Anda di halaman 1dari 20

WALIKOTA PADANG

PROVINSI SUMATERA BARAT


PERATURAN DAERAH KOTA PADANG
NOMOR 3 TAHUN 2014
TENTANG
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PADANG,

Menimbang : a. bahwa kegiatan pedagang kaki lima sebagai salah satu


usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha
perdagangan sektor informal merupakan perwujudan hak
masyarakat dalam berusaha dan perlu diberi
kesempatan untuk berkembang guna memenuhi
kebutuhan hidupnya;
b. bahwa keberadaan PKL perlu dikelola, ditata dan
diberdayakan sedemikian rupa agar memberikan nilai
tambah bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat kota
serta terciptanya lingkungan yang baik dan sehat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang


Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar Dalam
Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);

1
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
9. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5096);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3685);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II
Padang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1980 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3164);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);

2
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5468);
19. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang
Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 291);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012
tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 607);
21. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 08 Tahun 2004
tentang Urusan Pemerintah Kota Padang (Lembaran
Daerah Kota Padang Tahun 2004 Nomor 16);
22. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Padang
Tahun 2005 Nomor 11) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 4 Tahun 2007
(Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 4);
23. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 15 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Padang (Lembaran Daerah Kota
Padang Tahun 2008 Nomor 15) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 13 Tahun
2012 (Lembaran Daerah Tahun 2012 Nomor 13);
24. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 4 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Padang
2010-2030 (Lembaran Daerah Kota Padang Tahun 2012
Nomor 4);
25. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 14 Tahun 2012
tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Daerah
Kota Padang Tahun 2012 Nomor 14);
26. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 4 Tahun 2013
tentang Lalu Lintas (Lembaran Daerah Kota Padang
Tahun 2013 Nomor 4).

3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG
dan
WALIKOTA PADANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN
PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Padang;
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3. Walikota adalah Walikota Padang;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Padang;
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah dilingkungan pemerintah
daerah;
6. Pejabat yang berwenang adalah kepala instansi yang berwenang dalam
pembinaan Pedagang Kaki Lima sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
7. Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pelaku usaha
yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana
usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota,
fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah
dan atau swasta yang bersifat sementara tidak menetap.
8. Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah
melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan,
pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan
memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan,
ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah
daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk
penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL
sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun
kuantitas usahanya.
10. Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada
di lahan dan atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau
swasta.
11. Lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi
PKL yang diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen
maupun sementara.

4
12. Tanda Daftar Usaha, yang selanjutnya disebut TDU, adalah surat yang
dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai tanda bukti
pendaftaran usaha PKL sekaligus sebagai alat kendali untuk
pemberdayaan dan pengembangan usaha PKL di lokasi yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah.
13. Lahan Fasilitas umum adalah lahan yang dipergunakan untuk fasilitas
umum sesuai dengan rencana tata ruang daerah;
14. Sarana dan Prasarana usaha PKL adalah alat atau perlengkapan yang
dipergunakan oleh PKL untuk menaruh barang yang mudah
dipindahkan dan dibongkar pasang yang sifatnya tidak permanen
misalnya gerobak dengan dilengkapi roda;

BAB II
AZAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Azas
Pasal 2

Penataan dan pemberdayaan PKL berazaskan


a. ekonomi kerakyatan;
b. keseimbangan;
c. kelestarian lingkungan.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Penataan dan pemberdayaan PKL bertujuan :
a. menciptakan suasana tempat usaha PKL yang tertib, bersih, indah,
nyaman, dan aman;
b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan
aktivitas perdagangan sektor informal masyarakat;
c. mewujudkan keterpaduan penataan PKL secara selaras, serasi, dan
seimbang dengan penataan ruang secara berkelanjutan; dan
d. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penataan dan pembinaan
PKL.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi penataan,
dan pemberdayaan PKL.
BAB III
PENATAAN PKL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Walikota melaksanakan penataan PKL.
(2) Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
pejabat yang berwenang melalui koordinasi dengan SKPD terkait.

