Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana elin, 2009 dalam NANDA
2015)

2. Penyebab/ faktor predisposisi Diabetes Mellitus


Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter memegang peranan penting.
a. DM Tipe I
diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri.
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan autoimun sel beta.
b. DM Tipe II
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun), Obesitas, Riwayat keluarga
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3
yaitu:
1. < 140mg/dL  normal
2. 140 < 200 mg/dL  toleransi / glukosa terganggu
3. > 200 mg/dL  diabetes
(NANDA 2015)
3. Pohon Masalah Diabetes Mellitus
- 4.
faktor genetic, Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi Gula dalam darah tidak bisa
- infeksi virus, insulin masuk dalam sel
- Pengrusakan imunologi

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Dieresis osmotik Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemi Kerusakan pada antibodi

Poliuri -> Retensi Urine Aliran darah lambat Koma diabetik Kekebalan tubuh menurun

Kehilangan elektrolit dalam sel Iskemik jaringan


Risiko infeksi Neuropati sensori perifer
Dehidrasi Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit

Risiko syok Kehilangan kalori


Gangrene Kerusakan integritas jaringan

Sel kekurangan bahan untuk


Merangsang hipotalamus metabolisme Protein dan lemak dibakar BB menurun

Pusat lapar dan haus Keletihan


Katabolisme lemak Pemecahan protein
Polidipsi dan polipagia
Asam lemak
Keton Ureum
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan (NANDA 2015)
tubuh Keteasidosis
4. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes mellitus menurut American Diabetes Association, 2010
adalah sebagai berikut :
a. Diabetes tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Pada Diabetes tipe 1 lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi
insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang
diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat diproduksikan. Hanya sekitar 10%
dari semua penderita diabetes melitus menderita tipe 1. Diabetes tipe 1
kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor
lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi dapat menyebabkan
penghancuran sel penghasil insulin di pankreas (Merck, 2008).
b. Diabetes tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Diabetes tipe 2 ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus
menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari
normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga
tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe
ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi
lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor risiko utama
pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2
mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun,
maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar
untuk mengawali kadar gula darah normal (Merck, 2008).

Klasifikasi diabetes mellitus menurut NANDA, 2015 adalah sebagia berikut :


1) Klasifikasi Klinis :
a. DM
- Tipe I : IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses
autoimun.
- Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa dari jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati :
- Tipe II dengan obesitas
- Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes Kehamilan
2) Klasifikasi Resiko Statistik :
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan glukosa

5. Gejala Klinis Diabetes Mellitus


1) Menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan
menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

2) Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes


Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat
badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

3) Manifestasi utama penyakit DM adalah hiperglikemia, yang terjadi akibat


(1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel;
(2) berkurangnya penggunaan glukosa oleh berbagai jaringan; dan
(3) peningkatan produksi glukosa (glukoneogenesis) oleh hati.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan sekalipun asupan kalori
memadai, merupakan gejala utama defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma
jarang melampaui 120 mg/dL pada manusia normal, kadar yang jauh lebih
tinggi selalu dijumpai pada pasien defisiensi kerja insulin. Setelah kadar
tertentu glukosa plasma dicapai (pada manusia pada umumnya >80 mg/dL),
taraf maksimal reabsorpsi glukosa pada tubulus renalis akan dilampaui, dan
gula akan diekskresikan ke dalam urine (glukosuria). Volume urine
meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air yang bersifat
obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria) : kejadian ini selanjutnya
akan menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas), bertambahnya rasa haus dan
gejala banyak minum (polidipsia). Glukosuria menyebabkan kehilangan
kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang
diekskresikan keluar); kehilangan ini, jika ditambah lagi dengan hilangnya
jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang
hebat meskipun terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan
kalori yang normal atau meningkat (Granner, 2003).

4) Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi


insulin (Price & Wilson dalam NANDA 2015)
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis
osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa
haus (polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal,mata kabur,
impotensi, peruritas vulva
Kriteria diagnosis DM : (Sudoyo Aru, dkk 2009 dalam NANDA 2015)
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu
3. Gejala klasik DM + glukosa plasma ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994) : (Sudoyo Aru, dkk 2009)
1) 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa (dengan
karbohidrat yang cukup)
2) Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3) Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
4) Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gam/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu
5 menit
5) Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
6) Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7) Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Diabetes Mellitus


