-angsur. Langkah-
langkah aklimatisasi dapat di jabarkan sebagai berikut:
 disiapkan bak reaktor dengan volume 12 L
dengan kondisi yang bersih (bebas vSS) tidak
ada endapan atau berkerak, disiapkan juga
kompresor udara atau aerator untuk mensuplai
udara yang cukup kedalam bak.

117
 Larutan bibit yang dihasilkan dari proses seeding
dipindahkan dengan hati hati sebanyak 2 L(20%
dari volume efektif) kedalam bak.
 ditambahkan gula pasir 500 mg /L dengan
volume larutan total 10 L, pergantian komposisi
larutan limbah seperti Tabel 1 berikut:

Tabel 4.1. Komposisi Air Limbah dan Gula Pasir


pada Proses Aklimatisasi
Perbandingan
Gula Pasir (mg/L) Air Limbah (mg/L)
Gula Pasir: Air Limbah
1000 0 1:0
800 200 8:2
600 400 6:4
200 800 2:8
0 1000 0:1

dilakukan setiap kali pengukuran vSS dengan angka


permanganatnya yang sebelumnya telah dicari korelasinya
terhadap nilai COd. Penambahan beban air limbah
dilakukan setelah penyisihan permanganat tidak berbeda
lebih dari 10 % dibandingkan dengan hari sebelumnya.
 Lalu udara disuplai (aerator diaktifkan), oksigen
terlarut (DO) bak dijaga agar nilainya lebih besar
dari 2 mg/L.
 Pengamatan dilakukan dengan mengukur vSS-
nya setiap hari, setelah bakteri mampu mengolah
air limbah tanpa penambahan gula pasir dan
vSS-nya diharapkan lebih besar dari 2000 mg/L
dan mencapai puncaknya, selanjutnya dilakukan
skala up.

118
6. Pengembangan skala pembibitan
Pengembangan skala pembibitan dilakukan secara
bertahap setelah masa aklimatisasi berturut –turut mulai
pada volume 25 L, 100 L, 250 L dan 1000 L, dengan cara
masing-masing sebagai berikut:
 Bibit hasil pembibitan sebelumnya dipindahkan
sebanyak 80 – 90% kedalam bak baru dengan
kapasitas 50 – 60 L.
 Air limbah dimasukan kedalam bak secara
perlahan-lahan hingga mencapai volume 40 L,
ditambahkan gula pasir 100 mg/L secara merata
sembari aerator dijalankan.
 Pengamatan dilakukan dengan mengukur vSS-
nya setiap hari hingga mencapai angka lebih
besar dari 2000 mg/L dan mencapai puncaknya.
 Cara kerja untuk skala 100 L, 250 L dan 1000 L
dilakukan dengan persentase pemindahan dan
penambahan yang sama sesuai dengan ukuran
bak yang digunakan.
7. Aplikasi dalam reactor instalasi pengolahan
Pada aplikasi pengolahan dilakukan dengan skala
reactor sesuai dengan yang dibutuhkan oleh instalasi
pengolahan, umumnya 3 – 5 m3.
 Sebanyak 500 L larutan bibit dari pembibitan
1000L dipindahkan kedalam bak pengolahan,
separuh sisanya disimpan sebagai larutan stock.
 Air limbah ditambahkan secara bertahap masing-
masing 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, sebelum

119
dilakukan penambahan limbah berikutnya
dilakukan pengukuran vSS, pertumbuhan
mikroba mencapai maksimal atau stabil dengan
vSS berkisar 2000 mg/L
Penambahan gula pasir maupun n,P,K dapat
dilakukan dengan kadar 100 mg/L dan terus dikurangi
hingga tanpa penambahan gula maupun n,P,K.