5
(3) Penataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. penggolongan;
b. perencanaan;
c. penyelenggaraan;

Bagian Kedua
Penggolongan PKL
Pasal 6

PKL digolongkan berdasarkan:


a. lokasi PKL;
b. jenis tempat usaha; dan
c. bidang usaha; dan

Pasal 7

(1) Lokasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, terdiri atas:
a. Lokasi PKL yang bersifat permanen; dan
b. Lokasi PKL yang bersifat sementara.
(2) Lokasi PKL yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a merupakan lokasi yang bersifat tetap yang diperuntukkan
sebagai tempat berdagang PKL.
(3) Lokasi PKL yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan lokasi tempat berdagang PKL yang terjadwal dan
bersifat sementara.
(4) Lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Walikota.

Pasal 8

(1) Jenis tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b


terdiri atas:
a. tempat usaha tidak bergerak; dan
b. tempat usaha bergerak.
(2) Jenis tempat usaha tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dapat berupa:
a. gelaran;
b. lesehan;
c. tenda; dan
d. selter.
(3) Jenis tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dapat berupa:
a. tidak bermotor; dan
b. bermotor.
Pasal 9

(1) Jenis tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
huruf a antara lain gerobak beroda dan sepeda.
(2) Jenis tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. kendaraan bermotor roda dua;
b. kendaraan bermotor roda tiga; dan
c. kendaraan bermotor roda empat.

6
Pasal 10
Bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf dapat
berupa:
a. kuliner;
b. kerajinan;
c. tanaman hias;
d. burung;
e. ikan hias;
f. pakaian dan tas;
g. barang antik;
h. buah-buahan;
i. aksesoris.

Bagian Ketiga
Perencanaan
Pasal 11

(1) Perencanaan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b
dilaksanakan melalui:
a. pemetaan lokasi; dan
b. pendataan PKL; dan
(2) Pemetaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan
untuk mendapatkan informasi mengenai lokasi, jumlah, situasi dan
kondisi tempat yang digunakan oleh PKL untuk berdagang;
(3) Pendataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
berdasarkan :
a.identitas PKL;
b.jenis tempat usaha;
c. bidang usaha; dan
d.modal usaha.
(4) Data dari hasil pemetaan lokasi dan pendataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) digunakan sebagai dasar untuk penyusunan
program penataan dan pemberdayaan PKL.
(5) Pemetaan lokasi dan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan secara berkala dan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang.

Bagian Keempat
Penyelenggaraan PKL
Paragraf 1
Tanda Daftar Usaha
Pasal 12
(1) Setiap PKL harus memiliki TDU.
(2) PKL mengajukan permohonan pendaftaran untuk berusaha pada lokasi
yang ditetapkan pemerintah daerah melalui SKPD yang membidangi
urusan PKL.
(3) Tata cara pendaftaran usaha bagi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. permohonan TDU;
b. penerbitan TDU;
c. perpanjangan TDU; dan
d. pencabutan dan tidak berlakunya TDU.

7
Pasal 13

(1) PKL mengajukan permohonan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal


12 ayat (2) kepada Walikota melalui SKPD yang membidangi urusan
PKL.
(2) Permohonan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
harus melampirkan berkas permohonan sebagai berikut:
a. kartu tanda penduduk;
b. pas photo terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar;
c. mengisi formulir yang memuat tentang:
1. nama;
2. alamat/tempat tinggal/lama tinggal;
3. bidang usaha yang dimohon;
4. tempat usaha yang dimohon;
5. waktu usaha;
6. perlengkapan yang digunakan; dan
7. jumlah modal usaha.
d. mengisi formulir surat pernyataan belum memiliki tempat usaha;
e. mengisi formulir surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga
keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan, dan kesehatan serta
fungsi fasilitas umum; dan
f. mengisi formulir surat pernyataan yang memuat:
1. tidak memperdagangkan barang ilegal;
2. tidak merombak, menambah, dan mengubah fungsi serta fasilitas
yang ada ditempat atau lokasi PKL;
3. tidak memindahtangankan TDU kepada pihak lain; dan
4. kesanggupan mengosongkan, mengembalikan atau menyerahkan
tempat usaha PKL apabila:
a) lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan dan atau
dikembalikan kepada fungsinya;
b) lokasi usaha tidak ditempati selama satu bulan; dan
c) setelah dievaluasi PKL dinilai layak menjadi usaha kecil.
(3) Permohonan TDU bagi PKL yang menggunakan jenis tempat usaha
dengan kendaraan bermotor untuk kegiatan usaha harus bernomor
polisi daerah Sumatera Barat.

Pasal 14

(1) SKPD yang membidangi urusan PKL mendistribusikan formulir


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf f kepada lurah.
(2) PKL yang akan mendaftarkan usahanya meminta formulir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada lurah.

Pasal 15

(1) SKPD yang membidangi urusan PKL melakukan pemeriksaan berkas


pendaftaran PKL.
(2) Berkas pendaftaran PKL yang telah memenuhi persyaratan menjadi
dasar penerbitan TDU.

8
Pasal 16
(1) Walikota melalui SKPD yang membidangi urusan PKL menerbitkan TDU
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b.
(2) Penerbitan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
ketentuan:
a. TDU diterbitkan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
penerimaan surat permohonan pendaftaran diterima, lengkap dan
benar;
b. TDU hanya dapat digunakan untuk menempati 1 (satu) lokasi
tempat usaha bagi PKL yang tidak bergerak dan 1 (satu) kendaraan
bagi PKL yang bergerak;
c. TDU berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai
tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil
evaluasi perkembangan usaha; dan
d. penerbitan TDU tidak dipungut biaya.

Pasal 17

(1) Dalam hal berkas pendaftaran PKL tidak memenuhi persyaratan, walikota
melalui kepala SKPD yang membidangi urusan PKL menyampaikan surat
penolakan penerbitan TDU.
(2) Surat penolakan penerbitan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai alasan penolakan.
(3) Surat penolakan disampaikan kepada PKL paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran.

Pasal 18

(1) Perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf
c, dilakukan 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku TDU.
(2) Permohonan perpanjangan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Walikota melalui SKPD yang membidangi urusan
PKL.
Pasal 19
(1) Walikota melalui SKPD yang membidangi urusan PKL dapat melakukan
pencabutan TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf
d.
(2) Pencabutan TDU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
apabila:
a. pemegang TDU melanggar ketentuan yang terdapat di dalam surat
pendaftaran;
b. lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai tempat
usaha PKL;
c. pemegang TDU melanggar ketentuan perundang-undangan;
d. tidak memperpanjang TDU;
e. tidak melakukan usaha PKL lagi; dan atau
f. dipindahtangankan TDU PKL.

9
(3) Tidak berlakunya TDU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3)
huruf d apabila:
a. pemegang TDU meninggal dunia;
b. atas permintaan tertulis dari pemegang TDU; dan
c. pemegang TDU pindah lokasi usaha.
(4) Dalam hal pemegang TDU meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a, maka suami, isteri, dan atau anak pemegang TDU
dapat mengajukan permohonan TDU untuk menggunakan tempat usaha
pada lokasi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.

Paragraf 2
Hak dan Kewajiban PKL
Pasal 20

PKL mempunyai hak antara lain:


a. mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL;
b. melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan;
c. mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait
dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan;
d. mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervisi dan
pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan
e. mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman permodalan
dengan mitra bank.
Pasal 21
PKL mempunyai kewajiban antara lain:
a. mematuhi ketentuan perundang-undangan;
b. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh Walikota;
c. memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan
kesehatan lingkungan tempat usaha;
d. menempatkan dan menata barang dagangan dan ,atau jasa serta
peralatan dagangan dengan tertib dan teratur;
e. tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum;
f. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti
rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama
1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh
pemerintah daerah; dan
g. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh
pemerintah daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL.

Paragraf 3
Kegiatan Perdagangan
Pasal 22
(1) Pelaksanaan perdagangan oleh PKL dilakukan di lokasi dan sesuai
dengan jadwal berdagang yang telah ditetapkan.
(2) Jadwal berdagang PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Walikota.

