Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PENGERTIAN DASAR dan PERKEMBANGAN MANAJEMEN

2.1. PENGERTIAN MANAJEMEN

Banyak ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai definisi atau pengertian


manajemen. Beberapa di antaranya merumuskan manajemen sebagai berikut :
(1)
1. Stoner & Wankel : Manajemen adalah proses merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota
organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
(1)
2. Terry : Manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumberdaya manusia dan
sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Masih banyak lagi definisi atau pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai
manajemen, namun demikian dari sekian banyak definisi tersebut dapat dikatakan
bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk memelihara
kerjasama sekelompok orang dalam satu kesatuan serta usaha memanfaatkan
sumber daya yang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian sebenarnya kegiatan manajemen itu
hampir selalu ada pada setiap kegiatan manusia, sebab sebagai makhluk sosial
manusia akan selalu berusaha berkumpul dan bekerja sama.

Jika dilihat dari pengertian paling mendasar dari organisasi, maka dapat dikatakan
bahwa untuk menjalankan suatu organisasi, apapun bentuk organisasi tersebut,
dibutuhkan manajemen.
2.2. UNSUR-UNSUR MANAJEMEN

Dari pengertian manajemen di atas dikemukakan bahwa manajemen adalah suatu

II-1
proses untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang
diperlukan tersebut disebut sebagai unsur-unsur manajemen.
Lebih lengkapnya, (1)unsur-unsur manajemen ini dapat dikelompokkan menjadi:
1. Manusia (man).
2. Bahan (materials).
3. Mesin (machines).
4. Metode/cara kerja (methods).
5. Modal uang (money).

Unsur-unsur ini dikenal pula sebagai 5 m, bila dinyatakan dalam bahasa Inggris.
Bahan (materials) tidak harus diartikan sebagai logam seperti dalam industri
manufaktur logam misalnya. Ia juga bisa berarti informasi yang diolah misalkan
dalam manajemen perkantoran.

Berkenaan dengan unsur-unsur atau sumber daya ini harus diingat bahwa semua
itu tidak tersedia secara berlimpah. Ada keterbatasan yang mengakibatkan
pemanfaatannya harus dilakukan sehemat dan secermat mungkin. Dengan
demikian proses manajemen yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan
tersebut untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

2.3. TINGKATAN MANAJEMEN

Suatu organisasi mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu yang berbeda satu sama


lain. Ada tingkatan organisasi yang bersifat operasional atau pelaksanaan
misalkan dalam suatu kegiatan industri adalah operator-operator mesin, ada
tingkatan yang bersifat strategis misalkan direksi.

(1)
Berdasarkan tingkatan-tingkatan organisasi ini, dapat dibedakan tingkatan
manajemen. Pada dasarnya terdapat tiga tingkatan manajemen, yaitu :

II-2
1. Manajemen tingkat terbawah (first line management) yaitu tingkatan
manajemen pada tingkat bawah dari suatu organisasi. Pada tingkatan ini
manajemen berfungsi mengarahkan pekerja-pekerja operasional. Jika dilihat
dari segi perencanaan yang dibuat pada tingkatan ini maka jangkauan
perencanaan yang dibuat biasanya hanya melingkupi jangka waktu harian.
Mandor-mandor berada dalam tingkatan manajemen ini.
2. Manajemen tingkat menengah (middle management) adalah tingkatan
manajemen yang berfungsi mengarahkan kegiatan dari manajemen terbawah.
jangkauan waktu Perencanaan yang dibuat bersifat menengah.
3. Manajemen tingkat atas (top management) adalah tingkatan paling tinggi dari
manajemen yang biasanya terdiri atas beberapa orang saja. Jangkauan
perencanaan yang dibuat di sini bersifat strategis dan meliputi kurun waktu
rencana jangka panjang.

