Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian lereng


Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan
tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami atau
buatan misalnya lereng bukit dan tebing sungai sedangkan lereng buatan manusia
antara lain galian dan timbunan untuk bendungan, tanggul ataupun dinding
tambang. Lereng alami maupun buatan masih dibagi lagi dalam dua jenis
(Soepandji, 1995), yaitu (a) Lereng dengan panjang tak hingga (infinite slopes),
merupakan jenis lereng yang mempunyai panjang yang jauh lebih besar dibanding
dengan kedalamannya (H). (b) Lereng dengan panjang hingga (finite slopes).
Tanah akan longsor pada bidang permukaan lereng jika suatu tanah timbunan
diletakkan pada tanah asli yang miring, di mana pada lapisan tanah asli masih
terdapat lapisan lemah yang berada di dasar timbunannya.
Keruntuhan pada lereng bisa terjadi akibat gaya dorong yang timbul
karena beban pada tanah. Lereng secara alami memiliki kekuatan geser tanah dan
akar tumbuhan yang digunakan sebagai gaya penahan. Apabila gaya penahan
lebih kecil dibandingkan gaya pendorong maka akan timbul keruntuhan pada
lereng. Analisis kestabilan lereng dilakukan untuk menentukan faktor aman dari
bidang longsor yang potensial, yaitu dengan menghitung besarnya kekuatan geser
untuk mempertahankan kestabilan lereng dan menghitung kekuatan geser yang
menyebabkan kelongsoran kemudian keduanya dibandingkan. Dari perbandingan
yang ada didapat nilai Faktor Keamanan yang merupakan nilai kestabilan lereng
yang dinyatakan dalam angka.

1.2 Kestabilan lereng


Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan
tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan
manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini
berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya
pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain. Kestabilan lereng merupakan suatu kondisi atau
keadaan stabil dari suatu lereng. Secara teoritis nilai dari kestabilan lereng dapat
di ketahui dengan membandingkan gaya-gaya yang bekerja pada lereng yakni
berupa gaya penggerak dan gaya penahan. Masalah kestabilan lereng dapat
ditemukan pada bidang pertambangan ataupun konstruksi lainnya, misalnya pada
penggalian tambang terbuka (open pit dan open cut), tempat penimbunan material
buangan (Tailing disposal), penimbungan bijih (Stockyard), bendungan,
infrasktruktur seperti jalan, fondasi jembatan, dan lereng disekitar perumahan
(Suyartono, 2003). Masalah kestabilan lereng merupakan hal yang penting yang
harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya gangguan-gangguan dan bencana
fatal yang akan berakibat pada keselamatan jiwa ataupun keselamatan peralatan
dan infrastruktur lainnya.
Dilihat dari jenis material penyusunnya, terdapat dua macam lereng, yaitu
lereng tanah dan lereng batuan, walaupun kenyataan yang dijumpai pada suatu
lereng selalu merupakan gabungan dari material tanah dan batuan. Dalam analisis
dan penentuan jenis tindakan pengamanannya, lereng tanah tidak dapat disamakan
dengan lereng batuan karena parameter material dan jenis penyebab longsor pada
kedua material pembentuk lereng tersebut sangat jauh berbeda (Romana, 1993)
Dalam keadaan alamiah tanah dan batuan umumnya berada dalam keadaan
setimbang terhadap gaya-gaya yang bekerja padanya, baik gaya dari dalam
maupun dari luar. Jika tanah dan batuan mengalami perubahan keseimbangan
akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi, atau aktivitas
lain, tanah dan batuan tersebut secara alami akan berusaha untuk mencapai
keseimbangan yang baru. Proses ini biasanya berupa degradasi atau pengurangan
beban terutama dalam bentuk perpindahan dengan besaran tertentu sampai kepada
bentuk longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keseimbangan.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah
faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya
yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut
dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :

Faktor kemanan (F) = momen penahan / momen penggerak


Dimana untuk keadaan:
F > 1,5 : lereng dalam keadaan mantap
F = 1,5 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
F < 1,5 : lereng tidak mantap