10
Pasal 23

(1) PKL yang berdagang di lokasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dikenakan retribusi yang besarnya ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
(2) Penarikan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh SKPD terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB IV
PEMBERDAYAAN PKL
Pasal 24

(1) Pemberdayaan PKL ditujukan untuk:


a. meningkatkan kesejahteraan PKL;
b. merangsang partisipasi masyarakat dalam penataan dan
pemberdayaan PKL; dan
c. meningkatkan peran dan fungsi PKL dalam perkembangan ekonomi
masyarakat.
(2) Dalam rangka pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Walikota mengembangkan kebijakan berupa:
a. peningkatan kemampuan berusaha;
b. penyediaan dan atau memfasilitasi akses permodalan untuk
pengembangkan usaha;
c. pembinaan organisasi kumpulan atau serikat PKL sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. pengembangan dan pembinaan koperasi PKL;
e. peningkatan forum komunikasi antara PKL dan pemerintah daerah;
f. fasilitasi peningkatan produksi dan atau pengembangan jaringan dan
promosi; dan atau
g. pembinaan dan bimbingan teknis.
(3) Dalam rangka pengembangan kebijakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Walikota dapat:
a. bekerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
b. menjalin kerjasama kemitraan dengan dunia usaha.

BAB V
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Pasal 25

(1) Walikota melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penataan dan


pemberdayaan PKL.
(2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam
setahun dan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

11
Pasal 26

(1) Evaluasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
rekomendasi untuk melakukan:
a. revitalisasi lokasi PKL;
b. pemindahan lokasi PKL; atau
c. penghapusan lokasi PKL.
(2) Revitalisasi lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dapat berupa:
a. perbaikan tempat berdagang, sarana, dan atau prasarana di lokasi
PKL;
b. penambahan atau pengurangan luas lokasi dan atau jumlah PKL;
c. perubahan zonasi PKL;
d. perubahan jadwal usaha PKL; dan atau
e. perubahan jenis bidang usaha PKL.
(3) Pemindahan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berupa pemindahan lokasi PKL ke tempat lain yang telah disediakan dan
ditetapkan.
(4) Penghapusan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dapat berupa penutupan aktivitas perdagangan di lokasi atau tempat
yang ditetapkan sebagai lokasi PKL.

Pasal 27

(1) Walikota menyampaikan laporan hasil pelaksanaan penataan dan


pemberdayaan PKL kepada Gubernur.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tembusan
disampaikan kepada Menteri.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling
lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28

(1) Walikota melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan


penataan dan pemberdayaan PKL.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. koordinasi dengan Gubernur;
b. pendataan PKL;
c. sosialisasi kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan PKL;
d. perencanaan dan penetapan lokasi binaan PKL;
e. koordinasi dan konsultasi pelaksanaan penataan dan pemberdayaan
PKL;
f. bimbingan teknis, pelatihan, supervisi kepada PKL;
g. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat
dalam penataan dan pemberdayaan PKL; dan
h. monitoring dan evaluasi.
12
Pasal 29

(1) Walikota melakukan pengawasan terhadap penataan dan pemberdayaan


PKL yang dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi urusan PKL.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan agar setiap
PKL, pembeli, atau pengunjung mentaati ketentuan yang diatur dalam
peraturan daerah ini.
(3) Tata cara pengawasan dan penertiban diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB VII
PENDANAAN
Pasal 30

Biaya pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL bersumber dari:


a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
d. Bantuan pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat.

