Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PPKN

MAKALAH

PERAN NASIONALISME DAN GLOBALISME DALAM PERSPEKTIF


PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN GLOBAL

Oleh :
1. Rahmad Handoko 20180210139
2. Ratna Andriani 20180210140
3. Muhammad Galang Akbar Yulansyah Daryanto 20180210141
4. Rizky Fajar Pamungkas 20180210142
5. Muhammad Erfan Nur Fauzani 20180210143

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum W. W.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “Peran Nasionalisme dan
Globalisme dalam Perspektif Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Global”. Berbagai
sumber telah penulis ambil sebagai bahan dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis berharap
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan penulis juga menyadari bahwa dalam
karya tulis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun demi kemajuan dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum W. W.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 1

II. PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2

A. Menumbuhkan Rasa Nasionalisme untuk Menghadapi Globalisme .............................. 2

B. Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme Dikalangan Generasi Muda.. 7

III. PENUTUP....................................................................................................................... 9

KESIMPULAN ...................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam logika kebudayaan, globalisasi tidak berarti tanggalnya identitas lokal-nasional


menuju satu identitas global, melainkan lahirnya dialektika identitas global, nasional, lokal dan
individual yang disebut dengan glokalisasi. Globalisasi tidak meratakan jalan bagi
keseragaman cita rasa budaya, melainkan mendorong proses kreolisasi dan hibridisasi.
Kebudayaan lokal tidak tenggelam dalam arus budaya global, melainkan terjadi interpenetrasi
yang partikular ke dalam yang universal dan yang universal ke dalam yang partikular.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menumbuhkan rasa nasionalisme untuk menghadapi globalisme?


2. Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme dikalangan generasi
muda?

C. Tujuan

1. Dapat menjelaskan cara menumbuhkan rasa nasionalisme untuk menghadapi


globalisme.
2. Dapat menjelaskan pengaruh globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme dikalangan
generasi muda.

1
II. PEMBAHASAN

A. Menumbuhkan Rasa Nasionalisme untuk Menghadapi Globalisme

Di era serba modern, serba terbuka paham nasionalisme semakin terkikis oleh paham
globalisme. Kondisi tersebut hampir terjadi di semua negara didunia, tak terkecuali di
Indonesia. Kekuatan-kekuatan capital asing semakin merajalela, memperluas jaringannya.
Sumber daya alam Indonesia yang melimpah di eksploitasi oleh pihak asing dengan kedok
“investasi”, dimana keuntungan lebih banyak dinikmati capital asing, secara tidak langsung
kita dijajah kembali oleh kekuatan asing. Dalam kaitannya dengan nasionalisme, maka dapat
dilihat bahwa negara hanya dijadikan sebagai alat penjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan
kemakmuran dan kesejahteraan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multi nasional yang
notabene milik asing. Ada kecenderungan pergeseran peran negara kearah itu, dimana nantinya
nasionalisme warga negara sedikit demi sedikit akan memudar (nationless) dan diganti dengan
paham globalisme yang mendewakan uang dan kesenangan

Nasionalisme merupakan sebuah paham yang mana muncul tatkala kita diharuskan
untuk memilih pada diri kita akan status kebangsaan. Secara umum nasionalisme muncul
tatkala seseorang dihadapkan pada dua atau lebih pilihan yang mengharuskannya memilih hal
yang berkenaan dengan kewarganegaraan, suatu kelompok, yang secara khayal ada keterikatan.
Nasionalitas, kebangsaan dan nasionalisme adalah budaya hasil ciptaan manusia yang
diciptakan menjelang akhir abad ke-18. Nasionalisme merupakan penyaringan spontan akan
sebuah “crossing” yang rumit mengenai kekuatan historis, tetapi sekali diciptakan, mereka
kemudian menjadi “modular”, dapat ditransplantasikan ke bermacam-macam daerah sosial
untuk bergabung dan digabungkan dengan kelompok politik dan ideologis.

Tantangan bagi nasionalisme lahir seiring dengan semakin modernnya kehidupan


manusia dimana jarak bukan lagi suatu halangan, dimana media telekomunikasi telah
menyatukan semua lapisan masyarakat menjadi suatu global village. Dalam hal ini, globalisasi
telah menjadi ujung tombak dalam mengikis paham nasionalisme. Globalisasi telah
menimbulkan problem terhadap eksistensi negara dan bangsa. Menurut Kwik Kian Gie,
Hakikat Globalisasi ialah mekanisme pasar yang diberlakukan untuk seluruh dunia tanpa
mengenal batas- batas negara. Mekanisme pasar sendiri secara ekonomi berarti tergantung

2
3

permintaan pasar yang pada ujungnya berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, yang
akhirnya akan memecah belah manusia kedalam persaingan yang tidak sehat.

