Oleh :
Kelompok 7 AC
Dosen Pembimbing :
DESEMBER/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Undang-Undang dalam Pengadaan, Penyimpanan, Pendistribusian dan
Pemusnahan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras”. Adapun tugas makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Undang-Undang dan Etika Farmasi.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami menyelesaikan tugas ini. Mulai dari dukungan teman-teman, orang
tua, serta bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan Bapak Marvel kepada
kami untuk membahas materi tersebut.
Kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan makalah ini. Namun,
mustahil apabila makalah yang kami buat tidak ada kekurangan maupun kesalahan.
Maka dari itu, kami berharap kritik dan saran dari para pembaca yang membangun
agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Kami juga berharap dari penyusunan
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami serta para pembaca.
Tim Penyusun
Page | 2
DAFTAR ISI
2.2 Pengadaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras ............................... 13
2.2.1 Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. ..................................................................... 13
2.2.2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering
disalahgunakan.................................................................................................................... 16
2.2.3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ................................................................ 18
2.3 Penyimpanan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras .......................... 20
2.3.1 Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. ..................................................................... 20
2.3.2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering
disalahgunakan.................................................................................................................... 22
2.3.3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ................................................................ 23
2.4 Pendistribusian Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras ....................... 24
2.4.1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ................................................................ 24
Page | 3
2.5 Pemusnahan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras............................ 28
2.5.1 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. ..................................................................... 28
2.5.2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering
disalahgunakan.................................................................................................................... 28
2.5.3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit ................................................................ 30
2.5.4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ......................................................................... 31
2.6.2 Kasus 2 (RSUD Langsa diduga Musnahkan Obat Bantuan Tsunami Tanpa
Prosedur) ............................................................................................................................. 34
Lampiran 4. Surat Permintaan Obat Golongan Obat Bebas Terbatas/ Prekursor Farmasi
Golongan Obat Bebas Terbatas.......................................................................................... 45
Page | 4
Lampiran 10. Berita Acara Pemusnahan Resep ................................................................. 53
Page | 5
BAB I
PENDAHULUAN
Page | 6
yang menimbulkan dampak seperti pemborosan, tidak tersedianya obat, tidak
tersalurnya obat, obat rusak, dan lain sebagainya (Kemenkes RI, 2010).
Oleh karena itu, obat di rumah sakit harus selalu tersedia serta tidak boleh
kosong. Jika terjadi kekosongan dapat mengganggu kegiatan operasional rumah sakit.
Maka perlu dilakukan penelusuran terhadap gambaran pengelolaan serta pendukung
manajemennya agar dapat diketahui permasalahan dan kelemahan dalam
pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Fakhriadi, dkk. 2011).
Page | 7
menunjang kesehatannya. Begitu pentingnya obat dalam hidup manusia sehingga
dalam pembuatannya pun obat harus memenuhi kriteria efficacy, safety, dan quality.
Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai dari pembuatan, pendistribusian hingga
penyerahan obat ke tangan konsumen haruslah diperhatikan agar kualitas obat
tersebut tetap terjaga sampai pada akhirnya obat tersebut dikonsumsi oleh pasien.
Menurut CDOB, untuk mencegah obat kedaluwarsa adalah teliti pada saat
penerimaan dan menerapkan kaidah First Expired First Out (FEFO) pada tahap
penyimpanan (BPOM RI, 2012). Walaupun sudah dilakukan mekanisme FEFO dan
FIFO tetap saja ditemukan obat rusak dan kedaluwarsa di apotek. Obat rusak dan
kedaluwarsa terjadi karena banyak faktor. Obat yang sudah rusak tidak bisa
digunakan ataupun dijual dan akan menyebabkan kerugian.
Page | 8
sediaan, pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan/kota,
pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat
izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan
formulir.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengelolaan obat mulai dari pengadaan sampai pemusnahan obat
bebas, obat bebas terbatas dan obat keras,
2. Memahami analisa kasus pelanggaran pengelolaan obat bebas, obat bebas
terbatas dan obat keras yang terjadi di Indonesia.
Page | 9
BAB II
ISI
Page | 10
ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang
bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor
batch dan tanggal daluwarsa, nomor register, nama dan alamat produsen, cara
pemakaian obat, jumlah takaran, cara pemakaian dan peringatan, serta
pencegahan (kontra indikasi yang dianggap perlu).
2. Etiket khusus tanda peringatan (P) tersebut berwarna hitam dengan tulisan
putih berukuran 5x2 cm dan memuat pemberitahuan sebagai berikut:
a. Peringatan Nomor 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan memakainya.
b. Peringatan Nomor 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan
ditelan.
c. Peringatan Nomor 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan.
d. Peringatan Nomor 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar (untuk
rokok asma).
e. Peringatan Nomor 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan.
f. Peringatan Nomor 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
(Umar, 2005)
Peringatan lainnya untuk obat bebas terbatas adalah pada pembungkusnya
yang diberi tanda khusus, berwarna biru di dalam lingkaran berwarna hitam.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini meliputi tablet antimo, merkurokrom,
Vitamin E (maksimal 120 mg), kreosol, dan lain-lain.
Page | 11
Beberapa ketentuan lain mengenai obat daftar G diantaranya:
1. Semua obat sediaan atau obat paten yang mengandung bahan obat
tergolong daftar G, pada bungkus luar oleh pabrik pembuat harus
disebutkan bahwa obat tersebut hanya dapat diserahkan dengan resep
dokter.
2. Semua obat baru dimasukkan ke dalam daftar G, kecuali apabila oleh
Departemen Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru
tersebut tidak membahayakan kesehatan manusia.
3. Kecuali bila ditentukan lain, maka semua bahan yang tergolong daftar
obat G, berlaku bagi obat itu sebagai substansi dan juga bagi semua
sediaan yang mengandung obat tersebut.
Menetapkan :
Page | 12
dengan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
2.2 Pengadaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras
2.2.1 Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
1) Pengadaan obat dan bahan obat harus bersumber dari industri farmasi
atau Pedagang Besar Farmasi.
2) Pengadaan obat oleh Instalasi Farmasi Klinik Pemerintah dan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Pemerintah, selain sesuai dengan ketentuan angka
1, dapat bersumber dari Instalasi Farmasi Pemerintah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Dikecualikan dari ketentuan angka 1. pengadaan bahan obat oleh apotek
hanya dapat bersumber dari Pedagang Besar Farmasi.
4) Dikecualikan dari ketentuan angka 1. pengadaan obat dan bahan obat oleh
puskesmas dapat bersumber dari Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah
atau Pedagang Besar Farmasi.
5) Pengadaan obat oleh puskesmas, selain sesuai dengan ketentuan angka 4.,
dapat juga bersumber dari puskesmas lain dalam satu kabupaten/kota
dengan persetujuan tertulis dari Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah.
6) Pengadaan obat bersumber dari puskesmas lain sebagaimana dimaksud
angka 5. dilakukan:
a. Apabila di Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah terdapat kekosongan
stok obat yang dibutuhkan;
Page | 13
b. Hanya untuk kebutuhan maksimal 1 (satu) bulan;
c. Dengan dilengkapi dokumen LPLPO terkait pengembalian Obat dari
Puskesmas Pengirim ke Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah;
d. Dengan dilengkapi dokumen LPLPO terkait penyaluran Obat dari
Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah ke puskesmas penerima; dan
e. Obat dapat langsung dikirimkan dari puskesmas pengirim ke
puskesmas penerima.
7) Pengadaan obat di Puskesmas yang bersumber dari Instalasi Farmasi
Pemerintah Daerah harus berdasarkan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang ditandatangani atau diparaf apoteker
penanggung jawab dan ditandatangani kepala puskesmas.
8) Pengadaan obat dan bahan obat dari industri farmasi atau Pedagang Besar
Farmasi harus dilengkapi dengan Surat Pesanan sebagaimana contoh yang
tercantum dalam Formulir 3.
9) Surat Pesanan dapat dilakukan menggunakan sistem elektronik.
Ketentuan Surat Pesanan secara elektronik sebagai berikut:
a. Sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem
hanya oleh apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab.
b. Mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan
alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan
stempel sarana;
c. Mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
d. Mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam
bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil
atau tidak dalam bentuk eceran) dari obat/bahan obat yang dipesan;
e. Mencantumkan nomor urut Surat Pesanan, nama kota dan tanggal
dengan penulisan yang jelas;
f. Sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran
produk, sekurang kurangnya dalam batas waktu 5 (lima) tahun
terakhir.
g. Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukan dan
dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik
oleh pihak yang menerbitkan Surat Pesanan maupun pihak yang
menerima menerima Surat Pesanan.
h. Harus tersedia sistem backup data secara elektronik.
Page | 14
i. Sistem pesanan elekronik harus memudahkan dalam evaluasi dan
penarikan data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan
Surat Pesanan dan/atau oleh pihak yang menerima Surat Pesanan.
j. Pesanan secara elektronik yg dikirimkan ke pemasok harus dipastikan
diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya
pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan
tersebut telah diterima.
10) Apabila Surat Pesanan dibuat secara manual, maka Surat Pesanan harus:
a. Asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak
dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap Surat
Pesanan diserahkan kepada pemasok dan 1 (satu) rangkap sebagai
arsip;
b. Ditandatangani oleh apoteker/tenaga teknis kefarmasian penanggung
jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian
(SIPTTK) sesuai ketentuan perundang-undangan;
c. Mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan
alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan
stempel sarana;
d. Mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
e. Mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam
bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil
atau tidak dalam bentuk eceran) dari obat/bahan obat yang dipesan;
f. Diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang
jelas;
g. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
11) Apabila Surat Pesanan tidak dapat digunakan karena suatu hal, maka
Surat Pesanan tersebut harus diberi tanda pembatalan yang jelas dan
diarsipkan bersama dengan Surat Pesanan lainnya.
