Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), model berarti pola (contoh, acuan, ragam,dan sebagainya). Sesungguhnya model yang dimaksudkan dalam pembelajaran juga sama atau hampir sama yang dikemukakan dalam KBI tersebut. Model pembelajaran, artinya pola atau contoh pembelajaran yang sudah didesain dengan menggunakan pendekatan atau metode atau strategi pembelajaran yang lain, serta dilengkapi dengan langkah-langkah (sintaks) dan perangkat pembelajarnnya. Suatu model pembelajaran mungkin terdiri dari satu atau beberapa pendekatan, satu atau beberapa metode, atau perpaduan antara pendekatan dengan metode. Seorang guru atau peneliti bisa saja merancang suatu model pembelajaran baru, atau memodifikasi model yang sudah ada, atau mengulangi model yang sudah ada. Beberapa model pembelajaran tersebut akan dibahas berikut ini. Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharpakan Anda dapat: 1. menjelaskan makna hakekat model pembelajaran, 2. menjelaskan perbedaan antara pendekatan, metode dan model pembelajaran, 3. menjelaskan makna atau hakekat pembelajaran kooperatif, 4. mejelaskan perbedaan masing-masing tipe pembelajaran kooperatif yang dibahas pada pokok bahasan ini, 5. merancang sebuah model pembelajaran kooperatif dengan memilih sebuah tipe dan topik yang sesuai, 6. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan STS dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 7. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 8. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan CTL dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 9. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan problem solving dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 10. merancang sebuah model pembelajaran berbasis masalah (PBI) dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 11. merancang sebuah model pembelajaran langsung (DI) dengan memilih topik yang sesuai. B. Model model pembelajaran dalam biologi . Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah model pembelajaran yang mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Model pembelajaran ini melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari empat atau lima siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif memiliki suatu struktur tugas dan penghargaan yang berbeda dalam mengupayakan pembelajaran siswa. Struktur tugas itu menghendaki siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil. Struktur penghargaan itu mengakui upaya kolektif dan individual. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan jika mereka berhasil sebagai kelompok. a. Model Pembelajaran Kooperatif Model kooperatif yang digunakan oleh para guru memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Ibrahim et al., 2006): 1.Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2.Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3.Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda. 4.Penghargaan berorientasi kelompok dari pada individu. Pembelajaran kooperatif dapat berjalan secara efektif, maka perlu ditanamkan pada diri siswa unsur- unsur dalam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut (Ibrahim et al., 2005): 1.Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup semati. 2.Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3.Para siswa haruslah beranggapan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4.Para siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya. 5.Para siswa dikenakan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya. 6.Para siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar. 7.Para siswa diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Pelaksanaan model cooperative learning membutuhkan partisipasi dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative leraning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Pada dasarnya model cooperative learning di kembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al.(2000) dalam Isjoni (2010), yaitu: 1. Hasil belajar akademik Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. 2. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. karakterisitik Pembelajaran Kooperatif Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif, karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan cooperative learning. [21:37, 9/26/2019] Sarah Jafra: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), model berarti pola (contoh, acuan, ragam,dan sebagainya). Sesungguhnya model yang dimaksudkan dalam pembelajaran juga sama atau hampir sama yang dikemukakan dalam KBI tersebut. Model pembelajaran, artinya pola atau contoh pembelajaran yang sudah didesain dengan menggunakan pendekatan atau metode atau strategi pembelajaran yang lain, serta dilengkapi dengan langkah-langkah (sintaks) dan perangkat pembelajarnnya. Suatu model pembelajaran mungkin terdiri dari satu atau beberapa pendekatan, satu atau beberapa metode, atau perpaduan antara pendekatan dengan metode. Seorang guru atau peneliti bisa saja merancang suatu model pembelajaran baru, atau memodifikasi model yang sudah ada, atau mengulangi model yang sudah ada. Beberapa model pembelajaran tersebut akan dibahas berikut ini. Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharpakan Anda dapat: 1. menjelaskan makna hakekat model pembelajaran, 2. menjelaskan perbedaan antara pendekatan, metode dan model pembelajaran, 3. menjelaskan makna atau hakekat pembelajaran kooperatif, 4. mejelaskan perbedaan masing-masing tipe pembelajaran kooperatif yang dibahas pada pokok bahasan ini, 5. merancang sebuah model pembelajaran kooperatif dengan memilih sebuah tipe dan topik yang sesuai, 6. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan STS dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 7. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 8. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan CTL dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 9. merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan problem solving dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 10. merancang sebuah model pembelajaran berbasis masalah (PBI) dengan memilih sebuah topik yang sesuai, 11. merancang sebuah model pembelajaran langsung (DI) dengan memilih topik yang sesuai. Karakterisitik Pembelajaran Kooperatif Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif, karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan cooperative learning. Roger dan David johnson dalam Lie (1999) menyatakan bahwa: “Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu : (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok”. 1. Saling ketergantungan positif Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Kegagalan satu anggota kelompok saja berarti kegagalan kelompok. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian individu dan penilaian kelompok. Dengan demikian setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan nilai pada kelompoknya. 2. Tanggung jawab perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik, sehingga masing-masing anggota kelompok akan melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. 3. Tatap muka Setiap anggota kelompok diberikan kesempatan bertemu muka dan berdis-kusi. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4. Komunikasi antar anggota Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk mengutarakan pendapat mereka. Disinilah peranan guru untuk memotivasi siswanya agar berani mengutarakan pendapatnya. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. 5. Evaluasi proses kelompok Evaluasi proses kelompok bertujuan untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja mereka agar selanjutnya dapat bekerja sama dengan lebih baik. Model pembelakaran kooperatif ini menekankan adanya kerjasama, saling ketergantungan dan menghormati pendapat orang lain dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran dan suatu penghargaan bersama. Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut Lungdren (1994) dalam Isjoni (2010): Keterampilan Koopertif Tingkat Awal 1. Menggunakan kesepakatan 2. Yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok. 3. Menghargai kontribusi 4. Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja kritik yang diberikan itu ditunjukan terhadap ide dan tidak individu. 5. Mengambil giliran dan berbagi tugas 6. Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok. 7. Berada dalam kelompok 8. Yaitu setiap anggota tetap berada dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung. 9. Berada dalam tugas 10. Yaitu meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan. 11. Mendorong partisipasi 12. Yaitu mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. 13. Mengundang orang lain 14. Yaitu meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 15. Menyelesaikan tugas dalam waktunya 16. Menghormati perbedaan individu Yaitu bersikap menghormati terhadap budaya, suku, ras atau pengalaman peserta didik Keterampilan Tingkat Menengah Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, dan mengurangi ketegangan. Keterampilan Tingkat Mahir Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Terdapat 6 langkah utama atau tanggapan di dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat peserta didik bekerja sama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Jenis-jenis pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: Numbered Heads Toghether (NHT) atau Kepala Bernomor, langkah-langkahnya: 1. Peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok dan setiap peserta didik mendapatkan nomor 2. Guru membagikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap kelompok mengerjakannya/mengetahui jawabannya 4. Guru memanggil salah satu nomor siswa untuk melaporkan hasil kerja mereka 5. Peserta didik yang lain memberi tanggapan 6. Guru menunjuk nomor yang lainnya untuk kelompok berikutnya b. Pembelajaran STS (Science Technology Society) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan literacy science dikarenakan dalam pembelajarannya mengkaitkan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan permalahan yang ada di masyarakat. Modul pembelajaran dirancang dengan mengkolaborasikan model pembelajaran. Sains dan teknologi menduduki tempat yang paling penting dan menjadi bagian kehidupan dalam masyarakat. Sains dan teknologi mempunyai hubungan timbal balik yang memungkinkan keduanya untuk saling melengkapi antara satu dengan lainnya. Kemajuan sains akan memungkinkan dalam pengembangan teknologi melalui terciptanya alat yang merupakan produk teknologi. Produk teknologi yang tercipta nantinya akan digunakan dalam mengembangkan ilmu sains. Model STS merupakan suatu inovasi model didalam pengajaran sains. STS dikemukakan oleh John Ziman dalam bukunya Teaching and Learning About Science and Society pada tahun 1980 (Poedjiadi, 2007). Pembelajaran STS menggunakan teknologi sebagai penghubung antara sains dan masyarakat, yang memberikan pengalaman pada siswa sehingga proses belajar akan terpusat pada siswa. Model pembelajaran STS merupakan model pembelajaran yang dapat mengaitkan antara sains dan teknologi, keterkaitan antara sains dan teknologi akan menghasilkan pengetahuan dasar yang dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi, dan pengembangan teknologi dapat menghasilkan cara atau solusi untuk memecahkan masalah sains yang ada. Pendekatan STM merupakan gabungan antara pendekatan konsep, pendekatan keterampilan proses, pendekatan CBSA, pendekatan inkuiri dan diskoveri, serta pendekatan lingkungan (Susilo1999). Pendekatan STM berangkat dari isu-isu yang berkembang di masyarakat akibat dampak kemajuan sains dan teknlogi. Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah filosofi konstruktivisme, yaitu siswa menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Ada enam (6) ranah yang dikembangkan melalui STM, yaitu: (1) konsep, (2) proses, (3) kreativitas, (4) sikap dan nilai, (5) penerapan, dan (6) hubungan atau keterkaitan (Yager, 1992). Berikut ini ditampilkan tahapan (sintaks) pembelajaran STS yang mengacu kepada model konstruktivistik yang dikembangkan Yager (1992). Tabel Sintaks pembelajaran STS 1. Invitasi Memberikan pertanyaan mengenai fenomena, permasalahan biologi yang relevan untuk merangsang rasa ingin tahu dan minat anak didik, untuk mengetahui hal-hal yang sudah diketahui anak didik Anak didik memberi respon secara individual atau kelompok dan mengajukan suatu masalah atau gagasan yang akan dibahas 2. Eksplorasi Memberikan tugas agar anak didik mendapat informasi yang cukup melaui membaca, observasi, wawancara, diskusi, mengerjakan LKS dan sebaginya Mencari informasi dan data dengan membaca, observasi, wawancara, berdiskusi, merancang eksperimen, menganalisis data 3.Eksplanasi dan Pemecahan Memberikan tugas untuk membuat laporan dan mempresentasikan hasil penyelidikan atau ekperimen secara ringkas Membuat laporan hasil penyelidikan, membuat kesimpulan dan mempresentasikan hasil 4. Tindak lanjut Memberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan diajukan berdasarkan hasil penyelidikan Memberikan solusi pemecahan masalah atau membuat keputusan dan memberikan ide. c. Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), adalah bentuk pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkan serta menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, peran siswa dalam pembelajaran CTL adalah sebagai subjek pembelajar yang menemukan dan membangun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya. Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain Strategi-Strategi Pembelajaran CTL Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual antara lain: 1. Pembelajaran berbasis masalah. 2. Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan. 3. Menggunakan konteks yang beragam. 4. Dalam CTL guru mermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi berkualitas. 5. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa. 6. Guru mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal. 7. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri. 8. Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri dikemudian hari. 9. Belajar melalui kolaborasi 10. Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya 11. Menggunakan penelitian autentik 12. Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya 13. Mengejar standar tinggi 14. Menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan melakukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri Komponen Pembelajaran CTL Penerapan pembelajaran CTL ini memiliki 7 (tujuh) komponen utama pembelajaran efektif. Ketujuh komponen ini adalah sebagai berikut: 1. Konstruktivisme 1. Kontruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. 2. Inquiry 3. Inquiry adalah proses pembelajaran yang didasrkan pada proses pencarian penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. 4. Questioning (Bertanya). 5. Bertanya adalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan . 4. Learning Community (Masyarakat Belajar) 6. Menurut Vygotsky dalam masyarakat belajar ini pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. 5. Modeling (Pemodelan) 7. Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sebagai sustu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. 6. Reflection (Refleksi) 8. Refleksi adalah proses pengengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengerutkan dan mengevalusi kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai baik yang bersifat positif maupun bernilai negative. 7. Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya) 9. Penilaian nyata adalah proses yang dilukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain : 1. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topic 3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4. Menciptakan masyarakat belajar 5. Menghadirkan model sebagai contoh belajar 6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan. 7. Melakukan penilain yang sebenarnya dengan berbagai cara Kelebihan Dan Kelemahan Pembelajaran CTL Kelebihan dari model pembelajaran CTL adalah siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah, pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan dan terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok. Adapun kelemahan dari model pembelajaran CTL adalah proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya, dan pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata, serta peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan d. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) A. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Menurut Arends (dalam Trianto 2007) menyatakan bahwa: ”Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri”. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning) adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri. B. Komponen-Komponen Problem Based Learning (PBL) menurut Arends, diantaranya adalah : 1. Permasalahan autentik. Model problem based learning mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermanfaat bagi peserta didik. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam dunia nyata tidak dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana. 2. Fokus interdisipliner. Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan. 3. Pengamatan autentik. Hal ini dinaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. 4. Produk. Peserta didik dituntut untuk membuat produk hasil pengamatan.produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain. 5. Kolaborasi. Dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial. C. Tahapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada model pembelajaran berbasis masalah dikemukakan dua model tahapan (sintaks) pembelajaran berbasis masalah yaitu: 1. Menurut Greenwald (2000) ada sepuluh (10) tahapan Problem- Based Learning (PBL) atau Problem- Based Instruction (PBI): 1) Menemukan sebuah masalah yang didefinisikan sebagai suatu hal yang kabur (Encounter an ill- defined problem) 2) Meminta para anak didik mengajukan pertanyaan tentang minat yang menimbulkan teka teki (Have students ask questions about what is interesting , puzzling, or important to find out (IPF question) 3) Mengejar atau mengikuti temuan masalah (Pursue problem finding) 4) Memetakan temuan dan memprioritaskan sebuah masalah (Map problem findingand prioritize a problem) 5) Meneliti masalah (Investigate the problem) 6) Menganalisis hasil-hasil (Analize results) 7) Mengulangi pernyataan pembelajaran atau menyajikan apa yang telah mereka lakukan (Reiterate learning) 8) Menghasilkan solusi dan rekomendasi (Generate solutions and recommendations) 9) Mengkomunikasikan hasil-hasil (Communicate the results) 10) Melakukan penilaian sendiri. (Conduct self-assessment) 2. Sintaks PBI yang dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur (2000): 1. Orientasi anak didik kepada masalah 10. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan peralatan yang diperlukan, memotivasi anak didik terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. 2. Mengorganisasi anak didik untuk belajar 11. Guru membantu anak didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 12. Guru mendorong anak didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 13. Guru membantu anak didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, vidio, dan model, dan membantu mereka berbgi tugas dengan temannya 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 14. Guru membantu anak didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses- proses yang mereka gunakan. D. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL) Menurut John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika memaparkan 6 langkah dalam problem based learning ini : 1. Merumuskan masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut. 2. Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3. Merumuskan hipotesis. Langkah peserta didik merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. 4. Mengumpulkan data. Langkah peserta didik mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. 5. Pengujian hipotesis. Langkah peserta didik dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan 6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah peserta didik menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. Sedangkan menurut David Johnson & Johnson memaparkan 5 langkah melalui kegiatan kelompok : 1. Mendefinisikan masalah. Merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung konflik hingga peserta didik jelas dengan masalah yang dikaji. Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta didik tentang masalah yang sedang dikaji. 2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah. 3. Merumuskan alternatif strategi. Menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. 4. Menentukan & menerapkan strategi pilihan. Pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dilakukan. 5. Melakukan evaluasi. Baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil E. Kelebihan Problem Based Learning (PBL) 1. Pembelajaran Problem Based Learning atau berdasarkan masalah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan model pembelajaran yang lainnya, di antaranya sebagai berikut: 1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran. 2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstansfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya),pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku- buku saja. 7. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru 9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa yang mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. F. Kekurangan Problem Based Learning (PBL) Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Kelemahan tersebut diantaranya: 1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2. Keberhasilan strategi pembelajaran malalui problem based learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. e. Model Pembelajaran Problem Solving ● Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara melatih para murid menghadapi berbagai masalah untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama – sama (Alipandie, 1984:105). Menurut N.Sudirman (1987:146) model pembelajaran problem solving adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Pendekatan pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan yang berpusat pada siswa. Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin. Pendekatan problem solving memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan penyelesaian dari masalah tersebut, maka mereka akan memperoleh kepuasan tertentu. Sehingga siswa akan lebih termotivasi mempelajari prinsip-prinsip atu konsep yang diberikan. Dalam menyelesaikan masalah siswa perlu dilatih untuk mendapatkan langkah-langkah penyelesaian secara teratur, sistematis dan penarikan kesimpulan secarah sah berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan. Pendekatan Problem solving dalam pembelajaran menekankan pada pemahaman terhadap permasalahan, kemudian mencari penyelesaian dan menyelesaikan permasalahan serta melakukan evaluasi kembali penyelesaian yang di lakukan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa problem solving merupakan pencarian solusi dari suatu permasalahan dengan menggunakan identifikasi, mengeksplorasi, mencari langkah- langkah pemecahan dan akhirnya menemukan solusi tersebut serta mengevaluasi solusi dari permasalahan tersebut. ● Tujuan model pembelajaran problem solving Tujuan dari pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut. 1. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya. 2. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa. 3. Potensi intelektual siswa meningkat. 4. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. ● Manfaat Model pembelajaran Problem Solving Manfaat dari penggunaan model pembelajaran problem solving pada proses belajar mengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. Menurut Djahiri (1983:133) model pembelajaran problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain : 1. Mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan, serta dalam mengambil kepuutusan secara objektif dan mandiri 2. Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah 3. Melalui inkuiri atau problem solving kemampuan berpikir tadi diproses dalam situasi atau keadaan yang bener – bener dihayati, diminati siswa serta dalam berbagai macam ragam altenatif 4. Membina pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif – mandiri, krisis – analisis baik secara individual maupun kelompok ● Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran dengan pendekatan problem solving Para ahli pendidikan mengemukakan bahwa sampai pada saat sekarang ini belum ada strategi pembelajaran yang sempurna. Dengan kata lain setiap strategi pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan dari pendekatan problem solving yaitu: 1. Kelebihan pendekatan problem solving antara lain: a. Merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi pelajaran. b. Belajar dengan pendekatan problem solving adalah belajar penuh makna. c. Dapat menimbulkan motivasi belajar bagi siswa. d. Siswa belajar transfer konsep dan prinsip matematika ke situasi baru. e. Mengajar siswa berpikir rasional dan lebih aktif. f. Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis. g. Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi. h. Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek. i. Mendidik siswa percaya diri sendiri. 2. Sedangkan kekurangan pendekatan problem solving antara lain: a. Memerlukan waktu lama. b. Dapat menimbulkan frustasi jika penyajiannya terlalu cepat. c. Siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. d. Jika di dalam suatu kelompok terdapat kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja. ● Langkah-Langkah (Sintaks) dalam Model Pembelajaran Problem Solving Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran problem solving yaitu sebagai berikut. 1. Merumuskan masalah Kemampuan yang diperlukan adalah : mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas. 2. Menelaah masalah Kemampuan yang diperlukan adalah : menggunakan pengetahuan untuk memperinci, menganalisis masalah dari berbagai sudut. 3. Merumuskan hipotesis Kemampuan yang diperlukan adalah : berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan alternatif penyelesaian. 4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan mencari dan menyusun data. Menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar atau tabel. 5. Pembuktian hipotesis Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung-hubungkan dan menghitung, serta keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan. 6. Menentukan Pilihan Penyelesaian. Kemampuan yang diperlukan adalah : kecakapan membuat alternatif penyelesaian, kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pilihan. Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (dalam Hudojo, 2003:162), menjelaskan bahwa langkah- langkah yang diikuti dalam penyelesaian problem solving yaitu sebagai berikut: 1. Pemahaman terhadap masalah. 2. Perencanaan penyelesaian masalah. 3. Melaksanakan perencanaan. 4. Melihat kembali penyelesaian. Adapun langkah-langkah lain yaitu menurut konsep Dewey yang merupakan berpikir itu menjadi dasar untuk problem solving adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah: mengetahui dan menemukan masalah secara jelas. 2. Menelaah masalah: menggunakan pengetahuan untuk memperinci, menganalisis masalah dari berbagai sudut. 3. Merumuskan hipotesis: berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan alternatif penyelesaian. 4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis: kecakapan mencari dan menyusun data, menyajikan data dalam bentuk diagram, gambar. 5. Pembuktian hipotesis: cakap menelaah dan membahas data, menghitung dan menghubungkan, keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan. 6. Menentukan pilihan penyelesaian: kecakapan membuat alternatif penyelesaian kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap langkah. Pembelajaran dengan problem solving mungkin merupakan strategi, model, atau pendekatan yang baru bagi beberapa rekan guru. Hal ini tentu menimbulkan beberapa kesulitan dalam impletentasinya. Berikut ini beberapa saran yang berkaitan dengan hambatan dan kesalahan dalam memecahkan masalah. 1. Kenalilah kebiasaan umum yang menghambat pemecahan masalah atau kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan dalam usaha memecahkan masalah. 2. Setelah kita mengetahui sumber-sumber ketidakmampuan memecahkan masalah seperti di atas, maka kita perlu mengindentifikasi kesalahan atau hambatan apa saja yang sering dilakukan oleh siswa kita. 3. Beri contoh kepada siswa tentang kesalahan atau hambatan memecahkan masalah. Ini akan sangat baik bila dilakukan berangkat dari jawaban siswa sendiri. Setiap siswa gagal menyelesaikan suatu masalah, upayakan untuk sama-sama mempelajari dimana letak kegagalannya dan bagaimana langkah perbaikan yang perlu dilakukan. 4. Arahkan siswa untuk berpikir sebelum bertindak, termasuk memahami masalah sejelas-jelasnya. ● Ciri-ciri suatu soal disebut “problem” paling tidak memuat 2 hal yaitu: 1. Soal tersebut menantang pikiran (challenging), 2. Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (nonroutine). ● Komponen Pembelajaran Problem Solving Agar siswa dapat berhasil dalam belajar pemecahan masalah, mereka harus memiliki: 1. 1.Kemampuan mengingat konsep, aturan atau hokum yang telah dipelajari. Misalnya, dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika, siswa harus mampu mengingat aturan-aturan perhitungan dan dapat mengingatnya dalam waktu yang cepat. 2. Inforamsi yang terorganisasi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi, serta 3. Kemampuan strategi kognitif, yaitu kemampuan yang berfungsi untuk mengarahkan dan memonitor penggunaan konsep-konsep atau aturan. Misalnya kemampuan dalam memilih dan mengubah cara-cara mempelajari, mengingat, dan memikirkan sesuatu.Kemampuan ini merupakan keterampilan internal ang terorganisasi, yang memperngaruhi proses berpikir individu. Contoh kemampuan strategi kognitif adalah cara menganalisis masalah, teknik berpikir, pendekatan masalah, dan sebagainya. Fungsi dari strategi kognitif adalah memecahkan masalah secara praktis dan efisien. ● Karakteristik Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah) 1) Sesuai digunakan untuk siswa MI - SMP- dan SMA/ MA kelas tinggi. 2) Memberikan tantangan kepada siswa untuk lebih aktif belajar. 3) Merupakan metode ilmiah. f. Model Pembelajaran Langsung (direct instruction) Menurut Dhany dkk, 2013, Model pembelajaran langsung adalah Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangka. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu. Dan pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Model pembelajaran langsung juga disebut dengan Explicit Instruction. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Rosenshine dan Steven pada tahun 1986. Explicit instruction menekankan strategi demonstrasi oleh guru, strategi latihan terpadu, dan praktek mandiri atau penerapan strategi belajar (Elistina. 2009). Explicit Instruction menurut Kardi dapat berbentuk “ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik, dan kerja kelompok ” Explicit Instruction”digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Dalam model ini kejelasan intruksi guru kepada siswa sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Begitu pula keseriusan siswa dalam mendemonstrasikan materi turut andil mempengarui. Salah satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya sintaks atau tahapan-tahapan pembelajaran yang harus diperhatikan guru.