2.4. PERKEMBANGAN ILMU MANAJEMEN

Jika dilihat hakekatnya, sebenarnya proses manajemen atau kegiatan


bermanajemen sudah dilakukan orang sejak dahulu, yaitu sejak manusia mulai
merasa perlu untuk membentuk kelompok untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Namun sebagai disiplin ilmu, manajemen belum cukup
lama berkembang. Dapat dikatakan revolusi industri merupakan tonggak awal
perkembangan ilmu manajemen. Perubahan cara berproduksi menjadi produksi
masal menimbulkan pemikiran untuk mengelola usaha produksi tidak dengan cara
'coba-coba' lagi. Dan masa-masa selanjutnya muncul banyak hal yang mendorong
perkembangan ilmu manajemen hingga mencapai kondisi seperti saat ini.

Secara kronologis, perkembangan ilmu manajemen dan sebab-sebab yang melatar


belakanginya dapat dikemukakan sebagai berikut :

(4)
2.4.1. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)

II-3
Diperkenalkan oleh F.W. Taylor, pada dasarnya menekankan pada perencanaan,
standarisasi dan memperbaiki usaha manusia pada tingkat operator dalam upaya
(1)
memaksimumkan output dengan input yang minimum. Taylor mengusulkan
adanya pemberian bonus bagi pekerja yang dapat menyelesaikan pekerjaannya
lebih cepat dari waktu standar yang telah ditetapkan. Selain itu, Taylor juga
menetapkan pengaturan jam dan frekuensi istirahat pekerja.
(4)
Peran manajemen ditekankan Taylor dengan pernyataannya :
“Hanya melalui pelaksanaan standarisasi metode-metode, pelaksanaan
pemakaian peralatan dan kondisi kerja yang baik, dan pelaksanaan kerjasama
maka suatu pekerjaan dapat dijamin akan berjalan lebih cepat. Dan tugas untuk
melaksanakan pemakaian standar-standar dan melaksanakan ketentraman kerja
sama ada di tangan manajemen. Manajemen harus menyadari kenyataan umum
bahwa pekerja tidak akan menerima standarisasi dan tidak akan bekerja lebih
keras tanpa menerima yang lebih besar.”

(1)
Kelemahan dari manajemen ilmiah adalah memandang pekerja semata-mata
hanya sebagai obyek kerja saja. Pendapat yang menyatakan bahwa bonus dapat
mendorong produktivitas kerja ternyata tidak selamanya benar sehingga
mendorong timbulnya pemikiran-pemikiran baru di kalangan ilmuwan
manajemen.

(4)
2.4.2. Teori administrasi

Diperkenalkan oleh Henri Fayol pada tahun 1916 dengan mengemukakan prinsip-
prinsip yang terdiri dari :
a. Division of work, yaitu asas pembagian kerja atau spesialisasi untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
b. Autority and responsibility, yaitu asas kekuasaan (wewenang), harus ada
kekuasaan untuk membuat dirinya ditaati. Adanya kekuasaan harus diikuti
oleh tanggung jawab.

II-4
c. Dicipline, harus ada penghargaan dan ketaatan terhadap peraturan, tata tertib
dan tujuan organisasi.
d. Unity of command, asas kesatuan komando/pimpinan yaitu seorang pekerja
hanya menerima perintah dari satu orang atasannya.
e. Unity of direction, asas kesamaan arah gerak, satu kepala dan satu rencana
untuk seluruh gerak operasi menuju satu tujuan.
f. Subordination of individual interest to general interest, asas bahwa
kepentingan pribadi di dalam organisasi harus di bawah dan mengalah kepada
kepentingan umum organisasi.
g. Remuneration of personnel, asas bahwa personil itu harus dapat penghargaan
yang setimpal dengan jasa-jasa mereka kepada organisasi. Penghargaan itu
harus adil, dan sedapat-dapatnya mendapatkan kepuasan baik kepada personil
maupun badan usaha/organisasi.
h. Centralization, asas yang menyatakan bahwa semua organisasi harus terpusat.
i. Scaler of chain, asas yang menyatakan adanya rangkaian dari kekuasaan yang
paling tinggi sampai tingkat terendah.
j. Order, asas ketertiban, yaitu satu tempat untuk setiap orang dan setiap orang
pada tempatnya. Dalam organisasi harus disediakan satu tempat (jabatan)
untuk setiap pegawainya dan setiap orang (pegawai) harus berada di tempat
yang telah ditentukan kepadanya. Jadi di sini berlaku asas “The right man in
the right place”.
k. Equity, asas kewajaran dan keadilan, didasarkan kepada perjanjian dan
kesepakatan organisasi.
l. Stability of tenure of personnel, asas yang menyatakan bahwa diperlukan
waktu bagi pegawai baru untuk menyesuaikan diri pada jabatannya sehingga
bisa menunaikan tugasnya dengan cukup baik. Jadi jika seorang pegawai
sebelum mencapai tingkat penyesuaian diri yang cukup dalam suatu jabatan,
lalu dipindahkan, maka ia tidak mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan
karyanya dengan baik dan dia tidak mendapatkan kepuasan dari kariernya/
kerjanya.

