Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

KATARAK IMMATURE

Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, Sp.M
dr. Hermansyah, Sp.M
dr. Henry A. W, Sp.M (K)
dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M
dr. Susan Sri Anggraeni, Sp.M

Disusun oleh:
Yonanda Alvino
1102014286

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO
FK UNIVERSITAS YARSI
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Polisi
Pendidikan : S1
Alamat : Batu Ceper
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tanggal Pemeriksaan : 16 Desember 2019

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Desember 2019 di
poliklinik mata RS Bhayangkara Tk. 1 R. Said Sukanto.

Keluhan Utama :
Penglihatan mata kanan buram sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poliklinik mata RS Bhayangkara Tk. 1 R. Said Sukanto dengan keluhan
penglihatan mata kanan buram. Pasien mengaku penglihatan mata kanan mulai buram sejak 2
tahun yang lalu dan makin lama dirasakan memberat. Pasien merasa pandangan nya seperti
dhalangi sesuatu kabut dan lebih terasa jika melihat cahaya. Pasien sudah pernah
menggunakan kacamata, namun karena tidak ada perubahan pasien tidak menggunakan
kacamata lagi. Pasien pernah menggunakan kacamata dengan kekuatan S+ 3.00
Pasien menyangkal keluhan pandangan menyempit, mata merah, bengkak pada mata dan
sekitar mata, nyeri kepala, mual, muntah, bintik hitam pada lapang pandang dan riwayat
trauma.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan serupa disangkal
 Kelainan fungsi dan struktural mata sebelumnya disangkal
 Trauma disangkal
 Diabetes mellitus (+)
 Hipertensi disangkal
 Asma, aritmia, dermatitis atopik disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluhan serupa disangkal
 Hipertensi dan diabetes mellitus disangkal

Riwayat Pengobatan :
 Pasien menyangkal menggunakan obat tetes atau minum yang mengandung steroid.
 Pasien menyangkal menggunakan obat golongan fenotiazin, amiodarone, dan miotik.
 Pasien menyangkal riwayat pembedahan mata sebelumnya.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus/hari sejak usia 15 tahun.

III. DIAGNOSA BANDING

1. Katarak
2. Glaukoma sudut terbuka
3. Glaukoma akut
4. Retinopati diabetikum
5. Retinopati hipertensi
6. Gangguan SSP
7. Kelainan refraksi
8. Ablasio retina
9. Ablasio vitreous body
10. Aged related muscular degeneration
Analisa
1. Glaukoma akut
Keluhan pasien bersifat kronis dan pasien menyangkal adanya gejala akut seperti sakit kepala,
pandangan menyempit, mmual dan muntah hebat.
2. Glaukoma Primer Kronis
Keluhan pasien bersifat kronis dan tidak spesifik, kebanyakan glaukoma primer kronis gejalanya
sedikit dan bahkan bersifat asimptomatik
3. Retinopati diabetikum
Pasien berusia lanjut, mengeluh pandangan yang memburuk pada kedua mata, gejala bersifat kronis
dan progesif
4. Retinopati hipertensif
Pasien berusia lanjut , mengeluh pandangan yang memburuk pada kedua mata , gejala bersifat
kronis dan progresif
5. Katarak
Pasien berusia lanjut, mengeluh pandangan yang memburuk seperti ada benda yang menghalangi ,
gejala bersifat kronis dan progresif
6. Gangguan sistem saraf pusat
Pasien menyangkal adanya keluhan yang mengarah ke gejala sistem saraf pusat seperti pandangan
kabur, nyeri kepala , mual dan muntah, gangguan keseimbangan
7. Kelainan refraksi
Pasien mengeluh pandangan memburuk pada kedua mata yang kronis, pasien memakai kacamata
8. Ablasio retina
Kelainan pasien bersifat kronis dan pasien menyangkal gejala akut seperti ada horden yang
menutupi, pasien juga menyangkal trauma
9. Ablasio viterous body
Pasien berusia lanjut, mengeluh adanya pandangan memburuk yang dirasa seperti ada benda asing
yang menghalangi
10. Aged related muscular degeration
Pasien berusia lanjut, mengeluh pandangan yang memburuk, bersifat kronis dan progresif

