Anda di halaman 1dari 16

I.

KONSEP DASAR MEDIK


1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah,
2002, hal. 2357). Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Sylvia A., Patofisiologi, 1995). Fraktur
radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan
tangan menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, Buku
Ajar Medikal Bedah, 2002)

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Fisiologi Anatomi radius


Radius distal terdiri dari atas tulang metaphysis (Cancellous), Scaphoid
facet dan Lunate Facet, dan Sigmoid notch, bagian dari metaphysis
melebar kearah distal, dengan korteks tulang yang tipis pada sisi dorsal
dan radial.
Permukaan artikular memiliki permukaan cekung ganda untuk
artikulasi dengan baris karpal proksimal (skafoid dan fossa lunate), serta
kedudukan untuk artikulasi dengan ulna distal. 80 % dari beban aksial
didukung oleh radius distal dan 20% ulna dan kompleks fibrocartilage
segitiga (TFCC).
Radius distal mengandung permukaan sendi yaitu :
1. Facet skafoid
2. Facet lunatum
3. Sigmoid notch

3. Etiologi
Fraktur radius adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam
keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan
lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan
akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan
memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat
keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan lanjut usia,
akan menyebabkan fraktur tulang radius.
Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian
fraktur pada dewasa. Abraham Colles adalah orang yang pertama kali
mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang
dikenal dengan nama fraktur Colles. (Armis, 2000). Ini adalah fraktur
yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi
berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause.
Karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada
tangan yang terentang. (Apley & Solomon, 1995)
Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha
menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan
diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan
patah radius 1/3 distal di mana garis patah berjarak 2 cm dari
permukaan persendian pergelangan tangan. Fragmen bagian distal
radius terjadi dislokasi ke arah dorsal, radial dan supinasi. Gerakan ke
arah radial sering menyebabkan fraktur avulsi dari prosesus styloideus
ulna, sedangkan dislokasi bagian distal ke dorsal dan gerakan ke arah
radial menyebabkan subluksasi sendi radioulnar distal (Reksoprodjo,
1995) Penyebab paling umum fraktur adalah :
a) Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu
lintas/jatuh.
b) Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti
seperti osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase.

4. Manifestasi Klinis
a) Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila
ditekan/diraba.
b) Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
c) Spasme otot.
d) Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada
keadaan normal.
e) Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
f) Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat
oleh fragmen tulang.
g) Krepitasi jika digerakkan.
h) Perdarahan.
i) Hematoma.
j) Syok
k) Keterbatasan mobilisasi.

5. Patofisiologi dan Patway


Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan
tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada
permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan
tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah
distal ke arah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah
dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu.
Benturan mengena di sepanjang lengan bawah dengan posisi
pergelangan tangan berekstensi. Tulang mengalami fraktur pada
sambungan kortikokanselosa dan fragmen distal remuk ke dalam
ekstensi dan pergeseran dorsal.
Garis fraktur berada kira-kira 3 cm proksimal prosesus
styloideus radii. Posisi fragmen distal miring ke dorsal, overlapping
dan bergeser ke radial, sehingga secara klasik digambarkan seperti
garpu terbalik (dinner fork deformity). (Armis, 2000)
6. Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok. Bisa berakibat fatal
dalam beberapa jam setelah cedera.
a) Sindroma kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
a) Tromboemboli
b) Inf

7. Penatalaksanaan
a) Medis
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat
menangani fraktur :
1) Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan
perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik,
kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan, tindakan apa yang
harus cepat dilakukan misalnya pemasangan bidai.
2) Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Cara
penanganan secara reduksi : Pemasangan gips Untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang yang fraktur. Reduksi
tertutup (closed reduction external fixation) Menggunakan gips
sebagai fiksasi eksternal untuk memper-tahankan posisi tulang
dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang di
sisi maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali setelah 1-
12 bulan dengan pembedahan.
3) Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak
sekitar fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
4) Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal.

Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat


berfungsi sebaik-baiknya maka penanganan pada trauma
ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :

1) Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma
ektremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat
cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya dengan cara
mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang
mengalami cedera. Fraktur merupakan akibat dari sebuah
kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakan pada tulang
ataupun jaringan lunak sekitarnya. Dibedakan antara trauma
tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan
memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak
termasuk gangguan neurovaskuler yang akan menentukan
ektremitas.
2) Reduction
Tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini
diperlukan agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar
dapat berfungsi kembali sebaik mungkin . Penyembuhan
memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil reposisi
(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar
rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik mungkin.
3) Retaining
Tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota
gerak yang sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang
tidak adequat dapat memberikan dampak pada penyembuhan
dan rehabilitasi.
4) Rehabillitasi
Mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang
sakit/cedera agar dapat berfungsi kembali. Falsafah lama
mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan setelah kuratif dan
hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;
padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi,
yang menekankan pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat
dilaksanakan secara dini, mencegah timbulnya kecacatan.
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat
dari penundaan akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler
nekrosis dari bonggol tulang yang menyebabkan nyeri pada
persendian serta kekakuan sendi. Dalam fase shock lokal
(antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot sekitar
sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa
narkose, lewat dari fase shock lokal diperlukan tindakan
dengan pembiusan untuk mendapatkan relaksasi waktu
melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka perlu
dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai)
sendi yang dapat “’mencekik” sirkulasi perdarahan daerah
bonggol sendi, hal ini memerlukan tindakan reposisi terbuka.
Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik, maka
selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik
kontraksi otot guna mencegah”disuse Athrophy”.
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur.
Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan operasi antara
lain :
1) Darah lengkap, Golongan darah, Masa pembekuan dan
perdarahan, EKG.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama , no MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS,
cara masuk RS, penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya,
riwayat penyakit pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta
pengobatan yang pernah didapatkan dan hasilnya. Dan ada
tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi
proses perawatan post operasi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien
saat ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur
kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktifitas,
mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
3) Riwayat kesehatan kelurga
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang
berhubungan dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit
herediter / keturunan lainnya.
c. Data pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
a) Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diet
yang diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya.
Tanyakan konsumsi diet atau makanan sehari-hari lainnya pada
waktu sakit dan bandingkan pada waktu sehat, catat porsi
makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta porsi makan
yang dihabiskan.
b) Minum
Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya,
bandingkan jumlahnya pada saat sakit dengan sehat. Catat
keluhan yang dirasakan pasien dan kemandirian dalam
melaksanakannya.
2) Eliminasi
a) Miksi
Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya,
bandingkan pada keadaan sakit dengan sehat serta catat
karakteristik urine, (warna, konsistensi dan bau serta temuan
lain) serta keluhan yang dirasakan selama BAK , dan
kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang
dipakai.
b) Defekasi
Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaaan
sakit dengan sehat serta catat karakteristik feses ( warna,
konsistensi dan bau serta temuan lainnya) serta keluhan yang
dirasakan selama BAB dan kemandirian
dalammelaksanakannya.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien
a) Tingkat kesadaran
b) Berat badan
c) Tinggi badan
2) Kepala
Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukan (rinci
keadaan luka, luas luka.
a) Rambut : amati keadaan kulit kepala dan rambut serta
kebersihanya dan temuan lain nya saat melakukan inspeksi.
b) Wajah : amati adanya oedema/hematom, perlukan disekitar
wajah (rinci keadaan luka, luas luka adanya jahitan)
c) Mata : amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya, diameter
pupil, kondisi bola mata dan kongjungtiva serta temuan lainya.
d) Hitung : amati keadaan hidung, adanya perlukaan keadaan
septum, adanya secret pada lubang hidung, darah temuanan
lainya
e) Bibir : amati adanya oedema, permukaan , waran bibir, kondisi
mukosa bibir serta temuan lainya
f) Gigi : amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihan serta
temuan lainya.
g) Lidah : amati letak lidah, warna, kondisi dan keberisihan serta
temuan lainya
3) Leher
Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening
di leher serta deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan
drain serta temuan lainya.
4) Dada/ thorak
a) Inspeksi : pengamatan terhadap lokasi pembengkakakan, warna
kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area
terjadinya fraktur adanya spasme otot dan keadaan kulit
b) Palpasi : pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan
otot sentuhan, adanya nyeri tekan, lepas dan sampai batas mata
daerah yang sakit baianya terdapat nyeri tekan pada area fraktur
c) Perkusi : bianya jarang dilakukan pada pasien fraktur
d) Auskultasi : periksaan dengan cara mendengarkan gerakan
udara melalui struktur merongga atau cairan yang
mengakibatkan struktur sulit bergerak
5) Jantung :
6) Perut/ abdomen
a) Inspeksi : amati adanya pembesaran rongga abdomen, keadaan
kulit, bekas operasi .
b) Auskultasi : dengarkan bunyi bising usus dan catat frekuensi
dalam 1 menit
c) Palpasi : raba ketegangan kulit perut, adanya kemungkinan
pembesaran heper, adanya massa atau cairan
d) Perkusi : dengarkan bunyi yang dihasilkan dari ketukan
dirongga abdomen bandingkan dengan bunyi normal
7) Genitourinaria
Amati keadaan genetalia, keberishan dan pemasangan kateter serta
temuan lainya saat melakukan inspeksi.
8) Ektermitas
9) Sistem integument
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya
luka serta temuan lainya.
10) Sistem neorologi
a) Glasclow come scrore
b) Tingkat kesadaran
c) Refleks fisiologis
2. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Nyeri akut b.d agen Kontrol nyeri : Manajemen nyeri :
cidera fisik 1. Mengenali kapan nyeri 1. Kaji secara
terjadi menyeluruh tentang
2. Mengambarkan faktor nyeri
penyebab 2. Berikan obat sebelum
3. Menggunakan tindakan melakukan aktivitas
pencegahan untuk meningkatkan
4. Menggunakan analgesik antisipasi terjadinya
yang di direkomendasikan nyeri
5. Mengendi apa yang terkait 3. Ajarkan penggunaan
dengan gejala nyeri teknik non farmakologi
4. Libatkan kelurga
Tingkat nyeri :
dalam modalitas