II-5
m. Initiative, asas inisiatif, yaitu kesempatan untuk berinisiatif pada semua
tingkat jabatan, kesempatan untuk memikirkan dan merencanakan sendiri
suatu karya, mengusulkannya pada atasannya dan melaksanakannya sendiri.
Dari sini dapat diharapkan kegembiraan kerja, kepuasan kerja dan kebanggaan
bagi si karyawan, yang akan menguntungkan organisasi. Manajer yang baik
adalah manajer yang pandai memberikan inisiatif kepada bawahan.
n. Esprit de corps, asas semangat kebersamaan, yaitu perlunya kekompakan
dalam bekerja di antara seluruh personil dan perlunya dibina kerukunan secara
terus menerus di antara personil, karena hal ini merupakan kekuatan yang
besar bagi suatu organisasi atau badan usaha.

(1)
2.4.3. Pendekatan Hubungan Manusia (Human Relation Behavioral
Approach)

Masalah manusia yang tidak dapat dijawab oleh pendekatan manajemen ilmiah
menjadi pendorong bagi perkembangan ilmu manajemen berikutnya. Bersamaan
dengan itu berkembang pula ilmu psikologi industri, yang dipelopori oleh Hugo
Munsterberg, dan ilmu sosiologi yang ikut memberi pengaruh pada ilmu
manajemen.

Ditinjau dari sudut hubungan antar manusia (human relations) praktek manajemen
dapat dilihat sebagai pola hubungan antara manajer (atasan) dengan bawahannya.
Kondisi efisiensi kerja yang rendah merupakan petunjuk adanya hubungan yang
buruk antara bawahan dan atasan. Atasan harus mengetahui faktor-faktor sosial
dan faktor-faktor lain yang dapat memotivasi bawahan agar ia dapat membina
hubungan yang lebih baik dengan bawahannya.

Pelopor dari aliran manajemen ini adalah Elton Mayo. Mayo merumuskan
pendapatnya melalui serangkaian penelitian yang sangat dikenal, yaitu The
Hawthorne Experiments. Berdasarkan penelitian tersebut, Mayo yang dibantu
juga oleh beberapa temannya mengemukakan beberapa hasil temuannya, antara

II-6
lain :
a. Perangsang finansial atau bonus yang tidak selamanya akan meningkatkan
produktivitas pekerja.
b. Perilaku manajemen, dalam hal ini manajer atau pengawas, juga
mempengaruhi produktivitas pekerja. Perhatian pengawas pada bawahannya
bisa memberi pengaruh baik pada produktivitas kerja.
c. Kelompok informal dalam lingkungan pekerja yang berfungsi sebagai
lingkungan sosial pekerja juga mempengaruhi produktivitas pekerja.

Dalam perkembangannya, pendekatan hubungan antar manusia (human relation)


ini berkembang menjadi ilmu perilaku (behavior science), dan pendekatannya
dalam manajemen menjadi pendekatan perilaku. Pengikut aliran ini memandang
praktek-praktek manajemen sebagai rangkaian pola tingkah laku manusia yang
berperan di dalamnya. Berdasarkan pandangan tersebut, aliran manajemen ini
tidak lagi melihat manusia sebagai manusia rasional dan ekonomis (rational-
economic-man) tetapi melihat manusia sebagai makhluk sosial (social-man).
Kebutuhan manusia tidak hanya kebutuhan fisiologis saja (makan, rumah,
pakaian) tetapi mencakup juga kebutuhan-kebutuhan lain seperti keinginan untuk
diterima dan dihargai oleh orang lain yang harus dipenuhi juga dalam bekerja.