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Generalisata
o Keadaan umum : tampak sakit ringan
o Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit, reguler, teraba kuat
 Pernafasan : 20 x/menit, reguler
 Suhu : 36,8 °
C Pemeriksaan Oftalmologi

OD OS
Visus 1/60 1/60

Tes Pinhole (-) (-)

Visus dekat (Jaeger) S - 3.00 – S -3.00 – 6/60


6/60 Add S + 3.50 – J2
Add S +3.50
– J2

Gerakan Bola Mata

Kedudukan bola mata Ortoforia

Lapang pandang Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Madarosis (-) Madarosis (-)


Supercillia
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Palpebra
 Superior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Enteropion (-) Enteropion (-)
Ektropion(-) Ektropion(-)
Ptosis (-) Ptosis (-)

 Inferior Edema (-) Edema (-)


Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Enteropion (-) Enteropion (-)
Ektropion(-) Ektropion(-)
Konjungtiva Tarsal
 Superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Edema (-) Edema (-)
Membran (-) Membran (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Sekret (-) Sekret (-)

 Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)


Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Edema (-) Edema (-)
Membran (-) Membran (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Perdarahan (-) Perdarahan (-)
Jernih Jernih
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Kornea
Ulkus (-) Ulkus (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Bilik Mata Depan /
Kedalaman sedang, jernih Kedalaman sedang, jernih
COA
Bentuk bulat Bentuk bulat
Berada di sentral regular Berada di sentral regular
Pupil
RCL +, RCTL + RCL +, RCTL +
Diameter 3mm Diameter 3mm
Berwarna coklat Berwarna coklat
Kripti (+) Kripti (+)
Iris
Sinekia anterior (-) Sinekia anterior (-)
Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)
Fibrosis pada subkapsular
Lensa Jernih
anterior
Neovaskularisasi (-)
Edem Makula (-)
Mikroaneurisma (-)
Funduskopi Refleks fundus (-)
Edem papil (-)
Drusen (-)
Refleks fundus (+)
Tekanan Intraokuler
18,5 mmHg 18.5 mmHg
Schiotz
Pungta Posisi Normal Normal
Regrugitasi (-) Regrugitasi (-)
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)

OD OS

V. RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RS Bhayangkara Tk. 1 R. Said Sukanto dengan keluhan
mata buram. Mata buram terjadi secara perlahan sejak 2 tahun yang lalu tanpa disertai
dengan mata merah. Pasien mengeluh pandangan seperti dihalangi oleh sesuatu.
Pasien menyangkal keluhan pandangan menyempit, mata merah, bengkak pada mata dan
sekitar mata, nyeri kepala, mual, muntah, dan riwayat trauma. Pasien memiliki kebiasaan
merokok 1 bungkus/hari sejak usia 15 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hemodinamika stabil (tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 90x/menit reguler teraba kuat, laju napas 20x/menit reguler, dan suhu 36,8 oC).

VI. DIAGNOSIS KERJA


Katarak immatur ODS
Kelainan refraksi presbyopia ODS
Retinopati diabetic ODS

VII. TATALAKSANA
 Catarlen OD 3x1 untuk mencegah perkembangan katarak
 Pro Pahcoemulsifikasi + IOL (terapi definitive)
 Konsultasi IPD untuk persiapan operassi
 Edukasi pasien
Menginformasikan ke pasien bahwa penyakit katarak adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan
dengan obat dan memerlukan operasi
Menginformasikan pada pasien bahwa retinopati diabetikum adalah penyakit yang tidak bisa sembuh
dan hanya bisa dikendalikan penyebanya yaitu gula.