4.2 Mekanisme dan Rumus Perhitungan Proses Kontak


Biologis
Pengolahan biologis dimaksudkan untuk mengurangi
kandungan organic yang lolos dari pengolahan tingkat
pertama. Zat organic yang terlarut dalam air buangan
digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi
dan pembentukan sel. Skema pengolahan proses biologis
dengan Lumpur aktif ditunjukan pada Gambar.

vc,Xc Q – Qw, Xe

Qo,Xo Q(1+R) Q(1+R) Xc

Qr+Qw, Xr

Qr,Xr

Qw, Xr

Gambar 4.1. Diagram Alir Proses Kontak Stabilisasi

120
1. Volume tangki kontak (Vc)
vc = tc.Q
Vc : volume tangki kontak (m3)
Tc : waktu kontak (detik)
Q : debit air buangan

2. Koefisien pertumbuhan hasil pengamatan (Yobs)


yt
yobs = ---------------
1+ Kd x c
yt : koefisien pertumbuhan maksimum
Kd : koefisien kematian mikroorganisme
(hari-1)
c : Umur sel/mikroorganisme (hari)

3. Pertumbuhan biomassa (Px)


Px = Q.yobs(So – Se)
Px : pertumbuhan VSS (kg/hari)
yobs : koefisien pertumbuhan hasil
pengamatan
So : BOD5 influen (mg/L)
Se : BOD5 efluen (mg/L)

4. Faktor resirkulasi (R)


Xc
R = ---------------
Xr – Xc
Xc : konsentrasi biomassa pada tangki kontak (mg/L)
Xr : konsentrasi biomassa resirkulasi (mg/L)

121
5. Organik loading (U)
Q(So – Se)
U = --------------------

XcVc + XrVr

6. Produksi Lumpur

‑ VSS yang dihasilkan dalam pengolahan (px) = Q.Yobs(So – Se)


‑ TSS yang dihasilkan dalam pengolahan = Px/0,8
‑ Total suspended solid dalam lumpur buangan = Xr. Qwr
(TSSwr)
‑ BOD5 tersuspensi dalamlumpur buangan = TSSws. BOD5/BOD1. massa
(BODwr.sus) sel/sel biodegradable.
‑ BODterlarut dalam lumpur buangan BOD1/massa sel
(BODwr.dis) = Se. Qwr

7. Koefisien pertumbuhan
S
c = m ---------
Ks + S
c : koefisien pertumbuhan spesifik
pada tangki kontak(jam-1)

m : koefisien pertumbuhan spesifik


-1
maksimum(jam )
S : konsentrasi efluen tangki kontak (mg/L)
Ks : Konsentrasi substrat saat ½ Vmaks (jam-1)

122
8. Jumlah solid yang dihasilkan tangki kontak
Qy(So –S)
Xcvc = ---------------------
c. vc
Xc.vc : jumlah solid yang dihasilkan tangki (mg)
Q : debit influen
y : koefisien pertumbuhan = VSS/mgBOD5
So : konsentrasi substrat masuk ke tangki (mg/L)
Xc : konsentrasi biomassa dalam tangki (mg/L)
vc : volume tangki kontak(m3)

9. Rasio food dan mikroorganisme (F/M)


Sc
F/M = k --------------- (hari-1)
Ks + Sc
Sc : BOD terlarut dalam efluen
10. Umur lumpur (θc )
1
c = ---------------------- (hari)
y(F/M) - Kd
Kriteria desain tangki kontak ditunjukan pada table
berikut:

123
Tabel 4.2. Kriteria Desain Tangki Kontak

Parameter Besaran Satuan


Umur sel/lumpur(c ) 5 – 15 Hari
F/M 0,2 – 0,6 Hari-1
MLSS 1000 – 4000 Mg/L
Koefisien kematian (b) 0,002 – 0,004 Jam-1
Koefisien decay (Kd) 0,03 – 0,07 Hari-1
Koefisien pertumbuhan(Y) 0,4 – 0,8
Waktu detensi(td) 0,5 – 1 Jam
MLVSS : MLSS 0,75 – 0,85
Kecepatan pertumbuhan spesifik
0,31 – 0,77 Hari jam-1
maks (m)

Konsentrasi substrat1/2m(Ks) 40 –120 Mg/L

4.3 Praktik Penggunaan Lumpur Aktif

1. Penyiapan inokulum mikroba sebagai Lumpur aktif


a. Alat dan bahan yang digunakan
1. Alat yang digunakan
- Reaktor Lumpur aktif
- Selang udara
- Kompresor
- dO meter
- timbangan analitik
- tabung sentrifuge
- Sentrifuge
- Beaker glass 250 ml
- Labu erlenmeyer 500 ml
- Labu ukur 100 ml

124
- Pemanas
- Buret 25 ml
- Pipet ukur 10 ml
- Cawan pemanas
- Waterbath
- Block heater COd
- Pipet tetes
2. Bahan yang digunakan
- Bahan bibit bakteri Lumpur aktif
- Aquadest
- Glucotest
- Air limbah tahu dan tempe
- Reagen analisis organic ( KMnO4 0,01 n, asam
oksalat 0,01 n dan H2SO4 4n)
- Reagen COd ( lar.oksidator kuat K2CrO7 0,0167
M, asam sulfat, indicator ferroin dan larutan FAS
standar 0,1 M)

b. Prosedur kerja
1. Seeding
 disiapkan bak pengolahan dengan volume 12
liter.
 disiapkan biakan (sumber mikroba) dari iPAL
air dan lumpurnya, dimasukan kedalam reaktor
sebanyak 7 liter dan ditambahkan 1 liter nutrien
broth, volume total larutan 8 liter.
 Aerasi yang memadai disuplai kedalam bak
sehingga seluruh bagian bak bergejolak.

125
 Analisis volatie suspended solid (vSS)
dilakukan setiap hari untuk mengukur tingkat
pembentukan biomassa. Pertumbuhan mikroba
juga dapat diamati melalui parameter Od(reaksi
dengan FDA: Fluoresene diasetat*.
 Pengamatan dilakukan hingga pertumbuhan
mikroba maksimal, dan pertumbuhan ini akan
dijaga stasioner dengan penambahan glukosa.
 Ketika vmaks dicapai ditambahkan kedalam
bak 1 g/liter glukosa untuk mempertahankan
pertumbuhan mikroba maksimal yang
stasioner.
 Larutan aktif siap aklimatisasi lebih lanjut.

* Enzim + FDA + Buffer disentrifuge 1 jam 


diukur Od sebanding dengan jumlah bakteri
dengan standar : Buffer +FDA + aseton
Mg/l FdA terhidrolisis

2. Aklimatisasi
 disiapkan reaktor pengolahan kedua dengan
volume 12 liter, disiapkan media dengan
perbandingan limbah : larutan glukosa
ditabelkan dibawah prosedur ini.
 Aerasi yang memadai disuplai kedalam bak
sehingga seluruh bagian bak bergejolak.
 Pengamatan dilakukan dengan parameter vSS,
setelah bakteri mampu mengolah air limbah

126
tanpa penambahan glukosa dan nilai vSSnya >
2000 mg/L penelitian utama dapat dilanjutkan
dimana penyisihan organic di dalam reactor
diamati setiap satu jam dengan parameter COd
dan vSS.

Tabel.4.3 Perbandingan limbah dengan glukosa


pada larutan mikroba yang tetap(10%)

Air Limbah Glukosa


(mg/L) (mg/L

10 990
100 900
200 800
400 600
800 200
1000 0

data yang diperoleh selama pengamatan pembibitan


diplotkan antara produk biomassa (yang diukur dengan
vSS) dengan waktu. dengan ploting tersebut dapat
ditunjukan periode pertumbuhan mikroorganisme mulai
dari aklimatisasi, puncak pertumbuhan, masa stagnan dan
kematian, kemudian ditentukan fase puncak pertumbuhan
sebagai dasar dalam penggunaan konsorsium mikroba
dalam lumpur aktif.

4.4 Pemanfaatan Suspensi Aktif pada Biosistem


Biosistem dibuat dengan dua bagian fungsi utama,
yaitu pertama berupa saringan pasir bertujuan untuk
mengurangi kandungan bahan-bahan padat yang ada di

127
air dan kandungan lumpur. Umumnya, air kotor yang akan
disaring oleh pasir mengandung bahan padat dan endapan
lumpur. Ukuran pasir untuk menyaring bermacam-macam,
tergantung jenis bahan pencemar yang akan disaring.
Semakin besar bahan padat yang perlu disaring, semakin
besar ukuran pasir yang digunakan.
Saringan pasir hanya mampu untuk menahan bahan
padat terapung dan tidak bisa menyaring virus dan bakteri
pembawa penyakit. Untuk itu air yang melewati saringan
pasir masih harus disaring lagi oleh media lain. Saringan
pasir ini harus dibersihkan secara teratur pada waktu
tertentu. Kedua penguraian zat-zat kontaminan oleh
aktivitas mikroba seperti ragi, fungi, atau bakteri yang
berada disekitar akar tumbuhan. Mikroorganisme (ragi,
fungi, atau bakteri) mengkonsumsi dan menguraikan atau
mengubah bahan organik untuk digunakan sebagai bahan
nutrien. Beberapa jenis mikroorganisme dapat menguraikan
bahan organik seperti minyak atau larutan yang berbahaya
bagi manusia dan mengubah bahan-bahan berbahaya
tersebut menjadi bahan kurang berbahaya melalui proses
degradasi. Senyawa-senyawa alami yang dilepaskan oleh
akar tumbuhan seperti zat gula, alkohol, dan asam yang
mengandung karbon organik berfungsi sebagai sumber
nutrien bagi mikroba tanah dan penambahan nutrien akan
memacu aktivitas mikroba tersebut (Kurniawan, 2008).
Adapun mekanisme dari rhizodegradasi, yaitu
tumbuhan mengeluarkan dan mentransportasikan oksigen
dan air ke dalam tanah. tumbuhan juga menstimulasi

128
biodegradasi melalui mekanisme lain seperti penyetopan
metabolisme lain dan mentransportasikan oksigen atmosfer
ke dalamdaerah akar. Polutan diuraikanolehmikrobadalam
tanah, yang diperkuat/sinergis oleh ragi, fungi, dan zat-
zat keluaran akar tumbuhan (eksudat), yaitu gula, alkohol,
dan asam. eksudat merupakan makanan mikroba yang
menguraikan polutan maupun biota tanah lainnya. Spesies
yang biasa digunakan adalah berbagai jenis tanaman yang
memiliki sifat hidup tergenang dan tahan akan kondisi
lingkungan yang relatif ekstrim.

1. Tanah sebagai Sumber Suspensi Aktif


Pengambilan tanah/sedimen yang akan dipakai
sebagai sumber suspensi aktif dilakukan melalui metode
grab, yaitu dilakukan sekali pada saat pengambilan contoh
dengan mengambil bagian dari suatu material yang
mengandung mineralisasi secara acak. Sampling sedimen
dapat dilakukan pada berbagai jenis ekosistem yang
berbeda yang memiliki paparan polutan yang beragam.
Seperti contoh dapat diambil di selokan yang terpapar
zat warna dari limbah pencelupan, diambil secara aseptis
dari tiga titik lokasi pengambilan sebanyak +100 gram
kemudian dikompositkan diletakkan sementara pada satu
kantong plastik klip, dan disimpan pada cooler box. Sedimen
tercemar yaitu sedimen selokan disekitar pembuangan
limbah pencelupan dan sedimen hutan bakau (mangrove)
diambil menggunakan serokan dengan kedalaman + 10 cm
dari permukaan dasar sebanyak + 100 gram. Masing- masing

129
sedimen diambil dengan menentukan tiga titik, kemudian
dicampur menjadi satu dengan asumsi dapat mewakili
keseluruhan kawasan tempat pengambilan sampel dari
masing-masing sumber tersebut. Kemudian diletakkan
sementara pada satu kantong plastik klip dan disimpan
pada cooler box.

2. Penyediaan tanaman pada Biosistem


tanaman yang digunakan adalah tanaman liar (ipomoea
crassicaucalis), ditumbuhkan dengan cara stek batang. Bibit
tanaman ini diperoleh dengan mengambil secara langsung
pada habitatnya di daerah denpasar Selatan. Bibit (batang)
yang diperoleh kemudian ditanam di tanah yang dicampur
pasir selama ± 1 bulan.
Untuk konstruksi unit biosistem pada lahan basah
berupa unit pengolahan dapat digunakan tempat semaian
ukuran 220 cm x 120 cm x 50 cm dan dilengkapi dengan
tempat pengambilan sampel untuk pemeriksaan. Bak
perlakuan diisi dengan batu koral setinggi 15 cm kemudian
diatasnya diisi campuran pasir dan sedikit tanah setinggi
30 cm. Pada lapisan pasir ini akan ditanam tumbuhan, yang
banyaknya disesuaikan dengan panjang dan lebar akar
yang memungkinkan sebagian besar lapisan itu terisi oleh
risosfir. Tanaman ini diadaptasikan selama ± 2 minggu.

