imun yang memegang peranan penting dalam melawan berbagai penyakit dan penyebab
infeksi, yakni sel CD4 yang merupakan bagian dari limfosit sel T, bagian dari leukosit.
Infeksi virus HIV akan menyebabkan melemahnya sistem imun hingga terjadi acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
Penegakan diagnosis ditentukan berdasakan informasi yang didapat dari pemeriksaan riwayat
keluhan, faktor risiko, pemeriksaan fisik secara umum, dan dipastikan dengan melakukan
pemeriksaan berupa pemeriksaan antibodi melalui pemeriksan darah. Umumnya langkah
diagnostik dilakukan melalui screening maupun layanan VCT (voluntary counseling and
testing). Pemeriksaan dapat dilakukan secara cepat melalui rapid test, metode lainnya
seperti enzyme-linked immunoabsorbent assay, atau western blot assay.
Hingga kini belum terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi
HIV, namun sudah terdapat penatalaksanaan yang diberikan seumur hidup dan bertujuan
untuk mengontrol dan mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh penderita, sehingga memberi
kesempatan bagi sistem imun terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang
normal, sehingga dengan efektif mempertahankan daya tahan tubuh.
Di Indonesia jumlah pria terinfeksi lebih banyak dari perempuan. Berdasarkan faktor risiko
infeksi HIV, penyakit ini dominan ditemukan pada kaum heteroseksual, pengguna
narkoba suntik, kemudian diikuti oleh lelaki suka lelaki (LSL).
PATOFISIOLOGI
Agen
Agen infeksi HIV disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus. Virus ini terdiri dari 2
subtipe, HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1
HIV-1 merupakan jenis virus HIV yang paling umum ditemukan hampir di seluruh belahan
dunia, memiliki progresivitas yang tinggi, lebih cepat dalam meningkatkan nilai viral-
load, dan menurunkan tingkat CD4.
HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh yang
menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,
semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port
d’entree yang terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui
perilaku berisiko yang dilakukan.
Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui
pembungkus glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-
transcriptase, memungkinkan terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-
virus. Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4
dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan replikasi virus yang direfleksikan dari
hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat virulensi yang tinggi.
CD4
Sejenis sel darah putih (Tlimfosit,Tsel,Thelper)
Jumlah normal 600-1500 sel per mikroliter
Stadium 3
Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa
tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut:
Diare kronik lebih dari 1 bulan
Demam prolong lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral, kandidiasis vagina kronik
Oral hairy leukoplakia
Infeksi bakteri parah
Tuberkulosis paru
Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.
Muncul Gejala
Sistem kekebalan tubuh telah menurun
Mulai muncul gejala meliputi Diare kronis yang tidak jelas penyebabnya, pembesaran
kelenjar limfe (kelenjar getah bening) secara tetap dan merata, tidak hanya muncul di satu
tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan. Flu terus menerus
Stadium 4
Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS
defining infections, antara lain:
Tuberkulosis ekstrapulmoner
Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
Meningitis kriptokokal
Infeksi HSV lebih dari 1 bulan
Kandidiasis pulmoner dan esofageal
Toksoplasmosis
Kriptosporidiosis
CMV
HIV wasting syndrome
Ensefalopati HIV
Sarkoma Kaposi
Limfoma
Pneumonia rekuren
Status performa 4: hanya dapat beraktivitas diatas tempat tidur lebih dari 50% waktu
keseharian.
Sistem kekebalan tubuh rusak paarah, tubuh menjadi lemah terhadap serangan penyakit
apapun
Ditandai dengan adanya bermacam-macam penyakit, meliputi Toksoplasmosis pada otak,
Kandidiasis pada saluran tenggorokan, pernafasan, paru-paru dan berbagai kanker
PENEGAKAN DIAGNOSIS
HIV (human immunodeficiency virus) ditentukan berdasarkan informasi yang didapat dari
pemeriksaan riwayat keluhan, faktor risiko, pemeriksaan fisik secara umum, dan dipastikan
dengan melakukan pemeriksaan antibodi melalui pemeriksaan darah. Umumnya, langkah
diagnosis HIV dilakukan melalui skrining maupun layanan voluntary counseling and
testing (VCT). Pemeriksaan dapat dilakukan secara cepat melalui rapid test atau melalui
metode lainnya seperti enzyme-linked immunoabsorbent assay atau western blot assay.
Konseling
Pemeriksaan HIV dapat dilakukan secara VCT (Voluntary Counseling and Testing), atau
PITC (Provider-Initiated Testing and Counseling).
PENATALAKSANAAN
untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus) adalah dengan memberikan terapi
antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem imun semakin berkurang
yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi oportunistik. Hingga kini, belum terdapat
penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV. Walau demikian,
terdapat penatalaksanaan HIV yang diberikan seumur hidup dan bertujuan untuk
mengurangi aktivitas HIV dalam tubuh penderita sehingga memberi kesempatan bagi sistem
imun, terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan kuratif
dan vaksinasi HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Terapi Antiretroviral (ARV)
Prinsip pemberian ARV menggunakan 3 jenis obat dengan dosis terapeutik. Jenis golongan
ARV yang rutin digunakan: Efavirez,Etravirine,Nevipirine,Lamivudin,Zidovudin
Kontrol CD4 tiap 3-6 bulan selama masa pengobatan, cek HIV-RNA dilakukan sejal awal
pengobatan dilanjutkan 3-4 bulan selama masa pengobatan.
PROGNOSIS
infeksi HIV (human immunodeficiency virus) ditentukan oleh diagnosis dini dan pengobatan
pemeliharaan dengan terapi antiretroviral (ARV). Hingga kini belum terdapat
penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV.
KOMPLIKASI
Komplikasi HIV berupa risiko infeksi oportunistik dan keganasan yang diakibatkan oleh
penurunan CD4. Infeksi oportunistik yang dapat terjadi di antaranya adalah:
Edukasi dan promosi kesehatan mengenai bahaya HIV (human immunodeficiency virus)
sepatutnya diberikan sejak dini, seiring dengan pemberian pendidikan seksual. Hal ini perlu
dimulai sejak masa sekolah sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menghindari
perilaku berisiko. Menurut Permenkes No. 21 Tahun 2013 yang mengatur mengenai
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan yang benar dan komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan
menghilangkan stigma serta diskriminasi.
Upaya edukasi dan promosi kesehatan ini perlu diberikan untuk seluruh lapisan masyarakat,
terutama pada populasi kunci, yakni:
Pengguna NAPZA suntik
Pekerja seks (PS) langsung maupun tidak langsung
Pelanggan/pasangan seks PS
Homoseksual, waria, Laki pelanggan/pasangan Seks dengan sesama Laki (LSL)
Warga binaan pemasyarakatan