BAB VIII
LARANGAN
Pasal 31
(1) PKL dilarang :
a. melakukan kegiatan usahanya di ruang umum atau fasilitas umum
yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL;
b. merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada
di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan dan atau
ditentukan Walikota;
c. menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal;
d. berpindah tempat atau lokasi dan atau memindahtangankan TDU
tanpa sepengetahuan dan seizin Walikota;
e. menelantarkan dan atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha
tanpa kegiatan secara terus menerus selama 1 (satu) bulan;
f. mengganti bidang usaha dan atau memperdagangkan barang ilegal;
g. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah
bentuk trotoar, fasilitas umum, dan atau bangunan di sekitarnya;
h. menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang
ditetapkan untuk lokasi PKL terjadwal dan terkendali;
i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan dilarang
berdagang di tempat-tempat larangan parkir, pemberhentian
sementara, atau trotoar; dan
j. memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada
pedagang lainnya.
(2) Fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha PKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan tanda larangan untuk
tempat atau lokasi PKL.

13
BAB IX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 32

(1) PKL yang melanggar ketentuan pasal 21, pasal 22 ayat (1), pasal 32 ayat
(1) diberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis pertama.
(2) Jika peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dipatuhi dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari sejak peringatan
tertulis pertama diterima, maka dikenakan peringatan tertulis kedua.
(3) Jika peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
dipatuhi dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak peringatan tertulis
kedua diterima, maka dikenakan peringatan tertulis ketiga.
(4) Jika peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipatuhi dalam jangka waktu 5 (lima) hari sejak peringatan tertulis ketiga
diterima, maka TDU dicabut.
BAB VII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 33

(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah


diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
terhadap pelanggaran peraturan daerah ini sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau
laporan yang berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap
peraturan daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lebih lengkap dan jelas.
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan
daerah ini.
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap peraturan
daerah ini.
d. memeriksa buku–buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
yang berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran terhadap
peraturan daerah ini.
e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan barang bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ini.
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaiman dimaksud huruf e.
h. momotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana terhadap
pelanggaran peraturan daerah ini.
i. memanggil orang untuk di dengan keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi.

14
j. menghentikan penyidikan.
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana terhadap pelanggaran peraturan daerah ini menurut
hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atas kuasa penuntut
umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai
dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan
atau juru bahasa ke sidang pengadilan.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (1)
atau pasal 31 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke kas daerah.

Pasal 35

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 adalah pelanggaran.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar semua orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota
Padang.

Ditetapkan di Padang
pada tanggal 29 Agustus 2014

WALIKOTA PADANG,

MAHYELDI
Diundangkan di Padang
pada tanggal 29 Agustus 2014

SEKRETARIS DAERAH KOTA PADANG

NASIR AHMAD

LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2014 NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG, PROVINSI SUMATERA


BARAT (1/2014).

15
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA PADANG
NOMOR 3 TAHUN 2014
TENTANG
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

I. UMUM

Perdagangan oleh PKL merupakan aktivitas ekonomi sektor informal


yang mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi daerah.
Hal ini karena aktivitas ekonomi semacam ini menjadi tempat di mana
masyarakat golongan ekonomi lemah menggantungkan kehidupannya.
Sehubungan dengan itu, sektor ini perlu dikembangkan dan
diberdayakan agar mampu menyediakan lapangan pekerjaan guna
memberikan dorongan bagi terpenuhinya hak masyarakat atas
kehidupan yang layak. Dengan demikian, PKL harus diberdayakan
melalui berbagai kebijakan agar mampu menjalankan usahanya secara
secara baik. Namun demikian, kegiatan usaha PKL adalah juga aktivitas
yang berpotensi menimbulkan berbagai persoalan terhadap kelancaran
lalu lintas, kebersihan, keindahan, dan ketertiban kota. Sehubungan
dengan itu, keberadaan lokasi PKL dan aktivitas perdagangannya perlu
ditata oleh Pemerintah Daerah.
Untuk memberikan landasan hukum dalam penataan dan
pemberdayaan PKL, diperlukan peraturan daerah yang di dalamnya
mengatur mengenai berbagai hal yang merupakan pilihan kebijakan
publik dalam rangka menata dan memberdayakan PKL tersebut. Melalui
pengaturan tersebut, diharapkan dapat menciptakan suasana tempat
usaha PKL yang tertib, bersih, indah, nyaman, dan aman. meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan aktivitas perdagangan
sektor informal masyarakat, mewujudkan keterpaduan penataan PKL
pasar secara selaras, serasi, dan seimbang dengan penataan ruang
secara berkelanjutan, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penataan dan pembinaan PKL.
Dengan mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan baik
peraturan tingkat pusat maupun daerah dan dengan memperhatikan
realitas sosial yang ada di Kota Padang, peraturan daerah ini mengatur
beberapa hal pokok sebagai berikut:

