Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

Comparison of the efficacy and safety of 12‐month low‐dose factor VIII tertiary
prophylaxis vs on‐demand treatment in severe haemophilia A children

DISUSUN OLEH:
Destya Putri Amalia. G991902011

Mariyah Mustaqimah G99181043

PEMBIMBING:
dr. Irfan Dzakir, Sp.A, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU


KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr. Moewardi.
Presentasi kasus dengan judul:

Comparison of the efficacy and safety of 12‐month low‐dose factor VIII tertiary
prophylaxis vs on‐demand treatment in severe haemophilia A children

Hari/tanggal : , Oktober 2019

Oleh :

Destya Putri Amalia G991902011

Mariyah Mustaqimah G99181043

Mengetahui dan menyetujui,

Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Irfan Dzakir, Sp.A, M.Biomed


PENDAHULUAN
Manajemen hemofilia di Indonesia terus berkembang sejak tahun 1970-1980-an baik
dalam hal penentuan diagnosis maupun pengobatan. Konsentrat Faktor VIII (FVIII) telah
menjadi standar untuk pengobatan pasien dengan hemofilia A. Namun, penggunaan terapi ini
dengan dosis standar dianggap tidak terjangkau karena biayanya yang tinggi, kurangnya
ketersediaan konsentrat di semua provinsi di Indonesia dan terbatasnya dukungan biaya dari
pemerintah. Studi untuk menilai efikasi profilaksis dosis rendah sangat penting untuk negara
berkembang seperti Indonesia. Pencegahan artropati perlu difokuskan pada pencegahan
hemarthrosis dengan menggunakan obat profilaksis dosis rendah yang efektif dan biaya yang
lebih terjangkau. Pemantauan rutin juga sangat penting dalam pengelolaan hemofilia. Hasil yang
paling penting adalah frekuensi perdarahan sendi serta struktur dan fungsi muskuloskeletal.
Fungsi muskuloskeletal dapat diukur dengan Hemophilia Joint Health Score (HJHS),
yang dibentuk oleh International Prophylaxis Study Group of the World Federation of
Hemophilia (WFH) dan telah divalidasi untuk digunakan pada anak-anak dan terbukti peka untuk
mendeteksi penyakit sendi tahap awal. Perubahan awal pada cairan sinovial sendi dan tulang
rawan juga dapat dideteksi dengan tekhnologi pencitraan. Sampai saat ini, Martinoli dkk.
menggunakan metode penilaian bernama Haemophilia Early Arthropathy Detection with
Ultrasound (HEAD ‐ US) untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi tanda-tanda awal
artropati.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efikasi dan keamanan profilaksis sekunder
atau tersier FVIII dosis rendah dalam mencegah episode perdarahan sendi dan progresivitas
kerusakan sendi, dibandingkan dengan pengobatan standard pada anak Indonesia dengan
hemofilia A berat

METODE
a. Design penelitian
Penelitian ini adalah uji terbuka, terkontrol secara acak pada dua kelompok
(kelompok profilaksis dan kelompok standard) yang dilakukan di Klinik Rawat Jalan
Onkologi Hematologi Anak, Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, pada bulan November 2016 hingga Februari 2018
b. Kriteria Penelitian
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:
 Anak-anak usia 4-18 tahun
 Tingkat FVIII <1%
 Riwayat perdarahan sendi berulang
 Sebelumnya menerima pengobatan sesuai permintaan dengan FVIII turunan plasma
manusia atau rekombinan (pasien yang sebelumnya dirawat; PTP).
Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:
 Riwayat adanya inhibitor FVIII
 Pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini

c. Pengobatan
Subjek yang memenuhi syarat secara acak dialokasikan ke dalam kelompok
profilaksis dan kelompok standard menggunakan program computer. Pasien dalam
kelompok profilaksis menerima infus FVIII (Koate-DVI®; Grifols) 10 IU per kg berat
badan, dua kali per minggu selama 12 bulan. Infus diberikan di klinik rawat jalan RS
setidaknya sekali seminggu, dan infus yang tersisa diberikan sebagai perawatan di rumah
(infus sendiri menggunakan vena perifer oleh pasien / keluarga). Pasien dan / atau keluarga
yang tidak dapat melakukan infus sendiri dan tinggal jauh dari pusat kami dirujuk ke
fasilitas perawatan kesehatan terdekat untuk diinfuskan. Koordinator penelitian
menghubungi orang tua (panggilan / pesan teks) untuk memeriksa jadwal pemberian yang
diberikan di rumah.
Jika pasien mengalami perdarahan akut, jadwal pengobatan profilaksis ditunda
sampai perdarahan berhenti. Durasi periode pengobatan yang tertunda hingga pengobatan
profilaksis dimulai kembali dicatat. Setiap episode perdarahan yang terjadi pada kedua
kelompok diobati sesuai dengan pedoman WFH untuk negara-negara dengan keterbatasan
sumber daya (10 IU / kg selama 1-2 hari untuk perdarahan sendi). Pasien yang tidak
responsif setelah dirawat dengan dosis yang tepat berdasarkan pedoman WFH negara-negara
dengan sumber daya terbatas diuji untuk FVIII inhibitor dan, jika hasilnya positif,
diperlakukan menurut tatalaksana yang sesuai. Jika pasien mengembangkan inhibitor selama
penelitian, pasien akan ditarik dari subjek penelitian.
Pasien dalam kelompok profilaksis datang ke rumah sakit setiap 1-4 minggu,
tergantung pada lokasi dan preferensi rumah mereka, untuk menjalani pemeriksaan klinis
dan menerima botol konsentrat FVIII untuk infus sendiri. Pasien harus mengembalikan
konsentrat FVIII menggunakan botol pada setiap kunjungan ke rumah sakit untuk
mengkonfirmasi kepatuhan pasien. Setiap kejadian buruk (AE) atau kejadian buruk serius
(SAE) dipantau.

d. Hasil yang diamati


Hasil utama yang diamati yaitu jumlah perdarahan sendi dan total episode
perdarahan selama penelitian. Pendarahan di siku, lutut dan pergelangan kaki
diklasifikasikan sebagai indeks perdarahan sendi. Jumlah total dan perdarahan sendi 1 tahun
sebelum penelitian juga dikumpulkan dari catatan medis. Hasil sekunder yang diamati yaitu
skor HJHS dan HEAD ‐ US dan bukti inhibitor FVIII. Pasien diberi perlakuan hingga
evaluasi ketiga (bulan 12) dilakukan pada kelompok profilaksis dan kelompok standard.
1. Pemeriksaan laboratorium
Sampel darah dikumpulkan pada bulan ke- 0, 6 dan 12 untuk pengukuran titer
inhibitor FVIII (uji Bethesda) di Departemen Laboratorium Patologi Klinik Rumah
Sakit Dr Cipto Mangunkusumo
2. Pemeriksaan radiologi
Ultrasound dilakukan sesuai dengan protokol HEAD ‐ US dan sistem skoring oleh
Konsultan Radiologis Divisi Musculoskeletal di Departemen Radiologi Rumah Sakit
Dr Cipto Mangunkusumo pada bulan ke 0, 6 dan 12 untuk mengevaluasi 6 sendi
(pergelangan kaki, lutut, dan siku).
3. Fungsi musculoskeletal
Penilaian muskuloskeletal dilakukan pada bulan 0, 6 dan 12 menggunakan HJHS versi
2.1 untuk mengevaluasi fungsi sendi. Semua penilaian dilakukan oleh ahli yang
terlatih yang sama untuk setiap pasien, di bawah pengawasan Konsultan Rehabilitasi
Medik di Divisi Muskuloskeletal.
e. Analisis data
Analaisis data dilakukan dengan menggunakan (SPSS®; IBM Corporation) versi
20.0. Data kuantitatif disediakan sebagai mean ± standar deviasi (SD) atau sebagai median
dan rentang interkuartil bawah-atas (Q1; Q3), yang sesuai. Data kualitatif diberikan dalam
bentuk persentase. Data deskriptif disajikan dalam narasi, tabel, dan grafik. Uji t dan / atau
uji Mann-Whitney digunakan untuk perbandingan kelompok.

f. Hasil Penelitian
Enam puluh delapan (68 anak) memenuhi kriteria inklusi. Diantaranya terdapat 14
anak yang menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian, 2 anak dengan riwayat inhibitor
FVIII dan 2 anak tidak dapat dihubungi selama penelitian. Sehingga didapatkan 50 pasien
anak hemofilia A berat yang sebagai subjek penelitian. 50 anak tersebut secara acak
dimasukkan ke dalam kelompok profilaksis dan kelompok obat standard (25:25)
Usia saat rekrutmen, usia saat diagnosis dan usia pada episode perdarahan pertama
sebanding antara kedua kelompok. Sebagian besar pasien di kedua kelompok didiagnosis
dan mengalami episode perdarahan pertama sebelum usia 2 tahun. Beberapa pasien
menderita perdarahan sebelum mereka didiagnosis sebagai hemophilia. Indeks massa tubuh
(BMI) pasien pada kedua kelompok sebanding.

Perdarahan sendi dan episode perdarahan total secara signifikan lebih sedikit (P
<0,001) pada kelompok profilaksis dibandingkan dengan kelompok berdasarkan permintaan
Kedua kelompok memiliki fungsi sendi yang sebanding pada awal. HJHS secara signifikan
berbeda untuk kedua kelompok pada bulan 12 (P = 0,005). HJHS dalam kelompok
profilaksis meningkat secara progresif, sementara memburuk pada kelompok standard. Ada
peningkatan yang signifikan secara statistik pada kelompok profilaksis pada bulan ke 6 dan
12. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor HEAD ‐ US antara kedua kelompok.
Terdapat 53 efek samping, termasuk infeksi (n = 27), masalah gigi (n = 16),
pencernaan yg terganggu (n = 2), masalah kulit ( n = 7) dan trombositopenia karena efek
samping dari obat antiepilepsi (asam valproat; n = 1). Tujuh efek samping serius yang
memerlukan rawat inap diamati: tiga efek samping dalam satu pasien dari kelompok
profilaksis (dua episode terpisah dari kejang epilepsi dan satu cedera kepala ringan) dan
empat efek samping pada tiga pasien dari kelompok standard (trombositopenia karena efek
samping dari asam valproik, perdarahan gingiva setelah pencabutan gigi, hematochezia
karena fisura anus dan anemia defisiensi besi akibat perdarahan kronis).
TELAAH KRITIS

Analisis PICO
a) Problem : Menentukan efikasi dan keamanan profilaksis sekunder atau tersier FVIII
dosis rendah dalam mencegah perdarahan sendi dan kerusakan sendi pada
anak dengan hemofilia berat di Indonesia
Population : Anak dengan hemofilia berat
b) Intervention : Sampel diambil secara random, dibagi menjadi dua kelompok terapi
(terapi profilaksis dosis rendah dan standard) data yang diperoleh diuji
statistik t test, Mann-Whitney
c) Comparison : Membandingkan efikasi dan keamanan pemberian profilaksis tersier FVIII
dosis rendah dibandingkan pengobatan standard pada anak-anak hemofilia
A yang berat
d) Outcome : Jumlah perdarahan total dan perdarahan sendi, Skor HJHS dan HEAD-US
.

TELAAH KRITIS JAWABAN

I. Apakah metode valid/dapat dipercaya?

1. Apakah permasalahan penelitian Permasalahan penelitian jelas, yaitu untuk untuk


jelas? Apakah kepentingan menentukan efikasi dan keamanan profilaksis sekunder
penelitian dijelaskan? atau tersier FVIII dosis rendah dalam mencegah episode
perdarahan sendi dan progresivitas kerusakan sendi,
dibandingkan dengan pengobatan standard pada anak
Indonesia dengan hemofilia A berat
Pemecahan masalah didukung oleh penelitian yang
menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pada
gejala klinis dan hasil laboratorium antara pasien yang
sensitif terhadap antibiotik dan yang resisten.
2. Apakah desain penelitian ini?
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan cara
Bagaimanakah data diperoleh?
pengambilan data cross-sectional. Populasi yang diambil untuk
Apakah batasan dalam mengambil
data? penelitian adalah pasien anak di RS Dr. Hasan Sadikin
dengan hasil pemeriksaan kultur darah positif Salmonella
typhi pada Januari 2008 – Desember 2013.

