Anda di halaman 1dari 11

Faktor Risiko

Banyak faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya OA. Beberapa faktor
yang dinilai cukup signifikan adalah:
Usia
Seiring dengan bertambahnya usia, proses degeneratif pada sendi juga
meningkat. Hal ini menyebabkan OA lebih sering ditemukan pada usia yang
lebih tua (>60 tahun).[1,4]
Jenis Kelamin
Wanita memiliki risiko untuk terkena OA lebih tinggi, terutama OA primer. Hal
ini disebabkan struktur sendi wanita yang memiliki ruang antar sendi yang lebih
sempit. Wanita juga memiliki lebih banyak hormon esterogen. Esterogen
diperkirakan dapat mempengaruhi metabolisme kondrosit.[4,18]
Etnic
Kulit putih lebih beresiko terkena dikarenakn kurangnya Vit D (untuk
kepadatan tulang)
Genetik
Osteoarthritis dapat terjadi secara herediter. Faktor genetik yang terlibat antara
lain adalah ADAM12, CLIP, MMP3, COL11, COL12, dan CLIP. Mutasi pada
gen tersebut meningkatkan aktifitas enzim degradatif pada kartilago dan reaksi
inflamasi.[1,6,20]
Obesitas
Obesitas menyebabkan meningkatnya beban/stres pada sendi, terutama lutut.
Obesitas juga mengakibatkan peningkatan sekresi sitokin adipose (adipokin),
seperti interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor (TNF)-α yang
meningkatkan aktivitas enzim MMP. Studi metaanalisis menemukan risiko
terjadinya OA meningkat seiring dengan meningkatnya indeks masa tubuh
(IMT). Risiko OA mulai meningkat pada IMT >25.[1,4,19]
Riwayat Trauma
Trauma dapat menyebabkan instabilitas dan beban biomekanik sendi, terutama
trauma meniskus, ligament, tulang, dan sendi. Selain dari trauma, tindakan
operasi juga bisa menyebabkan hal serupa.[1,4]
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang berat dapat meningkatkan risiko OA. Penggunaan sendi
yang berlebih (skuating, jongkok, berlutut, melompat, angkat berat) dapat
menyebabkan mikrotrauma dan perlahan-lahan kerusakan sendi. Aktivitas fisik
yang berat juga menyebabkan tekanan/stress, terutama pada sendi-sendi
penopang/weight-bearing joints.[4,20]
Faktor Lain
Faktor-faktor lain yang dinilai berperan antara lain adalah sindrom metabolik,
kekuatan otot, infeksi, deposit kristal, akromegali, penyakit tulang metabolik,
kelainan morfologi, hemoglobinopati, defisiensi hormon, penyakit metabolik
herediter (penyakit Wilson, hemokromatosis, alkaptonuria), gangguan
propriosepsi, dan artropati Charcot.[1,4]
Patofisiologi
osteoarthritis (OA) paling sering disebabkan karena penuaan sendi secara
fisiologis, sehingga sering kali disebut dengan penyakit sendi degeneratif. Akan
tetapi, banyak faktor yang berperan dalam terjadi OA, seperti trauma,
penggunaan berlebihan/overuse, faktor genetik, obesitas, perubahan hormon,
dan sebagainya.[1,5] Faktor-faktor tersebut memberikan beban pada sendi
secara berkepanjangan, sehingga menyebabkan terganggunya homeostasis
dari sintesis-degradasi sendi dan perubahan morfologi berupa kerusakan
tulang rawan, pembentukan osteofit, sklerosis subkondral, dan kista tulang
subkondral.[5,6]
Kerusakan Kartilago
Kerusakan kartilago adalah proses patognomonik/hallmark process yang terjadi
pada OA, proses ini terjadi secara fokal dan progresif. Pada stadium awal,
kartilago mengalami penebalan tetapi dalam perkembangannya akan menjadi
lunak dan berfibril. Hal ini menyebabkan terganggunya integritas
permukaan sendi, penipisan, dan ulserasi yang meluas ke tulang.[1,5]
Dalam keadaan normal, pada kartilago terdapat homeostasis enzim degradatif
dan regeneratif. Enzim degradatif pada kartilago terdiri dari protease, plasmin,
metalloproteinase matriks (MMP), dan disintegrin metalloproteinase
trombospondin motif 5 (ADAMTS-5) yang berperan dalam merusak
proteoglikan dan kolagen. Enzim regeneratif sendi terdiri dari tissue inhibitor of
metalloproteinases (TIMP) dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang
disintesis oleh kondrosit, serta faktor-faktor pertumbuhan, seperti insulin-like
growth factor-1 (IGF-1), transforming growth factor- β (TGF-β), dan basic
fibroblast growth factor (FGF) yang berfungsi merangsang sintesis
proteoglikan.[1,5–7]
Kerusakan sendi yang berlangsung kronis menyebabkan homeostasis kartilago
pada OA berubah menjadi proses katabolik. Kartilago kehilangan kondrositnya,
sehingga terjadi penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen, terutama tipe II.
