PENDAHULUAN
Dalam dunia pertambangan ilmu ukur tambang adalah ilmu yang sangat
penting dipelajari karena berhubungan dengan konstruksi, eksplorasi dan
eksploitasi dalam dunia pertambangan. Ilmu ukur tambang erat kaitannya dengan
ilmu ukur tanah. Ilmu Ukur Tanah dianggap sebagai disiplin ilmu teknik dan seni
yang meliputi semua metode untuk mengumpulan dan pemprosesan informasi
tentang permukaan bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan posisi
relatif atau absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya,
dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu
daerah. Titik hasil pengukuran yang telah didapatkan tersebut dapat disajikan
dalam bentuk peta.
Pada saat sekarang ilmu ukur tambang sudah mulai banyak dikembangkan
dan sudah mulai menggunakan alat- alat yang modern dan canggih. Melihat
pesatnya ilmu pengetahuan, salah satunya adalah ilmu ukur tambang yang
sekarang banyak dipelajari di perguruan tinggi dengan memadukan alat yang
canggih serta berbagai macam software yang menunjang dalam memecahkan
masalah yang menyangkut dalam aktifitas pertambangan.
Ilmu Ukur Tambang digunakan pada saat survei atau pada saat
dilakukannya pemetaan topografi untuk mendapatkan gambaran tentang
permukaan bumi. Survei topografi dapat menghasilkan peta topografi. Survei
sangat bermanfaat dalam pembuatan peta dasar (peta topografi daerah tambang)
yang dapat digunakan untuk mengetahui sebaran atau cebakan bahan galian.
Survei juga dapat digunakan dalam evaluasi kemajuan tambang sehingga dapat
diketahui berapa volume dari cadangan yang telah di tambang dan sisa cadangan.
Dari evaluasi survei tersebut kita dapat melihat arah kemajuan tambang dan dapat
merencanakan kegiatan penambangan berikutnya.
1
ditentukan. Dengan demikian untuk mendapatkan koordinat suatu titik dapat
dilakukan dengan cara mengukur sudut dan jarak dari titik yang sudah diketahui
koordinatnya.
Dalam pengukuran di lapangan sering kali terjadi kesalahan-kesalahan
yang berasal dari faktor alat, faktor manusia, dan faktor alam. Maka dari itu
melalui praktikum ilmu ukur tambang ini kita bisa menyikapi dan mengatasi
kesalahan-kesalahan tersebut agar tidak terjadi kerancuan dalam memperoleh
data. Sehingga untuk ke depannya kami bisa menerapkan praktik ilmu ukur
tambang ini dalam dunia kerja dengan sebaik mungkin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ilmu Ukur Tambang
2
lainnya. Hasil penelitian geodesi dipakai sebagai dasar referensi pengukuran,
kemudian hasil pengolahan data pengukuran adalah dasar dari pembuatan
peta (Anonim, 2014).
Survei pertambangan atau ilmu ukur tambang (Mine Surveying) yaitu
sebuah cabang ilmu dan teknologi dalam bidang pertambangan. ini meliputi
pengukuran, perhitungan dan pemetaan yang melayani tujuan mendapatkan
informasi pada semua tahap dari prospeksi untuk eksploitasi dan
memanfaatkan kandungan mineral, baik berada pada permukaan maupun
pada bawah tanah. Kegiatan utama dari survei tambang yaitu
menginterpretasi geologi tentang kandungan mineral dalam kaitannya dengan
eksploitasi ekonomi, penyelidikan dan negosiasi hak pertambangan mineral,
membuat dan merekam perhitungan pengukuran survei kartografi tambang,
investigasi dan prediksi dampak tambang yang bekerja pada permukaan dan
dibawah permukaan dan perencanaan tambang, perencanaan dalam konteks
lingkungan setempat dan rehabilitasi setelah ditambang (Anonim, 2014).
3
b) Jarak Datar (Horizontal Distance), yaitu jarak terukur sebagai
penghubung terpendek antara 2 titik yang posisinya telah diproyeksikan
pada bidang datar.
c) Jarak Vertikal (Vertical Distance), yaitu Jarak terpendek antara 2 bidang
datar (bidang nivo) yang melalui kedua titik tersebut (Sasongko, 2014).
4
Gambar 2.2. Ilustrasi Sudut.
P Q
5
Keterangan :
Dalam ilmu ukur tanah posisi titik di muka bumi, misalnya titik A o pada
bidang datarnya dinyatakan oleh absis XA dan ordinat YA dalam sistem
koordinat kartesian. Sebagai sumbu Y dalam sistem kartesian adalah dipilih
garis meridian yang melalui satu titik. Pada gambar di atas, meridian yang
dipilih adalah meridian melalui titik O. Titik ini selanjutnya ditetapkan
sebagai titik awal (titik nol) sistem koordinat dengan sumbu X adalah garis
yang tegak lurus dengan sumbu Y di titik nol.
6
Gambar 2.4. Arti Sudut Horizontal.
Pada gambar di atas, sudut mendatar di Ao adalah sudut yang dibentuk oleh
bidang-bidang normal Ao-Bo-B-A dengan Ao-Co-C-A. Sudut BAC disebut
sudut horizontal (BAC = β).
2.6. Pengukuran Sudut Dengan Metode Seksi Tunggal dan Metode Seri
Rangkap
Keterangan :
α = sudut ABC
A, C = titik bidik
B = tempat berdirinya alat
7
2.6.2. Metode Seri Rangkap
Pengukuran besar sudut dengan metode ini mempunyai dua data
ukuran sudut, yaitu data ukuran sudut pada kedudukan biasa dan data ukuran
sudut pada kedudukan luar biasa. Pengukuran sudut biasa dan sudut luar biasa
pada satu titik dapat dilakukan dengan cara mengukur sudut biasa suatu titik A
dari pesawat (T). Untuk pembacaan sudut luar biasa dilakukan dengan cara
memutar teropong 180° kearah vertikal, sehingga vizier pada teropong berada
di bawah. Kemudian teropong diarahkan ke titik A selisih pembacaan sudut
biasa dan sudut luar biasa adalah 180°.
8
Garis lintang (latitude) terbagi menjadi dua yakni Lintang Utara (00
s/d 900)dan Lintang Selatan (00 s/d 900). Garis bujur (longitude) juga terbagi
menjadi dua yakni Bujur Barat (00 s/d 1800) dan Bujur Timur (00s/d 1800).
Penulisan koordinat pada GCS mengikuti kaidah dalam sistem koordinat
kartesius yakni x,y dengan titik (0,0) pada perpotongan garis khatulistiwa dan
greenwich. Garis lintang merepresentasikan posisi y dan garis bujur
merepresentasikan posisi x. Unit satuan GCS bisa juga ditulis dalam DMS
(Degree Minute Second) dengan 1 derajat = 60 menit dan 1 menit = 60 detik.
9
1. Karena faktor alam yaitu perubahan angin, suhu, kelembaban udara,
pembiasan cahaya, gaya berat dan deklinasi magnetik.
2. Karena faktor alat yaitu ketidaksempurnaan konstruksi atau penyetelan
instrumen.
3. Karena faktor pengukur yaitu keterbatasan kemampuan pengukur dalam
merasa, melihat dan meraba.
Kondisi alam walaupun pada dasarnya merupakan suatu fungsi yang
berlanjut akan tetapi mempunyai karakteristik yang dinamis. Hal inilah yang
menyebabkan banyak aplikasi pada bidang pengukuran dan pemetaan.
Pengukuran dan pemetaan banyak tergantung dari alam. Pelaksanaan
pekerjaan dan pengukuran jarak, sudut, dan koordinat titik pada foto udara
juga diperlukan suatu instrumen pengukuran yang prosedurnya untuk
mengupayakan kesalahan yang kecil dan jika diantara kesalahan itu terjadi
maka pengukuran dan pengumpulan data harus di ulang (Wongsotjitro, 1980).