1. Panjangnya episode nyeri penurun nyeri, jika

2. Ekspresi nyeri wajah memungkinkan

3. Mengeringit 5. Berikan informasi


tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama akan berkhir dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur

Pemberian analgesik :

1. Tentukan pilihan obat


analgesik berdasarkan
keparahan nyeri
2. Berikan obat obat yang
sesuai dengan arahan
rumah sakit
3. Pilih analgesic atau
kombinasi analgesic
yang sesuai ketika
lebih dari satu
diberikan

2. Gangguan istirahat Setelah dilakukan asuhan 1. Determinasi efek-efek


tidur b.d keperawatan 3x24 jam medikasi terhadap pola
ketidakpuasan tidur diharapkan tidak terganggu tidur
saat tidur dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan pentingnya
1. Jumlah jam tidur dalam tidur yang adekuat
batas norma; 6-7 jam/hari 3. Fasilitas untuk
2. Pola tidur dalam batas mempertahankan
normal aktivitas sebelum tidur
3. Perasaan segar sesudah (membaca)
tidur atau istirahat 4. Ciptakan lingkungan
4. Mampu mengidentifikasi yang nyaman
hal-hal meningkatkan tidur 5. Diskusikan dengan
kelurga pasien tentang
teknik tidur pasien
6. Intruksikan untuk
memonitor tidur pasien

3. Hambatan mobilitas Pergerakan : Peningkatan mekanika


fisik b.d tubuh :
1. Gerakan otot
ketidaknyamanan
2. Keseimbangan 1. Kaji komitmen pasien
3. Gerakan sendi untuk belajar
menggunakan postur
Keseimbangan :
tubuh yang benar
1. Mempertahankan 2. Kolaborasi dengan
keseimbangan saat fisioterafis dalam
memegang mengembangkan
2. Mempertahankan peningkatan mekanika
keseimbangan dari posisi tubuh sesuai indikasi
duduk ke posisi berdiri
Terapi latihan Ambulasi:

1. Bantu pasien untuk


berpindah sesuai
kebutuhan
2. Bantu pasien untuk
berpindah sesuai
kebutuhan

3. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan

4. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkam kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
volume 3, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for
Continuity of Care. 5 edition, 3 volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
th rd

Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek


Klinis. Edisi keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-
22, Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 4 buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

MENGETAHUI

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMIK

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai