Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

SPIRITUAL THERAPHY

DOSEN PEMBIMBING : Rismadefi Woferst

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3

 Syintya Eka Putri (1711113719)


 Wulan Dari (1711113724)
 Maidenni Fortuna (1711113732)
 Fitri Rabika Zariati Putri (1711113737)
 Ilham Muarif (1711113741)
 Fauziah Irwan (1711113748)
 Firliany Triamanda (1711113767)
 Dila Amelia (1711113770)
 Novita Sari Wijayanti (1711113771)
 Nhelmy Nursepta Siregar (1711114095)
 Cessy Oktarina (1711123024)
 Aula Rahmawati (1711123067)
 Tia Pratiwi (1711123099)
 Maulia Tri Juliani (1711123115)
 Megawati (1711123135)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2017/2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah “Spiritual Theraphy”
tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Kami berharap pembaca dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang Spiritual Theraphy.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Rismadefi
Woferst, Ssi., M.BioMed telah membimbing kami selama proses pembelajaran dan
perkuliahan. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami juga menyadari tugas makalah ini masih banyak kekurangan baik dari
segi isi, maupun segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 24 September 2019

Penulis
Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 3
C. Tujuan.......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Spiritual Theraphy ……………………………………………… 4
2. Elemen dalam Spiritual ………………………………………………….. 5
3. Karakteristik Spiritual Theraphy ……………………………………….. 10
4. Fungsi Spiritual Theraphy………………………………………………. 10
5. Factor yang mempengaruhi Spiritual Theraphy………………………. . 11
6. Bentuk Spiritual Theraphy……………………………………………… 14
7. Aplikasi Spiritual Theraphy……………………..................................... 19
8. Peran perawat dalam Spiritual Theraphy………………………………. 21

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………...……………………... 28
B. Saran …………………………………..……………………………… .. 28

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk
mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan
suatu kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan
intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai masalah
kehidupan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna. Tidak hanya
terdiri dari seonggok daging dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Tuntutan keadaan,
perkembangan, persaingan dalam berbagai aspek kehidupan dapat menyebabkan
kekecewaan, keputusasaan, ketidak berdayaan pada manusia baik yang sehat
maupun sakit.

Selama dalam kondisi sehat wal-afiat, dimana setiap komponen biologis,


psikologis, sosial, kultural dan spiritual dapat berfungsi dengan baik, sering
manusia menjadi lupa, seolah hidup memang seharusnya seperti itu. Tetapi
ketika salah satu fungsi komponen tubuh terganggu, maka tejadilah stresor,
menuntut setiap orang mampu beradaptasi, pulih kembali dengan berbagai upaya,
sehingga kehidupan dapat berlanjut dengan baik. Ketika gangguan itu sampai
menghentikan salah satu fungsi dan upaya mencari pemulihan tidak
membuahkan hasil, disitulah seseorang akan mencari kekuatan lain diluar
dirinya, yaitu kekuatan spiritual.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada disamping klien,
tugas utamanya adalah mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia. Memberikan bantuan asuhan keperawatan mulai dari
tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler, untuk memenuhi kebutuhan
dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. Idealnya, seluruh komponen

1
kebutuhan dasar manusia menjadi fokus kajian utama dalam menentukan ruang
lingkup pekerjaan profesi (Yusuf, 2015).

Hasil analisis situasi menunjukan, asuhan keperawatan untuk memenuhi


kebutuhan spiritual belum diberikan oleh perawat secara optimal. Hasil survey
Kementerian Kesehatan terhadap Rumah Sakit di Indonesia tahun 2014 (Puskom
Depkes) diketahui sekitar 54 – 74 % perawat melaksanakan instruksi medis, 26
% perawat melaksanakan pekerjaan administrasi rumah sakit, 20 %
melaksanakan praktik keperawatan yang belum dikelola dengan baik, dan 68 %
tugas keperawatan dasar yang seharusnya dikerjakan perawat dilakukan oleh
keluarga pasien. Keadaan ini memacu seluruh pilar kehidupan profesi
keperawatan untuk bahu-membahu, secara bersama membangun kembali profesi
keperawatan sesuai kaedah profesi.