12) Apabila Surat Pesanan tidak bisa dilayani baik sebagian atau seluruhnya,
harus meminta surat penolakan pesanan dari pemasok.
13) Apabila pengadaan obat/bahan obat dilakukan melalui sistem pengadaan
barang/jasa pemerintah, termasuk e-purchasing maka:
a. Apoteker penanggung jawab menyampaikan daftar kebutuhan
obat/bahan obat kepada pelaksana sistem pengadaan barang/jasa
pemerintah;
Page | 15
b. Apoteker penanggung jawab menyampaikan Surat Pesanan kepada
pemasok;
c. jumlah pengadaan obat tidak dalam jumlah eceran (kemasan
penyaluran terkecil);
d. pengadaan obat/bahan obat dilakukan oleh pelaksana sistem
pengadaan barang/jasa pemerintah;
e. apoteker penanggung jawab harus memonitor pelaksanaan pengadaan
obat/bahan obat pemerintah;
f. Apoteker penanggung jawab harus menyimpan salinan dokumen e-
purchasing atau dokumen pengadaan termasuk Surat Perintah Mulai
Kerja (SPMK)/Surat Perintah Kerja (SPK) lengkap beserta daftar dan
jumlah obat/bahan obat yang akan diadakan;
14) Arsip Surat Pesanan harus disimpan sekurang-kurangnya selama 5 (lima)
tahun berdasarkan tanggal dan nomor urut Surat Pesanan.
15) Arsip Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
disimpan sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun berdasarkan tanggal
dan nomor urut LPLPO.
16) Faktur pembelian dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) harus
disimpan bersatu dengan arsip Surat Pesanan.
17) Surat penolakan pesanan dari pemasok harus diarsipkan menjadi satu
dengan arsip Surat Pesanan.
18) Seluruh arsip harus mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat
diperlukan.
Page | 16
5) Surat Pesanan (SP) sebagaimana dimaksud pada butir 4. harus:
a. Dapat ditunjukkan pada saat dilakukan pemeriksaan;
b. Ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab produksi dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA) dan stempel perusahaan;
c. Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi sarana, dan lokasi
gudang bila berada di luar sarana, nomor telepon/faksimile, nomor
izin sarana;
d. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas
atau cara lain yang dapat tertelusur;
e. Memberikan tanda pembatalan yang jelas untuk Surat Pesanan yang
tidak digunakan
6) Industri Farmasi yang mengimpor Bahan Obat termasuk baku
pembanding, produk ruahan dan produk jadi hanya boleh menggunakan
untuk keperluan produksinya sendiri dan tidak boleh memindahtangankan
Bahan Obat kepada pihak lain walaupun dalam satu grup, kecuali ada izin
khusus dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
7) Pada saat penerimaan Bahan Obat atau Obat-Obat Tertentu harus
dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik dan dokumen pengadaan,
meliputi:
Page | 17
penandaan yang rusak/terlepas/terbuka, Bahan Obat atau Obat-Obat
Tertentu tersebut harus ditempatkan di area karantina menunggu
keputusan hasil investigasi dari Bagian Pemastian Mutu. Apabila hasil
investigasi tidak berdampak pada mutu, bahan obat atau obat tersebut
dapat digunakan.
10) Setelah dilakukan pemeriksaan pada butir 7. Apoteker Penanggung
Jawab Produksi atau Apoteker yang ditunjuk harus menandatangani
faktur dan/atau surat pengiriman barang dan mencantumkan nama
lengkap dan stempel Industri Farmasi penerima.
Page | 18
Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan
stok obat yang secara normal tersedia di rumah sakit dan mendapatkan Obat
saat Instalasi Farmasi tutup.
1) Pembelian
3) Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Page | 19
seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus
disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. agar penyediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat
membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan
pasien di rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi
kepada pimpinan rumah sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan
/dropping /hibah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.
2.3 Penyimpanan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras
2.3.1 Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
1) Penyimpanan obat dan bahan obat harus :
a. Dalam wadah asli dari produsen.
b. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a, dalam hal
diperlukan pemindahan dari wadah asli nya untuk pelayanan resep, obat
dapat disimpan di dalam wadah baru yang dapat menjamin keamanan,
mutu, dan ketertelusuran obat dengan dilengkapi dengan identitas obat
meliputi nama obat dan zat aktifnya, bentuk dan kekuatan sediaan, nama
produsen, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
c. Pada kondisi yang sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi yang
memproduksi obat/bahan obat sebagaimana tertera pada kemasan
dan/atau label sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
d. Terpisah dari produk/bahan lain dan terlindung dari dampak yang tidak
diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor
eksternal lain;
e. Sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan
campur-baur; dan
f. Tidak bersinggungan langsung antara kemasan dengan lantai.
g. Dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat
serta disusun secara alfabetis.
h. memperhatikan kemiripan penampilan dan penamaan obat (Look Alike
Sound Alike, LASA) dengan tidak ditempatkan berdekatan dan harus
Page | 20
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat .
i. Memperhatikan sistem First Expired First Out (FEFO) dan/atau sistem
First In First Out (FIFO) .
