Kasus Katarak PDF
Kasus Katarak PDF
KATARAK IMMATURE
Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, Sp.M
dr. Hermansyah, Sp.M
dr. Henry A. W, Sp.M (K)
dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M
dr. Susan Sri Anggraeni, Sp.M
Disusun oleh:
Yonanda Alvino
1102014286
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Polisi
Pendidikan : S1
Alamat : Batu Ceper
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tanggal Pemeriksaan : 16 Desember 2019
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Desember 2019 di
poliklinik mata RS Bhayangkara Tk. 1 R. Said Sukanto.
Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan buram sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat Pengobatan :
Pasien menyangkal menggunakan obat tetes atau minum yang mengandung steroid.
Pasien menyangkal menggunakan obat golongan fenotiazin, amiodarone, dan miotik.
Pasien menyangkal riwayat pembedahan mata sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus/hari sejak usia 15 tahun.
1. Katarak
2. Glaukoma sudut terbuka
3. Glaukoma akut
4. Retinopati diabetikum
5. Retinopati hipertensi
6. Gangguan SSP
7. Kelainan refraksi
8. Ablasio retina
9. Ablasio vitreous body
10. Aged related muscular degeneration
Analisa
1. Glaukoma akut
Keluhan pasien bersifat kronis dan pasien menyangkal adanya gejala akut seperti sakit kepala,
pandangan menyempit, mmual dan muntah hebat.
2. Glaukoma Primer Kronis
Keluhan pasien bersifat kronis dan tidak spesifik, kebanyakan glaukoma primer kronis gejalanya
sedikit dan bahkan bersifat asimptomatik
3. Retinopati diabetikum
Pasien berusia lanjut, mengeluh pandangan yang memburuk pada kedua mata, gejala bersifat kronis
dan progesif
4. Retinopati hipertensif
Pasien berusia lanjut , mengeluh pandangan yang memburuk pada kedua mata , gejala bersifat
kronis dan progresif
5. Katarak
Pasien berusia lanjut, mengeluh pandangan yang memburuk seperti ada benda yang menghalangi ,
gejala bersifat kronis dan progresif
6. Gangguan sistem saraf pusat
Pasien menyangkal adanya keluhan yang mengarah ke gejala sistem saraf pusat seperti pandangan
kabur, nyeri kepala , mual dan muntah, gangguan keseimbangan
7. Kelainan refraksi
Pasien mengeluh pandangan memburuk pada kedua mata yang kronis, pasien memakai kacamata
8. Ablasio retina
Kelainan pasien bersifat kronis dan pasien menyangkal gejala akut seperti ada horden yang
menutupi, pasien juga menyangkal trauma
9. Ablasio viterous body
Pasien berusia lanjut, mengeluh adanya pandangan memburuk yang dirasa seperti ada benda asing
yang menghalangi
10. Aged related muscular degeration
Pasien berusia lanjut, mengeluh pandangan yang memburuk, bersifat kronis dan progresif
OD OS
Visus 1/60 1/60
OD OS
V. RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RS Bhayangkara Tk. 1 R. Said Sukanto dengan keluhan
mata buram. Mata buram terjadi secara perlahan sejak 2 tahun yang lalu tanpa disertai
dengan mata merah. Pasien mengeluh pandangan seperti dihalangi oleh sesuatu.
Pasien menyangkal keluhan pandangan menyempit, mata merah, bengkak pada mata dan
sekitar mata, nyeri kepala, mual, muntah, dan riwayat trauma. Pasien memiliki kebiasaan
merokok 1 bungkus/hari sejak usia 15 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hemodinamika stabil (tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 90x/menit reguler teraba kuat, laju napas 20x/menit reguler, dan suhu 36,8 oC).