Kerusakan ini diperparah dengan peningkatan aktifitas enzim-enzim degeneratif
yang ada, sehingga meskipun regenerasi fibrokartilaginosa terjadi untuk
memperbaiki kerusakan kualitasnya tidak akan sebaik kondisi awal.
Peningkatan aktivitas enzim degradatif ini distimulasi oleh interleukin-1 (IL-
1). IL-1 bersifat katabolik terhadap kartilago dan menekan sintesis proteoglikan,
sehingga menghambat proses perbaikan matriks kartilago. Reaksi stres oksidatif
juga dinilai berperan dalam kerusakan struktur kartilago.[1,5–7]
Pembentukan Osteofit
Pembentukan osteofit pada OA diperkirakan merupakan respon perbaikan sendi
yang ireguler. Sampai saat ini, pembentukan osteofit pada OA masih belum
dapat dijelaskan dengan pasti. Beberapa studi pada tikus menemukan bahwa
osteofit terbentuk akibat meningkatnya vaskularisasi subkondral, metaplasia
jaringan ikat synovial, dan osifikasi kartilago. Pembentukan osteofit didukung
oleh sel-sel prekursor pada periosteum dan TGF-β.[1,8,9]
Sklerosis Subkondral
Proses kerusakan sendi pada OA berlangsung secara prorgresif hingga tulang
yang awalnya terlindungi oleh tulang rawan menjadi terekspos. Hilangnya
proteksi kartilago menyebabkan gesekan terus menerus dengan tulang lain pada
persendian tersebut. Gesekan berulang-ulang ini memberikan tekanan berlebih
pada tulang dan akhirnya kemampuan biomekanik tulang menjadi tidak
adekuat. Hal ini mendorong tulang subkondral untuk meningkatkan
vaskularisasi dan proliferasi sel, sehingga terjadi penebalan (eburnasi).[1,10]
Kista Subkondral
Pembentukan kista subkondral (KSK) pada OA sampai saat ini masih belum
dapat dijelaskan. Beberapa hipotesa menyatakan KSK terjadi akibat masuknya
cairan sinovial ke dalam tulang subkondral melalui angiogenesis
pada osteochondral junction.[1,10,11] Teori lain menyatakan bahwa KSK
terjadi akibat nekrosis tulang subkondral yang terjadi karena stres mekanik
kronik, kerusakan mikro, dan resorpsi tulang fokal. Mineralisasi tulang juga
dianggap berperan dalam terbentuknya KSK. [1,6,10]

DIAGNOSA
Anamnesis
Keluhan pasien OA pada saat kunjungan ke klinik dapat berbeda-beda
tergantung dari progres penyakitnya. Pada stadium awal, sendi pasien masih
dapat terlihat normal karena belum ada kerusakan kartilago yang ekstensif.
Seiring dengan progresifitas penyakitnya, keluhan yang dirasakan akan semakin
bertambah intensitasnya. [1,2]
Hal-hal yang dapat ditemukan pada pasien OA antara lain:
 Nyeri: dalam, difus, gradual, lokal, bertambah parah dengan aktivitas,
membaik dengan obat-obatan (stadium awal)
 Kaku pagi hari/morning stiffness < 30 menit
 Kaku sendi setelah istirahat
 Limitasi pergerakan
 Krepitus (terutama pada lutut)
 Bengkak (efusi)
 Tidak ada gejala sistemik
 Faktor risiko, seperti usia yang lanjut, obesitas, dan aktivitas fisik harian yang
memberi beban pada sendi [1,2,17,21]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada OA antara lain:
 Antopometri, dapat ditemukan indeks massa tubuh > 25 kg/m2
 GALS (Gait, Arm, Leg, Spine), dapat ditemukan antalgic gait
 Look / inspeksi, dapat ditemukan keterlibatan sendi asimetris, deformitas,
bengkak (efusi), ataupun penonjolan tulang (nodus Heberden dan Bouchard)
 Feel / palpasi, dapat ditemukan nyeri tekan tepi tulang, tidak teraba panas,
teraba krepitus, dan teraba tonjolan/perbesaran tulang
 Move / gerakan, dapat ditemukan bunyi krepitus dan limitasi ROM
Tes spesial: patellar tap untuk melihat adanya efusi sendi [1,2,17,21]
Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa panduan yang dapat digunakan untuk kriteria diagnosis, yang
paling sering digunakan adalah American College of Rheumatology (ACR)
dan Europan League Against Rheumatism (EULAR). Perhimpunan
Reumatologi Indonesia menerapkan kriteria berdasarkan ACR, yaitu sebagai
berikut:
Kriteria Diagnostik OA Lutut
Berdasarkan kriteria klinis saja: (sensitifitas 95%, spesifisitas 69%)
 Nyeri lutut
 ≥ 3 dari 6 kriteria berikut: krepitus saat gerakan aktif, kaku sendi < 30 menit,
umur > 50 tahun, pembesaran tulang sendi lutut, nyeri tekan tepi tulang, tidak
teraba hangat
 Berdasarkan klinis dan laboratorium: (sensitifitas 92%, spesifisitas 75%)
 Nyeri sendi
 ≥ 5 dari 9 keriteria berikut: usia > 50 tahun, kaku < 30 menit, krepitus, nyeri
tekan tepi tulang, perbesaran tulang, tidak teraba panas, Laju Endap Darah
(LED) < 40mm/jam, Rheumatic Factor (RF) < 1,40, analisis cairan sinovial ciri
khas OA
Berdasarkan klinis dan radiologi: (sensitifitas 91%, spesifisitas 86%)
 Nyeri sendi
 Osteofit
 ≥ dari 3 kriteria berikut: usia > 50 tahun, kaku < 30 menit, krepitus
Kriteria Diagnostik OA Tangan
Berdasarkan gejala klinis: (sensitifitas 92%, spesisitas 98%)
 Nyeri / kaku pada tangan
 ≥ 3 dari 4 kriteria berikut:
 Perbesaran jaringan pada ≥ 2 dari 10 sendi tangan khusus OA*
 Bengkak pada < 3 sendi metakarofalang/metacarpophalanges (MCP)
 Perbesaran jaringan pada ≥ 2 sendi interfalang distal (DIP)
 Bila perbesaran sendi DIP kurang dari 2, terdapat deformitas pada ≥ 1 dari 10
sendi tangan khusus OA *
*10 sendi tangan khusus OA: sendi ke-2 dan ke-3 DIP, sendi ke-2 dan ke-3
interfalang proksimal (PIP), sendi trapeziometakarpal
Kriteria Diagnostik OA Panggul
Berdasarkan klinis dan laboratorium: (sensitivitas 86%, spesifisitas 75%)
 Nyeri sendi panggul/koksa
 ≥ 1 dari 2 kriteria berikut:
 Rotasi internal sendi panggul ≥15°, nyeri pada rotasi internal, kaku ≤60
menit, usia > 50 tahun
 Rotasi internal <15°, LED ≤45 mm/jam, fleksi sendi ≤115° (bila tidak dapat
dilakukan LED)
Berdasarkan klinis, lab, dan radiologi: (sensitivitas 89%, spesifisitas 91%)
 Nyeri sendi panggul/koksa
 ≥ 2 dari 3 kriteria berikut:
 LED < 20 mm/jam
 Osteofit (femoral / asetabular)
 Penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial) [17,21]
Derajat Penyakit
Tingkat keparahan OA perlu dinilai setelah diagnosis OA ditegakkan. Derajat
keparahan OA dinilai dengan indeks Lequense. Indeks Lequesne dibagi dalam 3
komponen:
Keluhan Nyeri Atau Ketidaknyamanan (Pain Or Discomfort)
 Nyeri atau rasa tidak nyaman saat tidur malam hari
Tidak Ada = 0
Ada saat pergerakan / posisi tertentu = 1
Ada meski tanpa pergerakan = 2
 Durasi kaku atau nyeri pagi hari
Tidak Ada = 0
<15 menit = 1
>15 menit = 2
 Nyeri setelah berdiri 30 menit
Tidak Ada = 0
Ada = 1
 Nyeri saat berjalan
Tidak Ada = 0
Ada, hanya setelah beberapa langkah = 1
Ada, segera setelah melangkah = 2
 Nyeri atau rasa tidak nyaman pada perubahan posisi tanpa bantuan tangan
Tidak Ada = 0
Ada = 1
Jarak Tempuh Maksimal Dalam Berjalan (Maximum Distance Walked)
 Jarak tempuh maksimal dengan berjalan
Tidak terbatas = 0
> 1 km, tapi terbatas = 1
1 km, dalam 15 menit = 2
500-900 m dalam 8-15 menit = 3
300-500 m = 4
100-300 m = 5
< 100 m = 6
 Perlu alat bantu jalan
Tidak Ada = 0
Perlu 1 tongkat = 1
Perlu 2 tongkat = 2
 Kemampuan menaiki anak tangga
Mampu = 0
Mampu dengan sedikit kesulitan = 0,5
Mampu dengan kesulitan sedang = 1
Mampu dengan sangat kesulitan = 1,5
Tidak mampu sama sekali = 2
 Kemampuan menuruni anak tangga
Mampu = 0
Mampu dengan sedikit kesulitan = 0,5
Mampu dengan kesulitan sedang = 1
Mampu dengan sangat kesulitan = 1,5
Tidak mampu sama sekali = 2
 Kemampuan berjongkok atau menekuk lutut
Mampu = 0
Mampu dengan sedikit kesulitan = 0,5
Mampu dengan kesulitan sedang = 1
Mampu dengan sangat kesulitan = 1,5
Tidak mampu sama sekali = 2
 Kemampuan berjalan pada permukaan yang tidak rata
Mampu = 0
Mampu dengan sedikit kesulitan = 0,5
Mampu dengan kesulitan sedang = 1
Mampu dengan sangat kesulitan = 1,5
Tidak mampu sama sekali = 2
Derajat keparahan OA dihitung dengan menjumlahkan ketiga komponen indeks
Lequesne. Nilai minimal indeks Lequesne adalah 0 dan nilai maksimalnya 24.
Intepretasi hasil indeks Lequesne:
 Normal = 0
 OA Ringan = 1-4
 OA Sedang = 5-7
 OA Berat = 8-10
 OA Sangat berat = 11-13
 Berat sekali = ≥14 [17]
Diagnosis Banding
Diagnosis lain yang harus dipikirkan dan disingkirkan pada kasus yang
dicurigai OA adalah:
 Rheumatologi : Gout dan pseudogout, Artritis reumatik/rheumatoid
arthritits (RA), Artritits reaktif, Fibromialgia, Tendonitis, Artritis psoriatik,
Bursitis (prepatela dan trochanter), Nekrosis avascular, Spondylitis ankilosing
 Infeksi : Artritits septik, Artritits pasca-infeksi
 Ortopedi : Artropati neuropatik (sendi Charcot), Sindrom patellofemoral
[1,21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis OA
dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain adalah:
Laboratorium
 LED serum: umumnya ditemukan normal
 CRP (C-reactive protein) serum: normal
 RF: negatif
 Antibody anti-CCP (cyclic citrullinated peptide): negatif
Radiologi
 X-ray: dapat ditemukan osteofit, penyempitan ruang sendi, sklerosis
subkondral, kista tulang subkondral
 MRI: dapat ditemukan penyempitan ruang sendi, perubahan subkondral,
osteofit, efusi, kerusakan meniskus, tendon, dan otot.