1) Kadar glukosa darah
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL)
Kadar Glukosa Darah
DM Belum Pasri Dm
Sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)
Kadar Glukosa Darah
DM Belum Pasti Dm
Puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
- Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dL (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dL)
3) Tes laboratorium DM
1. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
- GDP, GDS
- Tes Glukosa urin :
o Tes konvensional (metode resuksi/benedict)
o Tes carik celup (metode glukosa oksidasi/hexokinase)
2. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah
2 Jam Post Prandial), Glukosa Jam ke-2 TTGD
3. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah :
- GDP : plasma vena, darah kapiler
- GD2 PP : plasm vena
- A1c : darah vena, darah kapiler
4. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
- Mikroalbuminuria : urin
- Ureum, kreatinin, Asam Urat
- Kolesterol total : plasma vena (puasa)
- Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
- Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
- Trigliserida : plasma vena (puasa)
(NANDA 2015)

7. Penatalaksanaan Medis Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah
kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB - 100) - 10%,
sehingga didapatkan :
1) Berat badan kurang ≤ 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90 - 110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110 - 120% dari BB Ideal
4) Gemuk ≥ 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10 - 30% untuk pekerja berat).
Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori
terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2 - 3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya. (Iwan S, 2010)
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging
(Iwan S, 2010).
c. Obat Hipoglikemik :
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid
kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena
risiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid.
Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau
ginjal.
2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT
27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S,
2010).
3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan
diet (perencanaan makanan)
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah
dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah
pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis
maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan
penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne,
2002).
d. Penyuluhan
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang
optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik.
Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare &
Suzanne, 2002).

Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes


Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
3) Penghambat glukoneogenesis
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah.

Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pda keadaan :


1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetic (KAD) atau Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
(HONK)
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
7. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
(NANDA 2015)

8. Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
menurut Smeltzer (2002) yaitu :
a. Komplikasi akut, adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah :
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cikupnya jumlah insulin yang nyata
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak
tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau
preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
b. Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Komplikasi Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa
dalam darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal menjadi menurun
sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati. Katarak
juga dapat disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer , sistem saraf otonom
medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.
2) Komplikasi Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis)
dengan risiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik keadaan
ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya
infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah-celah
kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal
dan kalus demikian juga pada daerah –daerah yang terkena trauma
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian pasien DM secara teori menurut Doenges (1999) :
a. Pengkajian Demografi :
Diabetes mellitus banyak diderita oleh perempuan dewasa. Usia kurang lebih
40 tahun
b. Pengkajian Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit infeksi pada pankreas, tumor pada pankreas, hipertensi, riwayat DM
sebelumnya.
c. Pengkajian Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit DM dikeluarga klien
d. Pengkajian data dasar pasien DM
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur / istirahat
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi / disorentasi, koma, penurunan kekuatan otot
2) Sirkulasi
Gejala : Kebas, kesemutan ekstemitas, ulkus pada kaki, penyembuhan
yang lama
Tanda : Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun / tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan
kemerahan, bola mata cekung
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi).
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras
5) Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, tidak mengikuti diit,
peningkatan masukan glukosa / karbohidat, penurunan berat badan lebih
dari periode selama hari / minggu, Haus, Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda : Kulit kering / bersisik, kekakuan / distensi abdomen, muntah
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau ketonisis / manis, bau buah (nafas acetone)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing / pening, sakit kepala, kesemutan, porestesia, gangguan
penglihatan , penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda : Disorentasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, (tahap lanjut),
gangguan memori (baru, masa lalu), reflek tendon dalam (DTD)
menurun.
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpasi, tampak berhati – hati
8) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-
otot pernafasan (jika kalium menurun dengan)
9) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
2. Resiko syok b/ ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh, hipovolemik
3. Kerusakan integritas kulit b/d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gangrene)
4. Resiko infeksi b/d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus)
5. Retensi urin b/d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan
poliuri
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan sirkulasi darah ke
perifer, proses penyakit (DM)
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b/d gejala polyuria dan dehidrasi
8. Keletihan
C. Daftar Pustaka
Yuliana elin, Andradjati Retnosari, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI
Amin Huda N., Hardhi K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
WHO. 2009. Diabetes. www.who.int. Diakses pada 8 Mei 2017
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed 6, volume 1&2. Jakarta : EGC
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, edisi keempat.
Jakarta : Internal Publishing
Smeltzer, Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddart edisi 8 volume 1,2,3. Jakarta : EGC
Soegondo S. 2008. Diabetes the Silent Killer. http://dhiez.wordpress.com. Diakses
pada 8 mei 2017
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai