Topik:
Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas di Indonesia
Disususn untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas 1
Dosen pengampu: Ani Auli Ilmi, S.kep.,M.kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom
Rasdiyanah, S.kep.,M.kep.,Ns.,Sp.Kep.Kom
Oleh :
Gubernur jendral deandels pada tahun 1807 telah melakukan upaya pelatihan
dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan
tingkat kematian bayi yang tinggi. Akan tetapi, upaya ini tidak berlangsung lama
karena langkahnya tenaga pelatih kebidanan. Hingga pada tahun 1930, program ini
dimulai lagi dengan didaftarkannya para dukun bayi sebagai penolong dan perawat
persalinan.Kemudian pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara
cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.tersebut dilaksanakan kembali (Hariza,
2011)
Pada tahun 1851 berdiri sekolah dokter jawa oleh dokter bosch dan dokter
bleeker kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer di Indonesia. Sekolah ini dikenal
dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten ) atau sekolah
pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913, didirikan sekolah dokter kedua di
Surabaya dengan nama NIAS (Nedeland Indische Arsten School). Pada tahun 1947,
STOVIA berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah
tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga
dokter dalam mengembangkan kesehatan masyarakat (Arsita, 2011)
Pada tahun 1922, pes masuk ke Indonesia. Tahun 1933, 1934, dan 1935
terjadilah endemi di beberapa tempat terutama di pulau Jawa. Kemudian pada tahun
1935 dilakukan program pemberantasan pes dengan melakukan penyemprotan DDT
terhadap rumah-rumah penduduk, dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun
1941 sebanyak 15 juta orang telah memperoleh suntikan vaksinasi. Pada tahun 1925,
Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan
terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto
pada saat itu. Dari pengamatan dan analisanya tersebut disimpulkan bahwa penyebab
tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi
lingkungan masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat,
di kebun, selokan, sungai, bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air
minum juga dari sungai tersebut. Selanjutnya, diambil suatu kesimpulan bahwa
kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduknya. Oleh sebab
itu, untuk hasil memulai kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah
upaya percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan
kesehatan. Hingga saat ini usaha Hydrich dianggap sebagai awal kesehatan
masyarakat di Indonesia (Arsita, 2011)
Nama Mahasiswa :
NIM :
Kelas/Semester :
Topik :
Catatan :
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
............................................................................................................................................
.....................................
Tanggal
Dikumpulkan : Dosen Pengampu :