SPIRITUAL THERAPHY
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah “Spiritual Theraphy”
tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Kami berharap pembaca dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang Spiritual Theraphy.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Rismadefi
Woferst, Ssi., M.BioMed telah membimbing kami selama proses pembelajaran dan
perkuliahan. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami juga menyadari tugas makalah ini masih banyak kekurangan baik dari
segi isi, maupun segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 3
C. Tujuan.......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Spiritual Theraphy ……………………………………………… 4
2. Elemen dalam Spiritual ………………………………………………….. 5
3. Karakteristik Spiritual Theraphy ……………………………………….. 10
4. Fungsi Spiritual Theraphy………………………………………………. 10
5. Factor yang mempengaruhi Spiritual Theraphy………………………. . 11
6. Bentuk Spiritual Theraphy……………………………………………… 14
7. Aplikasi Spiritual Theraphy……………………..................................... 19
8. Peran perawat dalam Spiritual Theraphy………………………………. 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat untuk
mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan
suatu kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui hubungan
intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi berbagai masalah
kehidupan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling sempurna. Tidak hanya
terdiri dari seonggok daging dan tulang, tetapi terdiri dari komponen menyeluruh
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural. Tuntutan keadaan,
perkembangan, persaingan dalam berbagai aspek kehidupan dapat menyebabkan
kekecewaan, keputusasaan, ketidak berdayaan pada manusia baik yang sehat
maupun sakit.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada disamping klien,
tugas utamanya adalah mempelajari bentuk dan sebab tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia. Memberikan bantuan asuhan keperawatan mulai dari
tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler, untuk memenuhi kebutuhan
dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. Idealnya, seluruh komponen
1
kebutuhan dasar manusia menjadi fokus kajian utama dalam menentukan ruang
lingkup pekerjaan profesi (Yusuf, 2015).
Berbagai pilar itu terdiri dari institusi pendidikan, pelayanan, dan organisasi
profesi. Institusi pendidikan difokuskan pada penataan struktur kurikulum sesuai
kompetensi pada level program pendidikan dan penyelenggaraan proses
pembelajaran untuk menyiapkan lulusan yang handal. Intitusi pelayanan
keperawatan (rumah sakit atau puskesmas) difokuskan pada pengembangan
sistem penugasan keperawatan, fasilitasi jenjang karier keperawatan, dan
menjadi sarana proses sosialisasi profesi bagi para peserta didik melalui
pembelajaran klinik. Organisasi profesi bertugas menetapkan, mengembangkan
standar profesi keperawatan dan mengevaluasi untuk menjamin agar setiap
perawat bekerja sesuai standar profesi. Berdasar latar belakang inilah penulis
ingin menyajikan lebih banyak tentang pemenuhan kebutuhan spiritual klien
berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan.
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Spiritual Theraphy?
2. Apa saja elemen dalam spiritual ?
3. Apa saja karakteristik dari Spiritual Theraphy?
4. Apa fungsi dari Spiritual Theraphy?
5. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi Spiritual Theraphy ?
6. Apa saja bentuk-bentuk dari Spiritual Theraphy?
7. Bagaimana aplikasi keperawatan Spiritual Theraphy ?
8. Bagaimana peran perawat dalam memberikan Spiritual Theraphy ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari Spiritual Theraphy
2. Mengetahui elemen dari spiritual
3. Mengetahui karakterisitik dari Spiritual Theraphy
4. Mengetahui fungsi-fungsi dari Spiritual Theraphy
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Spiritual Theraphy
6. Mengetahui bentuk-bentuk dari. Spiritual Theraphy
7. Mengetahui aplikasi keperawatan dari Spiritual Theraphy
8. Memahami peran perawat dalam Spiritual Theraphy
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
demikian seseorang diharapkan akan merasakan manfaat yang lebih dari
terapi relaksasi spiritual tersebut.
5
studi keperawatan dengan orang-orang yang memiliki fase terminal,
ditemukan bahwa perawat merasa tidak harus memiliki pengalaman
dan keahlian untuk memberikan dukungan secara spiritual.