VIII. PROGNOSIS
ODS :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmetican : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1.1. LENSA MATA
Lensa kristalin merupakan struktur bikonveks transparan (avaskuler) dengan ketebalan
4 mm dan diameter 9 mm. Lensa bergantung pada zonula Zinn yang terhubung pada korpus
siliaris di belakang iris. Bagian anterior dari lensa terdapat aqueous, sedangkan bagian
posterior terdapat vitreous. Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, lensa mendapatkan
nutrisi dari aqueous humor.1 Lensa terus bertumbuh sepanjang hidup. Pada bayi baru lahir,
ukuran diameter lensa sekitar 6,4 mm, ketebalan anteroposterior sebesar 3,5 mm, dan berat
sekitar 90 mg. Sedangkan pada lensa dewasa, ukuran diameter lensar sekitar 9-10 mm,
ketebalan anteroposterior sekitar 5 mm, dan berat sekitar 255 mg. 2 Lensa mata secara garis
besar terdiri dari kapsul, sel epitel, korteks, dan nukleus.

Gambar 1.1. Potongan lintang lensa.


(Tanda panah menunjukkan arah migrasi sel dari epitel menuju korteks)
Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology

1.1.1. Kapsul lensa


Kapsul lensa merupakan membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) sehingga air dan elektrolit dapat masuk. 1 Kapsul lensa
dibentuk oleh kolagen tipe IV dan matriks protein lainnya, dan merupakan tempat
menempelnya sel epitel lensa. Lapisan paling luar dari kapsul lensa disebut dengan
zonular lamella, yang berperan sebagai tempat insersi dari zonula Zinn. Kapsul lensa
paling tebal terletak di zona preekuatorial posterior (23 μm) dan anterior (21 μm),
sedangkan kapsul lensa paling tipis berada pada sentral polus posterior (2-4 μm).2

Gambar 1.2. Ketebalan kapsul lensa pada lensa dewasa.


Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology

1.1.2. Sel Epitel


Sel hidup yang aktif hanya terdapat pada lapisan sel epitel lensa yang terletak di
bawah kapsul lensa bagian anterior dan meluas ke ekuator. Sel epitel yang baru
terbentuk akan bermigrasi menuju ekuator, dimana sel-sel ini akan berdiferensiasi
menjadi serat kortikal (Gambar 1.1.). Proses diferensiasi ini berhubungan dengan
peningkatan protein seluler pada membran serat kortikal dan pengurangan organel
seperti mitokondria, ribosom, dan nukleus. Tujuan pengurangan organel intraseluler ini
agar cahaya yang masuk melewati lensa tidak diabsorbsi atau dibiaskan oleh organel
intraseluler ini. Dampak lain dari pengurangan organel intraseluler adalah hilangnya
kemampuan metabolisme, oleh karena itu serat kortikal sangat bergantung pada
glikolisis.2

1.1.3. Korteks dan Nukleus


Dengan bertambahnya usia, serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa akan bertambah besar dan semakin kurang elastis. Nukleus dan korteks dibentuk
dari lamella terkonsentris di tengah, dengan karakteristik nukleus lebih keras
dibandingkan korteks.3 Nukleus terdiri dari beberapa lapisan yaitu nukleus embrional,
fetal, juvenile/infantile, dan dewasa (Gambar 1.3.). Nukleus paling tua adalah nukleus
embrional dan nukleus fetal yang dibentuk pada masa embrional dan terus ada di lapisan
paling dalam dari nukleus. Lens suture dibentuk dari pertemuan ujung anterior dan
posterior dari serat spindle kortikal di polus anterior dan posterior. Zona ini terbentuk
pada usia gestasi 8 minggu, dengan erect Y-suture pada polus anterior dan inverted Y-
suture pada polus posterior.

Gambar 1.3. Lapisan-lapisan nukleus dan Y-suture.


Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology

1.1.4. Protein kristalin


Komposisi lensa terdiri dari 66% air, 33% protein, dan beberapa mineral yang
umum pada jaringan tubuh. Persentase protein ini sangat tinggi dibandingkan jaringan
tubuh pada umumnya. Protein lensa dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu protein larut
air (water soluble), dan protein tidak larut air (water insoluble). Pada anak-anak
persentase protein larut air diperkirakan sekitar 80% dari keseluruhan protein. Dengan
bertambahnya usia, terjadi peningkatan protein tidak larut air.2
Protein larut air dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu kelompok kritalin-α dan
kelompok kristalin-β,γ. Kristalin- α ditemukan sebanyak 30% dari seluruh protein dan
merupakan kristalin terbesar dengan masa molekul sebesar 600-800 kDa. Kompleks
kristalin- α berikatan pada protein yang terdenaturasi secara parsial sehingga mencegah
proses agregasi protein menjadi protein tidak larut air. Kristalin-β memiliki masa
molekul 23-32 kDa, dan mengandung komponen glutamin yang bila terjadi deaminasi
atau mutasi dapat menyebabkan terjadinya katarak. Kristalin-γ memiliki masa molekul
yang serupa dengan kristalin-β, dengan fungsi utamanya adalah meningkatkan daya
refraksi dari lensa.2

Gambar 1.4. Jenis-jenis protein pada lensa.


Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology

Dengan bertambahnya usia, ketebalan korteks meningkat sehingga lensa


beradaptasi mengubah kelengkungan lensa sehingga terjadi peningkatan daya refraksi.
Namun hal ini disertai dengan daya refraksi yang menurun akibat peningkatan partikel
protein tidak larut (insoluble protein). Kalium merupakan elektrolit yang lebih
terkonsentrasi pada lensa dibandingkan pada jaringan tubuh lainnya. Asam askorbat
dan gluthathion juga ditemukan pada lensa baik dalam bentuk teroksidasi ataupun
tereduksi. Pada lensa tidak terdapat nociceptor (reseptor nyeri), pembuluh darah,
ataupun saraf.1

1.1.5. Fungsi lensa


Fungsi lensa yang utama adalah memfokuskan cahaya yang masuk ke dalam bola
mata pada retina dengan sebuah proses yang dinamakan akomodasi. Dengan sifat elastis
yang dimiliki lensa, ketika berakomodasi akan terjadi relaksasi pada korpus siliaris
menyebabkan kontraksi zonula Zinn dan pada akhirnya menyebabkan lensa lebih tidak
sferis dan meningkatkan daya refraksi pada objek yang jauh. Pada keadaan kontraksi
dari korpus siliaris menyebabkan relaksasi zonula Zinn dan pada akhirnya
menyebabkan lensa lebih sferis.1

Gambar 1.5. Akomodasi lensa mata


Sumber : Hyperphysics.edu

2. KATARAK

Gambar 1.6. Katarak matur


Sumber : AAO Basic Ophthalmology Essentials for Medical Students (2016)
2.1. Definisi
Katarak didefinisikan sebagai kekeruhan jenis apapun atau perubahan warna pada
lensa, baik kekeruhan kecil atau menyeluruh pada lensa. Terminologi secara klinis dari
katarak adalah kekeruhan pada lensa yang mempengaruhi visus (karena kebanyakan lensa
normal memiliki sedikit kekeruhan yang tidak signifikan menganggu visus).4 Penyebab
katarak paling umum adalah proses penuaan, tetapi terdapat faktor lain yang dapat
menyebabkan katarak, seperti trauma, toksin, penyakit sitemik (diabetes mellitus), obat-
obatan (steroid), merokok, paparan sinar UV dan keturunan. 1

2.2. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab pertama kebutaan di seluruh dunia. WHO
memperkirakan ada 18 juta orang menderita kebutaan bilateral karena katarak. 2 Prevalensi
katarak pada usia 65-74 tahun sebesar 50%, meningkat pada usia lebih dari 75 tahun dengan
prevalensi 70%.1
Survei kesehatan indera penglihatan dan pendengaran oleh Depkes RI tahun 1993-1996
menunjukkan bahwa angka kebutaan di Indonesia adalah sebesar 1,5%, dengan penyebab
utama yaitu katarak (0,78%). Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan
prevalensi buta katarak kedua tertinggi di dunia, sementara 80% kasus buta katarak yang
ada merupakan kasus yang dapat dicegah.5