130
3. Penyiapankonsorsiamikrobayangakanditambahkan
pada biosistem

a. Pembuatan media pertumbuhan


mikroorganisme
ditimbang dengan menggunakan timbangan merk
OHAUS Galaxy 400 sebanyak 2 gr glukosa (KH); 0,1 gr
K2HPO4; 0,1 gr KH2PO4, 0,1 gr (nH4)2[Fe(SO4)2].6H2O; 0,02
gr MgSO4; 0,02 gr FeSO4, 0,02 gr ekstrak ragi dan 2 mg
rhodamin b, kemudian dilarutkan dalam 2,0 liter akuades
(Suriawiria, 1985; Waluyo, 2004). Selanjutnya campuran
dikocok sampai semua campuran homogen kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2L. erlenmeyer ditutup
dengan kapas dilapisi aluminium foil. Media disterilisasi
dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan
tekanan 15 p.s.i dan suhu 121oC. Perhitungan waktu 15
menit dimulai sejak termometer menunjukkan suhu 121 oC.
Setelah sterilisasi, media didiamkan pada suhu 37oC selama
5 menit dan selanjutnya media dapat disimpan dalam
refrigerator sampai saat diperlukan (Ginting, 2007).

b. Pembibitan (seeding) suspensi aktif


Pembibitan adalah tahap pertumbuhan mikroba dari
sedimen yang di sampling dari selokan tercemar limbah
pencelupan, hutan bakau dan tanah subur. Sebanyak 3
buah gelas beker 1 L dengan kondisi bersih disiapkan.
Masing-masing sebanyak 500 mL media cair dimasukkan
ke dalam gelas beker i, ii, dan iii, kemudian pada gelas

131
beker i ditambahkan sedimen dari hutan bakau, gelas
beker ii ditambahkan sedimen selokan tercemar limbah
pencelupan dan gelas beker iii ditambahkan tanah subur,
masing- masing sebanyak + 1 gram. Media kemudian
diaerasi dengan menggunakan aerator yang diberi selang,
yang diletakkan pada dasar gelas beker. Gelas beker
ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan gelang karet
didiamkan selama 1 jam agar homogen. Setelah homogen
aerator dimatikan dan digenangkan beberapa saat + 10-15
menit. Kemudian Pertumbuhan mikroba diamati dengan
mengukur nilai vSS-nya. Pengukuran nilai vSS dilakukan
berulang kali untuk masing-masing sampel sedimen
dengan rentang waktu setiap 1 hari sampai menunjukkan
adanya peningkatan nilai vSS. data yang diperoleh diplot
antara nilai vSS dengan waktu pertumbuhan mikroba.
Berdasarkan kurva pertumbuhan yang dibuat ditentukan
waktu pertumbuhan mikroba mencapai fase eksponensial.
Pengamatan dilakukan untuk ketiga sedimen. Bibit
sedimen yang paling cepat tumbuh sampai mencapai fase
eksponensial dan memiliki nilai vSS tertinggi (densitas
mikroba banyak), maka sedimen tersebut merupakan bibit
sedimen terbaik yang akan digunakan dalam pengolahan
limbah pencelupan.

c. Penentuan kemampuan biosistem


mendegradasi rhodamin b.
Larutan rhodamin b dialirkan ke dalam bak pengolahan
biosistem. Dalam bak tersebut larutan /air limbah di perlakukan

132
dengan merendamnya selama 6,12,18, dan 24 jam kemudian
sampel diambil untuk di ukur kandungan rhodaminnya. Ditentukan
perubahan kandungan rhodamin b dengan memplotnya dengan
waktu perendaman. Digambarkan kurva dan ditentukan kisaran
waktu efektif kerja sistem pengolahan.
indikator produk antara yang diukur dalam proses
biodegradasi rhodamin b adalah phenol, amonia, nitrat,
ion klorida dan COd dalam sampel larutan kemudian
diplot dengan waktu perlakuan sehingga diperoleh
kurva yang menunjukkan pemecahan rhodamin pada
proses biodegradasi. Kurva dibuat dengan ketentuan
garis x menunjukkan waktu pengolahan (t) dan garis y
menunjukkan kadar pencemar.

