Comparison of the efficacy and safety of 12‐month low‐dose factor VIII tertiary
prophylaxis vs on‐demand treatment in severe haemophilia A children
DISUSUN OLEH:
Destya Putri Amalia. G991902011
PEMBIMBING:
dr. Irfan Dzakir, Sp.A, M.Biomed
Journal Reading ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi.
Presentasi kasus dengan judul:
Comparison of the efficacy and safety of 12‐month low‐dose factor VIII tertiary
prophylaxis vs on‐demand treatment in severe haemophilia A children
Oleh :
METODE
a. Design penelitian
Penelitian ini adalah uji terbuka, terkontrol secara acak pada dua kelompok
(kelompok profilaksis dan kelompok standard) yang dilakukan di Klinik Rawat Jalan
Onkologi Hematologi Anak, Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, pada bulan November 2016 hingga Februari 2018
b. Kriteria Penelitian
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:
Anak-anak usia 4-18 tahun
Tingkat FVIII <1%
Riwayat perdarahan sendi berulang
Sebelumnya menerima pengobatan sesuai permintaan dengan FVIII turunan plasma
manusia atau rekombinan (pasien yang sebelumnya dirawat; PTP).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:
Riwayat adanya inhibitor FVIII
Pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
c. Pengobatan
Subjek yang memenuhi syarat secara acak dialokasikan ke dalam kelompok
profilaksis dan kelompok standard menggunakan program computer. Pasien dalam
kelompok profilaksis menerima infus FVIII (Koate-DVI®; Grifols) 10 IU per kg berat
badan, dua kali per minggu selama 12 bulan. Infus diberikan di klinik rawat jalan RS
setidaknya sekali seminggu, dan infus yang tersisa diberikan sebagai perawatan di rumah
(infus sendiri menggunakan vena perifer oleh pasien / keluarga). Pasien dan / atau keluarga
yang tidak dapat melakukan infus sendiri dan tinggal jauh dari pusat kami dirujuk ke
fasilitas perawatan kesehatan terdekat untuk diinfuskan. Koordinator penelitian
menghubungi orang tua (panggilan / pesan teks) untuk memeriksa jadwal pemberian yang
diberikan di rumah.
Jika pasien mengalami perdarahan akut, jadwal pengobatan profilaksis ditunda
sampai perdarahan berhenti. Durasi periode pengobatan yang tertunda hingga pengobatan
profilaksis dimulai kembali dicatat. Setiap episode perdarahan yang terjadi pada kedua
kelompok diobati sesuai dengan pedoman WFH untuk negara-negara dengan keterbatasan
sumber daya (10 IU / kg selama 1-2 hari untuk perdarahan sendi). Pasien yang tidak
responsif setelah dirawat dengan dosis yang tepat berdasarkan pedoman WFH negara-negara
dengan sumber daya terbatas diuji untuk FVIII inhibitor dan, jika hasilnya positif,
diperlakukan menurut tatalaksana yang sesuai. Jika pasien mengembangkan inhibitor selama
penelitian, pasien akan ditarik dari subjek penelitian.
Pasien dalam kelompok profilaksis datang ke rumah sakit setiap 1-4 minggu,
tergantung pada lokasi dan preferensi rumah mereka, untuk menjalani pemeriksaan klinis
dan menerima botol konsentrat FVIII untuk infus sendiri. Pasien harus mengembalikan
konsentrat FVIII menggunakan botol pada setiap kunjungan ke rumah sakit untuk
mengkonfirmasi kepatuhan pasien. Setiap kejadian buruk (AE) atau kejadian buruk serius
(SAE) dipantau.
f. Hasil Penelitian
Enam puluh delapan (68 anak) memenuhi kriteria inklusi. Diantaranya terdapat 14
anak yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian, 2 anak dengan riwayat inhibitor
FVIII dan 2 anak tidak dapat dihubungi selama penelitian. Sehingga didapatkan 50 pasien
anak hemofilia A berat yang sebagai subjek penelitian. 50 anak tersebut secara acak
dimasukkan ke dalam kelompok profilaksis dan kelompok obat standard (25:25)
Usia saat rekrutmen, usia saat diagnosis dan usia pada episode perdarahan pertama
sebanding antara kedua kelompok. Sebagian besar pasien di kedua kelompok didiagnosis
dan mengalami episode perdarahan pertama sebelum usia 2 tahun. Beberapa pasien
menderita perdarahan sebelum mereka didiagnosis sebagai hemophilia. Indeks massa tubuh
(BMI) pasien pada kedua kelompok sebanding.
Perdarahan sendi dan episode perdarahan total secara signifikan lebih sedikit (P
<0,001) pada kelompok profilaksis dibandingkan dengan kelompok berdasarkan permintaan
Kedua kelompok memiliki fungsi sendi yang sebanding pada awal. HJHS secara signifikan
berbeda untuk kedua kelompok pada bulan 12 (P = 0,005). HJHS dalam kelompok
profilaksis meningkat secara progresif, sementara memburuk pada kelompok standard. Ada
peningkatan yang signifikan secara statistik pada kelompok profilaksis pada bulan ke 6 dan
12. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor HEAD ‐ US antara kedua kelompok.
Terdapat 53 efek samping, termasuk infeksi (n = 27), masalah gigi (n = 16),
pencernaan yg terganggu (n = 2), masalah kulit ( n = 7) dan trombositopenia karena efek
samping dari obat antiepilepsi (asam valproat; n = 1). Tujuh efek samping serius yang
memerlukan rawat inap diamati: tiga efek samping dalam satu pasien dari kelompok
profilaksis (dua episode terpisah dari kejang epilepsi dan satu cedera kepala ringan) dan
empat efek samping pada tiga pasien dari kelompok standard (trombositopenia karena efek
samping dari asam valproik, perdarahan gingiva setelah pencabutan gigi, hematochezia
karena fisura anus dan anemia defisiensi besi akibat perdarahan kronis).
TELAAH KRITIS
Analisis PICO
a) Problem : Menentukan efikasi dan keamanan profilaksis sekunder atau tersier FVIII
dosis rendah dalam mencegah perdarahan sendi dan kerusakan sendi pada
anak dengan hemofilia berat di Indonesia
Population : Anak dengan hemofilia berat
b) Intervention : Sampel diambil secara random, dibagi menjadi dua kelompok terapi
(terapi profilaksis dosis rendah dan standard) data yang diperoleh diuji
statistik t test, Mann-Whitney
c) Comparison : Membandingkan efikasi dan keamanan pemberian profilaksis tersier FVIII
dosis rendah dibandingkan pengobatan standard pada anak-anak hemofilia
A yang berat
d) Outcome : Jumlah perdarahan total dan perdarahan sendi, Skor HJHS dan HEAD-US
.
3. Deskripsikan sampel. Apakah Kriteria inklusi yaitu pasien berumur 1 – 15 tahun, telah
kriteria inklusinya? diberikan antibiotik, dan telah melakukan tes uji sensitifitas.
4. Jelaskan variabel. Bila studi Pada penelitian ini, sensitifitas pasien terhadap antibiotic
komparasi, variabel apakah menjadi variable independen, sedangkan gejala klinis dan hasil
persamaan dan perbedaan Sampel merupakan pasien anak 1 – 15 tahun dengan kultur darah
kelompok tersebut? Bila studi positif Salmonella typhi dan dibedakan/dikelompokkan
korelasi, variabel apakah yang berdasarkan sensitifitas sampel terhadap antibiotic lini pertama
5. Apakah jumlah sampel cukup Hasil penelitian ini tidak signifikan secara statistic yang dapat
besar untuk mendapatkan hasil dipengaruhi oleh kurangnya data yang diperoleh.
signifikan secara statistik? Apakah Data dianalisis menggunakan Mann-Whitney test dan analisis
analisis data dilakukan? chi-square test. Analisis menggunakan software statistik.
6. Apakah terdapat celah Terdapat celah bias pada penelitian ini karena berdasarkan tes
terjadinya bias? analisis distribusi normal, data tidak terdistribusi secara rata.
Oleh karena itu, digunakan median dengan data minimal dan
maksimal untuk menggambarkan semua kasus berdasar variable.
7. Jelaskan reliabilitas dan Penelitian ini menggunakan 76 data, dapat dianggap sudah
validitas dari perhitungan. Apakah representative dan telah memenuhi syarat rule of thumb dengan
perhitungan layak untuk populasi jumlah minimal 30 sampel dapat mewakili sebuah populasi.
(Murti, 2010)
atau apakah variabel di teliti?
8. Apakah rencana penelitian Rencana analisis di jelaskan secara detail oleh peneliti pada
dijelaskan secara detail? bagian metode penelitian. Data terdistribusi menjadi enam,
Bagaimana data terdistribusi? yaitu pasien yang sensitif chloramphenicol dan yang rentan
Apakah tes korelatif dan chloramphenicol, pasien yang sensitif ampicillin dan yang
komparatif layak untuk data yang rentan ampicillin, pasien yang sensitif co-trimoksazol dan
dianalisis dan permasalahan yang rentan co-trimoksazol.
penelitian?
1. Apakah hasil penelitiannya? Tidak terdapat perbedaan pada gejala klinis dan hasil
laboratorium antara pasien demam tifoid yang sensitif
antibiotik dan yang resisten antibiotik
2. Diskusikan bagaimana hasil Alur tatalaksana antibiotik pada pasien demam tifoid tetap
penelitian dapat diterapkan di diberikan antibiotik empiris terlebih dahulu dan dilanjutkan
praktik klinis dengan antibiotic definitif setelah hasil uji sensitifitas antibiotik
keluar.
Level of Evidence
LOE: IVcross-sectional study