16
1. Ruang lingkup pengaturan dalam perda ini meliputi dua hal, yaitu
penataan PKL dan pemberdayaan PKL.
2. Penataan PKL dikaitkan dengan upaya-upaya untuk menata lokasi
berdagang PKL, perizinan untuk dapat berdagang di lokasi tersebut,
aktivitas perdagangan, dan aktivitas pengendalian berjalannya
perdagangan PKL, dan evaluasi PKL.
3. Pemberdayaan PKL dikaitkan dengan upaya-upaya yang wajib atau
dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam memberdayakan
PKL, seperti peningkatan kemampuan berusaha, akses permodalan,
pembinaan organisasi, pengembangan dan pembinaan koperasi PKL,
peningkatan forum komunikasi antara pedagang dan pemerintah
daerah, peningkatan produksi dan promosi, bimbingan teknis,
dan/atau kebijakan-kebijakan lain yang diperlukan.
4. Penataan dan pemberdayaan PKL memerlukan peran masyarakat,
baik dalam bentuk pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat,
usul, keberatan, maupun penyampaian informasi, laporan, dan/atau
pengaduan adanya pelanggaran dalam penataan dan pemberdayaan
PKL.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas ekonomi kerakyatan
adalah asas yang menetapkan bahwa penetaan dan
pemberdayaan PKL didasarkan pada kekuatan
ekonomi rakyat untuk memberdayakan usaha kecil
dan menengah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah
asas yang menetapkan bahwa penataan PKL yang
ditujukan untuk menciptakan ketertiban, kebersihan,
dan keindahan, harus berada dalam keseimbangan
dengan upaya pemberdayaan PKL yang ditujukan agar
mampu mengembangkan usahanya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas kelestarian lingkungan
adalah asas yang menetapkan bahwa setiap orang
memikul kewajiban dan tanggung jawab menjaga
kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam penataan
dan pemberdayaan PKL demi mendukung kehidupan
manusia dan mahluk hidup lain.
Pasal 3
Cukup jelas

17
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Jenis tempat usaha PKL tidak bermotor dapat
berupa antara lain gerobak beroda dan
sepeda.
Huruf b
Jenis tempat usaha PKL bermotor dapat
berupa:
a. kendaraan bermotor roda dua;
b. kendaraan bermotor roda tiga; dan
c. kendaraan bermotor roda empat.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum bagi PKL akan lokasi atau
tempat di mana mereka berdagang. Di samping itu,
ketantuan dalam ayat ini juga dimaksudkan untuk
menjamin kepastian bagi pejabat yang berwenang
bahwa di lokasi yang telah ditetapkan saja tindakan
penarikan retribusi dan tindakan pengendalian
perdagangan sah dilakukan. Di lokasi selain itu,
tindakan penertibanlah yang seharusnya dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk
menghindari klaim/gugatan pihak-pihak tertentu yang
merasa memiliki/menguasai tanah yang digunakan
sebagai tempat berdagang PKL.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas

18
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk
mengefektifkan penataan PKL, sehingga sasaran
penegakan hukum bukan hanya PKL tetapi juga
masyarakat umum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Penghapusan lokasi berdagang PKL dapat terjadi
karena beberapa alasan berikut:
a. Lokasi berdagang PKL dibutuhkan oleh Pemerintah
Daerah untuk digunakan peruntukkan lain.
b. Lokasi berdagang PKL dibutuhkan oleh pemilik atau
pihak yang menguasasi tanah; atau
c. Lokasi berdagang PKL tidak sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota, Rencana Detail Tata
Ruang Kota, termasuk peraturan zonasinya yang
telah ditetapkan.

Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas

19
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 71.

20

Anda mungkin juga menyukai