Selain kesalahan dalam pengukuran juga terdapat dalam Kesalahan
dalam pengamatan, adapaun kesalahan dalam pengamatan dapat digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Kesalahan kasar atau kesalahan besar (mistake atau blunders), kesalahan
ini terjadi karena kurang hati-hati, kurang pengalaman, atau kurang
perhatian. Dalam pengukuran, jenis kesalahan ini tidak boleh terjadi,
sehingga dianjurkan untuk mengadakan self-checking dari pengamatan
yang dilakukan. Apabila diketahui ada kesalahan kasar maka dianjurkan
untuk mengulang seluruh atau sebagian pengukuran tersebut. Contoh
kesalahannya adalah salah baca (6 dibaca 9, 3 dibaca 8), salah mencatat
data ukuran, dan salah dengar dari si pencatat. Untuk menghindari
terjadinya kesalahan kasar, dapat dilakukan pengukuran lebih dari satu
kali.
b) Kesalahan sistematik (sistematic error), disebabkan oleh alat-alat ukur
sendiri seperti panjang pita ukur yang tidak standar, pembagian skala
yang tidak teratur pada pita ukur, dan pembagian skala yang tidak teratur
pada pita ukur dan pembagian teodolit yang tidak seragam. Kesalahan ini
juga dapat terjadi karena cara-cara pengukuran yang tidak benar. Sifat
kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara, sebagai berikut:
- Sebelum digunakan untuk pengukuran, alat dikalibrasi terlebih
dahulu.
10
- Dengan cara-cara tertentu, misalnya pengamatan biasa dan luar
biasa dan hasilnya dirata-rata.
- Dengan memberikan koreksi pada data ukuran yang didapat.
- Koreksi pada pengolahan peta.
c) Kesalahan random (accidental error), terjadi karena hal-hal yang tak
terduga (Purwaamijaya, 2008).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
11
Gambar 3.1. Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum.
- Dibaca nilai pada pita ukur yang sejajar pada posisi titik BM.
12
patok. Tinggi tripod disesuaikan dengan tinggi pengamat dan dudukan
theodolite harus rata pada ketiga sisi kaki tripod.
- Dipasang theodolite yang sudah dilengkapi dengan tribach pada
dudukan tripod, kemudian dikunci dengan cara memutar sekrup yang
ada pada tripod hingga pas mengikat bagian bawah tribach.
- Dilakukan centering pada theodolite. Titik BM atau patok dilihat dari
optical plumment harus pas ditengah dan menyentuh bidikan optical
plumment tersebut. Jika posisi patok tidak berada di tengah bidikan,
maka harus dikendurkan sekrup pengunci theodolite dan dilakukan
penggeseran sehingga posisi patok yang terlihat dari optical plumment
tepat berada ditengah bidikannya dan kemudian sekrup dikunci
kembali.
- Dilakukan centering bullseye’s bubble pada tribach dengan cara
memutar ketiga leveling screw yang ada pada tribach hingga posisi
gelembung tepat ditengah lingkaran bullseye.
- Dilakukan centering batang waterpass diketiga sisi kaki tripod dengan
cara memutar leveling screw pada tribach yang berada disebelah
kanan dari setiap sisi.
- Setelah seluruh proses centering selesai, dilakukan pembidikan ke
arah rambu ukur yang telah pas diletakkan pada titik A. Dipastikan
teropong theodolite berada diposisi 90o dengan cara diatur sekrup
makro dan mikro sumbu vertikalnya, kemudian dikunci dengan cara
memutar sekrup makro sumbu vertikalnya hingga mentok. Begitu pula
dengan posisi horizontalnya, diatur dengan cara memutar badan
theodolite dan kemudian dikunci dengan cara memutar sekrup makro
sumbu horizontalnya hingga mentok. Digunakan sekrup mikro baik
pada sumbu vertikal maupun horizontal untuk menggeser teropong
theodolite secara halus hingga bidikan tepat mengenai rambu ukur.
- Dibaca nilai Benang Atas (BA), Benang Bawah (BB), dan Benang
Tengah (BT) pada bidikan teropong theodolite di rambu ukur,
kemudian dicatat nilai-nilai tersebut pada form pengukuran ataupun
buku catatan.
- Catatan : selama proses pengukuran, theodolite harus selalu dipayungi
karena sangat sensitif terhadap terik sinar matahari.
b) Pengukuran Pulang
13
- Setelah pengukuran dari titik BM ke titik A selesai dilakukan,
selanjutnya dipindahkan theodolite ke titik A dan dilakukan proses
centering yang disesuaikan dengan titik tersebut.
