Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang
masih belum memahami tentang pentingnya kesehatan. Mereka pada umumnya
mengkonsumsi segala jenis makanan, seperti makanan tinggi lemak dan kolesterol tanpa
diimbangi dengan gaya hidup yang benar dan olahraga atau aktifitas fisik untuk
membakar lemak, sehingga menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan, salah
satunya menyebabkan diabetes mellitus.
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer C, Suzanne, 2001). Penyakit
diabetes mellitus memerlukan penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk mencegah
komplikasi akut. Secara promotif perawat dapat memberikan penyuluhan kesehatan
tentang diabetes mellitus, kemudian dengan preventif yaitu dengan cara menerapkan gaya
hidup sehat seperti rutin berolahraga dan tidak merokok. Selain itu perawat juga berperan
secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan
perawatan luka dan mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi
peningkatan kadar gula darah.
B. Tujuan
- Tujuan Umum :
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus.
- Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes mellitus.
2. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes mellitus.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes mellitus.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diabetes mellitus.
7. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada kasusdiabetes mellitus, yang
dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.

BAB II
PEMBAHASAN TEORI
A. Definisi
Menurut WHO yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan
hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama – sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Sedangkan menurut beberapa ahli, diabetes mellitus diartikan sebagai berikut :
1. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Silvia. Anderson Price, 1995)
2. Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
3. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
4. Diabete mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer, 1999).
Dari berbagai definisi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa diabetes mellitus adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (hormon insulin yang dihasilkan oleh
pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan
baik.

Sementara itu National Diabetes Data Group of The National Institutes of Health
mengklasifikasikan diabetes mellitus sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau tipe
juvenil.
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin untuk
mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena
kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta
pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami
komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar. NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin
yang beredar dalam darah namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post
reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational.
Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya
hormon – hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa
pada janin yang mengurangi keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu.
Yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat –
obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu.
Umumnya obat – obatan yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain:
diuretik furosemid (lasik), dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam
nikotinat (Long, 1996).

B. Etiologi

Berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :

1. DM Tipe I (IDDM)
a. Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus
b. Faktor infeksi virus

Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetic.

2. DM Tipe II (NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa dengan keadaan obesitas. Obesitas dapat
menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi
membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik
yang biasa.
3. DM Malnutrisi
a. Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik
(Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
b. Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta
pancreas
4. DM Tipe Lain
a. Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas.
b. Penyakit hormonal seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon)
yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif
dan rusak.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Poliuri (banyak kencing)
2. Polidipsi (banyak minum)
3. Poliphagi (banyak makan)
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
5. Mata kabur
6. Luka atau goresan akan lama sembuh
7. Kaki kesemutan dan mati rasa
8. Infeksi kulit
9. Lemas

D. Komplikasi
1. Akut
a. Hypoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Diabetik
2. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati
diabetic.
c. Neuropati diabetic.

E. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Akibatnya, glukosa dan Natrium yang diserap ginjal
menjadi berlebihan sehingga urine yang dihasilkan banyak dan membuat penderita
menjadi cepat pipis (Poliuri).
Proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi yaitu filtrasi zat dari
tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM, glukosa dalam darah
yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah sehingga proses
filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis (filtrasi zat dari tekanan tinggi ke tekanan
rendah). Akibatnya, air yang ada di pembuluh darah terambil oleh ginjal sehingga
pembuluh darah menjadi kekurangan air (dehidrasi intaseluller) yang menyebabkan
penderita menjadi cepat haus (Polidipsi).
Pada penderita diabetes melitus kandungan gula darah akan meningkat. Karena
gula darah bersifat diuresis / menyerap air maka konsentrasi darah akan mengental dan
terjadi gangguan transportasi darah ke pembuluh darah. Dengan terganggunya aliran
darah maka pasokan nutrisi yang ke sel – sel tubuh juga akan terganggu dan hal ini
menyebabkan kulit mengering, kerusakan sel darah putih dan kematian jaringan. Kulit
yang kering dan jaringan yang mati menyebabkan penderita diabetes mudah terluka
apabila terkena benda – benda tajam. Dan biasanya luka, tusukan, nyeri dan sensasi
panas tidak dirasakan oleh penderita diabetes, karena hiperglikemia menjadikan
gangguan pada sistem saraf tepi (perifer) yang menyebabkan penderita mengalami mati
rasa. Kemudian sehubungan dengan terjadinya darah yang mengental maka akan terjadi
kesulitan pembekuan darah dan penutupan luka. Keadaan itu diperparah dengan adanya
bakteri saprofit . Pertumbuhan bakteri tersebut semakin merusak pembuluh darah.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,1995).
Dan kerusakan berbagai organ tubuh dapat menimbulkan gangguan pada mata. Hal
ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
a. Obat Hipoglikemik oral
- Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Efek utamanya meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan
yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini
adalah: glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida micronized (5 mg/tablet),
glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30 mg/tablet).
- Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
- Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk
pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang
kehilangan berat badan secara drastis.
Jenis Insulin
 Insulin kerja cepat : regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
 Insulin kerja sedang : NPH (Netral Protamine Hagerdon)
 Insulin kerja lambat : PZI (Protamine Zinc Insulin)
2. Keperawatan
a. Edukasi
Penyuluhan diabetes adalah suatu proses pemberian pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM, yang diperlukan untuk merawat diri sendiri,
mengatasi krisis, serta mengubah gaya hidupnya agar dapat menangani
penyakitnya dengan baik.
b. Pengaturan diet
Tujuan utama pengaturan diet adalah membantu orang dengan diabetes
memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik
yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
memberikan energi yang cukup untuk mecapai atau mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal, memberikan energi yang cukup untuk mencapai
atau mempertahankan berat badan yang memadai, menghindari dan menangani
komplikasi baik akut maupun kronis serta meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan melalui gizi yang optimal.
c. Latihan jasmani (Olahraga)
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga
dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat –
berat.Dianjurkan untuk latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhytmical,
Interval, Progressive, Endurance training).

ASUHAN KEPERAWATAN
TINJAUAN KASUS :

Tn. M berusia 35 tahun datang ke rumah sakit dan mengeluh kalau malam sering sekali
bolak – balik ke kamar mandi, sehingga saat bangun tidur terasa lemas. Karena lemas
klien sering merasa haus. Tn. M mengatakan sering sekali makan makanan olahan
daging dan makanan manis. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit Tn. M terkena paku di
tumit kaki kirinya namun hanya dibersihkan dengan air hangat. Keesokan harinya luka
pada tumit menjadi membengkak dan mengeluarkan nanah dan oleh keluarga segera
diperiksakan ke dokter praktek dan hanya diberikan obat oral. TD: 140/100mmHg, Na:
88 x/menit, RR: 24x/menit, T: 38,50C TB: 171 cm, dan BB 75 kg.

A. Pengkajian
1. Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit : Klien mengeluh ada luka bernanah di tumit
kaki kiri dan terasa nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang : Tiga hari sebelum masuk RS (tanggal 20 April 2014)
kaki klien tertusuk paku. Pada awalnya luka klien hanya dibersihkan dengan air
hangat. Keesokan harinya luka bertambah besar, membusuk, dan mengeluarkan
nanah. Klien hanya diperiksa ke dokter praktek dan diberi obat oral. Luka klien
bertambah parah dan klien dirujuk ke RSU untuk dirawat. Pada saat pengkajian
tanggal 23 April 2014 luka pada kaki klien masih basah. Luka dengan kedalaman 0,5
cm, lebar 3 cm, dolor (+), kolor (+), tumor (+), rubor (+), dan fungsiolasea (+). Klien
mengatakan nyeri tersebut sering dirasakan oleh klien apabila klien melakukan
pergerakan/banyak bergerak dan nyeri berkurang apabila klien beristirahat.Klien
mengatakan badannya panas dan lemas. Klien juga mengeluh sering sekali merasa ,
haus, dan bolak – balik ke kamar mandi di malam hari dan lemas di pagi hari.
3. Riwayat penyakit dahulu : Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti
hipertensi, jantung koroner, atau diabetes melitus.
4. Riwayat penyakit keluarga : Ayah dari Tn. M memiliki penyakit diabetes mellitus
dan hal itu baru diketahui saat ayah dari Tn. M meninggal dunia.