Dalam praktek manajemen, pendekatan perilaku banyak memberikan perbaikan


dari segi kemanusiaan. Penemuan-penemuan yang dihasilkan pendekatan ini
seperti tentang bagaimana munculnya motivasi orang, bagaimana kelompok
berperilaku, bagaimana hubungan antar individu terjadi dalam bekerja,
menyebabkan makin diperbaikinya cara-cara berhubungan antara atasan dengan
bawahannya. Ini berarti gaya manajer mengalami perubahan dan akibatnya terjadi
pula perubahan pada pola pelatihan manajemen (management training).
Kelemahan-kelemahan ternyata juga ada dalam pendekatan manajemen ini. Hasil-
hasil penelitian dengan ilmu perilaku (behavioral science) ini seringkali sulit
diterapkan dengan praktis. Lebih dari itu tingkah laku manusia itu sendiri sangat
rumit, sehingga sangat sulit untuk dipelajari.

II-7
(1)
2.4.4. Penyelidikan Operasional (Management Science)

Perang Dunia II juga memberi pengaruh pada perkembangan ilmu manajemen.


Pada saat itu pihak sekutu tengah mengembangkan teknik-teknik optimasi
“penyelidikan operasional” (operations research) untuk menghadapi pasukan
kapal selam pihak Jerman. Ketika perang selesai ternyata teknik-teknik optimasi
yang dikembangkan tersebut dapat dipakai dalam dunia industri, bahkan
selanjutnya terjadi pengembangan terus-menerus dalam teknik optimasi tersebut.
Perkembangan inilah yang kemudian mempengaruhi perkembangan ilmu
manajemen.

Penyelidikan operasional dikenal juga sebagai aliran kuantitatif dalam


manajemen. Berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, aliran ini memanfaatkan
matematika sebagai alat untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen.
Aliran ini memandang manajemen sebagai suatu kesatuan logis dari tindakan-
tindakan yang dapat dinyatakan secara matematis dan dapat diukur. Menurut
aliran ini persoalan dalam manajemen adalah :
a. Optimasi masukan-keluaran.
b. Permodelan persoalan secara matematis.

Sebagai contoh, misalkan ingin dicapai penghematan biaya produksi tanpa


mengurangi mutu produk tersebut. Dengan mengadakan optimasi variabel-
variabel yang mempengaruhi biaya produksi (masukan) seperti biaya untuk bahan,
biaya untuk tenaga kerja, yang dengan sendirinya mempengaruhi mutu produk,
maka tujuan yang diinginkan dapat dicapai.

Teknik-teknik yang dikembangkan dalam penyelidikan operasional ini tidak


hanya dipakai dalam sistem produksi. Metode Lintasan Kritis atau Critical Part
Method (CPM) dan Teknik Evaluasi Revisi Proyek atau Project Evaluation and
Review Technique (PERT) adalah metode yang dikembangkan dengan pendekatan

II-8
ini yang dimanfaatkan dalam manajemen proyek.

Tidak dapat dipungkiri bahwa teknik-teknik kuantitatif tersebut merupakan alat


yang sangat tangguh untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam manajemen.
Namun demikian, pemecahan tersebut hanya terbatas pada masalah manajemen
yang bersifat kuantitatif seperti persediaan, perencanaan produksi, dan lain-lain.
Bila masalah yang dihadapi sangat komprehensif sehingga sulit untuk
dikuantitatifkan, maka pendekatan ini sulit diterapkan.
(1)
2.4.5. Manajemen Dengan Pendekatan Sistem

Perkembangan teknologi menyebabkan semakin rumitnya sistem produksi dan


semakin pendeknya umur suatu produk. Selain itu penyebaran teknologi yang
begitu cepat, ditambah dengan adanya perdagangan yang bebas menyebabkan
makin ketatnya persaingan, tidak lagi antar perusahaan dalam satu negara
melainkan sudah mencapai tingkatan antar negara. Hal ini menuntut pengelolaan
usaha yang makin baik, yang dengan perkataan lain makin mendorong
perkembangan ilmu manajemen. Perkembangan berikutnya dari ilmu manajemen
adalah manajemen dengan pendekatan sistem dan manajemen dengan pendekatan
situsional (contingency approach).