- Dilakukan langkah-langkah yang sama seperti pada poin 1 sampai
poin 5 pada pengukuran pergi dengan menyesuaikan posisi theodolite
dengan titik A.
- Setelah seluruh proses centering terhadap titik A selesai, dilakukan
pembidikan ke arah rambu ukur yang telah pas diletakkan pada titik
BM. Dipastikan teropong theodolite berada diposisi 90o dengan cara
diatur sekrup makro dan mikro sumbu vertikalnya, kemudian dikunci
dengan cara memutar sekrup makro sumbu vertikalnya hingga
mentok. Begitu pula dengan posisi horizontalnya, diatur dengan cara
memutar badan theodolite dan kemudian dikunci dengan cara
memutar sekrup makro sumbu horizontalnya hingga mentok.
Digunakan sekrup mikro baik pada sumbu vertikal maupun horizontal
untuk menggeser teropong theodolite secara halus hingga bidikan
tepat mengenai rambu ukur.
- Dibaca nilai Benang Atas (BA), Benang Bawah (BB), dan Benang
Tengah (BT) pada bidikan teropong theodolite di rambu ukur,
kemudian dicatat nilai-nilai tersebut pada form pengukuran ataupun
buku catatan.
- Catatan : selama proses pengukuran, theodolite harus selalu dipayungi
karena sangat sensitif terhadap terik sinar matahari.
14
plumment tersebut. Jika posisi patok tidak berada di tengah bidikan,
maka harus dikendurkan sekrup pengunci theodolite dan dilakukan
penggeseran sehingga posisi patok yang terlihat dari optical plumment
tepat berada ditengah bidikannya dan kemudian sekrup dikunci
kembali.
- Dilakukan centering bullseye’s bubble pada tribach dengan cara
memutar ketiga leveling screw yang ada pada tribach hingga posisi
gelembung tepat ditengah lingkaran bullseye.
- Dilakukan centering batang waterpass diketiga sisi kaki tripod dengan
cara memutar leveling screw pada tribach yang berada disebelah
kanan dari setiap sisi.
- Setelah seluruh proses centering selesai, selanjutnya ditentukan titik
R1. Setelah bidikan teropong theodolite tepat pada titik R1, dikunci
sekrup makro sumbu horizontal pada theodolite sehingga bacaan nilai
sudut horizontal yang ditampilkan pada display theodolite tidak
berubah-ubah lagi.
- Kemudian nilai sudut horizontal di set menjadi 0 dengan cara
menekan tombol OSET pada display theodolite. Dicatat nilai sudut
horizontal pada titik R1 ialah 0o.
- Dibuka kembali sekrup makro sumbu horizontal dan arahkan teropong
theodolite tepat ke titik R2, kemudian dikunci kembali sekrup makro
sumbu horizontal. Dicatat nilai sudut horizontal yang muncul pada
display theodolite.
- Selanjutnya dibuka kembali sekrup makro sumbu horizontal dan
arahkan teropong theodolite ke titik R3, kemudian dikunci kembali
sekrup makro sumbu horizontalnya dan dicatat nilai sudut horizontal
yang muncul pada display theodolite.
- Ditandai koordinat titik R1,R2, dan R3 dengan menggunakan GPS
dan kemudian dicatat nilainya.
3.3.4. Pengukuran Sudut Dengan Metode Seri Rangkap
- Dilakukan langkah yang sama seperti yang dilakukan pada
pengukuran sudut dengan metode seksi tunggal untuk mendapatkan
nilai sudut dengan kedudukan Biasa (B).
- Diputar 180o teropong theodolite secara vertikal dan diputar 180 o
theodolite secara horizontal untuk mendapatkan kedudukan Luar
Biasa (LB).
15
- Dibidik kembali ke arah titik R3 untuk mendapatkan nilai sudut
horizontal dengan kedudukan Luar Biasa (LB). Dikunci sekrup makro
sumbu horizontalnya dan dicatat nilai sudut horizontal di titik R3 yang
muncul pada display theodolite.
- Dilakukan perlakuan yang sama pada titik R2 dan R1 untuk
mendapatkan nilai sudut horizontal dengan kedudukan Luar Biasa
(LB).
- Didapatlah nilai ketiga sudut R1,R2, dan R3 dengan kedudukan Luar
Biasa (LB) sehingga keterangannya menjadi R1’,R2’, dan R3’.
BAB IV
DATA HASIL PENGUKURAN DAN PEMBAHASAN
16
4.1.3. Pengukuran Sudut Dengan Metode Seksi Tunggal
Tabel 4.3. Tabel data hasil pengukuran sudut dengan metode seksi tunggal.
Bacaan Konversi
Sudut Target Bidikan
Sudut Derajat
R1 (Tiang Bendera) 0o 0o
A
R2 (Bendera kuning di pagar tugu) 63o34’39” 63,5768o
R2 (Bendera pada pagar tugu) 63o34’39” 63,5768o
B
R3 (Rambu ukur) 94o34’40” 94,611o
Tabel 4.5. Tabel data hasil pengukuran sudut dengan metode seri rangkap pada sudut
B.
Arah Konversi
Kedudukan Sudut Bacaan Sudut
Bidikan Derajat
R2 Biasa 63o34’39” 63,5768o
R3 Biasa 94o34’40” 94,611o
R2’ Luar Biasa 243,57988o
243 o34’50”
R3’ Luar Biasa 274 o36’40” 274,611o
17
4.2.1. Menghitung Nilai Pengukuran Jarak
a) Nilai pengukuran dengan metode langsung
Untuk menghitung nilai pengukuran jarak dengan metode langsung,
rumus yang digunakan ialah sebagai berikut :
nilai pengukuran pergi+nilai pengukuran pulang
Jarak =
2
Keterangan :
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
18
∠ A=R 2−R 1
- Pada sudut B
∠ B=R 3−R 2
b) Nilai pengukuran dengan metode seri rangkap
Untuk menghitung nilai pengukuran sudut dengan metode seri
rangkap, rumus yang digunakan ialah sebagai berikut :
B=bacaan kanan−bacaan kiri
L B=nilai pengukuran terbesar−nilai pengukuran terkeci l
B+ LB
Besar ∠=
2
Keterangan :
B = pengukuran sudut pada kedudukan biasa.
LB = pengukuran sudut pada kedudukan luar biasa.
- Pada sudut A
( R 2−R 1)+(R 2' −R 1' )
Besar ∠ A=
2
- Pada sudut B
' '
( R 3−R 2)+(R 3 −R 2 )
Besar ∠ B=
2
19
4.3.2. Pengukuran Sudut
Tabel 4.7. Data hasil perhitungan pengukuran sudut.
Sudut Metode Nilai Sudut Beda Nilai
Seksi Tunggal 63,5768o
A 0,0852250
Seri Rangkap 63,491605o
Seksi Tunggal 31,03417o
B 0,001525o
Seri Rangkap 31,03112o
*Data perhitungan terlampir.
4.4. Pembahasan
Ilmu ukur tambang ialah suatu disiplin ilmu teknik dan seni yang
meliputi semua metode untuk pengumpulan dan pemprosesan informasi
tentang permukaan bumi sebagai bidang datar, sehingga dapat ditentukan
posisi relatif atau absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di
bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan
posisi relatif suatu daerah. Ilmu ini digunakan dalam bidang surveying yang
bertujuan untuk mendapatkan informasi pada semua tahap dari prospeksi
untuk eksploitasi dan memanfaatkan kandungan mineral, baik berada pada
permukaan maupun pada bawah tanah yang berkaitan dengan eksploitasi
ekonomi, penyelidikan dan negosiasi hak pertambangan, membuat dan
merekam perhitungan pengukuran survei kartografi tambang, investigasi dan
prediksi dampak tambang yang bekerja pada permukaan dan dibawah
permukaan serta perencanaan tambang dalam konteks lingkungan setempat
dan rehabilitasi setelah ditambang.
Praktikum yang telah dilakukan ialah suatu simulasi pengukuran jarak
dan pengukuran sudut sebagai penerapan dari ilmu ukur tambang. Pada
pengukuran jarak, praktikan melakukan pengukuran dari titik bench mark
yang telah ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS ke suatu titik
(titik A) dengan metode langsung melalui penggunaan pita ukur dan metode
tak langsung melalui penggunaan alat ukur optik berupa theodolite.