3. Deskripsikan sampel. Apakah Kriteria inklusi yaitu pasien berumur 1 – 15 tahun, telah
kriteria inklusinya? diberikan antibiotik, dan telah melakukan tes uji sensitifitas.

4. Jelaskan variabel. Bila studi Pada penelitian ini, sensitifitas pasien terhadap antibiotic
komparasi, variabel apakah menjadi variable independen, sedangkan gejala klinis dan hasil

kelompok dibandingkan? Apakah laboratorium sebagai variable dependen.

persamaan dan perbedaan Sampel merupakan pasien anak 1 – 15 tahun dengan kultur darah
kelompok tersebut? Bila studi positif Salmonella typhi dan dibedakan/dikelompokkan
korelasi, variabel apakah yang berdasarkan sensitifitas sampel terhadap antibiotic lini pertama

dihubungkan? (chloramphenicol, ampicillin, dan co-trimoksazol)

5. Apakah jumlah sampel cukup Hasil penelitian ini tidak signifikan secara statistic yang dapat
besar untuk mendapatkan hasil dipengaruhi oleh kurangnya data yang diperoleh.

signifikan secara statistik? Apakah Data dianalisis menggunakan Mann-Whitney test dan analisis
analisis data dilakukan? chi-square test. Analisis menggunakan software statistik.

6. Apakah terdapat celah Terdapat celah bias pada penelitian ini karena berdasarkan tes
terjadinya bias? analisis distribusi normal, data tidak terdistribusi secara rata.
Oleh karena itu, digunakan median dengan data minimal dan
maksimal untuk menggambarkan semua kasus berdasar variable.

7. Jelaskan reliabilitas dan Penelitian ini menggunakan 76 data, dapat dianggap sudah
validitas dari perhitungan. Apakah representative dan telah memenuhi syarat rule of thumb dengan

perhitungan layak untuk populasi jumlah minimal 30 sampel dapat mewakili sebuah populasi.
(Murti, 2010)
atau apakah variabel di teliti?

8. Apakah rencana penelitian Rencana analisis di jelaskan secara detail oleh peneliti pada
dijelaskan secara detail? bagian metode penelitian. Data terdistribusi menjadi enam,
Bagaimana data terdistribusi? yaitu pasien yang sensitif chloramphenicol dan yang rentan
Apakah tes korelatif dan chloramphenicol, pasien yang sensitif ampicillin dan yang
komparatif layak untuk data yang rentan ampicillin, pasien yang sensitif co-trimoksazol dan
dianalisis dan permasalahan yang rentan co-trimoksazol.
penelitian?

II. Apakah hasil penelitiannya?

1. Apakah hasil penelitiannya? Tidak terdapat perbedaan pada gejala klinis dan hasil
laboratorium antara pasien demam tifoid yang sensitif
antibiotik dan yang resisten antibiotik

2. Apakah hasil signifikan secara Hasil tidak signifikan secara statistik.


klinis ataupun statistik?

3. Apakah peneliti Peneliti membandingkan hasil penelitiannya dengan hasil


menghubungkan hasilnya dengan penelitian yang telah selesai dikerjakan sebelumnya.

penelitian ataupun literatur lain?

III. Bagaimana saya dapat menerapkan hasilnya?


1. Apakah relevansi yang didapat Antibiotik empiris diberikan pada pasien sembari melakukan uji
dari hasil penelitian ini? sensitifitas. Setelah hasil dari uji sensitifitas keluar, diberikan
antibiotic definitive. Hal tersebut berlaku untuk semua pasien
karena dari gejala klinis dan hasil laboratorium, tidak dapat
dibedakan apakah pasien sensitif atau resisten terhadap antibiotic
lini pertama.

2. Diskusikan bagaimana hasil Alur tatalaksana antibiotik pada pasien demam tifoid tetap
penelitian dapat diterapkan di diberikan antibiotik empiris terlebih dahulu dan dilanjutkan

praktik klinis dengan antibiotic definitif setelah hasil uji sensitifitas antibiotik
keluar.

Level of Evidence
LOE: IVcross-sectional study

Anda mungkin juga menyukai