 Artrosentesis (analisa cairan sinovial): pada OA ditemukan leukosit < 2000
u/L dengan dominasi mononuklear, tidak terdapat deposit kristal, tidak
ditemukan patogen [1,21]

TERAPI
Tujuan penatalaksanaan osteoarthritis (OA) adalah untuk mengendalikan nyeri,
optimalisasi fungsi sendi, mengurangi keterbatasan fisik, meningkatkan kualitas
hidup, menghambat terjadinya komplikasi dan progresifitas penyakit. Tata
laksana OA dilakukan secara bertahap dan holistik. [1,13,17,21–23]
Layanan Kesehatan Primer
Dokter umum pada fasilitas layanan kesehatan primer dapat menangani pasien
osteoarthritis (OA) dengan melakukan edukasi dan memberikan terapi
konvensional (non-farmakoterapi dan farmakoterapi dasar) untuk
menanggulangi nyeri. Tanda bahaya dan kondisi pasien yang memerlukan
rujukan ke spesialis ortopedi antara lain:
 Gejala klinis berat: inflamasi lokal berat, eritema, nyeri progresif
 Gagal terapi konvensional (non-farmakologi dan farmakologi)
 Gangguan aktivitas fisik sehari-hari
 Nyeri hingga menyebabkan gangguan tidur dan psikologis
 Deformitas genu varus atau valgus
 Subluksasi atau dislokasi sendi
 Riwayat trauma/operasi sendi yang terlibat
 Limitasi gerak sendi yang ekstensif (tidak bisa jongkok, locking)
 Kerusakan struktur (robekan meniskus, robek ligament, bursitis, efusi,
fraktur)
 Memerlukan tindakan operasi, artrosentesis, injeksi intra-artikular
 Kecurigaan artritits infeksi
 Pasien OA dengan komorbid lain (psoriasis, infeksi menular seksual, HIV,
infeksi tuberkulosis, tumor, depresi)
 Nyeri alih (referred pain) [13,17,21]
Pertimbangan Pemilihan Pengobatan
Setiap modalitas terapi yang dipilih untuk pasien osteoarthritis (OA), terutama
pasien dengan usia yang lebih tua, harus dipertimbangkan manfaat dan
risikonya. Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah:
 Respon terapi sebelumnya
 Penyakit kronis penyerta
 Kontraindikasi dan risiko efek samping obat nyeri
 Faktor psikologis pasien
 Derajat keparahan OA
 Kemampuan pasien menahan nyeri
 Kualitas hidup dan pekerjaan (dinilai dari skoring Activity of Daily
Living/ADL)
Non-farmakologi
Penanganan non-farmakologi pada osteoarthritis (OA) terdiri dari:
 Olahraga: jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang tidak
memberi beban terhadap sendi, seperti olahraga akuatik, jalan cepat, tai chi, dan
aerobik
 Penurunan berat badan: dilakukan pada pasien OA simtomatik dan pasien
dengan IMT > 25 kg/m2, dengan target IMT 18,5 – 25 kg/m2
 Diet rendah kalori
 Fisioterapi: dapat dilakukan untuk memperkuat otot dan memperluas ROM
 Penggunaan alat bantu gerak
 Elektroterapi: belum dapat dipastikan dalam beberapa pedoman terapi
internasional
 Akupuntur: tidak dianjurkan dalam beberapa pedoman terapi, tetapi dapat
dipertimbangkan pada OA lutut.
Seluruh pasien dengan OA, baik ringan hingga sangat berat, harus diberikan
intervensi non-farmakoterapi. Konsultasi ke dokter spesialis yang berkaitan juga
dapat dilakukan, misalnya spesialis gizi klinik ataupun spesialis rehab medik.

Medikamentosa
Pemberian obat-obatan pada OA berbeda-beda antara satu pedoman dengan
yang lainnya. Rekomendasi berikut membandingkan pedoman American
Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS), National Institute for Health and
Care Excellence (NICE), Osteoarthritits Research Society
International (OARSI) dan Indonesian Rheumatology Association (IRA).
Beberapa rekomendasi obat yang dapat diberikan adalah:
Analgesik topikal
Penggunaan analgesik topikal dapat diberikan sebagai terapi tambahan obat
nyeri oral, terutama pada OA lutut dan tangan. Jenis analgesik topikal yang
disarankan adalah anti inflamasi non-steroid (AINS) topikal. Kapsaisin dapat
digunakan pada pasien tanpa komorbid. Tidak dianjurkan penggunaan anti nyeri
topikal bersifat rubifasien untuk OA. (contoh: salisilat).
Paracetamol
Paracetamol dapat diberikan pada OA dengan gejala ringan sebagai
farmakoterapi lini pertama, bila tidak ada komorbid lain. Dosis yang diberikan
adalah maksimal 4 gram/hari. Terapi asetaminofen dapat dikombinasi dengan
penggunaan pain patch ataupun analgesik topikal. Rekomendasi terbaru AAOS
tahun 2014 tidak melarang penggunaan asetaminofen, namun lebih memilih
penggunaan AINS.
Anti Inflamasi Non-Steroid
Penggunaan Anti inflamasi non-steroid (AINS) dapat diberikan dengan oral
maupun topikal. Pemberian AINS oral dapat diberikan sebagai lini kedua
apabila pasien tidak membaik dengan pemberian asetaminofen. Penggunan
AINS harus memperhatikan toleransi pasien dan risiko efek samping
gastrointestinal, kardio, hepatik, dan renalis. Gunakan AINS pada dosis
terendah yang efektif dalam waktu yang sesingkat mungkin. Inhibitor pompa
proton/proton pump inhibitor (PPI) dapat diberikan sebagai terapi tambahan
AINS. Rekomendasi AAOS tahun 2014 menganjurkan penggunaan AINS oral
sebagai terapi lini pertama dan sebagai anti nyeri pilihan untuk OA.
Penghambat COX-2
Penghambat cyclooxigenase-2 (COX-2) oral memiliki potensi analgesik yang
sama dengan AINS oral, namun sangat berbeda dalam efek samping terhadap
gastrointestinal, hepatik, kardio, dan renal. Penghambat COX-2 dasar (kecuali
etoricoxib) dengan dosis terendah yang efektif dapat digunakan sebagai pilihan.
Inhibitor pompa proton/proton pump inhibitor (PPI) dapat diberikan sebagai
terapi tambahan. Penghambat COX-2 dapat digunakan sebagai terapi lini kedua
(IRA, NICE) atau terapi pilihan (AAOS, OARSI).
Opioid
Obat nyeri golongan opioid ringan dapat diberikan pada pasien dengan gejala
OA sedang hingga berat, memiliki kontraindikasi terhadap penggunaan
AINS/penghambat COX-2, dan bila pasien tidak respon terhadap acetaminofen
dan AINS/penghambat COX-2. Jenis opioid yang dapat diberikan adalah
Tramadol 100-300mg per hari dalam dosis terbagi.
Injeksi Intra-Artikular
Injeksi kortikosteroid intra-artikular dapat digunakan sebagai terapi adjuvan
untuk meredakan nyeri sedang hingga berat. Dosis yang dapat digunakan adalah
triamcinolone 10 mg pada sendi kecil atau 40-50 mg pada sendi besar.
Penggunaan injeksi asam hialuronat dan glukosamin tidak dianjurkan. Injeksi
intraartikular merupakan tindakan spesialistik yang harus dirujuk.
Asam Hialuronat, Glukosamin, dan Kondroitin
Penggunaan hialuronat, glukosamin, ataupun kondroitin tidak dianjurkan dalam
pedoman AAOS dan NICE. Penggunaannya masih inkonklusif dalam pedoman
OARSI. [13,17,22,23]

Tindakan Operatif
Tindakan operatif dipertimbangkan pada OA berat, OA ringan dan sedang yang
gagal terapi konvensional, dan pasien dengan kerusakan struktur tertentu.
Beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan:
Artroplasti
Artroplasti adalah tindakan yang dilakukan untuk mengganti sendi yang ada
dengan prostesis. Tindakan ini dilakukan apabila modalitas terapi lain tidak
efektif. Pergantian sendi total adalah pilihan terapi terbaik untuk mengatasi
nyeri dan mengembalikan fungsi sendi. Prostesis yang dapat digunakan
berbahan plastik ataupun logam dan dapat bertahan hingga 10-15 tahun apabila
tidak ada komplikasi. Contoh artroplasti adalah total knee replacement dan total
hip replacement.
Osteotomi
Osteotomi adalah tindakan membuang sebagian dari tulang untuk memperbaiki
fungsi sendi dan menghindari/menunda artroplasti. Ostetomi dilakukan pada
pasien < 60 tahun dengan sendi panggul ataupun lutut yang mengalami kelainan
bentuk.
Artroskopi
Artroskopi adalah tindakan yang lebih tidak invasif, umumnya dilakukan pada
lutut. Indikasi dilakukan artroskopi adalah kerusakan ligamen dan meniskus
pada lutut. Dalam pengobatan OA sendiri, artroskopi dinilai kurang memiliki
manfaat. [1,17,22]
Gambar: Gambaran radiologis sebelum dan sesudah artroplasti mata kaki total
primer pada wanita usia 42 tahun.
Edukasi dan promosi kesehatan osteoarthritis (OA) merupakan salah satu
komponen terpenting dalam tatalaksana. Pencegahan terhadap OA juga
sebaiknya dilakukan sejak dini, terutama pada pasien yang memiliki faktor
risiko. Edukasi pasien OA yang harus dilakukan adalah:
 Penjelasan perjalanan dan karakteristik OA yang tidak dapat sembuh
 Edukasi mengenai efek samping obat, terutama AINS dan Tramadol
 Edukasi mengenai tanda bahaya (red flags)
 Edukasi mengenai pilihan terapi
 Edukasi mengenai penggunaan alat bantu gerak
Pencegahan dilakukan dengan modifikasi gaya hidup (olahraga, penurunan
berat badan, dan diet rendah kalori). Progresifitas penyakit dan komplikasinya
dapat dihambat dengan fisioterapi dan modifikasi gaya hidup. Kontrol rutin
perlu diperlukan selama 1 tahun sekali atau sesuai dengan kesepakatan dokter
dengan pasien. Tes laboratorium untuk cek fungsi hati dan ginjal dilakukan
setiap 3-6 bulan sekali setelah pengobatan. Pasien harus segera kontrol apabila
mengalami perburukan gejala (mengalami nyeri berlebih hampir setiap hari
dalam 1 bulan) atau nyeri tidak membaik dengan obat-obatan yang diberikan

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada OA antara lain adalah:
 Penurunan kualitas hidup karena adanya hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari akibat nyeri dan peradangan
 Gastropati AINS : gastritis dan gastroesofageal reflux disease (GERD)
 Nefropati AINS
 Efusi sendi akibat artrosentesi atau injeksi intra-artikular
 Stenosis spinal [21]

PROGNOSIS
osteoarthritis (OA) dapat baik apabila penyakit dapat ditemukan pada tahap
kerusakan yang dini. Sampai saat ini belum ditemukan penatalaksanaan yang
dapat menyembuhkan osteoarthritis secara definitif, dan penyakit ini sering
menimbulkan hendaya pada aktifitas sehari-hari.
Osteoarthritis adalah penyakit yang berjalan kronis dan progresif. Sampai saat
ini belum ditemukan metode terapi yang dapat menyembuhkan OA, namun
demikian, modalitas terapi yang ada dapat mengatasi keluhan, menghambat
progresifitas penyakit, dan menjaga fungsi sendi. Komplikasi akibat obat AINS
sangat sering terjadi dan dapat memberatkan gangguan kualitas hidup.
Prognosis pasien lebih baik jika dilakukan penggantian sendi total.[21]

Anda mungkin juga menyukai