2.3 Analisis Kestabilan Dengan Metode Analitik


Analisis Kestabilan Lereng dengan metode analitik dapat dilakukan
dengan beberapa persamaan, diantaranya menggunakan persamaan Fellenius.
Perhitungan faktor keamanan suatu lereng menggunakan nilai kohesi, panjang
irisan sayatan, berat jenis dan sudut geser dalam serta derajat kelerengan lereng
yang akan dicari faktor keamanannya. Rumus yang digunakan dalam perhiungan
menggunakan metode Fellenius tanpa menyertakan pengaruh air pori di dalam
tanah.
Berikut adalah rumus perhitungan faktor keamanan menurut Fellenius:
Keterangan :
Fk : faktor keamanan
c : kohesi (kN/m2)
W : berat jenis tanah (kN/m3)
α : sudut lereng (o)
ϕ : sudut geser dalam (o)
L : panjang irisan sayatan (m)

2.4 Analisis Kestabilan Dengan Menggunakan Metode Klasifikasi Massa


Batuan
Analisis kestabilan lereng juga dapat dilakukan menggunakan Metode
Klasifikasi Massa Batuan (Rock Mass Rating) yaitu dengan menafsirkan
kestabilan lereng melalui pendekatan empiris. Metode klasifikasi massa batuan
yang dikenal dengan Rock Mass Rating dikenalkan oleh Bieniawski. Nilai RMR
dapat diperoleh dengan menggunakan Pers. (1):
RMR = UCS + RQD + Jarak kekar + Kondisi kekar + Kondisi umum air tanah (1)

Tabel 1. Rock Mass Rating


Tabel 2. Hasil Analisis Rock Mass Rating

Tabel 3. Bobot Penyesuaian Orientasi Bidang Lemah Dengan Orientasi


Lereng

Tabel 4. Slope Mass Rating

Klasifikasi yang dikembangkan oleh Romana, 1985 yaitu SMR (Tabel 3)


[6]. Parameter yang dibutuhkanuntuk klasifikasi slope mass rating (SMR) antara
lain, nilai RMR bieniawski 1979, arah (dip direction) dari permukaan lereng (αs),
arah (dip direction) bidang diskontinuitas (αj), sudut kemiringan lereng (βs), dan
sudut kemiringan bidang diskontinuitas(βj). Untuk faktor koreksi metode
penggalian Romana juga memberikan klasifikasi sendiri. SlopeMass
Rating(SMR)[7]digunakan untuk mengetahui kondisi lereng dalam kondisi stabil
atau tidak stabil (Tabel 5). Nilai SMR dapat diperoleh dengan menggunakan
Persamaan berikut :
SMR = RMR + (F2x F1x F3) +F4 (2)
2.3 Analisis Kestabilan Lereng Dengan Menggunakan Metode Monitoring
Survey
Teknik pemetaan konvensional merupakan cara yang paling sederhana dan
sering kali menjadi cara yang paling dapat diandalkan, baik untuk mengukur
pergeseran; ereng maupun penurunan permukaan tanah diatas terowongan
(Hedley, 1972; Davis dkk, 1981). Metode ini dapat mencakup area yang luas
walaupun tingkat akurasinya biasanya terbatas hanya hingga 1 – 2 mm. Tingkat
akurasi pada metode pemetaan konvensional ini sangat dipengaruhi oleh variasi
temperatur dan tekanan pada area tersebut, terutama jika titik tempat alat berada di
daerah yang diamati terpaut cukup jauh.
Metode ini sering digunakan untuk mengukur pergeseran dengan cara
memantau puncak lereng atau sekitar pertengahan dari muka lereng. Pengukuran
pergeseran dalam arah horisontal umumnya kurang presisi dan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengukuran pergeseran vertikal yang
dilakukan dengan cara leveling. Pengukuran pergeseran horisontal dapat
dilakukan menggunakan Theodolit. Alat ini menggunakan konsep triangulasi,
dimana dibutuhkan beberapa titik referensi dan pengukuran yang dilakukan
berulang.
Selain teknik pemetaaan konvensial, kini berkembang juga teknik
pengukuran dengan menggunakan alat jarak elektro – optik (Electro – Optic
Distance Measuring (EDM) Instrument). Alat ini bekerja memancarkan sinar laser
yang diproyeksikan pada prisma reflektor yang dipasang pada muka lereng. Sinar
laser yang sampai pada prisma tersebut, kemudian akan dipantulkan kembali
menuju alat. Jarak antara alat dan titik yang diamati dapat dihitung dari waktu
yang dibutuhkan oleh sinar laser untuk menempuh perjalanan bolak – balik dari
alat hingga titik target. Keunggulan metode ini ialah waktu yang dibutuhkan untuk
observasi lebih singkat dibandingkan dengan metode pengukuran konvensional.

Anda mungkin juga menyukai