Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II

“IDIEOLOGI MUHAMMADIYAH”

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Kemuhammadiyahan II

Dosen Pembimbing :Dr. Ahmad Qanit, AD,MA

Disusun oleh :

SRI HARTI PEBRIANI

C1914201160

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN REGULER KHUSUS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah
KEMUHAMMADIYAHAN II ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam
dimohonkan ke hadirat Allah SWT yang telah membimbing umat manusia dari
berbagai permasalahan menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kemuhammadiyahan II , dengan


tujuan meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi para mahasiswa atau
mahasiswi. Makalah ini berusaha disusun selengkap-lengkapnya. Akan tetapi,
saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan dan
kekurangan pengetahuan serta minimnya pengalaman yang dimiliki. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan demi pembuatan makalah
berikutnya.

Berpegang pada prinsip tidak ada gading yang tak retak dan tidak ada
istilah final dalam ilmu, maka saya menyadari bahwa makalah ini bukan karya
yang final. Oleh karena itu dengan senang hati, kritik dan saran serta pandangan
dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya saya sebagai pembuat makalah ini berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Aamiin.

Tasikmalaya, 10 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhammadiyah Sebagai Ideologi Gerakan Islam ............. 3
B. Aqidah .................................................................................................. 6
C. Ibadah .................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 20
B. Saran ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap organisasi tidak dapat dipisahkan dari pendirinya. Demikian
pula Muhammadiyah, ia tidak dapat dipisahkan dari K.H Ahmad Dahlan
dalam mengambil keputusan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah
pada tahun 1912, itu dengan maksud agar gagasan dan pokok-pokok
pikiran beliau dapat diwujudkan melalui persyarikatan yang beliau dirikan
itu. Beliau menyadari bahwa gagasan dan pokok pikiran-pikiran itu tidak
mungkin di wujudkan pleh seorang secara sendiri-sendiri termasuk oleh
beliau sendiri,tetapi harus oleh sekelompok orang secara bersama-sama
dan bekerja sama. Secara garis besar, pokok-pokok pikiran formal itu
dapat di kelompokan menjadi dua jenis pokok pikiran, yaitu pokok pikiran
yang bersifat ideologis dan pokok pikiran yang bersifat strategis. Pokok-
pokok pikiran yang dapat dikategorikan sebagai pokok pikiran yang
bersifat ideologis.
Dalam masalah akidah umat islam itu satu atau sama dan dalam
masalah fikih umat islam terbagi dalam beberapa Mazhab, seperti Mazhab
Syafi’i, Mazhab Maliki, Mazhab Hanafi dan Mazhab Ahmad bin Hanbal.
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa terjadi perbedaan pandangan dalam
berbagai persoalan keagamaan, bahkan kristalisasi perbedaan itu
melahirkan mazhab-mazhab, terutama dalam soal teologi dan hukum
(Fikih), padahal semuanya bersumber dari (hanya) satu syariah. Syariah
sebagai jalan utama yang mutlak diikuti dalam memahami dan
melaksanakan ajaran islam, maka seharusnya paham dan praktik islam
juga tidak bermacam-macam, karena sumbernya hanyalah satu yakni
syariah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari ideologi Muhammadiyah itu sendiri ?
2. Apa saja konsep dan isi ideologi Muhammadiyah ?
3. Apa saja pendapat Muhammadiyah ?
4. Apa saja PandanganMuhammadiyah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Ideologi Muhammadiyah
2. Untuk mengetahui Aqidah menurut Muhamadiyah
3. Untuk mengetahui Ibadah menurut Muhammadiyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhammadiyah Sebagai Ideologi Gerakan Islam