Di sisi lain, bagi sebagian orang globalisasi dipandang sebagai bagian dan proses
integrasi manusia, namun bagi yang lainnya globalisasi justru dirasakan sebagai ancaman
disintegrasi da marginalisasi kemanusiaan secara total dan semesta. Robertson mendefinisikan
globalisasi sebagai “The compression of the world into a single space and the intensification
of the world consciousness of the world as a whole”. Ada yang memandang globalisasi sebagai
proses perubahan yang bergerak cepat, saling kait mengkait dan mencakup semuanya sebagai
faktor utamanya. Ada yang memandang globalisasi sebagai kebangkitan baru kesadaran
kemanusian universal.

Globalisasi merupakan proses transformasi berbagai dimensi kehidupan sosial manusia


yang mengarah kepada suatu pusat budaya kosmopolitan. Arus globalisasi mendesakkan
uniformitas secara universal. Secara perlahan, namun pasti, proses universal ini akan mengikis
batas-batas identitas negara dan individu secara hampir bersamaan melalui liberalisasi ekonomi
dan demokratisasi di tingkat global maupun nasional. Diamond dan Mc Donald mencoba
memetakan hal tersebut dengan mengatakan bahwa dewasa ini penduduk dunia tengah berada
di antara dua paradigma. Dunia kini menyaksikan dua gerakan yang secara simultan terjadi
pada tatanan internasional. Gerakan pertama adalah gerakan yang mengarah kepada unity
(keseragaman) dimana batasan negara menjadi semakin kabur dan dunia seolah-olah
diproyeksikan menjadi “global village”. Disisi lain juga terjadi gerakan kedua yang justru
mengarah pada diversity (keberagaman). Jadi sementara pada satu sisi kerjasama dan
kolaborasi menjadi perhatian utama para aktor dalam sistem internasional, disisi lain,
mencuatnya identitas-identitas lokal yang terwujud dalam berbagai gerakan dan tuntutan
menjadi potensi konflik baru yang mengancam stabilitas internasional, yaitu kolektifisme
versus individualisme.

Globalisme telah menimbulkan perdebatan mengenai otoritas dari negara bangsa


(nation-state) sementara pada saat yan bersamaan gerakan separatis, konflik antar etnis dan
agama juga mencuat kembali. Negara dihadapkan pada masalah loyalitas warganya, antara
individu yang berorientasi ke arah keterikatan global dan pihak yang bergerak ke arah
penguatan subnasional. Hal tersebut terutama tampak di Indonesia pasca runtuhnya rezim orde
baru. Akibat globalisasi konflik antar etnis dan antar agama, gerakan separatis dan keinginan
4

untuk memerdekakan diri mulai meningkat. Gejala ini diakibatkan oleh karena kurangnya
integrasi di negara kita.

Keinginan-keinginan untuk melepaskan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia


merupakan wacana yang patut kita cermati. Adanya gerakan aceh merdeka, papua merdeka
merupakan salah satu contoh semakin hilangnya semangat kebangsaan ditelan oleh
eksklusifitas etnis, keinginan untuk merasa lebih baik jika hanya mengelola diri sendiri, dan
sebagainya. Kebobrokan tersebut merupakan buah dari pemerintahan yang tidak benar dan
buah dari adanya globalisasi yang mampu menyebar luaskan informas kesegena penjur tanah
air. Orang akan dengan mudah mendapatkan informasi tentang segala sesuatu. Untuk
mengetahui kejadian di Jakarta, orang Irian tidak perlu ke Jakarta. Orang ingin berbicara
dengan teman yang berbeda wilayah cukup dengan mengunakan telepon atau sms.
Kemudahan-kemudahan tersebut merupakan hasil karya globalisasi yang menyebabkan
ketergantungan. Semua penyakit tersebut memang disebabkan karena beberapa hal, tetapi
secara kultur kita sudah diaduk-aduk pihak asing selama bertahun-tahun dan kita terlena oleh
suara-suara demokrasi dan hak asasi manusia yang terus mereka gembor- gemborkan, padahal
banyak yang belum memahami demokrasi di negara kita.

Memudarnya semangat nasionalisme sedikit demi sedikit akan menyebabkan


merosotnya peran negara. Kecenderungan munculnya kelompok-kelompok etnis merupakan
salah satu bentuk memudarnya nasionalisme. Ditengah maraknya globalisme dengan segala
atributnya, berupa modernisasi, keterbukaan, kemudahan dan kemajuan teknologi, merupakan
sebuah tantangan bagi eksistensi nasionalisme. Peran kapital asing semakin besar dan
ketergantungan negara terhadap pihak asing semakin menyudutkan peran negara di mata warga
negara. Era teknologi komunikasi dengan mewabahnya internet (world wide web) semakin
melegitimasi bahwa dunia semakin sempit dan ada kecenderungan kearah dunia sebagai sebuah
kesatuan, sebuah kerumunan, masyarakat layaknya negara (world as a global village). Orang
bebas berinteraksi satu sama lain tanpa ada sekat. Tanpa dorongan yang kuat dari dalam dan
kesadaran warga negara akan pentingnya nasionalisme maka lambat laun orang akan semakin
individualistis tanpa ada keinginan untuk menjalin keterikatan satu sama lain. Akhirnya di
tengah semakin majunya peradaban denganNteknologi ilmu pengetahuan yang semakin maju,
paham nasionalisme diuji apakah akan tetap eksis atau bahkan hilang di telan arus globalisasi
atau etnisitas. Nasionalisme barada di posisi yang terjepit antara derasnya arus globalisasi dan
kuatnya semangat etnisitas.
5

Sebagaimana telah kita lihat, di Indonesia sendiri nasionalisme bukan merupakan


sesuatu yang sudah sejak dulu ada. Ia baru lahir dan mulai tumbuh pada awal abad ke-20,
seiring dengan lahir dan tumbuhnya berbagai bentuk organisasi pergerakan nasional yang
menuntut kemerdekaan dan sistem pemerintahan negara bangsa yang demokratis. Tampak pula
bahwa nasionalisme di Indonesia merupakan sesuatu yang hidup, yang bergerak terus secara
dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat, bahkan sampai sekarang. Makna
nasionalisme sendiri tidak statis, tetapi dinamis mengikuti bergulirnya masyarakat dalam
waktu. Nation berasal dari bahasa Latin natio, yang dikembangkan dari kata nascor (saya
dilahirkan), maka pada awalnya nation (bangsa) dimaknai sebagai “Sekelompok orang yang
dilahirkan di suatu daerah yang sama”. Kata ‘nasionalisme’ menurut Abbe Barruel untuk
pertama kali dipakai di Jerman pada abad ke-15, yang diperuntukan bagi para mahasiswa yang
datang dari daerah yang sama atau berbahasa sama, sehingga mereka itu (di kampus yang baru
dan daerah baru) tetap menunjukkan cinta mereka terhadap bangsa/suku asal mereka.
Nasionalisme pada mulanya terkait dengan rasa cinta sekelompok orang pada bangsa, bahasa
dan daerah asal usul semula. Rasa cinta seperti itu dewasa ini disebut semangat patriotisme.
Jadi pada mulanya nasionalisme dan patriotisme itu sama maknanya. Boyd Shafer (1955)
mengatakan bahwa nasionalisme itu multi makna, hal tersebut tergantung pada kondisi objektif
dan subjektif dari setiap bangsa. Oleh sebab itu nasionalisme dapat bermakna sebagai berikut:

1. Nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa atau budaya yang sama, maka
dalam hal ini nasionalisme sama dengan patriotisme.
2. Nasionalisme adalah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan
prestise bangsa.
3. Nasionalisme adalah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang
kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk
bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
5. Nasionalisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa bangsanya sendiri harus
dominan atau tertinggi di antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak agresif.

Kaitan antara nasionalisme dengan bangsa dan negara amat jelas. Salah satu tujuan
perjuangan kaum nasionalis yang terutama adalah pembentukan negara bangsa (nation state).
Hertz (1996) berpendapat bahwa nasionalisme merupakan ideologi negara dan satu bentuk
6

tingkah laku dari suatu bangsa. Nasionalisme sebagai ideologi dibentuk berdasarkan gagasan
bangsa dan membuatnya untuk memberi fondasi kokoh bagi negara. Sebagai ideologi,
nasionalisme dapat memainkan tiga fungsi, yaitu mengikat semua kelas warga bangsa,
menyatukan mentalitas warga bangsa, dan membangun atau memperkokoh pengaruh warga
bangsa terhadap kebijakan yang diambil oleh negara. Nasionalisme merupakan salah satu alat
perekat kohesi sosial untuk mempertahakan eksistensi negara dan bangsa. Semua negara dan
bangsa membutuhkan nasionalisme sebagai faktor integratif. Kebangsaan atau bangsa dan
negara mempunyai keterkaitan yang amat erat, antara keduanya saling melengkapi. Jika
kebangsaan lebih bersifat subjektif, maka negara lebih bersifat objektif; kebangsaan bersifat
psikologis sedangkan negara politis; kebangsaan merupakan suatu keadaan berpikir, sedangkan
negara adalah keadaan menurut hukum; kebangsaan adalah milik yang bermakna spiritual,
sedangkan negara adalah kewajiban yang dapat dipaksakan; dan jika kebangsaan adalah cara
untuk merasakan, berpikir dan hidup, maka negara adalah keadaan yang tidak dapat dipisahkan
dari cara hidup yang berperadaban. Dengan kata lain bangsa atau kebangsaan dan negara
seperti satu mata uang dengan dua sisi yang berbeda tetapi tak terpisahkan. Antara negara dan
bangsa bertemu dalam satu wadah yang disebut negara bangsa. Ciri menonjol dari negara
bangsa mencakup yaitu adanya bahasa bersama, asal usul yang sama, sejarah yang sama, ciri
nasional yang jelas dan ideologi yang sama dan cita-cita yang sama. Maka idealnya setiap
bangsa mempunyai negaranya sendiri.