Sebuah pembelajaran insiden kritis dari respon perawat
terhadap kebutuhan spiritual dari klien memberikan sebuah pengertian
yang mendalam terhadap perawat akan kebutuhan spiritual klien serta
peran perawat sebagai pemberi layanan secara spiritual. Kebutuhan
akan harapan merupakan kepentingan utama terhadap seseorang yang
dihadapi oleh penyakit dan ancaman potensial terhadap gaya hidup
dan kehidupan.
b. Kesadaran Spritual
1. Kesadaran spiritual akan timbul saat seseorang dihadapkan pada
kebutuhan spiritual dan pencarian identitas, saat mempertahankan
nilai-nilai dan keyakinan atau kepercayaan.
2. Tiga tingkat kesadaran menurut Wilber:
Tingkat Existensial
Pada level ini Wilber menggunakan istilah yang berasal dari
filsuf-filsuf eksistensial, yaitu penyatuan diri dengan orang lain
(uniting the self and others). Para filsuf eksistensialis mengakui
bahwa makhluk di bumi memiliki ikatan otentik antara total
individu dengan lingkungannya. Mereka meyakini bahwa individu
hanya eksis ketika berada dalam relasi dengan orang-orang lain,
dan bahwa kehilangan kesadaran berarti memutuskan hubungan
antara diri dengan orang-orang lain.
Menurut Wilber, peningkatan kesadaran ke tingkat eksistensial
dapat dicapai secara sederhana dengan duduk di tempat yang sepi
(tenang), menghentikan semua konsep mental tentang diri sendiri,
dan merasakan eksistensi dasar seseorang. Untuk menguatkan
6
identitas seseorang agar lebih permanen pada level ini, biasanya
diperlukan bentuk-bentuk terapi eksistensial semacam meditasi,
hatha yoga, terapi Gestalt, psikolog dan humanistic.
Tingkat Transpersonal Bands
Pada level ini individu mulai menyadari dan mengakui bentuk-
bentuk pengetahuan yang tidak bersifat dualistis (antara subjek dan
objek pengetahuan tidak terpisah). Individu mulai merealisasi dan
mengalami apa yang disebut sebagai reliansi/keyakinan eksklusif
dalam pengalaman. Wilber mengikuti konsep Jung dalam
menggambarkan elemen-elemen yang ada dalam tingkat
transpersonal ini. Jung menggunakan istilah synchronicity, yaitu
suatu kejadian yang penuh makna antara gejala psikis dan fisik.
Bila dua kejadian, yang satu bersifat psikis dan yang lain bersifat
fisik, terjadi dalam waktu yang sama, ini berarti terjadi
synchronicity.
Aspek psikis dalam fenomena ini dapat termanifestasi dalam
suatu bentuk mimpi, ide, atau intuisi, yang kemudian menjadi
kenyataan secara fisik. Sebagai contoh, ketika seseorang
memikirkan orang lain, menit berikutnya ia menerima telepon dari
orang yang baru saja dipikirkan. Contoh lain, seseorang bermimpi
tentang pesawat jatuh dan ketika ia membaca koran pada pagi
harinya ternyata mimpinya itu benar-benar terjadi semalam. Gejala
synchronicity muncul bila secara fisik individu dalam keadaan
kurang sadar, misalnya bermimpi atau merenung. Pengetahuan
sinkronistik ini meningkatkan kemampuan dalam pengambilan
keputusan, yaitu dengan meningkatkan kepekaan intuitif, yang
diberdayakan setelah semua data empiris dijajaki secara objektif.
Level of Mind
7
Berikut adalah tingkat kesadaran paling tinggi dalam Spectrum
of Consciousness dari Wilber. Dalam menggambarkan Level of
Mind, Wilber menyatakan bahwa “Diri” orang yang mengalami
kesadaran sebenarnya bukanlah real self (“Diri” sesungguhnya)
dari orang tersebut. Bagaimanapun cara seseorang melihat,
berpikir, dan merasakan dirinya, “Diri” merupakan sesuatu yang
kompleks. Ide, konsep, pikiran, emosi, dan objek mental semuanya
secara konstan menyambil energi kita, yang menyebabkan adanya
suatu tabir antara diri kita dengan realitas. Krishnamurti
menggambarkan kesadaran seperti ini sebagai kesadaran intensif
tanpa pilihan, tidak terkontaminasi oleh pikiran-pikiran, simbol-
simbol, atau dualitas; suatu kesadaran tentang apa (what is).
c. Kesehatan Spiritual
Dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara, nilai hidup :
1. Hasil dan system kepercayaan
2. Hubungan antara diri sendiri dan orang lain
8
Sepanjang hidup seorang individu mungkin tumbuh lebih
spiritual, menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan, dan nilai
hidup. Spiritualitas dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri
mereka dan hubungan mereka dengan orang lain. Banyak orang
dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan
yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri
sendiri secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritualitas.