VII. TATALAKSANA
Catarlen OD 3x1 untuk mencegah perkembangan katarak
Pro Pahcoemulsifikasi + IOL (terapi definitive)
Konsultasi IPD untuk persiapan operassi
Edukasi pasien
Menginformasikan ke pasien bahwa penyakit katarak adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan
dengan obat dan memerlukan operasi
Menginformasikan pada pasien bahwa retinopati diabetikum adalah penyakit yang tidak bisa sembuh
dan hanya bisa dikendalikan penyebanya yaitu gula.
VIII. PROGNOSIS
ODS :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmetican : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
2. KATARAK
2.2. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab pertama kebutaan di seluruh dunia. WHO
memperkirakan ada 18 juta orang menderita kebutaan bilateral karena katarak. 2 Prevalensi
katarak pada usia 65-74 tahun sebesar 50%, meningkat pada usia lebih dari 75 tahun dengan
prevalensi 70%.1
Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran oleh Depkes RI tahun 1993-1996
menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia adalah sebesar 1,5%, dengan penyebab
utama yaitu katarak (0,78%). Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
prevalensi buta katarak kedua tertinggi di dunia, sementara 80% kasus buta katarak yang
ada merupakan kasus yang dapat dicegah.5
2.5. Diagnosis
Penderita katarak biasanya datang dengan keluhan penglihatan buram seperti terhalang
kabut, yang tidak dapat diperbaiki dengan pemberian kacamata. Awalnya sebelum lensa
menjadi keruh, proses penuaan pada lensa akan menyebabkan lensa bertambah tebal
sehingga terjadi miopisasi akibat titik fokus yang tertarik ke depan retina. Pada katarak
senilis, kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa dapat memberikan gejala berupa kesan
melihat lebih jelas pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Hal ini terjadi karena
pupil terbuka lebih lebar sehingga memungkinkan cahaya masuk melalui bagian perifer
lensa.5
Derajat gangguan visus yang disebabkan oleh katarak bergantung pada ukuran dan
lokasi dari kekeruhan. Kekeruhan pada aksis penglihatan (seperti pada area nuklear atau
subkapsular) menyebabkan gangguan visus lebih berat dibandingkan pada kekeruhan
perifer. Pada pasien katarak subkapsular berbeda dengan katarak nuklear (mengalami
miopisasi) karena seringkali mempengaruhi visus jarak dekat. 4
2.6. Tatalaksana
Operasi katarak merupakan operasi yang paling umum dilakukan di dunia. Secara
umum operasi ini menyisakan kapsul posterior sehingga seringkali disebut dengan
extracapsular cataract extraction (ECCE). Pada teknik operasi ini mula-mula dilakukan
insisi pada limbus atau bagian perifer kornea bagian superior atau temporal. Kemudian
dilanjukan dengan melakukan kapsulorhexis/kapsulotomi kapsul anterior lensa. Pada
akhirnya nukleus dan korteks lensa dikeluarkan. Pemasangan lensa intraokuler di dalam
kantung kapsular sehingga lensa ini dapat intak karena disokong oleh kapsul posterior. 1
Teknik Fakoemulsifikasi merupakan bentuk paling umum dari ECCE pada negara
maju. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan material nukleus
dan korteks, lalu dilakukan aspirasi melalui insisi kecil sebesar 2,5 – 3 mm. Jika
menggunakan lensa intraokuler yang rigid maka insisi perlu dilebarkan menjadi 5 mm. Pada
negara berkembang, terutama area pedesaan, instrumen untuk fakoemulsifikasi tidak
tersedia. Manual Sutureless Small Incision Cataract Surgery (MSICS) dilakukan untuk
mengeluarkan nukleus secara intak dengan menggunakan insisi yang kecil. Korteks dibuang
dengan menggunakan aspirasi manual. MSICS diindikasikan untuk katarak yang
densitasnya tinggi sehingga tidak mampu dilakukan fakoemulsifikasi.1
Gambar 1.12. Operasi katarak manual. (A) ICCE; (B) ECCE; (C) dan (D) MSICS
Sumber : Kanski’s Clinical Ophthalmology (2016)