Tabung Keluaran Air Limbah

Rumput Bermuda

Pasir

Batu Koral

Bak Pengolahan Limbah

Gambar 4.2. Biosistem

133
d. Penentuan jumlah dan ciri koloni mikroba
yang tumbuh setelah di Ekspose Rhodamin b
Penentuan jumlah dan ciri koloni dilakukan dengan
metode mengunakan metode seri pengenceran (Platting
Method) dan penanaman pada media Nutrient Agar (nA)
(tortora, dkk., 2001). disiapkan 6 tabung reaksi yang
berisis 9 ml air steril untuk sampel sedimen yang berasal
dari sumber terbaik. Mikroba yang ditumbuhkan pada
media baru, diambil dari suspensi yang mengendap pada
gelas beker seeding sumber sedimen terbaik. Suspensi
yang mengendap diencerkan hingga faktor pengenceran 10-
6
, dengan cara dipipet larutan suspensi sebanyak 1 ml pada
gelas beker seeding, lalu dipindahkan dalam tabung reaksi
pertama yang berisi 9 ml air steril, dikocok hingga
homogen sehingga didapatkan faktor pengenceran 10-1.
dengan menggunakan pipet steril diambil larutan suspensi
sebanyak 1 ml pada tabung pertama lalu dipindahkan
dalam tabung yang kedua yang berisi 9 ml air steril sehingga
didapatkan faktor pengenceran 10-2 dan diteruskan hingga
didapatkan faktor pengenceran 10-6. disiapkan petridish
steril sebanyak 7 buah (1 buah pertidish sebagai kontrol).
Petridish diberi tanda sesuai sampel pada setiap tahap
(waktu penelitian) dan faktor pengenceran yaitu dari faktor
pengenceran 10-1 sampai 10-6. dari setiap pengenceran,
dipipet 1 ml dan dituang pada petridish steril. Selanjutnya
ditambahkan 10 – 15 ml media Nutrient Agar (nA) yang
masih cair dan digoyangkan secara perlahan sampai media
nA membeku pada setiap petridish tersebut, kemudian

134
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. diamati koloni
yang tumbuh, dicatat ciri koloni dan jumlah dari tiap jenis
koloni (dwidjoseputro, 1998). Prosedur ini dilakukan pada
tahap seeding sebanyak 3 kali yaitu pada saat t=0 (awal
seeding), hari ke- 3 dan pada akhir proses seeding (pada fase
eksponensial). Selanjutnya prosedur ini dilakukan kembali
pada tahap akhir uji efektifitas mikroba (setelah aplikasi).

135
BAB V
PENUTUP

ifat dan peranan air menentukan terjadinya


S
fenomena menyangkut air tersebut. Air dapat berbentuk
padat (es), cair dan gas (uap air) yang ternyata
menunjukkan sifat-sifat yang istimewa dan unik bila
dibandingkan dengan sifat yang ditunjukkan oleh
senyawa-senyawa lainnya. Sebagai contoh: es mengapung
di air; sifat ini berbeda dengan sifat bentuk padat pada
umumnyayangkerapatannyalebihbesardaribentukcairnya.
ternyata penyimpangan sifat dari es ini memungkinkan
bagi biota akuatik untuk dapat mempertahankan hidupnya
di musim dingin. Air merupakan pelarut yang sangat baik
karena dapat melarutkan berbagai macam senyawa ionik
dan polar. dengan demikian, air bertindak sebagai media
untuk transportasi senyawa-senyawa nutrisi bagi tanaman
dan hewan dan juga senyawa-senyawa yang berasal
dari limbah yang bersifat toksik ataupun polutan. Air
merupakan komponen utama penyusun makhluk hidup,
hampir 98% tubuh suatu makhluk hidup, tersusun oleh air.
Bumi merupakan planet air, yang menutupi sekitar 71%
permukaan bumi dalam bentuk lautan
Keterlibatan manusia menjadi bagian dari ekosistem
memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan

136
ekosistem. Untuk pertumbuhan dan memenuhi
keperluan hidupnya manusia menjadikan lingkungan
sebagai sumberdaya dalam memenuhi berbagai aktivitas
produksinya. dalam melakukan aktivitas, manusia
maupun makhluk hidup lain menghasilkan bahan
buangan yang biasa disebut limbah. Sumber penghasil
limbah dikelompokan dalam sumber tertentu (point source)
dan sumber tak tentu (nonpoint source). Sumber tertentu
meliputi limbah domestik dan limbah industri, sedangkan
sumber tak tentu berupa limpasan daerah pertanian dan
limpasan daerah perkotaan. dari kedua sumber pencemar
tersebut dapat dihasilkan jenis pencemar berupa limbah
yang dapat menurunkan kadar oksigen, nutrien, patogen,
sedimen(padatan terendapkan), garam-garam, logam berat,
bahan organik toksik dan pencemar panas.
Indikator pencemaran air berupa indikator fisik,
yaitu suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, padatan
tersuspensi dan padatan terlarut. Parameter kimia meliputi
pH(derajat keasaman), Okseigen terlarut, BOd, COd, nitrit,
nitrat, kandungan logam berat dalam air, fosfat, sulfida
dan kandungan garam dalam air. Pencemar di dalam air
akan menurunkan kadar oksigen yang terlarut di dalam
air. Kehidupan air membutuhkan jumlah oksigen yang
cukup. Jika kadar oksigennya menurun sampai pada
tingkat tertentu, maka kehidupan biota perairan akan
terganggu. Kematian biota perairan antara lain ikan-ikan
dan tumbuhan air juga disebabkan oleh adanya polutan
organik dan anorganik toksik. Polusi termal dari limbah
juga akan mengganggu kehidupan biota perairan.

137
Polutan akan meresap ke dalam tanah melalui pori-pori
tanah. Pada proses peresapan ini, tanah akan menjadi jenuh.
Hal ini akan menimbulkan gangguan terhadap air tanah,
sebagai salah satu sumber air minum yang paling banyak
digunakan. dampak terhadap kesehatan tergantung dari
kualitas air, karena air merupakan media bagi penyebaran
penyakit. Air sebagai media hidup bagi makhluk hidup
termasuk mikroba, air sebagai sarang penyebar penyaki dan
jumlah air yang berkurang menyebabkan tidak tercukupinya
kebutuhan manusia untuk membersihkan dirinya.
di indonesia terdapat beberapa penyakit yang
dikategorikan sebagai water born diseases atau penyakit
yang dibawa oleh air. Penyakit ini dapat menyebar apabila
mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air
yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Jenis mikroba
yang penyebarannya melalui air cukup banyak, antara lain
bakteri, protozoa dan virus. Selanjutnya, diungkapkan
beberapa penyakit yang termasuk dalam kategori waterborn
diseases beserta agen pembawanya. industri menghasilkan
hasil samping berupa limbah dengan jumlah limbah yang
dihasilkan berbanding lurus dengan tingginya kegiatan
produksi. Limbah dapat diolah dengan cara diendapkan
terlebih dahulu, namun metode ini menimbulkan dampak
bauyangmenyengat.Penumpukanlimbahjugamemerlukan
wilayah yang luas agar tidak mengganggu sanitasi dan
kesehatan di pemukiman penduduk. Masalah ini disebut
sebagai masalah estetika lingkungan. Limbah minyak dan
lemak juga menimbulkan masalah estetika lingkungan yaitu

138
sekitar tempat pembuangan limbah menjadi licin. Pada
tempat pembuangan dan pengolahan limbah, masalah bau
umumnya timbul dari beberapa kegiatan antara lain dari
tempat pembuangan limbah dan pembusukan limbah pada
media tanah, air yang menghasilkan gas-gas yang berbau
busuk.
Pengolahan limbah adalah untuk mengurangi beban
pencemar, partikel tercampur serta membunuh organisme
patogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengolahan
untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun,
serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar
kosentrasi yang ada menjadi rendah. Untuk itu diperlukan
pengolahan yang bertahap. Pengolahan limbah dapat
dilakukan secara fisik, kimia maupun secara biologis.
Pemilihan cara pengolahan limbah sangat tergantung sifat
dan toksisitas limbah, pertimbangan efektivtas hasil dan
aspek ekonomis.