2.3. Klasifikasi katarak


 Berdasarkan etiologi 1 :
o Age-related cataract
Hilangnya kejernihan dari lensa akibat proses penuaan.1
o Childhood cataract
Katarak yang ditemukan pada anak-anak baik kongenital ataupun didapat.1
o Traumatic cataract
Kerusakan pada lensa akibat trauma mekanik, radiasi, kimiawi, atau listrik. 3
Gambar 1.7. Katarak traumatika (star shaped cataract)
Sumber : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology (2017)

o Cataract secondary to intraocular disease


Katarak dapat terbentuk akibat penyakit intraokular yang menganggu fisiologi
lensa seperti uveitis rekurens berat. Katarak sekunder ini biasanya dimulai pada
subkapsular posterior dan kemudian menyebabkan kekeruhan pada seluruh
struktrut lensa. Penyakit intraokular lain yang berpengaruh pada katarak adalah
glaukoma, retinitis pigmentosa, dan ablasio retina. 1
o Cataract associated with systemic disease
Katarak bilateral yang ditemukan akibat kelainan sistemik seperti diabetes
mellitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia,
neurofibromatosis tipe 2 dan berbagai sindrom (sindrom Down, sindrom
Lowe/Oculo-cerebro-renal, dan sindrom Werner).1

Gambar 1.8. Katarak akibat diabetes mellitus (punctate dot cataract)


Sumber : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology (2017)
o Drug-induced cataract
Obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid baik topikal,
sistemik, ataupun inhalasi. Selain kortikosteroid, obat fenotiazin (klorpromazin,
tioridazin), amiodarone (menyebabkan deposit pigmen stelata pada aksis kortikal
anterior dan epitel kornea), statin (jika dosis berlebih dapat menyebabkan katarak),
miotik (antikolinesterase topikal), dan tamoxifen dapat menyebabkan katarak.3
 Berdasarkan tingkat kekeruhan 1 :
o Katarak imatur
Kekeruhan pada lensa secara parsial (masih ada area tidak keruh). 6
o Katarak matur
Kekeruhan pada keseluruhan lensa.6
o Katarak hipermatur
Katarak dengan kapsul anterior yang menciut dan keriput akibat dari kebocoran
air yang keluar dari lensa.6
o Katarak morgagnian
Katarak hipermatur dengan pencairan korteks sehingga menyebabkan nukleus
lensa tenggelam/jatuh ke bawah.6
 Berdasarkan usia 3 :
o Katarak kongenital
Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. 3
o Katarak infantile
Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun. 3
o Katarak senilis
Katarak setelah usia 50 tahun.3
 Berdasarkan lokasi 1 :
o Katarak nuklear / Sklerosis nuclear (Gambar 1.9.)
o Katarak kortikal (Gambar 1.10)
o Katarak subkapsular (Gambar 1.11.)
Gambar 1.9. Katarak nuklear
Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology

Gambar 1.10. Katarak kortikal imatur


Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology

Gambar 1.11. Katarak subkapsular posterior


Sumber : Basic and Clinical Science Course 2018-2019, American Academy of Ophthalmology
2.4. Patogenesis
Patogenesis katarak masih belum diketahui secara sempurna. Katarak dikarakterisasi
dengan adanya agregat protein yang memendarkan cahaya, mengurangi transparansi lensa,
perubahan bentuk protein yang dapat menyebabkan perubahan warna pada lensa. Faktor
yang berperan dalam pembentukan katarak antara lain adanya kerusakan oksidatif akibat
reaksi radikal bebas, kerusakan akibat paparan sinar ultraviolet, dan malnutrisi. Tidak ada
penanganan medis yang dapat mengembalikan perubahan yang terjadi. 1

2.5. Diagnosis
Penderita katarak biasanya datang dengan keluhan penglihatan buram seperti terhalang
kabut, yang tidak dapat diperbaiki dengan pemberian kacamata. Awalnya sebelum lensa
menjadi keruh, proses penuaan pada lensa akan menyebabkan lensa bertambah tebal
sehingga terjadi miopisasi akibat titik fokus yang tertarik ke depan retina. Pada katarak
senilis, kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa dapat memberikan gejala berupa kesan
melihat lebih jelas pada malam hari dibandingkan pada siang hari. Hal ini terjadi karena
pupil terbuka lebih lebar sehingga memungkinkan cahaya masuk melalui bagian perifer
lensa.5
Derajat gangguan visus yang disebabkan oleh katarak bergantung pada ukuran dan
lokasi dari kekeruhan. Kekeruhan pada aksis penglihatan (seperti pada area nuklear atau
subkapsular) menyebabkan gangguan visus lebih berat dibandingkan pada kekeruhan
perifer. Pada pasien katarak subkapsular berbeda dengan katarak nuklear (mengalami
miopisasi) karena seringkali mempengaruhi visus jarak dekat. 4

2.6. Tatalaksana
Operasi katarak merupakan operasi yang paling umum dilakukan di dunia. Secara
umum operasi ini menyisakan kapsul posterior sehingga seringkali disebut dengan
extracapsular cataract extraction (ECCE). Pada teknik operasi ini mula-mula dilakukan
insisi pada limbus atau bagian perifer kornea bagian superior atau temporal. Kemudian
dilanjukan dengan melakukan kapsulorhexis/kapsulotomi kapsul anterior lensa. Pada
akhirnya nukleus dan korteks lensa dikeluarkan. Pemasangan lensa intraokuler di dalam
kantung kapsular sehingga lensa ini dapat intak karena disokong oleh kapsul posterior. 1
Teknik Fakoemulsifikasi merupakan bentuk paling umum dari ECCE pada negara
maju. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan material nukleus
dan korteks, lalu dilakukan aspirasi melalui insisi kecil sebesar 2,5 – 3 mm. Jika
menggunakan lensa intraokuler yang rigid maka insisi perlu dilebarkan menjadi 5 mm. Pada
negara berkembang, terutama area pedesaan, instrumen untuk fakoemulsifikasi tidak
tersedia. Manual Sutureless Small Incision Cataract Surgery (MSICS) dilakukan untuk
mengeluarkan nukleus secara intak dengan menggunakan insisi yang kecil. Korteks dibuang
dengan menggunakan aspirasi manual. MSICS diindikasikan untuk katarak yang
densitasnya tinggi sehingga tidak mampu dilakukan fakoemulsifikasi.1

Gambar 1.12. Operasi katarak manual. (A) ICCE; (B) ECCE; (C) dan (D) MSICS
Sumber : Kanski’s Clinical Ophthalmology (2016)

Teknik operasi Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) menggunakan cryoptobe


untuk mengeluarkan lensa secara utuh bersama seluruh kapsul. Teknik operasi ini sudah
ditinggalkan semenjak ditemukannya lensa intraokuler pada ruang posterior. 6
2.7. Komplikasi
Komplikasi intraoperatif dari ECCE adalah robekan pada kapsul posterior akibat
trauma sebelumnya atau densitas katarak yang tinggi dengan lensa yang tidak stabil. Ketika
robekan terjadi intraoperatif maka lensa dapat jatuh ke dalam vitreous (dropped nucleus)
sehingga perlu dilakukan operasi vitreoretinal. 1
Komplikasi postoperative dari operasi katarak adalah adanya kekeruhan sekunder pada
kapsul posterior (posterior capsule opacification) dengan gambaran telur ikan atau
Elschnig’s pearl. PCO ini dapat dihilangkan dengan metode noninvasif yaitu dengan
neodymium:YAG laser.1

Gambar 1.13. Posterior Capsule Opacification


Sumber : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology (2017)
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & asbury’s general
ophthalmology 19th ed. New York: McGraw-Hill; 2017
2. American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course 2018-2019 : lens
and cataract. San Fransisco: AAO; 2018
3. Ilyas S, Rahayu S. Ilmu penyakit mata edisi 5. Jakarta: BPFKUI; 2014
4. American Academy of Ophthalmology. Basic ophthalmology essentials for medical students
10th ed. San Fransisco: AAO; 2016
5. Sitorus R, Sitompul R, Widyawati S, Bani A. Buku ajar oftalmologi edisi 1. Jakarta:
BPFKUI; 2017
6. Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology – a systematic approach 8th ed. Sydney:
Elsevier; 2016

Anda mungkin juga menyukai