Pendekatan sistem memandang manajemen sebagai suatu sistem. Sistem itu


sendiri adalah suatu kesatuan dari beberapa bagian yang disebut subsistem, dan
mempunyai suatu tujuan tertentu. Setiap sistem memiliki masukan-masukan
tertentu dan memiliki proses transformasi tertentu yang memproses masukan-
masukan tersebut menjadi keluaran-keluaran tertentu. Sistem berada dalam suatu
lingkungan tertentu yang sangat mempengaruhi, dan sifat khas lingkungan adalah
sulit untuk dikendalikan. Misalkan suatu perusahaan dipandang sebagai suatu
sistem, maka situasi ekonomi, dan persaingan, merupakan lingkungan sistem
(perusahaan) yang akan mempengaruhi setiap aktivitas perusahaan dan sulit untuk
dikendalikan.

II-9
Manajemen yang baik harus dapat mengendalikan subsistem-subsistem yang
dimilikinya dengan baik dan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang
dapat terjadi dalam lingkungan. Dengan kata lain, pendekatan ini berusaha
melihat persoalan-persoalan manajemen dalam perspektif kesatuan sebab-akibat
yang bersifat menyeluruh, bukan sebagai satuan-satuan yang terpisah-pisah.

Dalam prakteknya pendekatan-pendekatan kuantitatif dalam penyelidikan


operasional banyak dipakai dalam pendekatan sistem ini. Dapat dibayangkan
betapa rumitnya penyelesaian yang harus dilakukan mengingat persoalan dilihat
dalam perspektif kesatuan, sehingga komputer banyak dipakai dalam penerapan
manajemen dengan pendekatan sistem ini.

(1)
2.4.6. Manajemen Dengan Pendekatan Situasional (Contingency Approach)

Pengembangan lebih lanjut dari manajemen dengan pendekatan sistem adalah


manajemen dengan pendekatan situasional. Pendekatan situasional ini
dikembangkan berdasarkan kenyataan bahwa banyak pemecahan masalah
manajemen yang efektif di suatu tempat belum tentu berhasil di tempat lain.
Timbul pendapat bahwa faktor-faktor keadaanlah (situasional factor) yang
menyebabkan hal-hal tersebut terjadi.

Sesuai dengan prinsipnya, maka tugas dari seorang manajer adalah mencari atau
menentukan teknik-teknik manajemen yang dapat memecahkan persoalan sesuai
dengan tujuan dan situasi yang dihadapi, batasan-batasan, dan jangka waktu yang
tersedia. Sebagai contoh, bila suatu perusahaan ingin meningkatkan produktivitas
pekerjanya, manajemen dengan pendekatan perilaku akan segera mengusahakan
pengembangan motivasi kerja pekerja. Tetapi dengan pendekatan situasional,
pihak manajemen terlebih dahulu akan melihat keadaan pekerja. Bila pekerja
masih belum memiliki keterampilan yang baik, maka manajemen mungkin akan
mengusulkan program penyederhanaan kerja (work simplification). Sebaliknya
jika pekerja sudah terampil program yang mungkin baik dilakukan bukan

II-10
penyederhanaan kerja, melainkan pengkayaan kerja (job enrichment).

Dalam pendekatan ini kecenderungan dalam memandang setiap situasi yang rumit
sangat diperlukan, dan manajerlah yang harus berperan aktif dalam menentukan
apa yang baik bagi situasi yang dihadapinya itu. Pendekatan manajemen
situasional ini dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Fremont Kast, James
Rosenzweig, Robert Kahn, dan lain-lain.

2.5. DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, Ali Basyah, “Manajemen”, Institut Teknologi Bandung, 1988


th
2. Stoner, James A F dan C Wankel, ”Management” , 3 ed, Englewood Cliff :
Prentice Hall International, 1986
3. Sukarno K, ”Dasar-dasar Manajemen”, Penerbit Miswar, 1985
4. Suryadi, Kadarsyah, “Manajemen dan Komunikasi”, Institut Teknologi
Bandung, 1996
rd
5. Terry, George R dan S G Franklin, “Principles of Management”, 8 ,
Homewood : Richard Irwin, Inc, 1982

II-11

Anda mungkin juga menyukai