2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud angka 1, obat-obat tertentu harus
disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko antara lain
pembatasan akses personil, diletakkan dalam satu area dan tempat
penyimpanan mudah diawasi secara langsung oleh penanggungjawab.
3) Penyimpanan obat yang merupakan Produk Rantai Dingin (Cold Chain
Product) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tempat penyimpanan minimal chiller untuk produk dengan peryaratan
penyimpanan suhu 2 s/d 8℃ dan freezer untuk produk dengan peryaratan
penyimpanan suhu -25 s/d -15℃;
b. Tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan alat monitoring suhu yang
terkalibrasi;
c. Harus dilakukan pemantauan suhu tempat penyimpanan selama 3 (tiga)
kali sehari dengan rentang waktu yang memadai;
d. Tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan generator otomatis atau
generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam; dan
e. Penyimpanan obat tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat
dijaga, jarak antara produk sekitar 1-2 cm.
4) Obat berupa elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml
atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%
dan magnesium sulfat 50% atau yang lebih pekat) tidak disimpan di unit
perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting. Penyimpanan pada
unit perawatan pasien harus dilengkapi dengan pengaman, diberi label yang
jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
5) Penyimpanan obat dan bahan obat harus dilengkapi dengan kartu stok, dapat
berbentuk kartu stok manual maupun elektronik.
6) Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
1) Nama obat/bahan obat, bentuk sediaan, dan kekuatan Obat;
2) Jumlah persediaan;
3) Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
4) Jumlah yang diterima;
5) Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan/penggunaan;
6) Jumlah yang diserahkan/digunakan;
Page | 21
7) Nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan/
penggunaan; dan
8) Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
7) Jika pencatatan dilakukan secara elektronik, maka:
a. Harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat
diperlukan;
b. Harus mampu tertelusur informasi mutasi sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun terakhir;
c. Harus tersedia sistem pencatatan lain yang dapat dilihat setiap
dibutuhkan. Hal ini dilakukan bila pencatatan secara elektronik tidak
berfungsi sebagaimana seharusnya.
d. Harus dapat di salin/copy dan/atau diberikan cetak/printout
8) Pencatatan yang dilakukan harus tertib dan akurat.
9) Penyimpanan obat/bahan obat yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus terpisah
dari obat/bahan obat yang masih layak guna dan diberi penandaaan yang jelas
serta dilengkapi dengan pencatatan berupa kartu stok yang dapat berbentuk
kartu stok manual dan/atau elektronik.
10) Melakukan stok opname secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 6
(enam) bulan.
11) Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk Berita Acara hasil
investigasi selisih stok menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 10. Dokumentasi harus mampu telusur dan dapat diperlihatkan saat
diperlukan.
12) Mutasi Obat dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke depo/unit antara lain
rawat inap, rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat darurat, harus tercatat
pada kartu stok dengan disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi
kepada depo/unit menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 8.
Page | 22
analisis risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain akses personil, dan
mudah diawasi secara langsung oleh penanggungjawab.
2) Penyimpanan bahan obat/obat-obat tertentu yang rusak atau kedaluwarsa
disimpan di tempat yang aman dan terpisah dari bahan obat/obat-obat
tertentu lainnya, memberi penandaan yang jelas, dan membuat daftar bahan
obat/obat-obat tertentu yang rusak dan kedaluwarsa.
3) Melakukan investigasi apabila terdapat selisih stok saat stock opname untuk
mendapat akar permasalahan dan dilakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan. Hasil investigasi dan tindakan perbaikan/pencegahan harus
didokumentasikan.
4) Setiap kehilangan bahan obat/obat-obat tertentu selama penyimpanan harus
dilaporkan ke Badan POM.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara benar
Page | 23
dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah
ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain;
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
2.4 Pendistribusian Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras
Page | 24
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan.
b. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
a. Potensi kesalahan obat meningkat karena order obat tidak diskrining oleh
apoteker.
b. Penyiapan dan pemberian obat dilakukan oleh perawat saja sehingga tidak
ada double check (pemeriksaan ganda).
c. Potensi pengendalian persediaan dan mutu yang kurang diperhatikan
perawat, apalagi bila jenisnya banyak dan ruang yang terbatas. Hal ini
dapat menyebabkan mutu obat berkurang dan bahkan dapat mencapai
masa kedaluwarsa karena kurang pemantauan.
d. Banyaknya obat yang rusak dapat menyebabkan kerugian
Page | 25
e. Adanya resiko bahaya karena kerusakan obat
f. Sangat beresiko terjadinya pencurian obat
g. Perawat memiliki tugas ganda, yaitu menangani pasien dan mengawasi
obat. Hal ini dapat mengurangi fokus perawat terhadap pasien
a. Semua resep atau pesanan obat individu dapat diskrining oleh apoteker
b. Ada kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
penderita
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat terhadap perbekalan
farmasi yang dikelola
d. Proses penagihan biaya obat menjadi lebih mudah
Page | 26
1.8.1.1.3 Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis
tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit
dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
Pada sistem ini obat didispensing dalam bentuk siap konsumsi dan
umumnya disiapkan tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis. Pelayanan
dapat dilakukan secara sentralisasi atau desentralisasi atau kombinasi. Pada
sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi, biasanya dosis awal dan
dosis keadaan darurat dilayani di cabang IFRS (satelit), sedangkan dosis
lanjutan disiapkan di IFRS sentral.
Page | 27
Sistem kombinasi ini memberikan beberapa keuntungan yaitu adanya
kajian/skrining resep oleh apoteker, interaksi profesional antara apoteker-
dokter-perawat-pasien, obat yang diperlukan bisa cepat disiapkan terutama
obat yang sudah tersedia di ruangan.
Sistem ini juga dapat mengurangi bebas IFRS. Meskipun demikian, ada
potensi keterlambatan sampai ke pasien, khususnya obat-obat yang tidak
tersedia di ruangan. Demikian halnya, tetap da potensi kesalahan obat
terutama obat persediaan ruangan.
2.5 Pemusnahan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Keras
2.5.1 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian.
1) Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab wajib
memastikan kemasan termasuk label obat yang akan dimusnahkan telah
dirusak.
2) Pemusnahan Obat/Bahan Obat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Page | 28
d. Debu hasil pencetakan/pengisian/deduster mesin cetak/metal detector
khusus untuk mesin cetak/filling dedicated;
e. Sisa sampel pengujian;
f. Sisa sampel hasil pengujian pengawasan selama proses pembuatan;
g. Obat-Obat Tertentu kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan
tidak dapat diproses ulang/obat hasil penarikan/ditolak/obat kedaluwarsa;
h. Obat-Obat Tertentu yang dibatalkan izin edarnya;
i. Hasil trial yang tidak terpakai.
2) Harus tersedia daftar inventaris Bahan Obat dan Obat-Obat Tertentu yang
akan dimusnahkan sekurang-kurangnya mencakup nama, bentuk dan
kekuatan sediaan, kuantitas obat, nomor bets, dan tanggal daluwarsa.
3) Kebenaran Bahan Obat dan Obat-Obat Tertentu yang akan dimusnahkan
harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang disetujui oleh Apoteker
Penanggung Jawab Pemastian Mutu bahwa Bahan Obat dan Obat-Obat
Tertentu sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan dan/atau diedarkan.
4) Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan
diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan
oleh Apoteker Penanggung Jawab Pemastian Mutu atau personil yang
ditunjuk oleh Apoteker Penanggung Jawab Pemastian Mutu dan disaksikan
oleh petugas Balai Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan setempat.
5) Pelaksanaan pemusnahan harus mempertimbangkan kapasitas tempat
pemusnahan, ketersediaan petugas pelaksana pemusnahan dan ketersediaan
saksi.
6) Kegiatan pemusnahan harus didokumentasikan dalam Berita Acara
Pemusnahan (Formulir 1) yang ditandatangani oleh pelaku dan saksi.
7) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud butir 6. sekurang-
kurangnya memuat:
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. Tempat pemusnahan;
c. Nama lengkap penanggung jawab produksi;
d. Nama lengkap petugas Balai Besar/Balai POM atau Dinas Kesehatan
setempat yang menjadi saksi dan saksi lain dari pihak ketiga bila
pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga;
e. Nama, bentuk dan kekuatan sediaan, kuantitas, nomor bets, dan tanggal
daluwarsa Bahan Obat/Obat-Obat Tertentu yang dimusnahkan;
Page | 29
f. Khusus untuk Obat-Obat Tertentu yang ditarik dari peredaran harus
dilakukan pemusnahan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Page | 30
2.5.4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
BAB II Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis
Habis Pakai
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian
lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan Formulir 1
sebagaimana terlampir.
2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pasal 44
Pasal 45
(1) Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh badan
usaha yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi dan alat
Page | 31
kesehatan, dan/atau orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan
dan/atau Pemerintah.
(2) Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang berhubungan
dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 46
Pasal 47
(1) Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilaporkan kepada
Menteri.
(2) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan;
b. Jumlah dan jenis sediaan farmasi dan alat kesehatan;
c. Nama penanggung jawab pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan
alat kesehatan;
d. Nama satu orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
(3) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh penanggung jawab dan saksi
dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemusnahan dan pelaporan sediaan
farmasi dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 45,
Pasal 46 dan Pasal 47 diatur oleh Menteri.
1. Obat dan Alkes yang dapat dimusnahkan harus memenuhi kriteria rusak,
terjadi perubahan warna dan bentuk, sudah kadaluarsa dan adanya
pencabutan atau larangan dari BPOM atau adanya ketentuan dari pihak
yang berwenang untuk dimusnahkan.
Page | 32
2. Pemusnahan memerlukan izin dari Pemilik Sarana Apotik / Apoteker
Pengelola Apotik disertai usulan Panitia Pemusnahan Obat dan Alkes.
3. Dibuat surat pemberitahuan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota bahwa
akan dilakukan Pemusnahan Obat dan Alkes.
4. Pemusnahan Obat dan Alkes dilakukan dengan cara:
a. Dihancurkan : Obat sirup, injeksi vial, ampul/flacon, Alkes
b. Dilarutkan : Tablet, Kapsul, Puyer
c. Ditanam : Salep yang dikeluarkan dari wadahnya (tube)
5. Dibuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh saksi dari
pihak Apotik maupun Dinas Kesehatan.
6. Melaporkan Berita Acara Pelaksanaan Pemusnahan Obat kepada
Apoteker dan Dinas Kesehatan.
2.6.1 Kasus 1 (Apoteker dan Asisten Jadi Tersangka Kasus Obat PCC)
Kasus 1 Dilansir dari Tirto.id yang diterbitkan pada tanggal 15
September 2017 terkait pengadaan obat-obat terlarang “Apoteker dan Asisten
Jadi Tersangka Kasus Obat PCC”.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara telah menetapkan delapan
tersangka pengedar obat-obatan terlarang jenis PCC di Kendari, Sulawesi
Tenggara.
Page | 33
Tirto.id - Delapan pengedar obat terlarang jenis PCC yang banyak beredar
dan dikonsumsi warga di Kendari telah ditetapkan sebagai tersangka oleh
pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara. Direktur Reserse Narkoba Polda
Sulawesi Tenggara Kombes Pol Satria Adhi Permana mengatakan bahwa
tersangka pengedar obat-obatan terlarang semuanya adalah perempuan, saat
memberikan keterangan pers, Kamis (14/9/2017).
“Dua dari delapan tersangka merupakan oknum Apoteker dan Asisten
Apoteker salah satu apotek di Kendari,” jelasnya, sebagaimana dikutip
Antara.
Selain dua tersangka, polisi juga telah menangkap enam pengedar lainnya
yang biasa beroperasi di Kota Kendari, Kabupaten Kolaka dan Kabupaten
Konawe. Delapan tersangka saat ini sudah berada di sel tahanan Polda
Sulawesi Utara dan Polres Kendari.
“Dari tangan tersangka telah disita ribuan butir obat PCC jenis Somadril
dan Tramadol,” tambahnya. Menurutnya, kelainan jiwa yang dialami puluhan
remaja di Kota Kendari sejak Selasa (12/9/2017) malam hingga Kamis
(14/9/2017) diduga kuat dipicu oleh penyalahgunaan obat-obatan terlarang itu.
“Para tersangka ini kita terapkan Undang-Undang Kesehatan khususnya di
Pasal 197 dan Pasal 196. Yang bersangkutan dinyatakan sebagai penyedia,
pengada, dan penjual dari daftar obat tersebut,” tutupnya.
BPOM Pastikan PCC di Kendari Positif Mengandung Karisoprodol
Sebelumnya, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah
mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk lebih
mengawasi peredaran obat-obatan seperti somadril, tramadol dan paracetamol
cafein carisprodol (PCC) yang menyebabkan adanya korban di Kendari,
Sulawesi Tenggara. Ahli Kimia Farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN),
Mufti Djusnir menerangkan PCC dan somadril merupakan obat yang
mengandung zat aktif karisoprodol. Sementara itu, tramadol berfungsi sebagai
pereda nyeri yang biasa digunakan pasien setelah operasi. (tirto.id -
Kesehatan)
Sumber : https://tirto.id/apoteker-dan-asisten-jadi-tersangka-kasus-obat-pcc-
cwEg
Page | 34
dilakukan tidak sesuai prosedur “RSUD Langsa diduga Musnahkan Obat
Bantuan Tsunami Tanpa Prosedur”.
LANGSA - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa, telah
melakukan pemusnahan terhadap obat bantuan Tsunami tahun 2004 yang
diduga tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku.Informasi yang
diterima GoAceh, Senin (28/11/2016), obat-obatan bantuan Tsunami tahun
2004 yang dimusnahkan berjumlah lebih kurang 8 ton, dan sebahagian telah
dilakukan pemusnahan pada beberapa minggu yang lalu dengan cara dibakar
secara bertahap di RSUD Langsa.
Sementara, pada 12 November 2016, sekitar pukul 15.00 WIB, sebahagian
obat-obatan itu atau berjumlah sekitar 3 ton diduga dibawa keluar dari rumah
sakit menggunakan mobil pick up L 300.
"Kita tidak tau dibawa kemana dan apakah obat-obatan itu dimusnahkan
atau tidak kita juga tidak mengetahuinya," sebut sumber yang enggan
disebutkan namanya.
Jikapun dimusnahkan, menurutnya, hal itu adalah tindakan yang salah
besar. Karena, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun
2015, tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi, pada pasal 40, ayat huruf b,
menyebutkan, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota menetapkan petugas
dilingkungan menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi.
Kemudian, huruf C, menjelaskan pemusnahan disaksikan oleh petugas
yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(Sumber : https://www.goaceh.co/berita/baca/2016/11/28/rsud-langsa-diduga-
musnahkan-obat-bantuan-tsunami-tanpa-prosedur )
Page | 35
- Pengadaan Obat dan Bahan Obat harus bersumber dari Industri Farmasi atau
Pedagang Besar Farmasi.
- Pengadaan obat dan bahan obat harus bersumber dari industri farmasi atau
Pedagang Besar Farmasi.
- Pengadaan obat oleh Instalasi Farmasi Klinik Pemerintah dan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Pemerintah, selain sesuai dengan ketentuan angka 1,
dapat bersumber dari Instalasi Farmasi Pemerintah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Dikecualikan dari ketentuan angka 1. pengadaan bahan obat oleh apotek
hanya dapat bersumber dari Pedagang Besar Farmasi.
- Dikecualikan dari ketentuan angka 1. pengadaan obat dan bahan obat oleh
puskesmas dapat bersumber dari Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah atau
Pedagang Besar Farmasi.
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Page | 36
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
Pasal 8
Pasal 9
Page | 37
Kefarmasian.
(1) Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian Penanggung Jawab wajib
memastikan kemasan termasuk label obat yang akan dimusnahkan telah
dirusak.
(2) Pemusnahan Obat/Bahan Obat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Page | 38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Obat merupakan salah satu komponen penting yang tidak tergantikan dalam
pelayanan kesehatan.
2. Obat terbagi menjadi 4 golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat
keras serta obat psikotropika dan narkotika.
3. Dalam mengatur pengelolaan obat, terdapat manajemen pengelolaan obat yaitu
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pemusnahan.
4. Landasan hukum yang mengatur manajemen pengelolaan obat tersebut antara
lain :
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-
Obat Tertentu yang Sering disalahgunakan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
5. Undang-undang yang terkait pada pelanggaran kasus 1 tentang pengadaan obat-
obat terlarang yaitu :
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
bagian pengaadaan
Kode Etik Apoteker Indonesia bab I (kewajiban umum) dan bab II
(kewajiban apoteker terhadap pasien)
Undang-Undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan , Pasal 196 dan
Pasal 197.
6. Undang-undang yang terkait pada pelanggaran kasus 2 tentang kesalahan dalam
pemusnahan obat yang tidak sesuai prosedur yaitu:
Page | 39
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika,
Psikotropika Dan Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bab II
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis
Pakai.
Page | 40
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Ridho Rizki Yuda. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Depok.
Universitas Indonesia
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 10
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/ MENKES/ PER/ XI/
November 1975
Page | 41
LAMPIRAN
Page | 42
Lampiran 2. Surat Pesanan Kebutuhan Obat
Page | 43
Lampiran 3. Surat Permintaan Obat Golongan Obat Keras/ Narkotika
Psikotropika/ Prekursor Farmasi Golongan Obat Keras
Page | 44
Lampiran 4. Surat Permintaan Obat Golongan Obat Bebas Terbatas/ Prekursor
Farmasi Golongan Obat Bebas Terbatas
Page | 45
Lampiran 5. Contoh Format Surat Pendelegasian Kewenangan
Page | 46
Lampiran 6. Berita Acara Hasil Investigasi Ketidaksesuain Stok
Page | 47
Lampiran 7. Berita Acara Pemusnahan Obat-obat Tertentu
Page | 48
Page | 49
Page | 50
Lampiran 8. Berita Acara Pemusnahan Obat Kadaluwarsa/ Rusak
Page | 51
Lampiran 9. Daftar Obat yang dimusnahkan
Page | 52
Lampiran 10. Berita Acara Pemusnahan Resep
Page | 53
Lampiran 11. Daftar Obat Wajib Apotik No.1
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 924/MENKES/PER/X/1993
OBAT KERAS YANG DAPAT DISERAHKAN TANPA RESEP DOKTER OLEH
APOTEKER DI APOTIK
DAFTAR OBAT WAJIB APOTIK NO.1
Jumlah
Kelas Tiap Jenis
No. Nama Obat Indikasi Catatan
Terapi Obat Per-
Pasien
1. Oral Tunggal Kontrasepsi 1 siklus Untuk siklus
Kontrasepsi Linastrenol pertama harus
dengan resep
dokter
Akseptor
dianjurka
control ke
dokter tiap 6
bulan
Kombinasi Kontrasepsi 1 siklus Akseptor
Etinodiol dianjurkan
diasetat- control ke
mestranol dokter tiap
Norgestrel-etinil 6 bulan
estradiol Untuk
Linestrenoil- akseptor
etinil estradiol “lingkaran
Etinodiol biru” wajib
diasetat- etinil menunjukk
estradiol an kartu
Levonorgestrel-
etinil estradiol
Norethindrone-
mestranol
Desogestrel-
etinil estradio
2. Obat A.Antasid+Sedat
Saluran iv/Spasmodik
Cerna - Al.oksida,
Mg.trisilikat
+Papaverin
HCI,
Klordiazep-
oksida
- Mg.trisilikat,
Page | 54
Al.oksida+Pa
paveri
HCI+Klordia
sepoksida+di
azepam+sodi
um
bicarbonate
-
Mg.trisilikat,
Al.hidroksid
a+Papaverin
HCI,
diazepam
- Mg-
Al.silikat+be
ladona+kloed
iasepoksid+d
iazepam
- Al.oksida,
Mg.oksida+h
iosiaminHBr,
atropine
SO4, hiosin
HBr
- Mg.trisilikat,
Al.hidroksid
a+Papaverin
HCI
- Mg.trisilikat
+Al.hidroksi
da+Papaveri
n HCI,
klordiasepok
sida+beladon
a
- Mg.karbonat,
Mg.oksida,
Al.hidroksid
a+Papaverin
HCI,
beladona
- Mg.oksida,
Bi.subnitrat+
beladon
papaverin,
klordiasepok
sida
Page | 55
- Mg.oksida,
Bi.subnitrat+
beladona,
klordiasepok
sida
- Mg.trisilikat,
alukol+papav
erin HCI,
beladona,
klordiasepok
sida
B. Anti Kejang Maksimal
Spasmodik saluran 20 tablet
Papaverin/Hiosin cerna
butilbromide/Atr
opin
SO4/ekstrak
beladon
C. Spasmodik - Kejang Maksimal
Analgesik saluran 20 tablet
- Metamizole, cerna
Penpivenniu yang disertai
m bromide nyeri
- Hyoscine N- hebat
butilbromide,
dipyrone
- Methampyro
ne, beladona,
papaverin
HCI
- Methampyro
ne hyoscine
butilbromide,
diazepam
- Pramiverin,
metamizole
- Tiemonium
methyl
sulphate,
sodium
noramidopro
methane
sulphonate
- Pafinium
bromide,
sulpyon
D. Anti Mual Mual, Maksimal
- Metoklopramid muntah 20 tablet
Page | 56
HCI
E. Laksan Konstipasi Maksimal 3
- Bisakodil Supp supp
Obat Mulut A. Hexetidine Sariawan, Maksimal 1
dan radang botol
Tenggoroka tenggorokan
n
A. Triamicinolo Sariawan Maksimal 1
ne acetonide berat tube
Obat A. Obat Asma Asma Maksimal 3 Pemberian
Saluran 1. Aminoili supp obat-obat
napas n Supp Maksimal asma hanya
2. Ketotien 10 tablet atas
Sirup 1
botol
Maksimal
20 tablet
Sirup 1
botol
Inhaler 1
tabung
Maksimal
20 tablet
Sirup 1
botol
Inhaler 1
tabung
Page | 57
Lampiran 12. Daftar Obat Wajib Apotik No.2
Page | 58
Sebagai obat luar untuk
30 Silver Sulfadiazin 1 tube
infeksi bakteri pada kulit
31 Sucralfate 20 tablet
32 Sulfasalazine 20 tablet
Sebagai obat luar untuk
33 Tioconazole 1 tube
infeksi jamur local
Sebagai obat luar untuk
Urea 1 tube
hiperkeratos
Page | 59
Lampiran 13. Daftar Obat Wajib Apotik No.3
DAFTAR OBAT WAJIB APOTIK NO. 3
Jumlah
Kelas Nama Generik Maksimal Tiap
No. Indikasi Catatan
Terapi Obat Jenis Obat Per
Pasien
1 Saluran 1. Famotidin Antiulkus Peptik Maksimal 10 Pemberian obat
Pencernaa tablet 20 mg/ 40 hanya atas dasar
n dan mg pengobatan
Metabolis ulangan dari
me dokter
2. Ranitidine Antiulkus Peptik Maksimal 10 Pemberian obat
tablet 150 mg hanya atas dasar
pengobatan
ulangan dari
dokter
2 Obat kulit 1. Asam Antiakne Maksimal 1 tube
Azeleat 5g
2. Asam Antimikroba Maksimal 1 tube
Fusidat 5g
3. Motretinida Antiakne Maksimal 1 tube
5g
4. Tolsiklat Antifungi Maksimal 1 tube
5g
5. Tretinoin Antiakne Maksimal 1 tube
5g
3 Antiinfeks 1. Kategori I Antituberkulosa Satu paket Kategori I :
i umum (2HRZE/4H3 - Penderita baru
R3) BTA positif
- Penderita baru
Kombipak II BTA negative
Fase awal - Penderita ekstra
- Isoniazid 300 paru berat
mg
- Rifampisin
450 mg
- Pirazinamid
1500 mg
- Etambutol
750 mg
Page | 60
2. Kategori II Satu paket Kategori II :
(2HRZES/H - Penderita
RZE/5H3R3 kambuh
E (relaps) BTA
positif
Kombipak II - Penderita gagal
Fase awal pengobatan
- Isoniazid 300 BTA positif
mg
- Rifampisin
450 mg
- Pirazinamid
1500 mg
- Etambutol
750 mg
- Streptomisin
0,75 mg
Page | 61
m hanya atas dasar
pengobatan
ulangan dari
dokter
Pemberian obat
hanya atas dasar
pengobatan
ulangan dari
dokter
Page | 62
Page | 63