Berbagai pilar itu terdiri dari institusi pendidikan, pelayanan, dan organisasi
profesi. Institusi pendidikan difokuskan pada penataan struktur kurikulum sesuai
kompetensi pada level program pendidikan dan penyelenggaraan proses
pembelajaran untuk menyiapkan lulusan yang handal. Intitusi pelayanan
keperawatan (rumah sakit atau puskesmas) difokuskan pada pengembangan
sistem penugasan keperawatan, fasilitasi jenjang karier keperawatan, dan
menjadi sarana proses sosialisasi profesi bagi para peserta didik melalui
pembelajaran klinik. Organisasi profesi bertugas menetapkan, mengembangkan
standar profesi keperawatan dan mengevaluasi untuk menjamin agar setiap
perawat bekerja sesuai standar profesi. Berdasar latar belakang inilah penulis
ingin menyajikan lebih banyak tentang pemenuhan kebutuhan spiritual klien
berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Spiritual Theraphy?
2. Apa saja elemen dalam spiritual ?
3. Apa saja karakteristik dari Spiritual Theraphy?
4. Apa fungsi dari Spiritual Theraphy?
5. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi Spiritual Theraphy ?
6. Apa saja bentuk-bentuk dari Spiritual Theraphy?
7. Bagaimana aplikasi keperawatan Spiritual Theraphy ?
8. Bagaimana peran perawat dalam memberikan Spiritual Theraphy ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari Spiritual Theraphy
2. Mengetahui elemen dari spiritual
3. Mengetahui karakterisitik dari Spiritual Theraphy
4. Mengetahui fungsi-fungsi dari Spiritual Theraphy
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Spiritual Theraphy
6. Mengetahui bentuk-bentuk dari. Spiritual Theraphy
7. Mengetahui aplikasi keperawatan dari Spiritual Theraphy
8. Memahami peran perawat dalam Spiritual Theraphy

3
BAB II

PEMBAHASAN

9. Definisi Spiritual Theraphy


Spiritual mempunyai pengertian sesuatu yang berhubungan dengan
kejiwaan tentang kerohanian ataupun kebatinan. Spiritualitas adalah
keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta,
sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia
dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa,
zakat, haji, doa dan sebagainya.

Therapy (dalam bahasa Inggris) bermakna pengobatan dan


penyembuhan, dalam bahasa Arab Terapi sepadan dengan „‟al-istisyfa‟‟ yang
berasal dari kata „‟syafa-yasfi-syifa‟‟ yang artinya menyembuhkan. Terapi
juga dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan terencana dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi oleh klien dengan tujuan
mengembalikan, memelihara, dan mengembangkan kondisi klien agar akal
dan hatinya berada dalam kondisi dan posisi yang proporsional. Manusia yang
akal dan qolbunya proporsional inilah yang merupakan sosok manusia yang
sehat serta bahagia dunia dan akhirat.

Berdasarkan uraian teori di atas, maka terapi relaksasi spiritual adalah


sebuah upaya untuk membantu memberi solusi pada masalah seseorang
terkait dengan kejiwaan atau kerohanian dengan metode merilekskan otot-otot
tegang pada tubuh yang mana diiringi oleh sugesti yang berkaitan dengan
nilai-nilai agama. Terapi ini merupakan terapi kombinasi dari terapi relaksasi
murni dengan diiringi sugesti spiritual. Jadi seseorang tidak hanya
mendapatkan ketenangan dari segi fisik namun juga rohaninya. Dengan

4
demikian seseorang diharapkan akan merasakan manfaat yang lebih dari
terapi relaksasi spiritual tersebut.

10. Elemen-Elemen dalam Spiritual


a. Kebutuhan Spritual
4 hal yang mendasari kebutuhan spiritual adalah :
1. Pencarian arti
2. Perasaan untuk memaafkan / pengampunan
3. Kebutuhan akan cinta (Keinginan untuk mendapatkan kasih sayang :
keluarga dan teman)
4. Kebutuhan akan harapan (Fish and Shelly, 1978; Peterson and Nelson,
1987; Schoenbeck, 1994).

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan


(Rnetzky’s, 1979). Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan,
menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan
hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan.
Sullender (1998) mengidentifikasi 5 dasar kebutuhan spiritual
manusia:
1. Arti dan tujuan hidup
2. Perasaan misteri
3. Pengabdian
4. Rasa percaya
5. Harapan di waktu kesusahan.
Spiritual saat ini dihubungkan dengan pencarian akan arti dan
refleksi dari bagian kepercayaan pada paham duniawi. Hal ini
menimbulkan pertanyaan: Haruskah perawat yang tidak religius, atau
yang tidak memiliki spiritual, menolong seseorang yang membutuhkan
spiritual (Walter, 1997). Pada dasarnya apakah mereka mampu? Pada

5
studi keperawatan dengan orang-orang yang memiliki fase terminal,
ditemukan bahwa perawat merasa tidak harus memiliki pengalaman
dan keahlian untuk memberikan dukungan secara spiritual.
Sebuah pembelajaran insiden kritis dari respon perawat
terhadap kebutuhan spiritual dari klien memberikan sebuah pengertian
yang mendalam terhadap perawat akan kebutuhan spiritual klien serta
peran perawat sebagai pemberi layanan secara spiritual. Kebutuhan
akan harapan merupakan kepentingan utama terhadap seseorang yang
dihadapi oleh penyakit dan ancaman potensial terhadap gaya hidup
dan kehidupan.
b. Kesadaran Spritual
1. Kesadaran spiritual akan timbul saat seseorang dihadapkan pada
kebutuhan spiritual dan pencarian identitas, saat mempertahankan
nilai-nilai dan keyakinan atau kepercayaan.
2. Tiga tingkat kesadaran menurut Wilber:
 Tingkat Existensial
Pada level ini Wilber menggunakan istilah yang berasal dari
filsuf-filsuf eksistensial, yaitu penyatuan diri dengan orang lain
(uniting the self and others). Para filsuf eksistensialis mengakui
bahwa makhluk di bumi memiliki ikatan otentik antara total
individu dengan lingkungannya. Mereka meyakini bahwa individu
hanya eksis ketika berada dalam relasi dengan orang-orang lain,
dan bahwa kehilangan kesadaran berarti memutuskan hubungan
antara diri dengan orang-orang lain.
Menurut Wilber, peningkatan kesadaran ke tingkat eksistensial
dapat dicapai secara sederhana dengan duduk di tempat yang sepi
(tenang), menghentikan semua konsep mental tentang diri sendiri,
dan merasakan eksistensi dasar seseorang. Untuk menguatkan

6
identitas seseorang agar lebih permanen pada level ini, biasanya
diperlukan bentuk-bentuk terapi eksistensial semacam meditasi,
hatha yoga, terapi Gestalt, psikolog dan humanistic.
 Tingkat Transpersonal Bands
Pada level ini individu mulai menyadari dan mengakui bentuk-
bentuk pengetahuan yang tidak bersifat dualistis (antara subjek dan
objek pengetahuan tidak terpisah). Individu mulai merealisasi dan
mengalami apa yang disebut sebagai reliansi/keyakinan eksklusif
dalam pengalaman. Wilber mengikuti konsep Jung dalam
menggambarkan elemen-elemen yang ada dalam tingkat
transpersonal ini. Jung menggunakan istilah synchronicity, yaitu
suatu kejadian yang penuh makna antara gejala psikis dan fisik.
Bila dua kejadian, yang satu bersifat psikis dan yang lain bersifat
fisik, terjadi dalam waktu yang sama, ini berarti terjadi
synchronicity.
Aspek psikis dalam fenomena ini dapat termanifestasi dalam
suatu bentuk mimpi, ide, atau intuisi, yang kemudian menjadi
kenyataan secara fisik. Sebagai contoh, ketika seseorang
memikirkan orang lain, menit berikutnya ia menerima telepon dari
orang yang baru saja dipikirkan. Contoh lain, seseorang bermimpi
tentang pesawat jatuh dan ketika ia membaca koran pada pagi
harinya ternyata mimpinya itu benar-benar terjadi semalam. Gejala
synchronicity muncul bila secara fisik individu dalam keadaan
kurang sadar, misalnya bermimpi atau merenung. Pengetahuan
sinkronistik ini meningkatkan kemampuan dalam pengambilan
keputusan, yaitu dengan meningkatkan kepekaan intuitif, yang
diberdayakan setelah semua data empiris dijajaki secara objektif.
 Level of Mind

7
Berikut adalah tingkat kesadaran paling tinggi dalam Spectrum
of Consciousness dari Wilber. Dalam menggambarkan Level of
Mind, Wilber menyatakan bahwa “Diri” orang yang mengalami
kesadaran sebenarnya bukanlah real self (“Diri” sesungguhnya)
dari orang tersebut. Bagaimanapun cara seseorang melihat,
berpikir, dan merasakan dirinya, “Diri” merupakan sesuatu yang
kompleks. Ide, konsep, pikiran, emosi, dan objek mental semuanya
secara konstan menyambil energi kita, yang menyebabkan adanya
suatu tabir antara diri kita dengan realitas. Krishnamurti
menggambarkan kesadaran seperti ini sebagai kesadaran intensif
tanpa pilihan, tidak terkontaminasi oleh pikiran-pikiran, simbol-
simbol, atau dualitas; suatu kesadaran tentang apa (what is).
c. Kesehatan Spiritual
Dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara, nilai hidup :
1. Hasil dan system kepercayaan
2. Hubungan antara diri sendiri dan orang lain

Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah “rasa


keharmonisan saling kedekatan antara diri dengan orang lain, alam,
dan dengan kehidupan yang tertinggi” (Hungelmann et al, 1985). Rasa
keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan
antara nilai, tujuan, dan system keyakinan mereka dengan hubungan
mereka di dalam diri mereka sendiri dan dengan orang lain. Pada saat
terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau kehilangan, seseorang
mungkin berbalik ke cara-cara lama dalam merespons atau
menyesuaikan dengan situasi. Sering kali gaya koping ini terdapat
dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut. Keyakinan ini sering
berakar dalam spiritualitas orang tersebut.

8
Sepanjang hidup seorang individu mungkin tumbuh lebih
spiritual, menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan, dan nilai
hidup. Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri
mereka dan hubungan mereka dengan orang lain. Banyak orang
dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan
yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri
sendiri secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritualitas.
Menetapkan hubungan dengan yang maha agung, kehidupan, atau nilai
adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas.
Kesehatan spiritualitas yang sehat adalah sesuatu yang
memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut
sering didasarkan pada hubungan yang langgeng dengan yang Maha
Agung. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menantang
proses perkembangan spiritual. Kesehatan spiritual tercapai ketika
seseorang menemukan keseimbangan antara nilai hidup, tujuan hidup,
sistem keyakinan, dan hubungan seseorang dengan diri sendiri atau
orang lain.
d. Tanda-tanda Kesehatan Spiritual.
Seseorang yang mempunyai karakter baik juga mempunyai kehidupan
spiritual yang sehat. Hal ini sangat penting bagi seseorang untuk memiliki
karakter yang baik. Jika seseorang tidak mempunyai keluhan lagi, berarti
dia sudah memiliki kesabaran dan ini berarti dia mempunyai iman yang
sejati. Kesabaran adalah sebuah tindakan melawan semua keinginan ego.
Ada tiga tipe kesabaran, yaitu:
1. Sabar terhadap ketidaknyamanan fisik
2. Sabar dengan menahan diri dari segala hal yang dilarang
3. Bersabar dalam menghadapi orang yang mengganggu kita.

9
11. Karakteristik Spiritual Theraphy
1) Hubungan dengan diri sendiri, kekuatan dalam dan self relience
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri
2) Hubungan dengan alam
Harmoni
a. Mengetahui tentang alam, iklim, margasatwa
b. Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan
dan melindungi alam
3) Hubungan dengan orang lain
Harmoni/ Suportif
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat)
Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi
4) Hubungan dengan Ketuhanan Agamis atau tidak agamis
a. Sembahyang/ berdoa/ meditasi
b. Perlengkapan keagamaan
c. Bersatu dengan alam

12. Fungsi Spiritual Theraphy

Spiritual mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup pada


individu. Spiritual berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi
individu. Pada saat stres individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk menerima keadaan sakit
yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses

10
penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah,
berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering
membantu memenuhi kebutuhan spiritual dan merupakan suatu perlindungan
bagi individu (Taylor dkk., 1997 dalam Rasmita, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haris (1999 dalam


Hawari, 2005) pada pasien penyakit jantung yang dirawat di unit perawatan
intensif yang diberikan pemenuhan kebutuhan spiritual hanya membutuhkan
sebesar 11% untuk pengobatan lebih lanjut. Menurut American
Psychological Association (1992 dalam Hawari, 2005) bahwa spiritual dapat
meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan jika
seseorang sedang sakit dan mempercepat penyembuhan selain terapi medis
yang diberikan. Dalam hal ini bahwa spiritual berperan penting dalam
penyembuhan pasien dari penyakit. Selain itu, spiritual dapat meningkatkan
imunitas, kesejahteraan, dan kemampuan mengatasi peristiwa yang sulit
dalam kehidupan (Young & Kooospen, 2007).

Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritual merupakan


sumber koping bagi individu. Spiritual membuat individu memiliki
keyakinan dan harapan terhadap kesembuhan penyakitnya, mampu
menerima kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat membuat hidup individu
menjadi lebih berarti (Rasmita, 2009). Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat
membuat individu menerima kondisinya ketika sakit dan memiliki
pandangan hidup positif. Pemenuhan kebutuhan spiritual memberi kekuatan
pikiran dan tindakan pada individu. Pemenuhan kebutuhan spiritual
memberikan semangat pada individu dalam menjalani kehidupan dan
menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Dengan
terpenuhinya spiritual, individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan
bimbingan dalam perjalanan hidupnya (Young & Koospen, 2007).

13. Faktor yang Mempengaruhi Spiritual Theraphy


1. Tahap Perkembangan
Semakin bertambah usia, seseorang akan membutuhkan kekuatan,
menambah keyakinannya, dan membenarkan keyakinan spiritualitasnya.
Perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari :

11
a) Pada masa anak-anak.
Spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya. Spitualitas
didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui interaksi dengan
orang lain sepert keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum
mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau
keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.

b) Pada masa remaja.

Spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan


pencapaian kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa
kepada Tuhan, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan
melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan
spiritualitas tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.

c) Pada masa dewasa awal.

Spiritualitas pada masa ini adanya pencarian kepercayaan diri, diawali


dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang
dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk
mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional.
Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab dan
timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.

d) Pada masa dewasa pertengahan dan lansia.

Spiritualitas pada masa ini yaitu semakin kuatnya kepercayaan diri


yang dimiliki dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan
keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya.
Perkembangan spiritualitas pada tahap ini lebih matang sehingga

12
membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan menghadapi
kenyataan.

2. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh
pengalaman, pelajaran hidup, dan pandangan hidup. Dari keluarga,
seseorang belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga
memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas
karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu.
3. Budaya
Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya.
Budaya dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan
sesuatu dan menjalani cobaan atau masalah cobaan atau masalah dalam
hidup dengan seimbang. Pada umumnya seseorang akan mengikuti
budaya dan spiritualitas yang dianut oleh keluarga. Seseorang akan
belajar tentang nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga.
Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut individu pengalaman
spiritualitas merupakan hal yang unik bagi setiap individu.
4. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan
suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam
pemenuhan spiritualitas individu. Agama berperan sebagai sumber
kekuatan dan kesejahteraan pada individu. Konsep spiritualitas dalam
agama Islam berhubungan langsung dengan Al Quran dan Sunnah Nabi.
Al Quran maupun sunnah Nabi mengajarkan beragam cara untuk meraih
kehidupan spiritual. Pengalaman ibadah sebagai bentuk keintiman antara
hamba dan Tuhannya. Menurut Rasulullah SAW, setiap muslim
hendaklah selalu menjalin hubungan yang intim dengan Tuhannya setiap

13
saat. Sebab, bagi muslim, setiap gerak anggota badan, panca indera dan
bahkan hati, adalah rangkaian pemenuhan kewajiban ibadah kepada-Nya.
Manusia diajarkan untuk terus sadar bahwa ada kehidupan lain setelah
kematian. Manusia seharusnya terus meningkatkan spiritualitas selama
hidup di dunia.

5. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam mengartikan
secara spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup
yang menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak
bersyukur. Sebagian besar individu bersyukur terhadap pengalaman hidup
yang menyenangkan.

6. Krisis dan Perubahan


Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang.
Krisis sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan,
proses penuaan, kehilangan, dan kematian. Perubahan dalam kehidupan
dan krisis yang dialami seseorang merupakan pengalaman spiritualitas
yang bersifat fisik dan emosional. Jika seseorang mengalami penyakit
kritis, spiritualitas seseorang akan meningkat. Seseorang akan
membutuhkan kekuatan untuk menghadapi penyakitnya tersebut.

7. Terpisah dari Ikatan Spiritual


Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di ruang
intensif untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien yang
ditempatkan di ruang intensif biasanya merasa terisolasi dan jarang
bertemu dengan kelurganya. Kebiasaan pasien menjadi berubah, seperti
tidak dapat mengikuti acara keluarga, kegiatan keagamaan, dan berkumpul
dengan keluarga dan teman dekatnya. Kebiasaan yang berubah tersebut

14
dapat menganggu emosional pasien dan dapat merubah fungsi
spiritualnya.

8. Isu Moral Terkait dengan Terapi


Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan dianggap
sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada
agama yang menolak intervensi pengobatan. Pengobatan medik seringkali
dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi,
transplantasi organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Konflik antara jenis
terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh pasien dan tenaga
kesehatan.

9. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai


Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat
diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi
dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat menghindar untuk
memberikan asuhan keperawatan spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena
perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang
menganggap penting kebutuhan spiritualitas, tidak mendapatkan
pendidikan tentang aspek spiritualitas dalam keperawatan atau merasa
bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien bukan merupakan
tugasnya tetapi tanggungjawab pemuka agama. Asuhan keperawatan
untuk kebutuhan spiritualitas mengalir dari sumber spiritualitas perawat.
Perawat tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritualitas tanpa terlebih
dahulu memenuhi kebutuhan spiritualitas mereka sendiri. Perawat yang
bekerja digaris terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan
manusia termasuk juga kebutuhan spiritualitas pasien. Berbagai cara
perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien mulai dari pemenuhan makna
dan tujuan spiritualitas sampai dengan memfasilitasi untuk
mengekspresikan agama dan keyakinannya.

15
14. Bentuk Spiritual Theraphy

1. Terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT)

SEFT termasuk teknik relaksasi, merupakan salah satu bentuk mind-


body therapy dari terapi komplementer dan alternatif keperawatan SEFT
merupakan teknik penggabungan dari sistem energy tubuh (energy
medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan tapping pada titik-titik
tertentu pada tubuh. Terapi SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang
lebih sama dengan akupuntur dan akupresur. Ketiganya berusaha
meerangsang titiktitik kunci pada sepanjang 12 jalur energy (energy
meridian) tubuh. Bedanya dibandingkan denga metode akupuntur dan
akupresur adalah teknik SEFT menggunakan unsur spiritual, cara yang
digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat dan lebih sederhana,
karena SEFT hanya menggunakan ketukan ringan (tapping) (Zainuddin,
2009).

Teknik ini menggabungkan sistem energy tubuh (energy medicine)


dan terapi spiritual yang digunakan sebagai salah satu teknik terapi untuk
mengatasi masalah emosional dan fisik yaitu dengan melakukan ketukan
ringan (tapping) pada titik syaraf (meridian tubuh). Spiritual dalam SEFT
adalah doa yang diafirmasikan oleh klien pada saat akan dimulai hingga
sesi terapi berakhir, yaitu fase set-up, tune-in,dan tapping.

Pada fase set-up, klien diminta untuk berdoa kepada tuhan yang maha esa
dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas menerima dan kita pasrahkan
kesembuhannya pada tuhan yang maha esa.

16
Pada fase tune-in, di lakukan dengan cara merasakan rasa sakit yang
dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dan secara
bersamaan dibarengi dengan hati dan mulut mengucapkan doa.

Bersamaan dengan tune-in ini dilakukan fase ketiga yaitu tapping. Pada
proses ini (tune-in yang dilakukan bersamaan dengan tapping), yang akan
menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik. Klien juga diminta
mengucapkan doa dengan kalimat tertentu ketika setiap titik-titik meridian
diketuk ringan selama tapping (Zainuddin, 2009).

Mills (2012) menjelaskan bahwa teknik relaksasi memiliki efek sama


dengan obat anti hipertensi dalam menurunkan tekanan darah. Prosesnya
yaitu dimulai dengan membuat otot-otot polos pembuluh darah arteri dan
vena menjadi rileks bersama dengan otot-otot lain dalam tubuh. Efek dari
relaksasi otot-otot ini menyebabkan kadar neropinefrin dalam darah
menurun. Otototot yang rileks ini akan menyebarkan stimullus ke
hipotalamus sehingga jiwa dan organ dalam manusia merasakan
ketenangan dan kenyamanan. Situasi ini akan menenkan sistem saraf
simpatik sehingga produksi hormon epinefrin dan norepinefrin dalam
darah menurun. Penurunan kadar norepinefrin dan epinefrin dalam darah
menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah pun akan menurun
sehingga tekanan darah ikut menurun.

SEFT merupakan salah satu terapi relaksasi yang bisa diajdikan


alternatif untuk menangani hipertensi. Menurut Lane (2009) yang
menunjukkan bahwa menstimulasi secara manual pada titikakupuntur
dapat mengontrol kortisol. Hal ini sesuai dengan penelitian Dawson,
Garrret & audrey (2012) dalam the Journal of Nervous and Mental
Disease yang mencoba menggunakan SEFT dalam menurunkan kortisol
pada stress, berdasarkan hasil penelitian tersebut SEFT mampu

17
menurunkan kadar kortisol sebesar -24.39 %. Dengan menurunnya kadar
kortisol Kondisi tersebut akan mempengaruhi kerja jantung dengan cara
menurunkan curah jantung yang akan berimbas pada penurunan tekanan
darah

2. Spiritual healing
Inti metode spiritual healing sesungguhnya sangat sederhana yaitu
dengan kunci mengubah semua hal negatif dalam diri kita menjadi positif
seperti, mengubah merasa bersalah dengan taubat, marah dengan
memaafkan, sedih dengan tawakal, kecewa dengan ikhlas, kehilangan
dengan sabar, putus asa dengan roja’, sombong dengan syukur (Yulianto,
2012).Prinsip dalam Spiritual healing ada 3 yaitu set up, tune in dan
tapping.

Set Up bertujuan untuk memastikan aliran energi tubuh terarah dengan


tepat, langkah ini merupakan menetralisir alam bawah sadar yang negatif,
langkah ini merupakan aplikasi dari teknik meditasi.

Tune In adalah merasakan rasa sakit/cemas yang kita alami, dan kita
terima kondisi tersebut dengan ikhlas. Tahap ini merupakan bagian dari
Self Hypnotherapy untuk menghapus alam bawah sadar kita yang menjadi
penyebab energi negatif yang kita alami. Dalam dosis yang ringan kita
sebut dengan affirmasi.

Bersamaan dengan Tune In, kita melakukan langkah ketiga yaitu Tapping.
Dengan melakukan ketukan ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik
tertentu di bagian tubuh. Langkah tune in dan tapping merupakan aplikasi
dari NeuroLinguistik Programming (NLP), yaitu “Breaking the Pattern”
(Zainuddin, 2009).

18
Hasil implementasi menunjukkan, bahwa Spiritual healing efektif
terhadap penurunan kecemasan pada wanita menopause kelompok
pengajian Majlis Taklim Nurul Hikmah Desa Purbadana Kecamatan
Kembaran Kabupaten Banyumas. Spiritual healing bekerja dengan prinsip
yang kurang lebih sama dengan akupunture dan akupresuredengan
merangsang titik-titik kunci sepanjang 12 jalur enrgi (energy meridian)
tubuh, Spiritual healing selain menggunakan unsur spiritual cara yang
digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat, dan lebih sederhana
dibandingkan pendahulunya (akupunture dan akupresure) karena metode
ini hanya menggunakan ketukan ringan (tapping), namun prinsipnya sama
yaitu merangsang simpul energy meridian tubuh.

Spiritual healing dapat menimbulkan rasa percaya diri, mendatangkan


ketenangan, rileks, dan merasakan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
sehingga mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus untuk menurunkan
produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan
merangsang kelenjar pituitary anterior untuk menurunkan produksi ACTH
(Adreno Cortico Tropin Hormon). Hormon ini yang akan merangsang
kortek adrenal untuk menurunkan sekresi kortisol. Kortisol ini yang akan
menekan sistem imun tubuh sehingga mengurangi tingkat kecemasan.

15. Aplikasi Keperawatan Spiritual Theraphy

Spiritualitas dalam keperawatan, adalah konsep yang luas meliputi nilai,


makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cunta, peduli,
bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih; sadar akan adanya kualitas otoritas
yang lebih tinggi, membimbing spirit atau transenden yang penuh dengan
kebatinan, mengalir dinamis seimbang dan menimbulkan keehatan tubuh-
pikiran-spirit.

19
Keterkaitan spiritualitas dengan proses penyembuhan dapat dijelaskan
dengan konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik merupakan
sarana petugas kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien secara
keseluruhan. Pelayanan holistik yang dimaksud adalah, dalam memberikan
pelayanan kesehatan semua petugas harus memperhatikan klien dari semua
komponen seperti biologis, psikologis, sosial, kultural, bahkan spiritual
(Dossey, 2005). Berikut adalah model bio-psiko-sosial-spiritual yang
diintegrasikan dalam keperawatan holistik.

Dimensi biologis terkait dengan semua komponen organ tubuh yang


mengalami sakit. Dimensi psikologis terkait dengan semua perilaku dan faktor
yang mempengaruhi perilaku yang ditampilkan akibat penyakit. Dimensi
sosial terkait dengan dampak penyakit terhadap pola komunikasi klien dengan
masyarakat sekitar dengan berbagai tata nilai dan budayanya. Dimensi
spiritual dalam model ini meliputi konsep tentang nilai, makna, dan persiapan
untuk hidup. Semua ini direfleksikan dalam semua sifat pembawaan manusia

20
dalam mencari keperawatan, cinta, ketulusan hati, kejujuran, kebebasan, dan
imajinasi.

Dua tantangan utama dalam keperawatan pada abad 21 adalah


mengintegrasikan berbagai konsep teknologi terkini, mind (pikiran) dan spirit
dalam praktik keperawatan. Tantangan kedua adalah mengembangkan dan
mengintegrasikan beberapa teori model keperawatan untuk memberikan
arahan (guide) dalam proses penyembuhan. Semua aktivitas dan pengalaman
untuk memperoleh proses penyembuhan dalam keperawatan holistik, pertama
kali diawali dengan pendekatan mekanis, material dan penyembuhan secara
medis. Era kedua yang memfokuskan proses penyembuhan melalui
penyembuhan badan-fikiran (mind-body), era ketiga yang memfokuskan pada
proses penyembuhan transpersonal.

Dari semua aktivitas dan pengalaman untuk memperoleh proses


penyembuhan tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yang
tergabung kelompok pengobatan rasional dan kelompok paradoksikal
(berlawan arah). Kelompok proses penyembuhan rasional diawali dari
pemilihan dan penggunaan obat rasional, radiasi sampai pembedahan.
Kelompok paradoksial menekankan pada komponen spiritual mulai dari
konseling psikologis, ritual keagamaan doa dan terjadinya keajaiban dalam
proses peyembuhan.

16. Peran perawat dalam Spiritual Theraphy

Dahulu spiritual care belum dianggap sebagai suatu dimensi Nursing


Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual care
menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan spiritual
pasien berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas legitimasi dalam
domain keperawatan (O′Brien, 1999). Perawat merupakan orang yang selalu

21
hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa
kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal ini
perawat berperan untuk memberikan spiritual care (Cavendish, 2003).
Balldacchino (2006) menyimpulkan bahwa perawat berperan dalam proses
keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta
melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam
komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi
klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan. Peran
perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual caredijelaskan
sebagai berikut :

1. Pengkajian kebutuhan spiritual pasien


Pengkajian spiritual menurut Kozier et al (2004) terdiri dari
pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian
riwayat keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan
misalnya ‟apakah keyakinan dan praktek spiritual penting untuk anda
sekarang?”, “bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual
pada anda?”. Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual
yang tidak sehat yang beresiko mengalami distres spiritual harus dilakukan
pengkajian spiritual lebih lanjut.
Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada
akhir proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan
perawat meningkatkan sensitivitasnya, dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dan saling percaya, hal ini akan meningkatkan keberhasilan
pengkajian spiritual pasien.

Pada pengkajian klinik menurut Kozier et al (2004) meliputi :

22
a. Lingkungan yaitu apakah pasien memiliki kitab suci atau
dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa lainnya, literatur-
literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan
misalnya tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau
mesjid mengirimkan bunga atau buletin?.
b. Perilaku yaitu apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu
lainnya atau membaca literatur keagamaan? Apakah pasien mengalami
mimpi buruk dan gangguan tidur atau mengekspresikan kemarahan
pada Tuhan?
c. Verbalisasi yaitu apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau
kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-doa, keyakinan, mesjid,
gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan? Apakah
pasien menanyakan tentang kunjungan pemuka agama? Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya akan kematian?
d. Afek dan sikap yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian,
depresi, marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdoa?
e. Hubungan interpersonal yaitu siapa yang berkunjung? Apakah pasien
berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka agama yang
datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf
perawat?.
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan
O′Brien (1998, 69) mengatakan bahwa peran perawat dalam
merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual pasien
mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain, pengasingan diri
(spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual
guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss), putus asa
(spiritual despair). Distres spiritualselanjutnya dijabarkan dengan lebih
spesifik sebagai berikut :
a. Spiritual pain

23
Spiritual painmerupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan
pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit
terminal atau penyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan
mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena selama hidupnya
tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol
ketika pasien menjelang ajal.
b. Pengasingan diri (spiritual alienation)
Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien
merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan
penyakit kronis merasa frustasi sehingga bertanya : dimana Tuhan
ketika saya butuh Dia hadir?
c. Kecemasan (spiritual anxiety)
Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan,
takut Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya.
Beberapa budaya meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman
dari Tuhan karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan semasa
hidupnya.
d. Rasa bersalah (spiritual guilt)
Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang
seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah
melakukan hal-hal yang tidak disukai Tuhan.
e. Marah (spiritual anger)
Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan
kejam. Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa
Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai menderita.
f. Kehilangan (spiritual loss)
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan,
takut bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang

24
kosong. Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa tidak
berguna dan tidak berdaya.

g. Putus asa (spiritual despair)


Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu
hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum
orang-orang yang beriman sangat jarang mengalami keputusasaan.

Diagnosa keperawatan terkait kebutuhan spiritual menurut NANDA


(2012) antara lain:

a. Distress spiritual yang berhubungan dengan konflik nilai, isolasi oleh


orang lain, rasa takut, terpisah dari komunitas keagamaan
b. Cemas yang berhubungan dengan ancaman kematian, perubahan status
kesehatan,
c. Keputusasaan yang berhubungan dengan kehilangan keyakinan kepada
tuhan, diabaikan oleh keluarga.
3. Menyusun Rencana Keperawatan

Rencanaan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan berdasarkan


NANDA (2012) meliputi :
a. Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji
sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat
pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi,
waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan praktek spiritual,
menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan, empati terhadap
perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama, meyakinkan pasien
bahwa perawat selalu mendukung pasien.

25
b. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan
semua prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur,
mendampingi pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi
rasa takut, memberikan informasi tentang penyakit pasien, melibatkan
keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan
pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien
dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan
kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, dan persepsi.
c. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman
dalam kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien,
memberikan rasa aman.

4. Implementasi Keperawatan
Penelitian Cavendish (2003) dan Narayanasamy (2004) menyimpulkan
bahwa kegiatan perawat dalam implementasi spiritual pasien adalah antara
lain : mendukung spiritual pasien, pendampingan/kehadiran, mendengarkan
dengan aktif, humor, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran diri,
menghormati privasi, dan menghibur misalnya dengan terapi musik. Kozier
et al (2004) mengatakan bahwa perawat perlu mempertimbangkan praktek
keagamaan tertentu yang akan mempengaruhi asuhan keperawatan, seperti
keyakinan pasien tentang kelahiran, kematian, berpakaian, berdoa, dan
perawat perlu mendukung spiritual pasien.

5. Evaluasi
Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat
harus melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah
tercapai. Hasil penelitian Narayanasamy (2004) mengatakan bahwa pada
tahap evaluasi perawat menilai bagaimana efek pada pasien dan keluarga

26
pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap pasien dan
keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa
kebutuhan spiritual mereka terpenuhi.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk


mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas mengandung
pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen
(medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya. Karakteristik Spiritual
Theraphy yakni Hubungan dengan diri sendiri, Hubungan dengan alam, Hubungan
dengan orang lain dan Hubungan dengan Ketuhanan Agamis atau tidak
agamis.Dahulu spiritual care belum dianggap sebagai suatu dimensi Nursing
Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual care
menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan spiritual pasien
berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas legitimasi dalam domain
keperawatan. Peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait
dengan spiritual pasien mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain,
pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah
(spiritual guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss), putus asa
(spiritual despair).

B. Saran
Perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual sangat
penting bagi manusia dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan juga perlu
ditingkatkan agar seorang tenaga kesehatan tidak salah mengambil sikap atau
tindakan dalam menghadapi klien dengan gangguan spiritualitas. perhatian
spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi klien kearah penyembuhan
atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritualitas. untuk itu seorang
perawat tidak boleh mangesampingkan masalah spiritualitas klien.

28

Anda mungkin juga menyukai