B. Pemeriksaan Fisik
 Survey umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital :
- TD : 140/100 mmHg
- HR : 88 x/menit
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 38,50C

Antropometri :

- TB : 171 cm
- BB : 75 kg
 Kulit, rambut dan kuku
Kulit : Warna sawo matang, tekstur kasar, kering, turgor kurang elastis, terdapat
luka di tumit kaki kiri dan tampak kotor.
Rambut : Hitam kemerahan, kasar, penyebaran merata, tampak pendek dan lurus, dan
bersih.
Kuku : warna transparan, bentuk cembung 160°, dapat kembali dalam ± 1 detik
setelah ditekan, tekstur halus dan tidak ada kotoran.
 Kepala dan leher
Kepala : Bentuk bulat lonjong, posisi tegak lurus dengan bahu, tidak ada benjolan
dan lesi, dan bersih
Mata : Simetris ki/ka, konjungtiva anemis.
Telinga : Simetris, serumen tidak ada, tidak ada gangguan pendengaran
Hidung : Simetris ka/ki, bersih, tidak ada gangguan penciuman.
Mulut : Gigi utuh, kebersihan cukup baik, mukosa mulut kering, caries tidak ada
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar teroid, kekauan leher tidak ada
 Toraks dan paru-paru
Toraks : Simetris ki/ka, RR 24 x/menit, irama teratur dan tidak ada suara tambahan
Jantung :
- I : denyut jantung normal, tidak ada dorongan, ictus cordis tidak tampak
- P : tidak ada pulsasi, ictus cordis teraba di midklavikula intercosta 5
- P : ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal
- A : terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal

Paru – paru :

- I : Simetris
- P : Fremitus kanan / kiri : normal kanan/kiri
- P : Sonor ka/ki
- A : vesikuler ka/ki

Abdomen

- I : Bentuk simetris
- A : Bising usus 13x/menit
- P : Hati dan limfe tidak teraba, nyeri tekan (-)
- P : Tympani

Genetalia : Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang kateter

Rectum dan anus : Klien mengatakan tidak ada hemoroid

Ekstremitas :

- Atas : tangan kiri terpasang infus dan tangan kanan dapat digerakan
kesegala arah
- Bawah : Kaki kanan dapat digerakan kesegala arah dan kaki kiri tampak sulit
digerakan karena adanya luka di telapak kaki. Luka kedalaman 0,5 cm, lebar 3
cm, dolor (+), kolor (+), tumor (+), rubor (+), dan fungsiolasea (+).

C. Analisa Data

No. Hari / tanggal Data Problem Etiologi


/ jam
1. Rabu/ 23 DS: Hipetermia Dehidrasi
April/ 2014 - Klien mengatakan kalau
malam sering sekali bolak – balik
ke kamar mandi kurang lebih 2200
- 2400 cc/hari
- Klien mengatakan saat bangun
tidur terasa lemas
- Klien merasakan sering sekali
haus
- Klien mengatakan saat ini
badanya terasa panas dan lemas
DO :
- Membran mukosa mulut
kering, konjungtiva anemis, turgor
kulit kembali 5 detik, kulit kering
- Klien tampak lemas dan pucat
- TTV : TD 140/100mmHg, Na
88 x/menit, RR 24x/menit, T:
38,50C
- Elektrolit: Ka
2,9mEg/l (normal : 3,6-5,6
mEg.l), Na 117meq/l (normal 137-
145 mEq/l), Cl 82mEg/l (normal :
98-107mEg/l)
- BAK 2200 – 2400 cc/hari
- Intake : Output = 2725 : 3525
= - 625
2. Rabu/ 23 DS: Nyeri akut. Agen cidera:
April/ 2014 - Klien mengatakan nyeri di fisik.
sekitar tumit kirinya
- Klien mengatakan kaki
kirinya sedikit kaku dan tidak
nyaman saat digerakkan
- P : luka di tumit kiri
- Q : ditekan
- R : menjalar ke kedua kaki
- S:5
- T : saat kaki digerakkan
DO :
- Klien meringis saat kaki kiri
digerakkan
- Ada luka di tumit kiri
3. Rabu/ 23 DS: Risiko Pemasangan
April/ 2014 - Klien mengatakan tidak Infeksi invasif
nyaman dengan dipasangnya infus (infus)
DO :
- Terpasang infus NaCl 20
tetes/menit di tangan kanan

D. Rencana Tindakan Keperawatan

No. Tujuan Umum Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan Thermoregulator (0800) Temperature
tindakan asuhan - TTV: T : 370C, Na 80 Regulation (3900)
keperawatan selama 3 x x/menit, RR 16 x/menit, TD : - Monitor
24 jam pada pasien 110/70 mmHg temperatur setiap 2
denganhipertermia - Dehidrasi (-) jam sekali
berhubungan dengan - Tidak ada perubahan warna - Monitor TTV
dehidrasi dapat teratasi. kulit - Monitor perubahan
warna kulit
Hydration (0602) - Monitor dan
- Turgor kembali dalam 2 detik melaporkan tanda-
- Membrane mukosa lembab tanda hipertermia.
- Intake cairan 2000 – 2500 - Berikan kompres
cc/hari hangat
- Haus (-), konjungtiva anemis - Anjurkan untuk
(-) tidak memakai
- Haluan urin tepat 1000 selimut dan pakaian
cc/hari yang tebal.

Fluid management
(4120)
Berikan cairan 2500
cc/hari.
- Berikan terapi
cairan (infus) yang
sesuai
2. Setelah dilakukan Pain Level (2102) Pain Management
tindakan asuhan - Melaporkan nyeri berkurang (1400)
keperawatan selama 3 x (3) - Lakukan
24 jam pada pasien - Tidak menunjukan ekspresi pengkajian nyeri
dengan nyeri akut wajah menahan nyeri secara komprehensif
berhubungan dengan - Mampu mengontrol nyeri termasuk lokasi,
cidera: fisik, nyeri dapat (tahu penyebab nyeri, mampu karakteristik, durasi,
teratasi. menggunakan teknik frekuensi, kualitas,
nonfarmakologi untuk intensitas nyeri dan
mengurangi nyeri, mencari faktor presipitasi.
bantuan) - Observasi reaksi
- TTV normal (TD 110/70 nonverbal dari
mmHg, N 80 x/menit, RR 16 ketidaknyamanan.
x/menit, T 37,50C) - Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
(teknik napas
dalam)
- Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian
analgetik.
- Kaji TTV
3. Setelah dilakukan Risk Control: Infection Infection Control
tindakan asuhan Process (1924) (6540)
keperawatan selama 3x - Bebas dari tanda – tanda - Batasi jumlah
24 jam infeksi: puss (-), dolor (-), pengunjung
pada pasiendengan resiko rubor (-), tumor - Pantau TTV
infeksi berhubungan (-),fungsiolasea (-). - Observasi tanda-
dengan pemasangan - Daerah pemasangan infus tanda infeksi dan
invasif (infus)dapat bersih peradangan (seperti
teratasi. - TTV normal (TD 110/70 dolor, rubor, tumor,
mmHg, N 80 x/menit, RR 16 fungsiolasea)
0
x/menit, T 37,5 C) - Lakukan teknik
aseptik
saat melakukan
tindakan
pemasangan infus.
- Pastikan
penanganan aseptik
di daerah IV
- Lakukan
perawatan infuse
- Observasi daerah
pemasangan infus
- Segera cabut infus
bila tampak adanya
pembengkakan atau
phlebitis
- Berikan
lingkungan yang
bersih dan nyaman
- Kolaborasi
pemberian obat
antibiotik
- Berikan
pengetahuan kepada
pasien dan keluarga
tentang tanda dan
gejala infeksi
- Tingkatkan upaya
pencegahan dengan
melakukan cuci
tangan yang baik.

E. Implementasi dan Evaluasi

IMPLEMENTASI EVALUASI
DATA : S :
1. Klien mengatakan kalau malam 1. Klien mengatakan badannya masih
sering sekali bolak – balik ke kamar panas dan lemas
mandi kurang lebih 2200 - 2400 cc/hari, 2. Klien mengatakan masih nyeri dan
saat bangun tidur terasa lemas, sering haus, senang dilatih teknik napas dalam tetapi
badanya terasa panas dan lemas. Membran belum bisa melakukannya sendiri.
mukosa mulut kering, konjungtiva anemis, 3. Klien mengatakan sakit saat dipasang
turgor kulit kembali 5 detik, kulit kering, infus dan tidak nyaman untuk bergerak
pucat, TD 140/100mmHg, Na 88 x/menit, O:
RR 24x/menit, T: 38,50C, Ka 1. Membran mukosa mulut kering,
2,9mEg/l, Na 117meq/l, Cl konjungtiva anemis, turgor kulit kembali
82mEg/l, BAK 2200 – 2400 cc/hari, 4 detik, kulit kering, pucat, lemas, TD
dan Intake : Output = 2725 : 3525 = - 625. 130/90mmHg, Na 84 x/menit,
2. Klien mengatakan nyeri di sekitar RR 22x/menit, T: 380C, BAK 1700 cc
tumit kirinya, kaki kirinya sedikit kaku dan 2. Nyeri skala 5, klien tampak meringis,
tidak nyaman saat digerakkan, nyerinya klien tampak pelan dalam menggerakan
karena luka di tumit kiri seperti ditekan kakinya, cemas (-), klien belum bisa teknik
dan menjalar ke kedua kaki dengan skala 5 napas dalam secara mandiri
saat kaki digerakkan. Klien meringis saat 3. Klien meringis saat dipasang infus,
kaki kiri digerakkan dan ada luka di tumit terpasang infus NaCl 30 tetes/menit di
kiri. tangan kiri, klien tampak tidak nyaman
3. Klien mengatakan tidak nyaman dengan adanya infus di tangannya.
dengan dipasangnya infus. Terpasang infus A:
NaCl 20 tetes/menit di tangan kanan. 1. Hipertermia (+)
2. Nyeri (+)
DIAGNOSA : 3. Resiko infeksi (+)
1. Hipertermia berhubungan dengan P:
dehidrasi 1. a. Berikan kompres hangat 10 – 15
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen menit pada pukul 14.00 dan 19.00 WIB
cedera : fisik b. Pakai pakaian dan selimut yang tipis
3. Risiko infeksi berhubungan dengan c. Berikan minum 2500 cc/hari
pemasangan invasif (infus) 2. a.Melakukan teknik napas dalam setiap
merasakan nyeri
TINDAKAN : 3. a. Batasi jumlah pengunjung
1. a. Memberikan terapi cairan infus NaCl b. Berikan lingkungan yang bersih dan
30 tetes/menit di punggung tangan kiri. nyaman
b. Memberikan minum 2500 cc/hari. c. Lakukan cuci tangan yang baik
c. Mengukur suhu tubuh di axilla kiri
pasien, tekanan darah di lengan atas tangan
kanan, nadi di nadi radialis, dan
pernapasan dengan cara melihat kembang
kempis perut pasien.
2. a. Mengkaji nyeri pasien dengan cara
menanyakan penyebab
nyeri, karakteristik, lokasi, durasi,
intensitas nyeri pada kaki kiri pasien dan
menyimpulkan skala nyeri berdasarkan
karakteristik yang dikeluhkan pasien.
b. Mengajarkan teknik napas dalam
dengan cara tangan kanan diletakkan
didada pasien sedangkan tangan kiri
diletakkan di perut pasien, kemudian suruh
pasien untuk menarik napas dalam dan
mengeluarkannya melalui mulut, dan
suruh pasien merasakan pergerakan di
perut.
3. a. Melakukan pemasangan infus
NaCl 30 tetes/menit dengan teknik aseptik
dipunggung tangan kiri pasien
menggunakan alat dan tindakan yang
steril.
b. Melakukan perawatan infus steril
dengan cara melepas balutan yang sudah
kotor atau basah dengan alkohol,
melepaskan semua plester, kemudian
mengolesi daerah sekitar tusukan dengan
NaCl dan iodin dan menutup kembali
bekas tusukan infus dengan kassa steril
dan diplester.

RTL :
1. a. Monitor suhu setiap 2 jam
( pukul 06.30 WIB, 08.30 WIB, 10.30
WIB, 12.30 WIB, 14.30 WIB, 16.30 WIB,
18.30 WIB, 20.30 WIB).
b. Monitor TTV 4 x/hari ( pukul
08.30 WIB, 12.30 WIB, 16.30 WIB, dan
20.30 WIB).
c. Berikan infus NaCl 30 tetes/menit pada
pukul 08.00 WIB.
2. a. Kaji nyeri pasien pada pagi hari
pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul
15.30 WIB.
b. Berian injeksi muscular analgesic terapy
pronalges 10 ml/gr 3 x/hari ( pukul 08.00,
13.00, dan 19.00 )
c. Ajarkan teknik napas dalam setelah
mengkaji nyeri
3. a. Ganti infus NaCl 30 tetes/menit
pada pukul 08.00 WIB
b. Lakukan perawatan infus 3x sehari pada
pukul 11.00 WIB, 16.00 WIB dan 20.00
WIB
c. Berikan antibiotik dengan terapi injeksi
Cefriaxon 3x400 gr melalui selang
infuse pada pukul 08.15 WIB, 13.00 WIB,
dan 19.00 WIB
d. Ajarkan teknik cuci tangan yang baik
pada pukul 15.30 WIB
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan
hormonal dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak
dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi dengan.
Klasifikasi DM menurut National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health adalah IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus), NIDDM
(Non Insulin Dependent Diabetes melitus), DMG (Diabetes Melitus Gestational) dan
intoleransi glukosa berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu.
Diabetes mellitus disebabkan oleh faktor keturunan, fungsi sel pankreas dan
sekresi insulin yang berkurang, usia dan obesitas.
Tanda dan gejala diabetes mellitus diantaranya adalah poliuri, polidipsi,
poliphagi, mata kabur, luka sulit sembuh, infeksi, berat badan menurun, lemas, lekas
lelah dan tenaga kurang.
Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol,
akibat rendahnya produk insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel
akan starvasi. Bila kadar meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan
menimbulkan diuresi sehingga pasien banyak minum (polidipsi).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan gula
darah, pemeriksaan Hb, dan pemeriksaan urin.
Komplikasi diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi akut (diabetik
ketoasedosis, koma hiperosmolar nonketotik, dan hypoglikemia hypoglikemia),
komplikasi kronik (makrovaskuler : neuropati, katarak, dan penyakit ginjal dan
mikrovaskuler : jantung koroner, pembuluh otak, dan pembuluh darah kaki)
Penatalaksanaan pada diabetes mellitus antara lain diet, olahraga, edukasi,
farmakologi, dan pemeriksaan diagnostic.
Pengkajian pada klien diabetes mellitus antara lain identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat lingkungan, pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan terapi.
Diagnosa keperawatan pada diabetes melitus antara lainkekurangan volume
cairan berhubungan dengan output berlebihan,perubahan status nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan
oral, resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia, kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan imonologis, kelelahan berhubungan dengan
penurunan produksi energi metabolic dan kurang pengetahuan tentang penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi

B. Saran
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau pembaca disarankan
agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan
gejala penyakit diabetes mellitus dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit
tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta :
EGC.

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.

Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.


Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

http://www.asuhan-keperawatan-dm.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2014 pukul


13.15 wib)

http://www.askep-diabetes-melitus.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2014 pukul 13.18


wib)

http://www.asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_dm.html (diakses pada tanggal 19


Mei 2014 pukul 13.27 wib)

http://www.askep-diabetes-melitus-dm.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2014 pukul


13.27 wib)

http://www.Diabetes-Melitus-Konsep-Dasar-Keperawatan-Simpul-Medika.html (diakses
pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 16.53 wib)

Anda mungkin juga menyukai