Sebagai generasi penerus bangsa, tentunya merasa cemas melihat sebuah realita
penurunan budi pekerti sebagai bagian dari karakter bangsa di kalangan warga negara bangsa
di tengah arus gobalisasi tentunya diimbangi rasa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan kemajuan teknologi ibarat dunia tanpa batas. Proyek besar bangsa saat
ini harusnya mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang lebih baik, yang tentu hal tersbut
dimulai dari proses pendidikan serta ide-ide solutif dari berbagai pihak, keran kita bisa dapat
melihat bahwa saat ini mengalami penurunan konsep moral dan mentalitas akan suatu ideologi
asli bangsa Indonesia. Dengan demikian pendidikan karakter tepat untuk mengembalikan nilai-
nilai kepribadian setiap warga negara, tetapi hal itu harus diapresiasi oleh semua pihak,
walaupun hasilnya akan tercapai setelah satu generasi bangsa Indonesia.

Inilah dampak dari globaisasi, memang disisi lain kita telah mengalami perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi selain itu kita dapat berkreasi menciptakan inovasi-inovasi
baru sesuai perkembangan IPTEK dan globalisasi. Namun tidaklah kita ingat dari dampak
7

negatif yaitu, semakin merosotnya nilai-nilai sosial akibat kecil dari semakin majunya
teknologi yang ada saat ini. Oleh karena itu perlu sekali kiranya menghidupkan program
pendidikan karakter yang nantinya akan meluruskan kembali jalan para generasi muda sesuai
dengan cita-cita bangsa.

B. Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme Dikalangan Generasi Muda

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama dikalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah
membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia.Hal ini
ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda
sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis
yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut mereka
dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara
menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan
mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa. Teknologi internet
merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa
saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika
digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak,
kita akan mendapat kerugian. Sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan
tidak semestinya.Misal untuk membuka situs-situs porno.Bukan hanya internet saja, ada lagi
pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadapmasyarakat menjadi tidak ada
karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone. Dilihat dari sikap,
banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak
ada rasa peduli terhadap lingkungan.Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan
sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda
yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan
masyarakat. Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut?
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.
Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap
budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah
8

penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa
nasionalisme? Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak
daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi
pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
III. PENUTUP

KESIMPULAN

Munculnya globalisasi tidak dipungkiri memberikan dampak positif bagi kemajuan


bangsa. Kemajuan di berbagai bidang kehidupan seperti di bidang komunikasi dan informasi,
transportasi, ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, maupun di bidang-
bidang lainnya merupakan sebuah bukti bahwa perilaku sebagian besar masyarakat yang
cenderung menyukai budaya barat dibandingkan budaya bangsa sendiri. Perubahan perilaku
inilah yang kemudian melahirkan sikap dan budaya weternisasi (kebarat-baratan). Adanya
dampak negatif seperti munculnya weternisasi ini bukan berarti halangan bagi bangsa
Indonesia untuk tetap berkompetisi di era globalisasi. Dampak ini harus dijadikan tantangan,
karena arus globalisasi yang semakin cepat dan sulit dikendalikan.

Munculnya berbagai dampak negatif globalisasi adalah sebuah tantangan bagi bangsa
Indonesia. Tantangan yang dimaksud adalah terkait dengan bagaimana bangsa Indonesia
mampu mengurangi pengaruh negatif dari globalisasi tersebut. Sala satu cara yang bisa
ditempuh untuk mengurangi pengaruh negatif globalisasi adalah melalui penguatan nilai-nilai
kebangsaan. Penguatan nilai-nilai kebangsaan perlu digelorakan kepada masyarakat khususnya
generasi muda sebagai upaya menangkal kemungkinan munculnya pengaruh negatif
globalisasi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hendrastomo, G. (2017). Nasionalisme vs Globalisasi 'Hilangnya' Semangat Kebangsaan


dalam Peradaban Modern. Dimensia, 1(1), 1-11.
Totok, T. (2017). Kontribusi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Upaya Penguatan Nilai-
Nilai Kebangsaan di Era Globalisasi. Penguatan Spirit Kebangsaan di Tengah Tarikan
Primordialisme dan Globalisme, 9-14.
Tuhuteru, L. (2017). Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Peningkatan Pembentukan
Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi. Prosiding Konferensi Nasional
Kewarganegaraan III, 302-305.

10

Anda mungkin juga menyukai