Menetapkan hubungan dengan yang maha agung, kehidupan, atau nilai
adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas.
Kesehatan spiritualitas yang sehat adalah sesuatu yang
memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut
sering didasarkan pada hubungan yang langgeng dengan yang Maha
Agung. Penyakit dan kehilangan dapat mengancam dan menantang
proses perkembangan spiritual. Kesehatan spiritual tercapai ketika
seseorang menemukan keseimbangan antara nilai hidup, tujuan hidup,
sistem keyakinan, dan hubungan seseorang dengan diri sendiri atau
orang lain.
d. Tanda-tanda Kesehatan Spiritual.
Seseorang yang mempunyai karakter baik juga mempunyai kehidupan
spiritual yang sehat. Hal ini sangat penting bagi seseorang untuk memiliki
karakter yang baik. Jika seseorang tidak mempunyai keluhan lagi, berarti
dia sudah memiliki kesabaran dan ini berarti dia mempunyai iman yang
sejati. Kesabaran adalah sebuah tindakan melawan semua keinginan ego.
Ada tiga tipe kesabaran, yaitu:
1. Sabar terhadap ketidaknyamanan fisik
2. Sabar dengan menahan diri dari segala hal yang dilarang
3. Bersabar dalam menghadapi orang yang mengganggu kita.
9
11. Karakteristik Spiritual Theraphy
1) Hubungan dengan diri sendiri, kekuatan dalam dan self relience
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri
2) Hubungan dengan alam
Harmoni
a. Mengetahui tentang alam, iklim, margasatwa
b. Berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki, bertanam), mengabdikan
dan melindungi alam
3) Hubungan dengan orang lain
Harmoni/ Suportif
a. Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik
b. Mengasuh anak, orang tua dan orang sakit
c. Meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat)
Tidak harmonis
a. Konflik dengan orang lain
b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi
4) Hubungan dengan Ketuhanan Agamis atau tidak agamis
a. Sembahyang/ berdoa/ meditasi
b. Perlengkapan keagamaan
c. Bersatu dengan alam
10
penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah,
berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan lainnya sering
membantu memenuhi kebutuhan spiritual dan merupakan suatu perlindungan
bagi individu (Taylor dkk., 1997 dalam Rasmita, 2009).
11
a) Pada masa anak-anak.
Spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya. Spitualitas
didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui interaksi dengan
orang lain sepert keluarga. Pada masa ini, anak-anak belum
mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau
keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.
12
membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan menghadapi
kenyataan.
2. Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh
pengalaman, pelajaran hidup, dan pandangan hidup. Dari keluarga,
seseorang belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga
memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas
karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu.
3. Budaya
Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya.
Budaya dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan
sesuatu dan menjalani cobaan atau masalah cobaan atau masalah dalam
hidup dengan seimbang. Pada umumnya seseorang akan mengikuti
budaya dan spiritualitas yang dianut oleh keluarga. Seseorang akan
belajar tentang nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga.
Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut individu pengalaman
spiritualitas merupakan hal yang unik bagi setiap individu.
4. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan
suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam
pemenuhan spiritualitas individu. Agama berperan sebagai sumber
kekuatan dan kesejahteraan pada individu. Konsep spiritualitas dalam
agama Islam berhubungan langsung dengan Al Quran dan Sunnah Nabi.
Al Quran maupun sunnah Nabi mengajarkan beragam cara untuk meraih
kehidupan spiritual. Pengalaman ibadah sebagai bentuk keintiman antara
hamba dan Tuhannya. Menurut Rasulullah SAW, setiap muslim
hendaklah selalu menjalin hubungan yang intim dengan Tuhannya setiap
13
saat. Sebab, bagi muslim, setiap gerak anggota badan, panca indera dan
bahkan hati, adalah rangkaian pemenuhan kewajiban ibadah kepada-Nya.
Manusia diajarkan untuk terus sadar bahwa ada kehidupan lain setelah
kematian. Manusia seharusnya terus meningkatkan spiritualitas selama
hidup di dunia.
5. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang dalam mengartikan
secara spiritual terhadap kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup
yang menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak
bersyukur. Sebagian besar individu bersyukur terhadap pengalaman hidup
yang menyenangkan.
14
dapat menganggu emosional pasien dan dapat merubah fungsi
spiritualnya.
15
14. Bentuk Spiritual Theraphy
Pada fase set-up, klien diminta untuk berdoa kepada tuhan yang maha esa
dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas menerima dan kita pasrahkan
kesembuhannya pada tuhan yang maha esa.
16
Pada fase tune-in, di lakukan dengan cara merasakan rasa sakit yang
dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dan secara
bersamaan dibarengi dengan hati dan mulut mengucapkan doa.
Bersamaan dengan tune-in ini dilakukan fase ketiga yaitu tapping. Pada
proses ini (tune-in yang dilakukan bersamaan dengan tapping), yang akan
menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik. Klien juga diminta
mengucapkan doa dengan kalimat tertentu ketika setiap titik-titik meridian
diketuk ringan selama tapping (Zainuddin, 2009).
17
menurunkan kadar kortisol sebesar -24.39 %. Dengan menurunnya kadar
kortisol Kondisi tersebut akan mempengaruhi kerja jantung dengan cara
menurunkan curah jantung yang akan berimbas pada penurunan tekanan
darah
2. Spiritual healing
Inti metode spiritual healing sesungguhnya sangat sederhana yaitu
dengan kunci mengubah semua hal negatif dalam diri kita menjadi positif
seperti, mengubah merasa bersalah dengan taubat, marah dengan
memaafkan, sedih dengan tawakal, kecewa dengan ikhlas, kehilangan
dengan sabar, putus asa dengan roja’, sombong dengan syukur (Yulianto,
2012).Prinsip dalam Spiritual healing ada 3 yaitu set up, tune in dan
tapping.
Tune In adalah merasakan rasa sakit/cemas yang kita alami, dan kita
terima kondisi tersebut dengan ikhlas. Tahap ini merupakan bagian dari
Self Hypnotherapy untuk menghapus alam bawah sadar kita yang menjadi
penyebab energi negatif yang kita alami. Dalam dosis yang ringan kita
sebut dengan affirmasi.
Bersamaan dengan Tune In, kita melakukan langkah ketiga yaitu Tapping.
Dengan melakukan ketukan ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik
tertentu di bagian tubuh. Langkah tune in dan tapping merupakan aplikasi
dari NeuroLinguistik Programming (NLP), yaitu “Breaking the Pattern”
(Zainuddin, 2009).
18
Hasil implementasi menunjukkan, bahwa Spiritual healing efektif
terhadap penurunan kecemasan pada wanita menopause kelompok
pengajian Majlis Taklim Nurul Hikmah Desa Purbadana Kecamatan
Kembaran Kabupaten Banyumas. Spiritual healing bekerja dengan prinsip
yang kurang lebih sama dengan akupunture dan akupresuredengan
merangsang titik-titik kunci sepanjang 12 jalur enrgi (energy meridian)
tubuh, Spiritual healing selain menggunakan unsur spiritual cara yang
digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat, dan lebih sederhana
dibandingkan pendahulunya (akupunture dan akupresure) karena metode
ini hanya menggunakan ketukan ringan (tapping), namun prinsipnya sama
yaitu merangsang simpul energy meridian tubuh.
19
Keterkaitan spiritualitas dengan proses penyembuhan dapat dijelaskan
dengan konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik merupakan
sarana petugas kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien secara
keseluruhan. Pelayanan holistik yang dimaksud adalah, dalam memberikan
pelayanan kesehatan semua petugas harus memperhatikan klien dari semua
komponen seperti biologis, psikologis, sosial, kultural, bahkan spiritual
(Dossey, 2005). Berikut adalah model bio-psiko-sosial-spiritual yang
diintegrasikan dalam keperawatan holistik.
20
dalam mencari keperawatan, cinta, ketulusan hati, kejujuran, kebebasan, dan
imajinasi.
21
hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa
kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal ini
perawat berperan untuk memberikan spiritual care (Cavendish, 2003).
Balldacchino (2006) menyimpulkan bahwa perawat berperan dalam proses
keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta
melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam
komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi
klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan. Peran
perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual caredijelaskan
sebagai berikut :
22
a. Lingkungan yaitu apakah pasien memiliki kitab suci atau
dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa lainnya, literatur-
literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan
misalnya tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau
mesjid mengirimkan bunga atau buletin?.
b. Perilaku yaitu apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu
lainnya atau membaca literatur keagamaan? Apakah pasien mengalami
mimpi buruk dan gangguan tidur atau mengekspresikan kemarahan
pada Tuhan?
c. Verbalisasi yaitu apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau
kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-doa, keyakinan, mesjid,
gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan? Apakah
pasien menanyakan tentang kunjungan pemuka agama? Apakah pasien
mengekspresikan ketakutannya akan kematian?
d. Afek dan sikap yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian,
depresi, marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdoa?
e. Hubungan interpersonal yaitu siapa yang berkunjung? Apakah pasien
berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka agama yang
datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf
perawat?.
2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan
O′Brien (1998, 69) mengatakan bahwa peran perawat dalam
merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual pasien
mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain, pengasingan diri
(spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual
guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss), putus asa
(spiritual despair). Distres spiritualselanjutnya dijabarkan dengan lebih
spesifik sebagai berikut :
a. Spiritual pain
23
Spiritual painmerupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan
pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit
terminal atau penyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan
mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena selama hidupnya
tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol
ketika pasien menjelang ajal.
b. Pengasingan diri (spiritual alienation)
Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien
merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan
penyakit kronis merasa frustasi sehingga bertanya : dimana Tuhan
ketika saya butuh Dia hadir?
c. Kecemasan (spiritual anxiety)
Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan,
takut Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya.
Beberapa budaya meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman
dari Tuhan karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan semasa
hidupnya.
d. Rasa bersalah (spiritual guilt)
Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang
seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah
melakukan hal-hal yang tidak disukai Tuhan.
e. Marah (spiritual anger)
Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan
kejam. Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa
Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai menderita.
f. Kehilangan (spiritual loss)
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan,
takut bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang
24
kosong. Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa tidak
berguna dan tidak berdaya.
25
b. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan
semua prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur,
mendampingi pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi
rasa takut, memberikan informasi tentang penyakit pasien, melibatkan
keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan
pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien
dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan
kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, dan persepsi.
c. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman
dalam kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien,
memberikan rasa aman.
4. Implementasi Keperawatan
Penelitian Cavendish (2003) dan Narayanasamy (2004) menyimpulkan
bahwa kegiatan perawat dalam implementasi spiritual pasien adalah antara
lain : mendukung spiritual pasien, pendampingan/kehadiran, mendengarkan
dengan aktif, humor, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran diri,
menghormati privasi, dan menghibur misalnya dengan terapi musik. Kozier
et al (2004) mengatakan bahwa perawat perlu mempertimbangkan praktek
keagamaan tertentu yang akan mempengaruhi asuhan keperawatan, seperti
keyakinan pasien tentang kelahiran, kematian, berpakaian, berdoa, dan
perawat perlu mendukung spiritual pasien.
5. Evaluasi
Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat
harus melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah
tercapai. Hasil penelitian Narayanasamy (2004) mengatakan bahwa pada
tahap evaluasi perawat menilai bagaimana efek pada pasien dan keluarga
26
pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap pasien dan
keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa
kebutuhan spiritual mereka terpenuhi.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual sangat
penting bagi manusia dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan juga perlu
ditingkatkan agar seorang tenaga kesehatan tidak salah mengambil sikap atau
tindakan dalam menghadapi klien dengan gangguan spiritualitas. perhatian
spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi klien kearah penyembuhan
atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritualitas. untuk itu seorang
perawat tidak boleh mangesampingkan masalah spiritualitas klien.
28