Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat-Nya makalah tentang sedimentasi ini dapat diselesaikan. Walaupun dalam

pengerjaannya terdapat beberapa kendala teknis dan non teknis, namun dapat

kami atasi.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dari berbagai pihak

dalam menyelesaikan makalah tentang sedimentasi ini. Penulis menyadari masih

terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah sedimen ini.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Makassar, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.2 Jenis-Jenis Sedimen 7

2.3 Bentuk Sedimen 10

2.4 Fenomena Sedimentasi di Daerah Intertidal

2.5 Manfaat Sedimen

2.6 Tipe-Tipe Sedimentasi

2.7 Proses Terjadinya Sedimentasi

2.8 Hasil Sedimentasi

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah yang memiliki pantai terbanyak di dunia.

Pantai merupakan sebuah wilayah yang menjadi batas antara lautandan

daratan, bentuk pantai berbeda-beda sesuai dengan keadaan, proses yang

terjadi di wilayah tersebut, seperti pengangkutan, pengendapan dan

pengikisan yang disebabkan oleh gelombang, arus, angin dan keadaan

lingkungan disekitarnya yang berlangsung secara terus menerus, sehingga

membentuk sebuah pantai. Pantai merupakan tempat pasir berada, pasir yang

berada di pantai bisa berasal dari pecahan terumbu karang atau juga bisa dari

sedimentasi yang terbawa dari sungai (Firmansyah dkk, 2014).

Sedimentasi merupakan proses pembentukan sedimen atau endapan,

atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan atau akumulasi dari

material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat. Proses sedimentasi

umumnya terjadi pada daerah pantai yang mengalami erosi karena material

pembentuk pantai terbawa arus ke tempat lain dan tidak kembali ke lokasi

semula. (Firmansyah dkk, 2014).

Material yang terbawa arus tersebut akan mengendap di daerah yang

lebih tenang, seperti muara sungai, teluk, pelabuhan, dan sebagainya,

sehingga mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut. Terjadinya

sedimentasi tersebut juga berpengaruh terhadap perubahan bentuk garis


pantai. Wilayah pesisir merupakan lingkungan yang dinamis, unik dan rentan

terhadap perubahan lingkungan. (Firmansyah dkk, 2014).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pesisir antara lain

adalah aktivitas di daratan, pertumbuhan penduduk, perubahan iklim,

peningkatan permintaan akan ruang dan sumberdaya, serta dinamika

lingkungan pantai. Disamping itu perairan pesisir dipengaruhi oleh interaksi

dinamis antara masukan air dari lautan (ocean waters) dan air tawar

(freshwater). Berbagai macam aktivitas manusia yang dilakukan baik di

daratan maupun di lautan juga mendorong terjadinya perubahan lingkungan

di wilayah pesisir. (Firmansyah dkk, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

1.2 Apa saja Jenis-Jenis Sedimen 7?

1.3 Apa saja Bentuk Sedimen10?

1.4 Apa saja Fenomena Sedimentasi di Daerah Intertidal?

1.5 Apa saja Manfaat Sedimen?

1.6 Apa saja Tipe-Tipe Sedimentasi?

1.7 Apa saja Proses Terjadinya Sedimentasi?

1.8 Apa saja Hasil Sedimentasi?

1.3 Tujuan penulisan

1.2 Untuk mengetahui Jenis-Jenis Sedimen 7

1.3 Untuk mengetahui Bentuk Sedimen 10


1.4 Untuk mengetahui Fenomena Sedimentasi di Daerah Intertidal

1.5 Untuk mengetahui Manfaat Sedimen

1.6 Untuk mengetahui Tipe-Tipe Sedimentasi

1.7 Untuk mengetahui Proses Terjadinya Sedimentasi

1.8 Untuk mengetahui Hasil Sedimentasi


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sedimentasi

Sedimen adalah material bahan padat, berasal dari batuan yang

mengalami proses pelapukan, peluluhan (disintegration), pengangkutan oleh

air, angin dan gaya gravitasi, serta pengendapan atau terkumpul oleh proses

atau agen alam sehingga membentuk lapisan-lapisan di permukaan bumi

yang padat atau tidak terkonsolidasi (Bates dan Jackson, 1987). Sedimen

permukaan dasar laut umumnya tersusun oleh: material biogenik yang

berasal dari organisma; material autigenik hasil proses kimiawi laut (seperti

glaukonit, garam, fosfor); material residual; material sisa pengendapan

sebelumnya, dan material detritus sebagai hasil erosi asal daratan (seperti

kerikil, pasir, lanau dan lempung). Sedimen menurut Lonawarta (1996)

adalah lepasnya puing-puing endapan padat pada permukaan bumi yang

dapat terkandung di dalam udara, air, atau es dibawah kondisi normal.

Sedimentasi adalah proses yang meliputi pelapukan, transportasi, dan

pengendapan. Tekstur sedimen yaitu hubungan antara ukuran butir dalam

batuan dan pada umumnya ukuran butir ini dapat diamati dengan

menggunakan mikroskop. Komposisi sedimen merupakan acuan terhadap

mineral-mineral dan struktur kimia dalam batuan. Batuan klastik adalah

batuan dimana material penyusun utamanya berupa material detrital

(misalnya batupasir dan serpihan). Batuan nonklastik adalah batuan dimana


material penyusun utamanya berupa material organik dan unsur kimia

(misalnya batugamping terumbu, halit, dan dolomit). Sedimen terutama

terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-

batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme

laut. Ukuran-ukuran partikel sedimen sangat ditentukan oleh sifat fisik

mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat di berbagai tempat di dunia

mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lainnya.

2.2 Jenis-Jenis Sedimen

Chester (1993) membagi sedimen laut menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Nearshore sediment, sebagian besar endapan sedimennya dipengaruhi kuat

oleh kedekatannya dengan daratan sehingga mengakibatkan kondisi fisika

kimia dan biologi sedimen ini lebih bervariasi dibandingkan dengan deep-

sea sediment.

2. Deep-sea sediment, sebagian besar mengendap di perairan dalam di atas

500 m dan banyak faktor seperti jauhnya dari daratan, reaksi antara

komponen terlarut dalam kolom perairan serta hadirnya biomassa khusus

yang mendominasi lingkungan laut dalam yang menyebabkan sedimen ini

merupakan habitat yang unik di planet dan memiliki karateristik yang

sangat berbeda dengan daerah continental / near shore.


Menurut asalnya Garrison (2006) menggolongkan sedimen ke dalam 4

bagian yaitu:

1. Sedimen Terrigenous

Jenis sedimen ini berasal dari erosi yang berasal dari benua atau

pulau, letusan gunung berapi dan segumpalan debu. Sedimen ini lebih

dikenal dengan batuan yang berasal dari gunung berapi seperti granit yang

bersumber dari tanah liat dan batuan kwarsa yang menjadi dua komponen

penyusun sedimen terrigenous.

2. Sedimen Lithogenous

Sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Hal ini

diakibatkan karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti adanya

pemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara terus-

menerus. Partikel-partikel ini diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-

sungai. Begitu sedimen mencapai lautan, partikel-partikel yang berukuran

besar cenderung untuk lebih cepat tenggelam dan menetap dari yang

berukuran lebih kecil. Kecepatan tenggelamnya partikel-partikel ini telah

dihitung, dimana jenis partikel pasir hanya memerlukan waktu kira-kira 1,8

hari untuk tenggelam dan menetap di atas lapisan atas dasar laut yang

mempunyai kedalaman 4.000 meter. Sedangkan jenis partikel lumpur yang

berukuran lebih kecil membutuhkan waktu kira-kira 185 hari dan jenis

partikel tanah liat membutuhkan waktu kira-kira 51 tahun pada kedalaman

kolom air yang sama. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jikalau pasir
akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cenderung untuk

mengumpul di daerah pantai (Hutabarat dan Stewart, 2000).

3. Sedimen Biogenous

Sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka organisme hidup. Jenis

sedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe utama yaitu calcareous dan

siliceous ooze. Material siliceous dan calcareous pada waktu itu di ekstrak

dari laut dengan aktivitas normal dari tanaman dan hewan untuk

membangun rangka dan cangkang. Kebanyakan organisme yang

menghasilkan sedimen biogenous mengapung bebas di perairan seperti

plankton. Sedimen biogenous paling berlimpah dimana cukup nutrien yang

mendorong produktivitas biologi yang tinggi, selalu terjadi pada wilayah

dekat continental margin dan area upwelling. Thurman dan Trujillo (2004)

menyatakan bahwa dua campuran kimiawi yang paling umum terdapat

dalam sedimen biogenous adalah calcium carbonat (CaCO3), dimana

tersusun dari mineral calcite) dan silica (SiO2). Seringkali silica secara

kimiawi dikombinasikan dengan air untuk menghasikan SiO2 dan nH2O.

4. Sedimen Hydrogenous

Sedimen hydrogenous terdiri dari mineral yang mempercepat proses

presipitasi dari laut. Jenis partikel ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia

dalam air laut. Reaksi kimia yang terjadi disini bersifat sangat lambat,

dimana untuk membentuk sebuah nodule yang besar diperlukan waktu

selama berjuta-juta tahun dan proses ini kemudian akan berhenti sama
sekali jika nodule telah terkubur di dalam sedimen. Di pusat perputaran,

jauh dari benua, partikel sedimen terakumulasi sangat lambat (Garrison,

2006).

2.3 Bentuk Sedimen

Berdasarkan hasil observasi Dahuri (2008) komposisi material sedimen

yang terklasifikasi pada pantai Sindulang Satu yaitu: pasir halus, pasir

sedang, pasir sangat halus, pasir kasar dan kerikil, selain itu didapati juga

debu dan batu. Rataan empirik dari distribusi granulometri sedimen yang

terbanyak diperoleh yaitu: pasir halus dengan penyortiran tersortir buruk,

nilai kemencengan asimetris ke ukuran kecil dan simetris granulometri yang

peruncingannya mesokurtik. Faktor hidrodinamika yang berperan dalam

transport sedimen pada daerah pantai Sindulang Satu adalah arus pasut.

Berdasarkan hasil pengamatan megaskopis dan mikroskopis sedimen

permukaan dasar laut Perairan Tambelan, tekstur sedimen dapat

diklasifikasikan menjadi lempung, lempung lanauan, lempung pasiran, lanau

lempungan, lanau, pasir lempungan, pasir lanauan, pasir (sangat halus sampai

sangat kasar), pasir kerakalan dan kerakal. Sedimen berbutir kasar dengan

kandungan kerikil-pasir kuarsa dijumpai di wilayah selat, sedangkan sedimen

yang lebih halus diendapkan di laut terbuka. Komposisi mineral karbonat

atau gamping meningkat pada sedimen sekitar pulau karang dan terumbu

karang. Mineral ini juga dijumpai pada sedimen laut terbuka dan pantai

berpasir, namun tidak teridentifikasi pada hutan bakau. Komponen tumbuhan


berupa serasah dalam sedimen hutan bakau menunjukkan peningkatan

proporsi dibandingkan dengan wilayah lain. Batubara juga ditemukan pada

sedimen hutan bakau (Isnaniawardhani, 2010).

2.4 Fenomena Sedimentasi di Daerah Intertidal

Pengendapan merupakan proses terbawanya material hasil pengikisan

dan pelapukan oleh air, angin, atau gletser ke suatu wilayah kemudian

diendapkan. Semua batuan dan material hasil pelapukan dan pengikisan yang

diendapkan lama kelamaan akan menjadi suatu batuan yang dinamakan

batuan sedimen. Batuan sedimen yang kemudian terakumulasi ini lama-

kelamaan akan menjadi suatu bentuk bentang alam di bumi. Bentuk bentang

alam yang dihasilkan dari proses pengendapan ini akan berbeda disuatu

tempat dan tempat lainnya berdasarkan media yang menjadi pembawa

material endapan. Jenis pengendapan berdasarkan media pengangkutnya

antara lain (Hallaf, 2006):

1. Pengendapan oleh air sungai. Pengendapan ini terjadi karena pengikisan

daerah aliran sungai oleh arus sungai.

2. Pengendapan oleh air laut. Pengendapan ini biasa terjadi karena adanya

pengaruh arus dan gelombang di daerah pesisir laut. Batuan sedimen hasil

pengendapan oleh air laut disebut sebagai sedimen marine.

3. Pengendapan oleh angin. Pengendapan yang terjadi oleh angin dapat

terjadi apabila material (pasir) disuatu tempat terkikis oleh angin dan

kemudian diendapkan di suatu tempat dan menjadi gumuk pasir (sand


dune). Pengendapan ini dapat terjadi di daerah pantai maupun gurun.

Batuan hasil pengendapannya disebut sedimen aeolis.

2.5 Manfaat Sedimen

Sedimen laut terdiri dari bahan organic dan anorganic, sedimen dari bahan

organic biasanya berasal dari sisa-sisa mahluk hidup yang mati dari tumbuhan

maupun hewan laut. Biasanya sedimen organic ini dimanfaatkan oleh hewan laut

dalam untuk sumber makannya. Ada pula sedimen laut dimanfaat untuk tempat

perlindungan dari bahaya predator, dengan demikian sedimen di dasar laut dalam

sebagai ekosistem baru bagi hewan laut dalam. Sedimen organic juga dapat

dirubah oleh detritus menjadi ion (Rifardi, 2008).

Menurut Fahmi (2009), sebuah solusi inovatif untuk menyimpan karbon

dioksida yang dihasilkan dari kegiatan manusia, yang mana kini semakin

menumpuk di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global dapat disimpan di

dalam sedimen yang ada di dasar lautan. Hal ini dilakukan karena telah ditemukan

bahwa sedimen di laut dalam dapat menyediakan tempat yang permanen dan tak

terbatas untuk menyimpan gas rumah kaca dan diperkirakan bahwa sedimen yang

berada di lantai samudera wilayah Amerika cukup luas untuk menyimpan emisi

karbon dioksida nasional untuk ribuan tahun yang akan datang.

2.6 Tipe-Tipe Sedimentasi

Menurut Azizah (2014) Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan

pertikel untuk berinteraksi, sedimentasi dapat diklasifikasikan kedalam 4 tipe,

yaitu:
1. Settling tipe I: merupakan pengendapan partikel diskret, partikel

mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.

Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu

partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa

membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai contoh

sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada

bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan

pengendapan pasir pada grit chamber.bSesuai dengan definisi

di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi

gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya

impelling Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag

dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan

pengendapan partikel konstan. Gaya impelling diyatakan dalam

persamaan:

F1 = (S - ) g V

di mana: F1 = gaya impelling

s = densitas massa partikel

= densitas massa liquid

V = volume partikel

g = percepatan gravitasi
Gaya drag diyatakan dalam persamaan:

FD = CD Ac (Vs2/2) (3.2)

di mana: FD = gaya drag

CD = koefisien drag

Ac = luas potongan melintang partikel

Vs = kecepatan pengendapan

Dalam kondisi yang seimbang ini, maka FD = FI, maka diperoleh

persamaan: (S - ) g V = CD Ac (Vs2/2)

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung

kecepatan pengendapan bila telah diketahui ukuran partikel,

densitas atau specific gravity, dan temperatur air:

a Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer,

karena itu gunakan persamaan Stoke's untuk menghitung

kecepatan pengendapannya.

b Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan

Reynold untuk membuktikan pola aliran pengendapannya.

c Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila

diperoleh turbulen, maka gunakan persamaan untuk turbulen,


dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk

transisi

2. Settling tipe II: merupakan pengendapan partikel flokulen, terjadi

interaksi antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan

pengendapan bertambah. Sedimentasi tipe II adalah pengendapan

partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama

pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama

dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen

bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat.

Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain

pengendapan pertama pada pengolahan air limbah

atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi

pada pengolahan air minum maupun air limbah.

Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan

dengan persamaan Stoke's karena ukuran dan kecepatan

pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap

diuji dengan column settling test dengan multipl withdrawal

ports

Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan

dengan persamaan Stoke's karena ukuran dan kecepatan

pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap

diuji dengan column settling test dengan multiplewithdrawal

ports (Gambar 3.6).


Sampling

point / port

3. Settling tipe III: merupakan pengendapan pada lumpur biologis, dimana

gaya antar-partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap.

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan

konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel

secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel

lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara

bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang

konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang

memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air

jernih.

4. Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikelyang telah mengendap yang

tejadi karena berat partikel. Sedimentasi tipe IV merupakan

kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan


(kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur

yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi

2.7 Proses Terjadinya Sedimentasi

Berdasarkan tempat pengendapan dan tenaga yang mengendapkannya,

proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Sedimentasi fluvial, merupakan proses prngendapan materi yang diangkut

oleh sungai dan diendapkan disepanjang aliran sungai, danau, waduk, atau

muara sungai. Hasil bentuknya antara lain delta dan bantaran sungai.

