Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

TETRAPARASE

Disusun Oleh:
FENI NOFALIA SAFITRI
NIM 1911040092

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2019
A. DEFINISI

Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya


merupakan parese dari keempat ekstremitas. ”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan
“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelemahan yang disebabkan oleh penyakit
atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada
keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan atau kelemahan lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai, (Berman & Audrey, 2012).

Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,


kerusakantulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis),
kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan
diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat
anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakanini adalah trauma
(seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis
transversal, polio, atau spina bifida). Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakannya :

a.Tetrapares spasticTetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper


motor neuron(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.

b. Tetraparese flaksidTetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower


motor neuron(LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni
(Corwin, EJ. 2016)

B. ETIOLOGI

Penyebab umun dari tetraparesis

Complete/incomplete transection of cord with fracture


Prolapsed disc
Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome
Guillain-Barre SyndromeSindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan
sistem saraf akutdan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan
kadangkadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Ma
nifestasiklinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe
lowermotor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang
jugamuka. Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan.
timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-
saraf perifer.infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada med
ula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaputaraknoid,
(Carpenito, L.J. 2016)
Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis.
Padatempat – tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat
radiksventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks
ventralisterkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja,
makaradiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja
yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu
kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,kelompok
otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhantersebut
bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkaiatau otot-otot
anggota gerak.
Transverse myelitis Acute myelitisDapat menyebabkan satu sampai dua
segmen medula spinalis rusaksekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui
emboli septik, luka terbukaditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau
perluasan proses
meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalisme
ngalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan
dandisebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan
infeksi.Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula spinalis
setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada saat itu sarang-
sarangreaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar secara difus
sepanjangmedula spinalis. Serabut-serabut asenden dan desenden panjang dapat
terputusoleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat
menimbulkankelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh
tubuh atauyang dikenal dengan istilah tetraparese.
Anterior spinal artery occlusio
Spinal cord compression
Haemorrhage into syringomyelic cavity

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala pada kelemahan motorik meliputi:
 kelemahan distal Kelemahan distal termasuk gangguan koordinasi
tangan, kesulitan mengerjakntugas (membuka kancing baju atau memutar
anak kunci), floot slapping, jariibu jari lecet, dan sering tersandung
(frequent tripping).
 Kelemahan proksimal Gejala kelemahan otot proksimal, seperti kesulitan
turun tangga
kesulitan bangkit dari duduk, mudah terjatuh dan kesulitan mengangkat
tangan melewati bahu.

D. PATOFISIOLOGI

Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron


(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang
terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di
medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi
pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula
spinalis sampai ke otot. Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus
servikal, thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat
anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan
berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi,
sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan
atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese
spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid.
 Lesi di Mid- or upper cervical cord Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah
jaras kortikospinal lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada
otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula
spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor
Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot
kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotomC8, lalu otot-
otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang
mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di seluruh
tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan menyebabkan
kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut tetraparese spastik
 Lesi di Low cervical cord Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak
saja memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan
asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam
segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu
bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper Motor
Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan
diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron (LMN),
(Corwin, EJ. 2016)
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat mengalami
gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan
disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu anterius,
sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,sindrom
lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di
substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi,
misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak
didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota
gerak Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh
dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik.
walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di
intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan. Karena
daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada umumnya bermula
dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya.
Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan. Kelainan
fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada saraf di sumsum tulang
belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi
utama pada neuron saraf perifer adalah polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau
selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi herediter.
Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat melakukan
tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan
kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah dibanding
distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim kreatinin fosfokinase dalam jumlah
yang besar, sebelum terdapat manifestasi dinikadar enzim ini di dalam serum sudah jelas
meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum
diketahui. Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat ditentukan
kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak
sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika kelemahan otot menjadi
nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot. Seluruh endoplasma
serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot yang terkena ada yang membesar dan
sebagian mengecil. Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah
serabut otot melainkan karena degenerasi lemak. Kelemahan otot (atrofi otot) dapat
kita jumpai pada beberapa penyakit, (Johnson & Moorhead,S. 2015)

E. PATHWAY
F. FOKUS PENGKAJIAN

G. DIAGNOSA

 Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan, kendali, atau massa otot.
 Resiko infeksi b.d pemasangan DC dan tindakan invasive
 Defisit perawatan diri b.d gejala sisa stroke
 Nyeri akut b.d akibat tindakan litotripsi

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Kekuatan Otot

 Derajat 5: Kekuatan normal. Seluruh gerakan dapat dilakukan otot tersebut


dengan tahanmaksimal dari pemeriksa yang dilakukan berulang-ulang tanpa
terlihatkelelahan.
 Derajat 4: Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melayang gaya berat dan juga
melawantahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
 Derajat 3: Seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat, tetapi tidak
tidakdapat melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
 Derajat 2: Otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan (kesamping)
 Derajat 1: Kontraksi otot minimal dapat terasa atau teraba pada otot bersangkutan
tanpamengakibatkan gerak
 Derajat 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Parlise total
2. Foto ronsen
I PENATALAKSANAAN

J. DAFTAR PUSTAKA

Berman, Audrey; Shirlee J Snyder; Barbara Kozier; Glenora Erb. 2012.


Buku AjarPraktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2016. Rencana Asuhan & DokumentasiKeperawatan. Jakarta:
EGC
Corwin, EJ. 2016.Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn E, et all. 2015. Rencana Asuhan keperawatan; PedomanUntuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Isselbacher,K.J.2011. Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:EGC.
Johnson,M.,Maas,M.,Moorhead,S. 2015. Nursing Outcomes ClassificationFourth
Edition. Mosby, Inc : Missouri.
McCloskey,J.C.,Bulechek,G.M.2008.Nursing Intervention ClassificationFourthE
dition.Mosby, Inc : Missouri.

Anda mungkin juga menyukai