139
DAFTAR PUSTAKA

Buchari, I Wayan Arka, KG Dharma P. dan I.G.A. Kunti Sri


P. d. 2001. Kimia Lingkungan. UPt Udayana, Bali
Clesceri and Lenore. 1998. Standard Method for Examination
of Water and Wastewater, 20th edition, American Public
Health Association 1015 Fifteenth street, Washington.
Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah
Industri, yrama Widya, Bandung.
Gelent, W. 2010. Penurunan Kadar Chemical Oxygen
demand (COd) dan Amonia Limbah Cair Rumah
Sakit dengan teknik Lumpur Aktif, Skripsi, Universitas
Udayana, denpasar.
Idiyanti,T., S. Aiman, R. Trisnamurti dan S.Inijah. 1995.
Pengolahan Sistem Kontinu Air Limbah industri
Herbisida dengan Lumpur Aktif. Prosiding Lokakarya
nasional Mikrobiologi Lingkungan. Hal 104 – 113.
Laksmi, J., Betti Sri, dan Winiati Pudji Rahayu. 2003.
Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Pusat
Antar Universitas Pangan Gizi Institut Pertanian,
Bogor.
Manahan, S. e., 1994. environmental Chemistry. Sixth
edition. Lewis Publication. CRC Press. inc.

140
Margono, dan Soejono. 1991. BukuPedoman Pengajar Mata
Ajaran Kimia Lingkungan, Pusat Pendidikan tenaga
Kesehatan departemen Kesehatan Ri, Jakarta.
Metcalf And eddy. 2003. Wastewater engineering,
Treatment and Reuse. Fourth Edition. McGraw Hill
Higher education.
Muhammad, M dan Achmad, S. 1990. Aplikasi Analisis
Spektrofotometer UV‑Vis, Mecphiso Grafika, Jakarta.
Mukono, H.J. 2000. Prinsip dasar Kesehatan Lingkungan,
Airlangga Universitas Press, Surabaya.
Sugiaharto. 1987. Dasar‑dasar Pengolahan Air limbah,
Universitas indonesia, Jakarta.
Sulistyanto, e dan H. W. Swarnam. 2003. tecno Limbah.
Majalah Pusat Pengembangan teknologi Limbah Cair,
volume 7 tahun 2003, Penerbit Pusat Pengembangan
teknologi Limbah Cair, yogayakarta.
Sumastri. 2009. Bioremediasi Lumpur Minyak Bumi secara
Pengomposan Menggunakan Kultur Bakteri Hasil
Seleksi, http://www.p4tkipa.org/data/SUMASTRI.pdf.
15.01.2010
Supradata. 2005. Pengolahan Limbah domestik
Menggunakan tanaman Hias Cyperus alternifolius,
L. dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah
Permukaan (SSF‑Wetlands), http://eprints.undip.
ac.id/18696/1/Supradata.pdf. 28.01.2011
Suyasa, I.WBudiarsadanWahyuDwijani. 2007. Kemampuan
Sistem Saringan Pasir-tanaman Menurunkan nilai
BOd dan COd Air tercemar Limbah Pencelupan,
ecotrophic., vol 2 no.1, 1-7.

141
Suriawiria.2002. Mikrobiologi Air, Pt. Alumni, Bandung.
turhayati. 2008. efektivitas Pengendapan dodesil Benzena
Sulfonat (dBS) dengan Ca(OH)2 dan Lumpur Aktif
Pada Limbah deterjen, Skripsi, Universitas Udayana,
denpasar.
Udiharto, M., dan Sudaryono. 1999. Bioremediasi terhadap
Tanah Tercemar Minyak Bumi Parafinik dan Aspak,
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah
dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan-BPPt, Jakarta,
121-132.
Untung, O. 1992. Menjernihkan Air Kotor, Puspa swara,
Jakarta.

142
143

Anda mungkin juga menyukai