Secara etiomologis ideologi yang dibentuk dari kata idea, berarti
pemikiran, konsep atau gagasan, dan logoi, logos artinya pengetahuan.
Dengan demikian ideologi berari ilmu pengetahuan tentang ide-ide, tentang
keyakinan atau gagasan. Orang yang pertama kali menggunakan istilah
ideologi adalah Antoine Destult, seorang filosuf Prancis, sebagai : “science of
ideas, dimana di dalamnya ideologi dijabarkan sebagai sejumlah program
yang diharapkan membawa perubahan institusioanl dalam suatu masyarakat”.
Dalam aplikasinya ada beberapa tokoh yang memandang ideologi secara
negative. Namun sesungguhnya istilah ideologi itu bersifat netral, tidak
memihak kemanapun.
Dilihat dari fungsinya yang diperankannya sebenarnya ideologi tidak
lebih dari satu instrumental, adalah alat penjelas yang ketat, yang dibutuhkan
guna mengarahkan pikiran dan tindakan secara efisien bagi para
pendukungnya. Dalam muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai
sistem paham atau keyakinan dan teori perjuangan untuk
mengimplementasikan ajaran islam dalamkehidupan umat melalui gerakan
sosial-keagamaan, karena rujukan dasarnya adalah islam, maka ideologi
muhammadiyah tidak akan bersifat dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta,
sehingga tetap memiliki watak terbuka.
Muhammadiyah ukanlah ideologi sebagaimana ideologi dalam
pengertian sistem paham yang radikal, kaku dan bercorak gerakan politik.
Muhammadiyah kendatibukan ideologi, tetapi dalam perkembangannya
sedikit atau banayak mengalami persentuhan dengan konsep-konsep dan
kepentingan ideologis. Dalam muhammadiyah banyak diperbincangkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan “ Ideologi Islam”, seperti konsep
Islam sebagai dasar Negara, masyarakat Islam, asas Islam dan Konsep-konsep
politik Islam.

3
Dalam pemikiran ideologis, M. Djindar Tamimi, mencatat bahwa : “
Pada Muktamar ke 37 1968 di Yigyakarta telah diterima ide untuk
mengadakan tajdid dalam muhammadiyah bidang ideologi (keyakinan dan
cita-cita hidup), khittah perjuangan, gerak dan amal serta organisasi, dengan
rumusan-rumusannya lebih dikonkritkan dan disitematisir dalam Tanwir
sesudah itu, seperti rumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah dan Khittah Muhammadiyah”.
Pada waktu itu (1968) memang istilah ideologi mulai dihindari,
sehingga Muhammadiyah memakai istilah “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup”
untuk konsep ideologi. Hal ini untuk menghindari kesamaan dengan Ideologi
Negara, Pancasila. Semua itu menunjukan bahwa Muhammadiyah tidak
menjadi sistem ideologi, tetapi tidak tetutup dari pengaruh pemikiran
ideologis dan sampai batas tertentu mengadopsi elemen-elemen ideologi
gerakan islam.
Ideologi gerakan Muhammadiyah dapat dipahami dalam beberapa
dimensi dan esensi pemikiran serta aksi gerakan sebagai berikut :
1. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori
perjuangan yang dilandasi, dijiwai dan dibingkai serta dimaksudkan
untuk mengamalkan islam dalam seluruh kehidupan umat manusia.
2. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah Manhaj (sistem , metode)
dakwah islam untuk mengajak manusia beriman kepada Allah serta
amar ma’ruf nahi munkar.
3. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah sistem dan teoru perjuangan
islam untuj tajdid (pembaharuan) sehingga selalu terbuka pada kritik
dan memiliki agenda perubahan kearah kemajuan.
4. Ideologi gerakan Muhammadiyah memiliki kerangka pemikiran
dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, matan
keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah, Khittah
Muhammadiyah, Pedoman Hidup islami warga Muhammadiyah, dan
pemikiran-pemikiran formal lainnya dalam sistem keyakinan dan
kehidupan islami dan muhammadiyah.

4
5. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan teori dan strategi
perjuangan islam yang menyeluruh dan mencakup aspek kehidupan
untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
6. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan tali pengikat gerakan
yang diwujudkan dalam sistem organisasi, jama’ah, kepemimpinan,
dan gerakan amal usaha untuk menjadikan islam sebagai rahmatan
lil-‘alamin di muka bumi ini.
Dalam Muqaddimah AD Muhammadiyah dinyatakan, bahwa dalam
perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat
islam yang sebenar-benarnya dimana kesejahteraan, kebaikan dan
kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan
amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam muqaddimah
anggaran dasar yaitu :
1. Hidup manusia harus berdasrkan tauhid, ibadah dan taat kepada
Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat
3. Mematuhi ajaran agama islam dengan keyakinan bahwa ajaean islam
itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk
kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakan dan menjungjung tinggi agama islam dalam masyarakat
adalah kwajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada
kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
6. Melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan organisasi.
Ideologi-ideologi yang berbasis agama memilki akar pada teologi dari
agama-agama yang bersangkutan. Di lingkungan umat islam di kenal ideologi
islam, yang memiliki ketertarikan dengan karakter islam sebagai agama.
Ideologi islam berbeda dengan Marxixme, Sosialisme dan Kapitalisme,
maupun ideologi lainnya yang tidak memiliki basis teologis. Pandangan
tentang kebebasan, persaudaraan, kesamaan, kemanusiaan dan relasi-relasi

5
social dalam ideologi islam memliki basis pada pandangan filosofis tentang
teologi islam, sehingga memiliki pijakan yang kokoh.
Ideologi sebagaimana agama menurut shariati memang memiliki
pernikahan, yang berbeda dari ilmu pengethauan dan filsafat. Ideologi dan
agama bahkan memiliki fungsi kritik terhadap status –que. Para Nabi menurut
Shariati membangun ideologi, sehingga yang dibutuhkan dalam
emeprjuangkan dan mencapai cita-cita yang diidamkan berdasarkan
keyakinan keagamaan.

B. Aqidah
Muhammadiyah adalah gerakan islam dan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, beraqidah islam dan bersumber pada al-quran dan sunnah, bercita-
cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang di
ridhai Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi sebgai hamba dan
khalifah Allah di muka bumi. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa islam
adalah agama Allah yang di wahyukan kepada Rasulnya, sejak Nabi Adam,
Nuh, Musa, Isa dan seterusnya samapai kepada Nabi penutup Muhammad
SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang
masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spiritual, du iawi dan
ukhrawi. Muhammadiyah dalam mengamalkan islam berdasarkan Al Quran
(kitab Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam).
1. Dalam Bidang Aqidah
Aqidah islam menurut Muhammadiyah dirumuskan sebagai
konsekuensi logis dari gerkannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan
dengan merujuk langsung kepada sumber utama ajaran islam itu
disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan
pemikiran teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara
umum dapat dijelaskan sebgai berikut : nash sebagai dasar rujukan.
Semangat kembali kepada al-quran dan sunnah sebenarnya sudah
menjadi tema umum pada setiap gerakan pembaharuan. Karena

6
diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua
sumber utama itulah ajaran islam dapat hidup dan berkembang secara
dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebgai tema sentral
gerakannya, lebih-lebih dalam maslaah ‘aqidah, seperti dinyatakan :
“inilah pokok-pokok aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam al-
quran dan dikuatkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang
mutawatir’’.berdasarkan pernyataan diatas, jelaslah bahwa sumber
aqidah Muhammadiyah adalah al quran dan sunnah yang dikuatkan
dengan berita-berita yang mutawwatir’’. Kerentuan ini juga dijelaskan
lagi dalam pokok-pokok manhaj tajrih sebagai berikut : (5) di dalam
masalah aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir, (6)
dalil-dalil umum al quran dapat ditakhsis dengan hadist ahad, keculai
dalam bidang aqidah (16) dalam memahami nash, makna zhahir
didahulukan daripada ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil sahabat
dalam hal itu tidak harus diterima.
Ketentuan-ketentuan di atas jelas menggambarkab bahwa secara
tegas aqidah muhammadiyah bersumber dari al quran dan sunnah
tanpa interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-aliran
teologi pada umumnya. Sebagai konsekuensi dari penolakannya
terhadap pemikiran filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat
yang berkonotasi mengundang perdebatan teologis dalam
pemaknaanya, muhammadiyah bersikap tawaqquf seperti halnya
kaum salaf.
a. Keterbatasan peranan akal dalam soal aqidah muhammadiyah
termasuk kelompok yang memandang kenisbian akal dalam
masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi akal sebagai berikut “
Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak
tercapai pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal
manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah
dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada padanya.

7
b. Kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia.
Pertama, segala perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan
manusia hanya dapat berikhtiar.
c. Jika ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan
hasil usaha sendiri. Sedangkan bila ditinjau dari sis tuhan,
perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
d. Percaya kepada qadha dan qadar. Dalam muhammadiyah qadha
dan qadhar diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang
terakhir dari formulasi rukun imannya, dengan mnegikuti
formulasi yang diberikan oleh hadist mengenai pengertian Islam,
Iman, dan Ihsan.
e. Menetapkan sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek
aqidah lainnya, pandangan muhammadiyah mengenai sifat sifat
Allah tidak dijelaskan secara mendetail. Keterampilan yang
mendekati kebenran muhammadiyah tetap cenderung kepada
aqidah salaf.
2. Bidang Hukum
Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu sikap
mengikuti pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi
logis, dan sikap keberagaman menumal yang dibenarkan oleh
Muhammadiyah adalah ittiba’, yaitu mengikuti pemikiran ulama
dengan mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya dengan
pertimbangan logika. Di samping itu, Muhammadiyah
mengembangkan ijtihad sebagai karakteristik utama organisasi ini.
Adapun pokok-pokok utama oikiran muhammadiyah dalam bidang
hukum yang dikembangkan oleh majlis tarjih antara lain :
1) Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang
terdapat di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang tidak
menyangkut bidang ta’abbdi dan memang merupakan hal yang
diajarkan dalam ememnuhi kebutuhan hidup manusia.

8
2) Tidak mengingatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat
madzhab dapat menjadi b ahan pertimbangan dalam menetapkan
hukum.
3) Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa
hanya majlis tarjih yang paling benar. Koreksi dari siapa pun akan
diterima sepanjang diberikan dalil-dalil yang lebih kuat.
Dengan demikian, majlis tarjih dimungkinkan mengubah
keputusan yang pernah di tetapkan. Ibadah ada dua macam, yaitu
ibadah khusus yaitu, apa yang telah di tetapkan oleh Allah akan
perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu, dan
ibadah umum, yaitu segala perbuatan yang dibolehkan oleh Allah
dalam rangka mendekatkan diri Kepada-Nya. Dalam bidang ibadah
yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari alquran dan sunnah,
pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar
belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat
nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki
kelenturan dalam menghadapi perubahan.
3. Bidang Akhlak
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan
seseorang, maka muhammadiyah sebagai gerakan islam juga dengan
tegas menempatkan akhlaq sebagai salah satu sendi dasar sikap
keberagamannya. Dalam matan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegak nya
nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada jaran-ajaran al
quaran dan sunnah rasul, tidak bersendi pada nilai-nilai ciptaan
manusia. “akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai
dan prilaku baik dan buruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul
walidaini, syaja’ah dan sebagainya ( Al Akhlaqul Mahmudah) dan

9
sombongm takabur, dengki, riya, ‘uququl walidain dan sebagainya (
Al akhlaqul Madzmuham).”
Mengenai muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu
garis perjuangannya, hal ini selain secara tegas dinyatakan dalam
nash, juga tidak dipisahkan dari akr historis yang melatarbelakangi
kelahirannya. Kebodohan, perpecahan diantara sesama orang islam,
melemahnya jiwa santun terhadap dhua’afa’, penghormatan yang
berlebih-lebihan terhadap orang yang dianggap suci dan lain-lain
adalah bentuk realisasi tidak tegaknya ajaran akhlaqul karimah. Untuk
menghidupkan akhlaq yang islami, maka muhammadiyah berusaha
memperbaiki dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan
umat islam, yaitu dengan menyampaikan ajaran yang benar-benar
berdasar pada ajaran ajaran al quarn dan sunnah maqbullah,
membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan
ketundukan hanya semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut di
tempuh melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh dan inferoritas
berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesama
muslim yang disemangati oleh Surat Al imran ayat 103. Adapun sifat-
sifat akhlak islam dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Akhlak Rabbani : Sumber akhlaq islam itu wahyu Allah yang
termaktub dalam al quran dan As-sunnah, bertujuan mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq islam lah moral yang tidak
bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki
nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu
menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia. (Q.S. Al An’am
/ 6 : 153).
2) Akhlak manusiawi. Akhlaq dalam islam sejalan dan memenuhi
fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan
terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam islam. Akhlaq
islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai
makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.

10
3) Akhlak universal, sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang
berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al An’am : 151-
152)
4) Akhlak keseimbangan, akhlak islam dapat memenuhi kebutuhan
sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan
kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara seimbang,
begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap
masyarakat, seimbnag pula. (H.R. Bukhori)
5) Akhlak realistik, akhlak islam memperhatikan kenyataan hidup
manusia walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang
memiliki kelebihan di banding dengan makhluk lain, namun
manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat mungkin
melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah
memberikan kesempatan untuk bertaubat. (Q.S. Al Baqarah / 27 :
173)
4. Bidang Mu’amalah Dunyawiyah Mua’amalah
Aspek kemasyarakatan yang mengatur pergaulan hidup manusia di
atas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian,
ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain sebagainya. Di dalam
prinsip majlis tarjih poin 14 disebutkan “dalam hal-hal termasuk Al
umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi,
menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya
kemaslahatan umat.”adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah
yang terpenting antara lain :
a. Menganut prinsip hibah
b. Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang di paksa
c. Harus saling menguntungkan.
d. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.

11
C. Ibadah
Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang
didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan nya.
Dalam hal ibadah itu ada dua macam yaitu :
1. Ibadah Khusus (mahdhah)
Ibadah mahdhah ialah segala macam ibadah yang telah dinyatakan
secara khusus, mengenai tata caranya atau kaifiyatnya, waktunya, dan
ukurannya termasuk rinciannya.
2. Ibadah yang bersifat umum (ghairu mahdhah), yakni ibadah yang
bersifat umum yang di izinkan oleh Allah, yang tidak ada aturan
tertentu, waktu yang mengingat dan ukuran atau rincian lebih lanjut.
(M. Dailamy SP. Ibadah Dalam Islam.2010.h.5-6).
a. Pandangan muhammadiyah dalam hal Ibadah Muhammadiyah
dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
1) Al-Quran : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW.
2) Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-
Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang
dituntunkan oleh Rasulullah SAW,tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia.
b. Penyebab Timbulnya Perbedaan Pendapat dalam Ibadah
Pada zaman Nabi Muhammad SAW atau zaman turunnya
wahyu ,perbedaan pendapat boleh dikatakan sangat kecil
peluangnya. Hal ini karena apabila ada perbedaan pendapat dapat
langsung bertanya kepada Rasulullah. Hanya sahabat-sahabat yang
tinggal di luar Madinahlah yang mencoba menggunakan ijtihad.
Ijtihad bukanlah suatu intervensi terhadap hukum Allah, karena ia
tidak lebih sekadar pemahaman langsung terhadap teks-teks
syariah, atau paling jauh merupakan upaya konstruksi

12
hukumberdasarkan teks yang dikajinya. Penggunaan nalar lebih
tepat untuk sekadar menemukan makna yang sudah ada dalam
kandungan syariah itu sendiri. Nalar hanya berfungsi menyingkap
hukum yang sudah ada dalam teks ayat atau hadits, bukan
bertindak sebagaipencipta hukum sendiri.
Meskipun demikian, penggunaan nalar (ijtihad) merupakan
awal dari munculnya perbedaan pendapat dalam memahami
syariat. Jadi walaupun syariat hanyalah satu, tetapi pemahaman
ulama melahirkan perbedaan pendapat dalam soal hukum dan
teologi. Tampaknya, hukum sebagai kandungan dari syariah, tidak
otomatis identik dengan syariah. Perbedaannya ialah bahwa syariah
itu tida beragam, karena berasal dari Allah dan Rasul-Nya sebagai
pencipta syariat sedang hukum yang tidak lain dari kandungan
syariah itu sendiri diperoleh sebagai hasil penggalian dan
pemikiran dari para mujtahid. Dengan kata lain, jika syariah
hanyalah berasal dari Allah dan Rasul-Nya semata, maka lain
dengan hukum yang salah satu sumbernya ialah ijtihad di samping
Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam menggunakan nalarnya, para
ulama menghadapi dua kemungkinan, yakni mereka langsung
mengetahui hukum dari dalilnya yang tegas, atau mereka dapat
mengetahui hukum setelah menggunakan nalar sesuai dengan
konteks persoalannya, yang disebut fikih kontekstual. Hal terakhir
ini jika objek hukum yang dimaksudkan tidak disebut secara tegas
dalam nash-nash syariah. Baik pemahaman tekstual maupun
pemahaman kontekstual , dua-duanya merupakan ijtihad, yang
memberi peluang adanya perbedaan pendapat.
Jika syariah dalam arti nash-nash (referensi) yang
mengandung hukum adalah berasal dari Allah, sedangkan fikih
merupakan hasil upaya dari manusia, maka konsekuensinya ialah
syariah berlaku secara mutlak dan universal untuk segala zaman
dan tempat, sedang fikih hanyalah bersifat relatif, sesuai pikiran

13
ulama serta kondisi zaman dan lingkungannya masing-masing.
Selain perbedaan pikiran, masih ada faktor-faktor lain yang
membawa ke perbedaan pandangan ulama.
Untuk jelasnya, faktor-faktor penyebab perbedaan
pandangan ulama dapat dilihat sebagai berikut :
1. Berbeda dalam memahami dan atau mengartikan teks
atau nash sumber dasarnya.Contohnya dalam hal arti
kata menyentuh lawan jensi sebagai salah satu hal yang
membatalkan wudhu; sebagian memahami dengan arti
persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan,
sedang lainnya memahami dengan arti bersetubuh.
2. Perbedaan penilaian terhadap hadis yang dijadikan
dasar pengamalan.
Hadis tentang mengqadhakan hutang puasa bagi ahli
waris atau walinya.Dari Aisyah r.a. bahwasanya
Rasulullah SAW pernah bersabda, “ Barang siapa
meninggaldunia dan dia masih mempunyai tanggungan
puasa, maka hendaklah walinya mempuasanya (
menyaur utangnya). Bagi mereka yang bulat-bulat
menerima hadis shahih berdasarkan kriteria sanad, akan
mengamalkan isi hadis. Namun, bagi yang tidak
mengakui kesahihan hadis tersebut pasti tidak akan
berpayah- payah mengqadha hutang puasa yang
meninggal. Kesahihan hadis tersebut dipertanyakan
mengingat bertentangan dengan :
(a) Al-Quran Surah Al-Najm ayat 38-40, S. Al-An’am
(6) : 164,S. Al-Isra (17):15,S. Fathir (35) :18, S al-
Zumar (39):7.
(b) Al Quran Surah Al-Baqarah (2) :286
(c) Hadis Abu Hurairah (M . Dailamy SP.
Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.51-54)

14
Contoh lain adalah salat Qabliyah Jumat ada yarng
berpendapat bahwa semua salat Wajib pasti ada
salat rawatibnya. Oleh karena itu sebelum salat
Jumat ada salat Qabliyah. Namun ada yang
berpendapat lain. “…ada riwayat yang menyebutkan
bahwa apabila masuk masjid sebelum waktu salat
Jumat, para sahabat ra melaksanakan salat dengan
begitu hebatnya, masyaallah. Kemudian para
sahabat itu duduk tanpa melaksanakan salat setelah
adzan dikumandangkan,tetapi justru mereka
mendengarkan khutbah lalu melaksanakan salat
Jumat”. Dengan demikian, salat yang dilaksanakan
sebelum salat Jumat hanyalah salat sunah tahiyatul
masjid. Semua riwayat yang terkait dengan salat
sunah qabliyah Jumat berstatus dha’if, dan tidak
dapat dijadikan hujjah (landasan argumentasi).
Sebab, hal sunah hanya dapat ditetapkan dengan
hadis shahih dan maqbul. (Ibadah Salah Kaprah,
Wahid Abdul Salam Bali hal.358) Al-Albani
rahimahullah menuturkan : “ Semua hadis yang
berisikan tentang salat sunah qabliyah Jumat yang
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad sama sekali
tidak ada yang berstatus shahih, walau satuhadis
pun. Satu dengan yang lain sama lemahnya. (As-
Silsilah Ash-shahihah hlm232 dalam 474 Ibadah
Salah Kaprah, Wahid Abdul Salam Bali hal.360
terbitan Amzah .Jakarta 2006).
3. Perbedaan disebabkan berpegang pada teks secara
tekstual dan yang lainnya secara kontekstual.Contohnya
pada teks tentang memanjangkan kain sampai menutup
matakaki sebagaimana di temukan pada hadis riwayat

15
Muslim. Dari Abu Dzardari Nabi SAW beliau bersabda,
“ Ada tiga kelompok (manusia) yang Allah tidak akan
berkenan berbicara dengannya besok pada hari kiamat,
tidak pula akan melihatnya ,tidak pula akan mensucikan
mereka (bahkan). Mereka akan mendapatkan siksa yang
pedih”. Beliau katakan hal itu sampai tiga kali dan Abu
Dzar berkata, “Celaka dan rugi mereka! Siapakah
mereka wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “al-musbil
( orang yang memanjangkan kainnya sampai menutupi
matakaki), al-mannan (orang yang suka menyebu-
nyebut pemberiannya, orang yang melariskan
dagangannya dengan sumpah dusta.”
Secara tekstual ,hais shahih tersebut menyatakan
dengan tegas salah satu dari tiga kelompok orang yang
akan mendapat kansiksa pedih besuk pada hari kiamat.
Akan tetapi sebagian oleh ang Islam lainnya ada yang
berpendapat lain. Betulkah hanya karena orang ketika
salat tertutup matakakinya , kemudian akan disiksa oleh
Allah dengan siksaan yang pedih.Tidak bakal disucikan
Allah, dan Allah tidak berkenan berbicara dengannya.
(M . Dailamy SP. Melaksanakan Ajaran
Agama.2011.h.57-58).
4. Berbeda disebabkan perbedaan landasan dasar dan
beribadah. Adzan Jumat dua kali yang pertama pada
saat masuk waktu dan yang kedua setelahnya, serta
melakukan shalat dua rakaat di antaranya . Ini
bertentangan dengan petunjuk Rasulullah saw, Abu
Bakar, dan Umar yang mana mereka hanya
mengumandangkan adzan sekali . Sedangkan yang
dilakukan pada masa Usman, adzan tambahan
dilakukan sebelum masuk waktu dan bukan setelahnya,

16
dan ini dilakukan di pasar dan bukan di dalam masjid.
Contoh lain adalah hadis Ibnu Mas’ud yang artinya
“Apa –apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam
maka ia adalah baik di sisi Allah.”. Sebagian umat
Islam beranggapan bahwa melakukan hal-hal yang
dipandangnya baik sebagai ibadah kepada Allah,
asalkan dengan baik, niat yang baik dan caranya juga
baik, walaupun hal tersebut tidak diperintahkan oleh
Allah ataupun Rasul-Nya.
Sebaliknya , di antara umat Islam ada yang
berkeyakinan ,bahwa melaksanakan suatu peribadatan
walau kelihatannya baik dan dilaksanakan dengan cara
yang baik sekalipun ,selagi tidak diperintahkan oleh
Allah atau Rasul-Nya ,dipandangnya telah melakukan
kebid’ahan. Hal ini merujuk pada hadis Aisyah yang
artinya, “Barangsiapa melakukan (peribadatan) yang
bukan aku perintahkan, maka akan tertolak. (M.
Dailamy SP.Melaksanakan Ajaran
Agama.2011.h.86,87,93)
5. Berbeda karena pola fiqih istinbath dan fiqih maqashid.
Istinbath artinya mengeluarkan hukum dari dalil –
dalilnya.Pola fiqih seperti ini bersifat kaku sebagaimana
apa adanya bunyi nash. Cenderung bersifat tekstualis.
Kebanyakan ulama mazhab adalah cenderung istinbath.
Hasil fikih ini tidak keluar dari hukum kepada hukum.
Fiqih maqashid diartikan fikih yang lebih
mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan universal,
seperti kemaslahatan keadilan dan kesetaraan daripada
hukum-hukum yang bersifat partikuler. (M. Dailamy
SP.Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.135-136).
Dalam perkara ini contohnya adalah dalam hal memberi

17
salam kepada siapapun termasuk nonmuslim. Juga
dalam hal pembagian waris.
6. Berbeda disebabkan mengikuti mazhab dan yang
lainnya mengikuti Rasulullah. Bagi orang yang
mengikuti mazaha, Syafei misalkan, pada salat subuh
harus pakai kunut. Sedangkan yang beribadah dengan
dasar tuntunan dari Rasulullah tidak menggunakan
kunut pada waktu salat subuh ,kecuali kunut nazilah
yang tidak hanya pada shalat subuh. (M. Dailamy
SP.Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.241).
Masalah qunut, semua mashab menerima adanya
qunut, dan sebagian menganggapnya sebagai sunah
Rasulullah SAW. Perbedaan mereka ialah waktu
pelaksanaannya, sebagian mengatakan bahwa
dilaksanakan sebelum ruku, pendapat lain mengatakan
sesudah ruku. Hal yang krusial ialah, apakah qunut itu
diharuskan pada setiap shalat subuh. Al-Syafi`i,
mentradisikannya pada setiap shalat subuh, sementara
yang lainnya membolehkan pada setiap shalat, kapan
saja terjadi musibah di kalangan umat Islam. Mazhab
ini berdasar pada asal-mula qunut, yani ketika terjadi
pembunuhan masal atas sejumlah penghafal Al-Qur’an
oleh kaum musyrikin, seperti dalam hadits yang
bersumber dari Anas bin Malik . Masalah qunut
termasuk masalah klasik dan terus berbeda pendapat di
kalangan umat Islam. Hal ini disebabkan telah
berpengaruhnya pendapat para ulama dahulu yang
memang sudah memperselisihkannya. Di antara fuqaha
ada yang berpendapat bahwa qunut shubuh itu
hukumnya mustahab (disukai) Ini adalah pendapat
Imam Malik. Menurut Imam Syafi’i hukumnya dalam

18
shalat shubuh itu sunnat. Lain lagi dengan Imam Abu
Hanifah tidak boleh qunut dalam shalat shubuh, tetapi
qunut hanya boleh dikerjakan dalam shalat witir.

19
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dalam Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem paham
atau keyakinan dan teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran islam
dalam kehidupan umat melalui gerakan sosial-keagamaan. Karena rujukan
dasarnya adalah islam, maka ideologi muhammadiyah tidak akan bersifat
dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta, sehingga tetap memiliki watak
terbuka.
Muhammadiyah bukanlah Ideologi sebagaimana Ideologi dalam pengertian
sistem paham yang radikal, kaku, dan bercorak gerakan politik.
Muhammadiyah kendati bukan Ideologi, tetapi dalam perkembangannya
sedikit atau banyak mengalami persentuhan dengan konsep-konsep dan
kepentingan ideologis. Dalam Muhammadiyah banyak diperbincangkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan “Ideologi Islam”, seperti konsep
Islam sebagai dasar Negara, masyarakat Islam, asas Islam dan konsep-konsep
politik Islam.
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi
logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk
langsung kepada suber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang
menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis. Sumber aqidah
Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-
berita yang mutawatir”.

B. Saran
Berdasarkan materi makalah Kemuhammadiyahan II diatas, maka
diharapkan pembaca dapat menganalisis pembahasan yang penulis sajikan.
Serta pembaca diharapkan memberikan kritikan agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.umy.ac.id/agusbangka/2012/01/05/ideologimuhammadiyah/

http://luqm.multiply.com/journal/item/74).

http://yassirdzulfiqor.blogspot.com/2012/05/ajaran-pokok-aqidah-islam-sesuai-
paham.html

21

Anda mungkin juga menyukai