2. Sedimentasi eolis (sedimentasi teresterial) merupakan proses pengendapan

materi yang diangkut oleh angin. Bentuknya antara lainberupa gugus pasir

(sand dunes) atau gundukan pasir yang seringkali ditemukan di pantai.

3. Sedimentasi laut (marine sedimentation) merupakan hasil abrasi pantai

yang kemudian diendapkan kembali disepanjang pantai. Contoh hasil

bentukannya, antara lain endapan puing karang (beach), endapan gosong

pasir (bar), dan endapan pasir yang menghubungkan dua pulau (tombolo).

Sedimen di dalam sungai, terlarut atau tidak terlarut, merupakan produk

dari pelapukan batuan induk yaitu partikel-partikel tanah. Begitu sedimen

memasuki badan sungai, maka berlangsunglah pengangkutan sedimen.

Kecepatan pengangkutan sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran

sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti

tanah liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash

load). Pasir halus bergerak dengan cara melayang (suspended load), sedang
partikel yang lebih besar antara lain, pasir kasar cenderung bergerak dengan

cara melompat (saltation load). Partikel yang lebih besar dari pasir, misalnya

kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar

sungai (bed load). Karena bed load senantiasa bergerak, maka permukaan

dasar sungai kadang-kadang naik (agradasi), tetapi kadang-kadang turun

(degradasi) dan naik turunnya dasar sungai disebut alterasi dasar sungai (river

bed alterasion). Wash load dan suspended load tidak berpengaruh pada

alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di dasar-dasar waduk atau

muara-muara sungai. Penghasil sedimen terbesar adalah erosi permukaan

lereng pegunungan, erosi sungai (dasar dan tebing alur sungai) dan bahan-

bahan hasil letusan gunung berapi yang masih aktif (Azizah, 2014)

2.8 Hasil Sedimentasi

a. Pengendapan oleh Air

Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam

hasil pengendapan oleh air, antara lain, meander, dataran banjir, tanggul

alam, dan delta.

1. Meander

Meander merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena

adanya pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari

sungai bagian hulu. Pada bagian hulu, volume air kecil dan tenaga yang

terbentuk juga kecil. Akibatnya, sungai mulai menghindari penghalang


dan mencari rute yang paling mudah dilewati. Sementara itu, pada

bagian hulu belum terjadi pengendapan.

Pada bagian tengah, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat

dan membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik

bagian dalam maupun tepi luar. Di bagian sungai yang alirannya cepat

akan terjadi pengikisan, sedangkan bagian tepi sungai yang lamban

alirannya akan terjadi pengendapan. Apabila hal itu berlangsung secara

terus-menerus, akan membentuk meander.

Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, di mana

pengikisan dan pengendapan terjadi secara berturut-turut. Proses

pengendapan yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan

kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran sungai, sehingga

terbentuk oxbox lake.

2. Delta

Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut, kecepatan

alirannya menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan sedimen oleh air

sungai. Pasir akan diendapkan sedangkan tanah liat dan lumpur akan tetap

terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama, akan terbentuk lapisan-lapisan

sedimen. Akhirnya lapisan-lapisan sedimen membentuk dataran yang luas

pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sedimentasi adalah proses yang meliputi pelapukan, transportasi, dan

pengendapan. Tekstur sedimen yaitu hubungan antara ukuran butir dalam batuan

dan pada umumnya ukuran butir ini dapat diamati dengan menggunakan

mikroskop.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Indah. 2014. Makalah Sedimentasi.

http://indahandblog.blogspot.com/2014/02/makalah-sedimentasi.html. (Di akses

pada

10 Juni 2015, pada pukul 14:27)

Bates, R. L., and Jackson, J. A. 1987. Glossary of Geology, third edition.

American Geological

Institute, page : 598

Chester, R. 1993. Marine Geochemistry. Unwin Hyman Ltd. London. Dale, E. I.

dan William J.

W. 1989. Oceanography : An Introduction. 3th Edition.Wadsworth Publishing

Company

Belmart. California.

Dahuri. R. J . Rais, S.P Ginting. dan M. J. Sitepu., 2008. Pengelolaan

Sumberdaya Wilayah

Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Fahmi, Ahmad. 2009. Tingkat pencemaran Logam Berat Dalam Air Laut dan

Sedimen Perairan.

LIPI. Ternate, Maluku Utara

Anda mungkin juga menyukai