Pengukuran yang dilakukan dengan dua metode berbeda bertujuan untuk
20
membandingkan hasil pengukuran dan perbedaan nilai yang muncul dari
penerapan kedua metode tersebut. Setiap pengukuran juga dilakukan dalam
dua kali pengulangan, yaitu pengukuran pergi dengan titik awal pengukuran
di titik BM ke titik A dan pengukuran pulang dengan titik awal pengukuran di
titik A ke titik BM.
Hasil yang didapatkan dari pengukuran dan penghitungan jarak
dengan metode langsung bernilai 49,5 m dan pengukuran jarak dengan
metode tak langsung bernilai 50 m. Kedua hasil pengukuran dengan dua
metode yang berbeda tersebut menghasilkan beda nilai sebesar 0,5 m.
Selanjutnya pada pengukuran sudut, praktikan melakukan pengukuran
terhadap sudut horizontal pada tiga titik (R1, R2, dan R3) yang kemudian
akan menghasilkan dua buah nilai sudut yaitu sudut A (sudut horizontal antara
titik R1 dan R2) dan sudut B (sudut horizontal antara titik R2 dan R3). Pada
pengukuran ini juga dilakukan dua buah metode pengukuran yang berbeda,
yaitu dengan metode seksi tunggal dan metode seri rangkap. Metode seri
rangkap sendiri merupakan pengukuran berulang dari metode seksi tunggal,
sehingga muncul 2 buah komponen sudut berupa sudut dengan kedudukan
Biasa (B) dan sudut dengan kedudukan Luar Biasa (LB). Kedudukan LB
didapat dengan cara membalikkan kedudukan vertikal dan horizontal dari
theodolite sebesar 180o dan membidik kembali ketiga titik R1, R2, dan R3
sehingga menghasilkan komponen R1’, R2’ dan R3’.
Hasil yang didapat dari pengukuran dan penghitungan sudut dengan
metode seksi tunggal pada sudut A bernilai sebesar 63,5768o dan pengukuran
dengan metode seri rangkap bernilai sebesar 63,491605o. Kedua hasil
pengukuran dengan metode yang berbeda tersebut menghasilkan beda nilai
pada pengukuran terhadap sudut A sebesar 0,0852250. Kemudian, pada
pengukuran dan penghitungan sudut dengan metode seksi tunggal pada sudut
B bernilai 31,03417o dan pengukuran dengan metode seri rangkap bernilai
31,03112o, sehingga beda nilai yang timbul pada sudut B dari kedua metode
tersebut ialah 0,001525o. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengukuran pada sudut B memiliki tingkat akurasi atau ketepatan yang lebih
21
tinggi, karena menghasilkan beda nilai yang lebih kecil dari pada beda nilai
yang dihasilkan dari pengukuran terhadap sudut A.
Beda nilai yang muncul dari proses pengukuran disebabkan adanya
faktor eror atau kesalahan pada saat pengukuran. Faktor eror tersebut dapat
berupa kesalahan yang timbul dari kurangnya ketelitian dan keahlian
praktikan, kesalahan yang bersumber dari alat (seperti adanya komponen
yang rusak, tidak terkalibrasi dengan baik ataupun tidak standar), serta
kesalahan yang diakibatkan oleh faktor alam seperti cuaca ataupun kondisi
topografi lingkungan pengukuran yang relatif tidak datar.
BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dari praktikum yang sudah dilakukan, dapat
diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Nilai pengukuran jarak dengan metode langsung ialah 49,5 m.
2. Nilai pengukuran jarak dengan metode tak langsung ialah 50 m.
3. Beda nilai antara pengukuran jarak dengan metode langsung dan tak
langsung adalah sebesar 0,5 m.
4. Nilai pengukuran pada sudut A dengan metode seksi tunggal ialah
63,5768o dan dengan metode seri rangkap ialah sebesar 63,491605o.
5. Beda nilai antara pengukuran sudut dengan metode seksi tunggal dan
metode seri rangkap pada sudut A adalah sebesar 0,0852250.
6. Nilai Pengukuran pada sudut B dengan metode seksi tunggal ialah
31,03417o dan dengan metode seri rangkap ialah sebesar 31,03112o
7. Beda nilai antara pengukuran sudut dengan metode seksi tunggal dan
metode seri rangkap pada sudut B adalah sebesar 0,001525o.
8. Adanya faktor kesalahan baik dari segi keadaan alam, kesalahan pada alat,
maupun kesalahan pada pengukur ataupun pengamat menyebabkan nilai
pengukuran menjadi kurang akurat.
22
9. Ketelitian menjadi faktor yang sangat penting untuk mendapatkan nilai
pengukuran dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
5.2. Saran
Praktikum yang telah dilakukan memberikan informasi yang membawa
banyak manfaat bagi praktikan maupun pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
Namun masih banyak sekali kekurangan yang ada selama proses pengerjaan,
seperti peralatan praktikum yang kurang lengkap serta keadaan alat yang kurang
baik atau tidak standar. Maka dari itu diharapkan kedepannya peralatan untuk
praktikum bisa lebih diperlengkap lagi dan untuk alat yang dalam keadaan kurang
baik diharapkan untuk bisa segera diperbaiki.
LAMPIRAN
50 m+ 49 m
Jarak =
2
¿ 49,5 m
II. Menghitung nilai pengukuran jarak dengan metode tak langsung
nilai pengukuran=100 x ( BA−BB ) x cos2 θ
*nilai θ dianggap sebesar 90o
- Data hasil pengukuran :
Arah Bacaan Rambu (dm)
Keterangan
Bidikan BA BT BB
Titik A 16,3 13,8 11,3 Pengukuran pergi
Titik BM 18,8 16,3 13,8 Pengukuran pulang
2
nilai pengukuran pergi=100 x ( BA−BB ) x cos θ
23
2
¿ 100 x ( 16,3−11,3 ) x cos 90
¿ 100 x 5 x 1
¿ 500 dm atau 50 m
nilai pengukuran pulang=100 x ( BA−BB ) x cos2 θ
2
¿ 100 x ( 18,8−13,8 ) x cos 90
¿ 100 x 5 x 1
¿ 500 dm atau 50 m
IV. Konversi nilai sudut dari satuan DMS (Degree, Minute, Second) ke
derajat
Diketahui : 1o = 60 detik = 3600 detik
- Data hasil pengukuran :
a. R1 = 0o
b. R1’ = 180o01’27”
= 180 + (01/60) + (27/3600)
= 180 + 0,566 + 0,0166
= 180,5826o
c. R2 = 63o34’39”
= 63 + (34/60) + (39/3600)
= 63 + 0,566 + 0,0108
= 63,5768o
d. R2’ = 243o34’50”
24
= 243 + (34/60) + (50/3600)
= 243 + 0,566 + 0,0138
= 243,5798o
e. R3 = 94o34’40”
= 94 + (34/60) + (40/3600)
= 94 + 0,566 + 0,011
= 94,577o
f. R3’ = 274o36’40”
= 274 + (36/60) + (40/3600)
= 274 + 0,6 + 0,011
= 274,611o
- Pada sudut A
∠ A=R 2−R 1
o o
¿ 63,5768 −0
¿ 63,5768 0o
- Pada sudut B
∠ A=R 3−R 2
o o
¿ 94,577 −63,5768
o
¿ 31,0002
25
Keterangan :
B = pengukuran sudut pada kedudukan biasa.
LB = pengukuran sudut pada kedudukan luar biasa.
26
94,577
o
o o
(¿ ¿ o−63,5768 )+( 274,611 −243,5798 )
2
¿¿
o o
31,0002 +31,0312
¿
2
o
62,0314
¿
2
Besar ∠ B=31 , 0157o
VII. Menghitung beda nilai pada pengukuran sudut
- Pada pengukuran sudut A
Beda nilai=nilai terbesar−nilai terkeci l
¿ 63,5768o−63,287o
o
¿ 0,2898
- Pada pengukuran sudut B
Beda nilai=nilai terbesar−nilai terkecil
o o
¿ 31,0157 −31,0002
o
¿ 0, 0155
27